perbedaan antara kerja sistem mangolo dengan sistem kerja upah

99 menyediakan snack dan minum kopi atau minum teh, mnyediakan makan siang, jam-jam tiga istrahat lagi menyediakan minum lagi buat yang sedang kerja.” Siti Rahmah

4.8.3 perbedaan antara kerja sistem mangolo dengan sistem kerja upah

Mangolo merupakan sistem kerja secara bergantian antara sesama petani yang dilakukan secara gotong-royong. Dalam prosesnya jika hari ini ada petani yang mengerjakan lahannya maka petani yang lain akan ikut menolong dan begitu juga sebaliknya ia akan kembali menolongnya pada kesempatan yang lain. Dalam proses ini kegiatan tersebut tidak dinilai dalam uang, hal ini tentu berbeda dengan sistem upah yang biasanya berlangsung pada kebanyakan petani di daerah lain. Jika sistem upah, petani ketika bekerja akan diberikan imbalan atau ongkos yang dibayar dengan bentuk upah uang dalam satu hari petani mendapat upah Rp 50.000. Berikut penuturan petani yang pernah ikut mangolo dan kerja sistem upah : “Bedanya kalo mangolo tidak mengeluarkan uang untuk ongkos orang. Makan dan minum uda disediain sama pemilik kebun atau sawah. Hasil kerjanya lebih bagus, kerjanya betol-betol teliti tidak asal siap. Soalnya kalo kita kerjanya bagus orang akan balas bagus juga kerja di lahan kita, begitu juga sebaliknya. Sedangkan sistem upah petani diberikan ongkos kerja. Sistem upah kalo soal makanan dan minum kadang disediain kadang enggak tergantung kesepakatan.” yusrandi Begitu juga yang disampaikan salah satu petani sebagai berikut. “Mangolo sama-sama saling bantu aja, gak diberi ongkos, kalo manongkosen sistem upah, diberi ongkos kerja satu hari gajinya Rp 50.000.” Fadilah Hal yang sama juga disampaikan salah satu informan sebagai berikut “Mangolo tidak mengeluarkan uang untuk ongkos hanya menyediakan makan dan minum. Kalo manongkosen sistem upah bayar ongkos kerja kalo satu hari Rp 50.000.” Abdussalam Universitas Sumatera Utara 100 Dari hasil wawancara dan observasi lapangan yang telah dilakukan kebanyakan petani berpendapat bahwa sistem mangolo lebih menguntungkan dari pada sistem upah. Selain meringankan besarnya pengeluaran modal, pekerjaan juga tidak tertunda karena pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu karena dikerjakan secara gotong royong. Para petani merasa hasil kerja dari sistem mangolo lebih bagus daripada hasil kerja yang dilakukan berdasarkan sistem upah, menurut para petani hasil kerja yang baik nantinya juga akan dibalas dengan pekerjaan yang baik pula ketika mengolah lahan petani tersebut karena adanya rasa terima kasih akibat kebaikan yang petani tersebut lakukan sebelumnya. Hal ini tergambar dalam wawancara dengan salah satu informan berikut ini : “Menurut kakak lebih menguntungkan mangolo dek, kalo mangolo hasil kerjanya lebih bagus, teliti tidak asal siap. Kalo ongkosen sistem upah biasanya asal siap aja. Terus kalo kakak gak punya uang bayar orang kerja, kerjaan kakak tetap bisa siap. Kalo sistem upah kalo ada uang baru bisa selesai kerjaan.” Siti Rahmah Sependapat dengan informan di atas, berikut penuturan dari salah satu petani yang menganggap mangolo