Sistem Pengairan atau Irigasi Pertanian Profil Informan

68 Aktifitas pertanian di desa ini dahulunya lebih didasarkan pada sistem mangolo, namun seiring waktu berjalan sistem ini mulai memudar karena saat ini kebanyakan petani-petani yang tidak memiliki modal besar yang mempertahankan sistem ini. sedangkan petani yang bermodal besar lebih memilih sistem upah kepada petani lain untuk mengerjakan lahannya dikarenakan petani bermodal besar mampu mengeluarkan biaya untuk membayar tenaga kerja petani sehingga tidak harus ikut kegiatan mangolo.

4.6 Sistem Pengairan atau Irigasi Pertanian

Sistem pengairan atau irigasi di desa Delung Tue dipercayakan kepada salah satu penduduk desa yang bernama Bapak Syafi’i yang juga bertugas sebagai pengurus mesjid desa Delung Tue, letak bendungan yang digunakan untuk air irigasi ini tidak jauh dari sekitar sawah-sawah milik para petani. Bapak Syafi’i telah bertugas mengatur irigasi sejak enam tahun yang lalu, ia dipercaya oleh masyarakat untuk mengatur dan menjaga bendungan irigasi dan diangkat melalui musyawarah desa karena masyarakat menganggap bapak Syafi’i selama ini adil dan tidak ada petani yang bermasalah dalam hal pembagian air irigasi ke sawah mereka. Setiap tahun pada saat penanaman padi Bapak Syafi’i bertugas untuk menghimbau masyarakat desa mengadakan gotong royong untuk membersihkan aliran air yang menuju ke sawah- sawah mereka. Universitas Sumatera Utara 69

4.7 Profil Informan

1. Informan pertama Nama : Fadilah Umur : 94 Tahun Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan : Sekolah Dasar Ibu Fadilah tinggal di Desa Delung Tue sudah lima puluh Tahun lamanya, ia datang ke Desa Delung Tue setelah menikah dengan suaminya bernama Risad yang telah meninggal tiga puluh lima tahun yang lalu, sebelum menikah ia tinggal di Desa Ronga-ronga, ibu Fadilah sebelum menikah bekerja membantu perekonomian orang tuanya menganyam tikar, tikar yang sudah selesai dibuat kemudian dijual, hasil penjualan tikar tersebut digunakan untuk keperluan sehari-hari. Ibu Fadilah mulai bekerja sebagai petani setelah ia menikah, ia memiliki empat orang anak, keempat anaknya juga bekerja sebagai petani. Ibu Fadilah ikut bekerja dalam bercocok tanam untuk membantu suami meningkatkan perekonomian keluarga. Menurut Ibu Fadilah Bertani merupakan pekerjaan yang telah dilakukan secara turun temurun sejak dahulu oleh masyarakat desa ini. Menurutnya sejarah pertanian di Desa Delung Tue dari masyarakat petani yang awalnya hanya mengenal beberapa jenis tanaman seperti ubi kayu, ubi rambat, tebu dan teh pada saat itu hasil dari pertanian tidak untuk dijual tapi untuk dikonsumsi sendiri dan dibagi-bagi ke tetangga atau petani lainya. Namun sejak kedatangan Belanda ke Indonesia, Belanda memperkenalkan jenis-jenis tanaman, diantaranya tanaman kopi, kentang, sawi, kol, cabai dan lain-lain kepada masyarakat petani Delung Tue. Sekarang hasil pertanian Universitas Sumatera Utara 70 selain untuk dikonsumsi sendiri juga untuk dijual sebagai sumber penghasilan petani. Ibu Fadilah pada awalnya memiliki lahan sendiri karena dahulu masyarakat bebas membuka lahan, agar tidak terjadi perselisihan antara sesama masyarakat diadakan musyawarah untuk menentukan batas-batas lahannya. Pada saat itu luas lahan yang dimiliki ibu Fadilah kurang lebih dua hektar yang ditanami kopi, jagung, kacang merah, ubi rambat dan ubi kayu. Sedangkan di lahan sawah Ibu Fadilah menanam padi seluas satu hektar. Dalam mengelola lahanya Ibu Fadilah sering menggunakan sistem mangolo dengan petani lainya terutama dalam menanam padi karena pada masa itu mesin pembajak sawah belum ada, sehingga kegiatan mengolah lahan sawah memerlukan tenaga manusia yang cukup signifikan. Penghasilan yang didapat ibu Fadilah dari bertani perbulan kurang lebih Rp. 500.000. Setelah Ibu