lebih menguntungkan : “lebih untung mangolo karena waktu mulai menana kan butuh banyak pengeluaran buat beli bibit,pupuk, setidaknya mengurangi beban modal karena tidak mengeluarkan upah untuk bayar gaji petani, kerjaan pun gak tertunda.”Hamlani Hal yang sama juga disampaikan salah satu petani seperti berikut ini : “Lebih menguntungkan mangolo, karna disaat lagi gak ada biaya, kerjaan tetap siap. Hubungan kamipun tetap berlanjut karena merasa masih ada kewajiban untuk membantu.” Sulaiman Dari gambaran di atas dapat tercermin bahwa kegiatan mangolo memberikan manfaat yang besar kepada para petani, selain bermanfaat dalam hal pertanian juga Universitas Sumatera Utara 101 sangat bermanfaat positif dalam hubungan sosial antara sesama petani. Dalam hal pertanian, mangolo dapat memberi keringan kepada petani dalam hal modal. Seharusnya para petani harus mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya ongkos pekerja ketika mengolah lahan maka dengan adanya mangolo pekerjaan itu dilakukan tanpa bayaran akan tetapi para petani hanya perlu menyediakan makanan bagi para pekerja yang membantu mengerjakan lahan petani tersebut. Mangolo juga sangat bermanfaat positif bagi hubungan sosial yang terjadi antara sesama petani, dengan sistem kerjaan yang dilakukan secara bergantian maka hubungan para petani akan terus berlanjut karena adanya perasaan harus membalas budi baik yang telah dilakukan petani yang ikut mangolo. Hubungan jangka panjang juga terus berlangsung antara sesama petani dan berakibat positif terhadap kedekatan yang terjalin antara sesama petani. 4.8.4 Beberapa bentuk Pola Pengelolaan Lahan di Desa Delung Tue 4.8.4.1 Petani yang menggunakan sistem mangolo Berdasarkan Wawancara yang dilakukan terhadap para informan pelaksanaan mangolo kebanyakan dilakukan oleh petani yang memiliki lahan yang sempit, golongan petani yang memiliki lahan sempit di Desa Delung Tue adalah petani yang hanya memiliki luas lahan sebesar 1 sampai 2 hektare. golongan petani ini hanya memiliki penghasilan antara Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 3.000.000,- dalam satu bulan, sehingga kebanyakan dari petani tidak mampu untuk mengeluarkan biaya membayar upah petani jika mengolah lahan yang dimilikinya, namun petani tersebut jika memiliki waktu luang akan ikut menjadi petani upahan yang mengerjakan lahan petani lain sebagai penghasilan tambahan. Sesuai dengan penuturan salah satu petani Universitas Sumatera Utara 102 sebagai berikut. “Kalo dilahan sendiri menggunakan mangolo, paling sering menanam padi dan kentang karena abang gak sanggup bayar ongkos petani lain dek. Tapi kalo dilahan orang sering ikut sistem upah nambah-nambah uang masuk kan lumayan satu hari dapat Rp 50.000”Sulaiman Berikut penuturan ibu Siti Rahmah “Kalo gak sanggup kerja sendiri kakak ikut manggolo, kalo gak ada kegiatan dilahan sendiri kakak sering ikut kerja upah juga” Hal yang sama di sampaikan petani berikut: “Kerja sendiri kan berat ikut mangolo supaya lebih cepat siap Karena lahan saya cuma sikit, menanam pun tidak banyak-banyak kali, kalo pake ongkosen habis modal buat ongkos orang”Fitrinuri