Fadilah berusia 75 tahun ia berhenti bertani dikarenakan kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk bekerja. Saat ini lahan tersebut telah dibagi-bagikan kepada anak-anaknya untuk dikelola oleh masing-masing anaknya. Berdasarkan penuturan Ibu Fadilah ada beberapa hambatan yang dihadapi ketika bertani antara lain banyaknya hama yang merusak tanaman dan kurangnya pengetahuan petani terhadap perawatan tanaman tersebut. Beliau dijadikan sebagai salah seorang informan karena ia mengetahui tentang sejarah dan perkembangan pertanian di Desa Delung Tue, merupakan petani yang pertama-tama bercocok tanam di desa ini, orang yang dianggap sebagai yang dituakan, sekaligus orang yang ikut membentuk kegiatan mangolo, sangat dihormati masyarakat setempat dan telah bertani selama 50 tahun di Desa Delung Tue. Ia telah mengenal dengan baik para Universitas Sumatera Utara 71 petani di desa ini maupun masyarakat yang lainnya, ditambah pula suami Ibu Fadilah dulunya tokoh masyarakat di Desa tersebut dan banyak petani yang diberikan lahan oleh suaminya sewaktu masih hidup. 2. Informan kedua Nama : Abdussalam Umur : 52 Tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Bapak Abdussalam adalah salah satu anak dari ibu Fadilah, ia lahir dan dibesarkan di Desa Delung Tue, setelah menyelesaikan sekolahnya pada tahun 1984 di tingkat Sekolah Menengah Atas ia mulai bekerja sebagai petani, sebelum bekerja dibidang pertanian ia pernah bekerja sebagai karyawan di perusahaan Asuransi Jiwa Bersama AJB. Pada awalnya Bapak Abdussalam bekerja sebagai petani dengan tujuan membantu orang tuanya. Ibunya merupakan tulang punggung keluarga, setelah ayahnya meninggal ketika Bapak Abdussalam berumur 17 tahun. Sebagai anak pertama dari empat bersaudara ia merasa memiliki tanggung jawab kepada keluarganya dengan menggantikan posisi ayahnya untuk bekerja dan menyekolahkan adik-adiknya. Bahkan setelah menikah ia tetap meneruskan usahanya menjadi petani, ia sudah merasa cocok dengan profesinya itu. Luas lahan yang dimiliki Bapak Abdussalam adalah satu hektar kebun dan 6 rante 2.400 m 2 sawah, sebagian dari lahan tersebut merupakan warisan dari orang tuanya. Jenis tanaman yang ditanami adalah tanaman kopi di lahan perkebunan dan Universitas Sumatera Utara 72 tanaman sayur-sayuran di sekitar tanaman kopi tersebut. Sedangkan di lahan sawah dalam waktu setahun ia mengolah lahan sawahnya dengan dua jenis tanaman, yaitu pada separuh tahun pertama Bapak Abdussalam menanam padi dan separuh tahun berikutnya menanam kentang atau kacang. Menurut bapak Abdussalam hal tersebut biasa dilakukan oleh petani di Desa Delung Tue dalam setiap tahunnya. Penghasilan Bapak Abdussalam perbulannya kurang lebih Rp 2.500.000. Berdasarkan penuturan Bapak Abdussalam penghasilan dari hasil bercocok tanam dalam satu bulannya tergantung pada hasil panen dan tergantung pada nilai jual. Dalam aktifitas bertani hampir semua masyarakat di desa ini menggunakan sistem mangolo, mulai dari penanaman dan pemupukan sampai memanen hasil. Menurut Bapak Abdussalam petani paling sering menggunakan sistem mangolo pada tanaman padi, kentang, kol, tomat, cabai dan kopi kecuali pada saat memanen kopi petani tidak menggunakan sistem mangolo petani lebih sering mengunakan sistem upah karena semakin banyak kopi yang dipetik semakin banyak bayaran yang didapat oleh petani. Selain itu karena sudah menggunakan mesin traktor petani lebih memilih membayar pembajak yang memiliki mesin traktor untuk membajak sawahnya. Adapun hambatan-hambatan yang pernah dialami Bapak Abdussalam dalam bertani adalah kurangnya modal sehingga ia mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya. Kurang tersedianya fasilitas pendukung seperti jalan yang yang sempit, belum diaspal, dan licin saat hujan. Sulitnya menyesuaikan jenis tanaman karena perubahan iklim yang tidak menentu. Bapak Abdussalam ini dijadikan sebagai informan karena ia merupakan salah satu petani yang sudah lama tinggal di desa ini dan sudah 35 tahun menggeluti pekerjaan sebagai petani. Universitas Sumatera Utara 73 3. Informan ketiga Nama : Seluyah Umur : 46 Tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Ibu seluyah adalah penduduk asli Desa Delung Tue bermata pencaharian sebagai petani. Ia mulai bekerja sebagai petani setelah menikah sejak 21 tahun yang lalu. Ibu Seluyah memiliki tiga orang anak, anak pertama laki-laki berumur 22 tahun, anak kedua perempuan kelas dua Sekolah Menengah Atas, dan anak ketiga kelas lima Sekolah Dasar. Walaupun telah menikah ibu seluyah dan suaminya memilih tetap tinggal di Desa Delung Tue, suami Ibu Seluyah juga bekerja sebagai petani. Ketertarikan Ibu Seluyah menjadi petani selain bekerja untuk penghasilan juga untuk memenuhi kebutuhan pangan yang tidak lagi harus dibeli karena dapat ditanam sendiri. Hasil panen tidak semua dijual sebagian dapat disisakan untuk keperluan sendiri. Awalnya setelah tamat Sekolah Menengah Atas sebelum menikah ibu Seluyah sering ikut bekerja membantu pekerjaan orang tuanya di kebun, ia tidak melanjutkan pendidikan karena orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya sehingga ia memutuskan menjadi petani melanjutkan usaha orang tuanya. Menurut Ibu Seluyah masyarakat di Desa Delung Tue pada umumnya bekerja sebagai petani. Bagi anak yang tidak mau melanjutkan pendidikan orang tuanya akan memberikan atau membagikan lahan kepada anak-anaknya untuk dikelola. Hal ini telah berlangsung secara turun-temurun di desa Delung Tue. Bertani merupakan Universitas Sumatera Utara 74 pekerjaan yang diturunkan atau diwariskan dari orang tua. Ibu Seluyah sendiri memiliki lahan seluas 2 hektar kebun yang di tanami dengan kopi dan 9 rante 3.600m 2 sawah. Jenis tanaman yang ditanam di sawah adalah padi dan kentang. Penghasilan Ibu seluyah dalam satu bulan kurang lebih Rp 3.500.000. Dalam bercocok tanam ia sering ikut mangolo terutama pada saat menanam kentang dan padi. Adapun hambatan-hambatan dalam bertani yang beliau hadapi adalah cuaca yang tidak menentu dapat menyebabkan kurangnya hasil panen gagal panen, dan kurangnya modal mengakibatkan ibu Seluyah tidak dapat mengembangkan usahanya. Selain itu kondisi jalan ke kebun milik ibu seluyah yang belum di aspal juga menjadi hambatan besar dalam mengola lahan terlebih pada saat akan mengangkut hasil panen. 4. Informan keempat Nama : Wardah Umur : 40 Tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama Ibu Wardah merupakan penduduk asli Desa Delung Tue, sampai sekarang sudah lebih dari 40 tahun ia tinggal Di Desa Delung Tue. Ibu Wardah menikah pada umur 25 tahun dan setelah menikah ia mulai bekerja sebagai petani. Kurang lebih sudah 15 tahun ia menjalankan pekerjaan sebagai petani. Ibu Wardah memiliki empat orang anak, anak pertama berusia 25 Tahun yang saat ini bekerja sebagai petani karena setelah tamat Sekolah Menengah Atas tidak lagi melanjutkan pendidikanya, Universitas Sumatera Utara 75 anak kedua berusia 21 Tahun saat ini masih kuliah, dan anak yang ketiga kelas dua Sekolah Menengah Pertama. Ibu Wardah tertarik bekerja sebagai petani karena sebelumnya sering ikut bekerja di kebun petani lain dengan sistem upah, menurutnya kerja di kebun milik orang lain mengakibatkan ketergantungan, maksudnya akan mengikuti selalu pemilik kebun sedangkan jika memiliki kebun sendiri tidak ada perintah dari orang lain, bekerja atas kemauan sendiri dan bisa menentukan waktu untuk bekerja atau istirahat. Sebelum bekerja sebagai petani ia pernah menjalankan usaha yaitu usaha dibidang perdagangan. Ia menjual barang-barang sembako dan pernah juga menjadi toke kopi, ia menjalankan dua usaha tersebut secara