4.8.4.2 Petani yang menggunakan sistem mangolo dan upah

Pelaksanaan sistem mangolo dan juga sistem upah diterapkan oleh petani golongan menengah yang memiliki luas lahan antara 2 sampai 4 hektare. Golongan petani ini memiliki penghasilan antara Rp. 2.000.000,- sampai Rp. 5.000.000,- sehingga mereka sesekali juga mampu melaksanakan sistem upah di lahannya, biasanya mereka mengadakan sistem upah pada saat waktu panen. dan mereka juga pernah ikut menjadi petani upah jika memiliki waktu senggang. Hal ini seperti yang diutarakan petani berikut : “Saya menggunakan mangolo jika saya kekurangan modal untuk biaya membayar gaji petani lain, kalo saya lagi punya uang kadangkala saya mengadakan manongkosen di lahan saya. Saya juga pernah ikut manongkosen di kebun petani lain jika saya ada waktu luang ” Hermansyah Universitas Sumatera Utara 103 Hal senada juga disampaikan petani berikut : “Kalo sedang memupuk saya akan ajak petani lain untuk mangolo karna waktunya lagi butuh modal. tapi waktu panen saya akan mengadakan manongkosen karna panen kan ada uang.. Kadang, buat nambah penghasilan saya juga ikut manongkosen dilahan petani lain.” seluyah Hal yang sama juga disampaikan ibu Kemalawati “kalo punya uang ongkesen sistem upah, tergantung kondisi keuangan tapi paling sering memang ikut maggolo buat nyicil- nyicil kerjaan, kadang gak terasa uda banyak aja yang bantuin karena sebelumnya saya uda bantu duluan.”

4.8.4.3 Petani yang menggunakan sistem upah

Pelaksanaan pengelolaan lahan yang menggunakan sistem upah biasanya dilakukan oleh petani golongan atas yang memiliki luas lahan di atas 4 hektare dengan penghasilan antara Rp. 5.000.000,- sampai Rp. 10.000.000,-. Sehingga petani klasifikasi ini mampu membayar biaya upah petani yang mengerjakan lahannya yang cukup luas, selain itu petani kelas ini kebanyakan memiliki pekerjaan lain selain menjadi petani sehingga tidak memiliki waktu ikut kegiatan mangolo bahkan tidak banyak waktu untuk mengurus lahan yang dimilikinya. Hal ini seperti yang disampaikan petani berikut. “Saya gak menggunakan mangolo karna lahan yang saya tanam luas dan dari awal bertani gak pernah mangolo, udah terbiasa dengan kerja ongkosen sistem upah. Kalo mangolo secara gak langsung uda buat ikatan kerja” Malim Dewa Hal yang sama juga disampaikan bapak Amrun “Bapak tidak ikut manggolo karna menurut bapak kalau ada uang Universitas Sumatera Utara 104 kerja upah aja, setelah lahan selesai gak terikat lagi sama petani lain kalo mangolo kan ada ketergantungan jadinya.” Amrun Begitu juga dengan penuturan Bapak Syamsu sebagai berikut : “Bapak menggunakan sistem ongkosen upah karena, selain bertani bapak punya kesibukan lain kayak dagang ni toke,nanti waktu gantiin hari kerjanya bapak gak bisa kan gak enak sama petani lain, selama bapak bisa bayar ongkos bapak sistem upah aja pekerjaan bapak siap urusan sama petani lain juga siap.”Syamsu Berdasarkan beberapa informasi dari petani-petani yang menggunakan sitem upah, alasan mereka tidak mengikuti kegiatan mangolo antara lain adanya kesibukan selain menjadi petani karena kebanyakan dari para petani yang tidak mengikuti mangolo juga memiliki pkerjaan lain seperti menjadi toke sehingga tidak memiliki waktu untuk menggantikan kegiatan mangolo dilahan petani lainnya, selain itu petani tersebut juga mengaku tidak ingin terikat dalam aktifitas mangolo sehingga selagi masih memiliki modal sendiri maka mereka akan menggunakan sistem upah kepada petani lain yang mengerjakan lahan mereka. Dengan kata lain, sebenarnya petani golongan atas ini juga memiliki ketergantungan terhadap petani kelas menengah dan bawah karena kedua golongan petani ini yang akan mengerjakan lahannya. Begitu juga sebaliknya, petani golongan menengah dan golongan bawah juga membutuhkan pekerjaan tersebut untuk menambah penghasilan mereka. Dari hubungan yang saling ketergantungan ini memberikan manfaat yang baik bagi ketiga golongan petani tersebut, sehingga sistem upah tidak menjadi masalah bagi intensitas hubungan kekerebatan mereka. Universitas Sumatera Utara 105

4.9. Pemanfaatan modal sosial dalam kehidupan sosial petani