bersamaan. Namun usaha Ibu Wardah tersebut tidak berjalan dengan baik akibat ia banyak memberikan pinjaman kepada orang lain dan banyak dari pinjaman tersebut dikembalikan dalam waktu yang lama bahkan macet pembayarannya sehingga ia mengalami kekurangan modal pada usahanya dan tidak dapat melanjutkan usahanya dalam berdagang. Setelah usahanya mengalami kebangkrutan ibu Wardah pernah menjadi buruh tani, setiap hari bekerja di lahan petani lain sebelum ia memiliki lahan sendiri. Dalam beberapa Tahun menjadi buruh tani Ia dan suaminya memiliki keinginan membeli lahan untuk dikelola sendiri, karena penghasilan menjadi buruh tani tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Setelah keinginannya tercapai untuk memiliki lahan ia dan suaminya mengelola lahannya dengan ditanami kopi dan cabai. Lahan yang dimiliki Ibu Wardah saat ini seluas 8 Rante 3.200m 2 . Selain itu Ia juga menyewa lahan sawah seluas 6 Rante 2400m 2 untuk ditanami kentang dan tomat. Penghasilan Ibu Wardah dalam satu bulan kurang lebih Rp 3.000.000, selain Universitas Sumatera Utara 76 kerja menggunakan sistem mangolo ibu Wardah juga masih bekerja sebagai buruh tani sebagai penghasilan tambahan walaupu ibu wardah sudah memiliki lahan. Adapun hambatan-hambatan dalam bertani yang dialami Ibu Wardah adalah kebun yang dimilikinya terlalu jauh dari tempat tinggalnya sehingga banyak menghabiskan waktu diperjalanan jika akan ke kebun untuk merawat tanaman ataupun untuk memanen kopi. Ibu wardah harus menginap di kebun dan tidak dapat pulang ke rumah dalam sehari jika sedang mengolah lahannya dengan membangun pondok di kebunnya tersebut, ditambah pula kondisi jalan menuju lokasi kebun yang tidak mendukung karena belum diaspal. Ibu wardah ini dijadikan sebagai salah seorang informan karena disampinga Ia sebagai penduduk asli Desa Delung Tue, sudah lama bekerja sebagai buruh tani, ikut sistem mangolo, menjadi petani dengan lahan sendiri, dan menerapkan sistem mangolo dalam lahannya. 5. Informan kelima Nama : Fitrinuri Umur : 39 Tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Perempuan pendidikan : Sekolah Dasar Ibu Fitrinuri sudah sejak 20 tahun yang lalu tinggal di Desa Delung Tue, kurang lebih sudah 30 tahun ia menjalani pekerjaan sebagai petani. Ketertarikan ibu Fitri bekerja sebagai petani karena bertani merupakan salah satu pekerjaan orang tuanya yang menurutnya dapat memenuhi kebutuhan tanpa tergantung pada orang lain. Ibu Fitri setelah tamat Sekolah Dasar tidak lagi melanjutkan sekolahnya karena Universitas Sumatera Utara 77 orang tuanya tidak mampu untuk membiayai kelanjutan sekolahnya maka setiap harinya ia membantu pekerjaan orang tuanya bekerja di kebun. Setelah berumur 14 tahun ibu Fitri menikah di usia muda dan suaminya juga berprofesi sebagai petani. Ibu Fitri memiliki tiga orang anak, anak yang pertama berusia 19 tahun kuliah di salah satu universitas negeri di Aceh, anak yang kedua kelas dua Sekolah Menengah Pertama dan yang ketiga masih berusia lima tahun. Ibu Fitrinuri memilih menjadi seorang petani dikarenakan ia tidak memiliki kemampuan lain selain bertani selain itu juga tingkat pendidikanya yang rendah menurut penuturan Ibu Fitrinuri bertani merupakan pekerjaan yang telah menjadi turun-temurun di desa Delung Tue, sejak ia datang ke desa tersebut pertaniannya telah berkembang seperti sekarang ini. Lahan yang dikelola Ibu Fitri saat ini merupakan warisan dari orang tua suaminya, luas lahan yang ia miliki kurang lebih satu hektar kebun yang ditanami dengan kopi dan cabai sama seperti petani yang lain dan 9 rante 3.600m 2 sawah yang ditanami dengan padi. Penghasilan Ibu Fitri dalam satu bulan kurang lebih Rp 2.500.000. Memurutnya pengahasilan petani tiap bulanya tidak menetap, tergantung banyaknya hasil panen yang didapat oleh petani dan sangat dipengaruhi oleh nilai jual. Hambatan-hambatan yang dialami Ibu Fitri dalam bertani sama seperti yang dialami petani-petani lain di desa ini yaitu kurangnya modal untuk bertani dan lokasi kebun yang jauh dari tempat tinggal. Sebelum memiliki kendaraan Ibu Fitri menuju lokasi kebunnya dengan berjalan kaki menghabiskan waktu dua jam diperjalanan sehingga terkadang beliau diberikan tumpangan oleh petani lain. Selain itu jalan ke kebun yang belum diaspal menghambat perjalanannya dan memerlukan waktu yang lama, alhasil waktu untuk bekerja menjadi berkurang serta berdampak Universitas Sumatera Utara 78 pula pada pengangkutan hasil panen. Jika hasil panen tersebut dijual dilokasi kebun maka harga jual akan dibeli lebih murah oleh toke. Ada kalanya ibu Fitri juga akan menginap dikebun pada musim panen bersama petani lainnya. 6. Informan keenam Nama : Yusrandi Umur : 26 Tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : Mahasiswa Bapak Yusrandi sudah 26 tahun tinggal di Desa Delung Tue, beliau adalah salah satu dari beberapa petani yang belum berumah tangga tapi bisa dikatakan cukup berhasil sebagai petani, hal ini bisa dilihat di usianya yang masih muda ia dapat membeli sepeda motor dan membayar biaya kuliah dari hasil panennya sendiri. Yang membuat Ia bertahan menjadi petani adalah pekerjaan sebagai petani dapat disesuaikan waktunya dengan waktu ia sekolah. Selain itu menurut pak Yusrandi, bekerja sebagai petani tidak terikat dengan aturan dari orang lain dengan kata lain bekerja sebagai petani yang Ia jalani bisa menjadi atasan bagi dirinya sendiri. Menurut bapak Yusrandi masyarakat terdahulu di Desa Delung Tue sudah menjalani hidup sebagai petani dan menggantungkan hidup dari hasil pertanian, bedanya petani terdahulu hanya menanami perkebunan dengan tanaman teh, kopi, tembakau dan ubi saja. Setelah kedatangan Belanda petani mengalami perkembangan pengetahuan mengenai pertanian meskipun masyarakat hanya mengenal jenis-jenis tanaman saja tanpa mengetahui bagaimana cara merawat tanaman, jenis pupuk apa Universitas Sumatera Utara 79 yang bagus supaya hasil panennya maksimal. Setelah itu sekitar tahun 1980-an Belgia datang untuk memberikan penyuluhan tentang ilmu pertanian, mengenalkan berbagai macam tanaman dan membagi ilmu tentang bertani mulai dari penanaman dan cara merawat tanaman, serta mengolah hasil pertanian menjadi makanan. Dari umur 18 tahun Ia sudah mulai bekerja sebagai petani, berawal dari membantu usaha orang tua yaitu bercocok tanam di kebun serta membantu memanen hasil tanamannya setiap pulang sekolah. Dari sanalah Ia memdapat uang saku sehingga menimbulkan ketertarikannya untuk memiliki usaha sendiri dalam bercocok tanam. Dari keseriusan Bapak Yusrandi dalam bertani membuat orang tuanya memberikan lahan kepadanya untuk dikelola sendiri. Lahan yang dimilikinya seluas 8 Rante 3200m 2 . Lahan tersebut ditanami dengan tanaman cabai dan tomat. Kalau lagi berhasil dan dibeli dengan harga mahal penghasilan yang didapat Bapak Yusrandi dari hasil bercocok tanam dalam tiga bulan mencapai Rp 15.000.000. Dari hasil kebun tersebut Ia mencoba memutar modal dengan menyewa lahan seluas 5 rante 2000m 2 yang digunakan untuk menanam kentang guna menambah penghasilan. Adapaun hambatan utama yang dialami pak Yusrandi adalah kurangnya modal saat akan menanam bibit serta keterbatasan lahan yang ia miliki sehingga hasil dari pertaniannya tidak terlalu besar. Universitas Sumatera Utara 80 7. Informan ketujuh Nama : Hermansyah Umur : 38 Tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Bapak Herman juga merupakan salah satu penduduk asli dari desa Delung Tue, setelah menikah ia menjadi petani dan kurang lebih selama 12 tahun ia telah menjalani profesi tersebut. Bapak Herman memiliki dua orang anak, yang pertama kelas 5 sekolah dasar dan yang kedua masih berusia 6 tahun. Sebelum menjadi petani Bapak Herman pernah menjadi toke kopi namun ia berhenti menjadi toke akibat kurangnya fasilitas yang dimilikinya, ditambah lagi dengan banyaknya saingan toke- toke lain yang memiliki fasilitas lebih lengkap dan menawarkan harga beli lebih tinggi dari yang ditawarkan Pak Herman kepada para petani. Meskipun Beliau memutuskan berhenti menjadi toke namun dari hasil kerja selama menjadi toke Bapak Herman sudah mampu membeli kebun kopi. Berdasarkan cerita yang disampaikan oleh Bapak Herman tentang sejarah bertani di Desa Delung Tue, bertani merupakan usaha dari etnis Gayo yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari para orang tua sebelumnya. Bahkan kampung Delung Tue sekarang ini yang telah banyak didirikan rumah penduduk merupakan bekas perkebunan petani dahulunya, pada saat itu pengetahuan petani disana tentang jenis tanaman dan cara merawat tanaman sangat minim. Petani hanya menggunakan kotoran hewan untuk menyuburkan tanaman, namun setelah kedatangan Belanda Universitas Sumatera Utara 81 pengetahuan petani desa Delung Tue telah mengalami kemajuan. Tetapi para petani belum mengetahui bagaimana cara merawat tanaman tersebut untuk mendapatkan hasil panen yang lebih maksimal. Pengetahuan para petani tentang bercocok tanam mulai berkembang seperti saat sekarang ini setelah adanya penyuluhan tentang pertanian oleh Belgia pada tahun 1980-an. Pada saat itu Belgia banyak menyumbangkan ilmu bertani pada masyarakat desa Delung Tue, mulai dari cara penanaman, cara merawat, pemilihan pupuk yang bagus hingga mengolah hasil pertanian jadi makanan yang siap dikonsumsi. Pada awalnya Bapak Herman sering membantu orang tuanya bekerja di kebun sama seperti petani yang lainnya, dari hasil bercocok tanam lahan milik orang tuanya Bapak Herman selalu mendapatkan hasil yang cukup banyak sehingga setelah berhenti menjadi Toke ia memulai usahanya sebagai petani secara mandiri. Lahan kebun yang Ia miliki saat ini seluas 2,5 hektar yang di tanami kopi, cabai, tomat, kentang dan bawang merah. Penghasilan Bapak Herman dalam satu bulan kurang lebih Rp. 4.000.000. Selain itu ia memiliki usaha sampingan satu rumah kontrak sebagai penghasilan tambahan, dari usaha tersebut ia memperoleh Rp. 4.000.000 tiap Tahunya. Adapun hambatan-habatan dalam bertani yang Ia hadapi saat ini adalah kurangnya modal yang ia miliki sehingga usahanya tidak berkembang karena modal sangat berpengaruh untuk membeli bibit dan biaya perawatan kebun yang dimilikinya. Universitas Sumatera Utara 82 8. Informan kedelapan Nama : Siti Rahmah Umur : 32 tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Ibu Siti sudah 20 tahun tinggal di Desa Delung Tue, kurang lebih sudah 12 tahun ia menjalani pekerjaan sebagai petani. Sebelum menikah Ia tinggal di desa Kebayaken dan pindah ke Desa Delung Tue setelah menikah dengan suaminya yang juga berprofesi sebagai petani dan diajak oleh suaminya untuk menetap di desa ini. Ibu Siti memiliki dua orang anak, anak yang pertama perempuan kelas satu Sekolah Menengah Pertama dan anak yang kedua Laki-laki masih berusia enam tahun. Sebelum menjadi petani Ibu Siti pernah membuka usaha sebagai pedagang sembako namun ia berhenti menjalani usaha dagang tersebut karena ia belum memiliki rumah sendiri masih menyewa. Ibu Siti merasa usahanya tidak sesuai dengan kondisinya pada saat itu sehingga ia memutuskan untuk berhenti berdagang. Setelah berhenti berdagang ia mulai bekerja sebagai petani, setiap harinya Ibu Siti membantu suaminya bekerja di kebun. Saat ini luas lahan yang mereka miliki adalah 1 hektar kebun dan 2 rante 800m 2 sawah. Adapun jenis tanaman yang ditanam dikebun miliknya adalah tanaman kopi, cabai, dan kacang. Sedangkan di lahan sawah Ia menanam padi dan setelah memanen padi Ia menanam kentang dan berbagai jenis sayuran lainnya. Penghasilan Ibu Siti dalam satu bulan Rp 2.000.000. Selain dari hasil bercocok tanam ia memiliki pekerjaan sampingan menjahit pakaian. Hambatan- Universitas Sumatera Utara 83 hambatan dalam bertani yang dialaminya antara lain kurangnya modal untuk membeli bibit dan perawatan lahan serta kurangnya alat-alat pertanian yang sehingga ketika panen Ia masih sering mamakai atau meminjam peralatan dari petani lainnya. 9. Informan kesembilan Nama : Hamlani Umur : 43 tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama Ibu Hamlani termasuk salah satu petani yang telah lama tinggal di desa ini, ia juga telah lama menjalani profesi sebagai petani di desa Delung Tue. Ia datang ke desa ini sejak 25 tahun yang lalu dan memulai usahanya setahun kemudian setelah ia menetap di desa ini sehingga kurang lebih 24 tahun ia menjalankan usaha bercocok tanam sampai sekarang ini. Awalnya ibu Hamlani menjalankan usaha sebagai petani karena ikut suaminya yang juga bekerja seorang petani, suami ibu Hamlani mulai menekuni pekerjaannya sebagai petani sejak berumur 17 tahun. Suami ibu Hamlani memiliki lahan yang cukup luas kurang lebih 3 hektar sawah, lahan tersebut merupakan peninggalan dari orang tuanya bahkan banyak lahan yang ia sewakan kepada petani lain dan ada juga yang dijual. Sejak suaminya jatuh sakit Ibu Hamlani mengalami kemunduran dalam usaha bercocok tanam sehingga ibu Hamlani harus menjual sebagian tanah dari warisan orang tua suaminya tersebut karena membutuhkan uang dalam jumlah yang banyak untuk biaya pengobatan suaminya yang menderita sakit cukup lama. Luas lahan yang dikelola Ibu Hamlani saat ini Universitas Sumatera Utara 84 adalah 9 rante 3600m 2 yang ditanami padi separuh tahun berikutnya ditanami dengan bawang, kol dan kacang tanah. Penghasilan yang didapat Ibu Hamlani dalam satu bulan Rp. 2.000.000 sedangkan lahan yang disewakan kurang lebih 1 Ha yang menjadi penghasilan tambahan. Ibu Hamlani berusaha sendiri menggantikan posisi suaminya mencoba meneruskan aktifitas bertani di lahan-lahan yang masih tersisa untuk meneruskan aktifitas perekonomian keluarganya tanpa bantuan suaminya, namun seiring berjalannya waktu ibu Hamlani mulai terbiasa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan bantuan anak-anaknya serta para tetangga yang juga sering memberikan saran atau masukan dalam hal becocok tanam bahkan ia sering dibantu oleh tetangganya dalam mengelola lahan miliknya dengan cara mangolo. Selain mangolo jika ada waktu senggang ibu Hamlani juga sering kerja upah sebagai penghasilan tambahan. Hambatan Ibu Hamlani dalam mengembangkan usahanya dari dulu hingga saat ini adalah keterbatasan tenaga yang dimilikinya karena suami tidak bisa maksimal bekerja di kebun. 10. Informan kesepuluh Nama : Sulaiman Umur : 40 Tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Bapak Sulaiman juga merupakan salah satu penduduk asli desa Delung Tue, Ia telah menjadi petani kurang lebih 20 tahun dan mulai menekuni cocok tanam Universitas Sumatera Utara 85 setelah menamatkan sekolahnya. Bapak Sulaiman memiliki tiga orang anak perempuan, anak yang pertama dan kedua setelah lulus Sekolah Menengah Atas lansung menikah, dan anak yang ketiga kelas satu Sekolah Menengah Pertama. Sebelum bertani Bapak Sulaiman pernah bekerja sebagai pedagang yaitu dagang ternak namun usahanya tidak berjalan dengan baik. Saat ditanya tentang sejarah petani di desa Delung Tue, Ia menyebutkan bahwa orang yang pertama kali merintis usaha pertanian desa ini adalah ayah dari ibunya yaitu kakeknya yang bernama Risad. Menurutnya ketika desa ini masih belum ramai seperti sekarang, desa ini sebelumnya adalah area perkebunan teh, dan kebun kopi. Adapun jenis tanaman yang dikenal petani saat itu adalah kopi, tebu dan tembakau sedangkan di sawah petani menanam padi, namun mereka bertani hanya sebatas untuk dikonsumsi sendiri tidak sebagai sumber pendapatan atau mata pencaharian. Setelah datangnya Belanda ke Indonesia pertanian di daerah ini mulai berkembang dan penduduk di desa Delung Tue mulai meningkat sehingga desa ini menjadi seperti sekarang ini. Lahan pertanian terdahulu kini telah banyak menjadi pemukiman penduduk sehingga petani desa Delung Tue menggarap lahan ke tempat lain untuk bercocok tanam. Sejak adanya penyuluhan pertanian dari Belgia banyak menambah wawasan petani Desa Delung Tue dalam bercocok tanam. Pada awalnya Bapak Sulaiman bertani hanya sebatas membantu pekerjaan orang tuanya namun setelah menikah ia mulai tertarik untuk bercocok tanam dan memiliki usaha sendiri, ia mulai membuka lahan dengan istrinya dan kebun tersebut sekarang ditanami dengan kopi seluas 5 rante 2000m 2 sedangkan sawah seluas 2 rante 800m 2 merupakan warisan dari orang tuanya yang ditanami dengan padi dan Universitas Sumatera Utara 86 separuh tahun berikutnya ia menanam kentang. Penghasilan Bapak Sulaiman dalam satu bulan Rp 2.000.000. Menurut Bapak Sulaiman hambatan-hambatan dalam bertani yang dialaminya adalah kurangnya modal usaha apalagi pada saat penanaman bibit karena hasil panen sangat bergantung pada saat penanaman bibit, selain itu cuaca yang akhir-akhir ini tidak menentu juga bisa menjadi hambatan karena bisa mengakibatkan gagal panen ataupun mengurangi kualitas hasil panen. 11. Informan kesebelas Nama : Kemalawati Umur : 45tahun Agama : Islam Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan : Sekolah Menegah Pertama Ibu Kemalawati merupakan seorang janda yang juga menekuni pekerjaan sebagai petani yang tinggal di desa Delung Tue, almarhum suaminya adalah penduduk asli desa Delung Tue dan telah lima tahun yang lalu meninggal dunia. Ia tinggal di Delung Tue setelah menikah dan mulai menekuni pekerjaan sebagai petani serta bergantung pada hasil bertani kurang lebih sejak 32 tahun yang lalu. Menurut ibu Kemalawati sejak Ia datang hampir semua penduduk desa Delung Tue berprofesi sebagai petani. Pada awalnya ia dan suaminya bertani diajak oleh tetangganya yang sedang membutuhkan anggota untuk memanen kopi di lahannya. Pada saat itu Ibu Kemalawati sangat bersemangat karena baru pertama kali diajak bekerja di kebun, dalam sehari Ia dapat memetik sebanyak empat kaleng kopi dan dalam satu kaleng tersebut Ibu Kemalawati mendapat dua bambu dan diberikan upah sebesar Rp Universitas Sumatera Utara 87 40.000,00. Pembayaran upah yang diberikan tergantung pada harga kopi, jika harga kopi mahal maka upah yang diterima pun semakin besar begitu juga sebaliknya jika harga kopi murah maka upah yang diterima semakin kecil. Sejak itu hampir setiap hari ibu Kemalawati bersama suaminya diajak oleh petani lain bekerja di kebun mereka. Terkadang pasangan suami istri ini juga diajak menanam padi, memanen padi, membersihkan tanaman, memupuk tanaman, menanam kentang serta memanen cabai hampir semua pekerjaan sudah pernah dilakukan ibu Kemalawati. Setelah kurang lebih dua tahun menjadi buruh tani Ibu Kemalawati bersama suaminya mulai membuka lahan sendiri karena pada saat itu mereka sudah memiliki anak. Ibu Kemalawati memiliki tiga orang anak, anak yang pertama sudah sarjana, anak kedua dan ketiga masih kuliah. Menurut ibu Kemalawati gaji menjadi buruh tani belum mencukupi kebutuhan keluarganya ditambah lagi Ia juga merasa memang harus memulai usaha sendiri untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Ibu Kemalawati membuka lahan pada saat itu tidak terlalu membutuhkan modal yang besar karena banyak petani lain yang mau membantu mengerjakan lahan miliknya dan memberikan bibit kopi. Ibu Kemalawati hanya perlu menyediakan persediaan bahan makanan untuk dimasak dikebun agar dapat dinikmati oleh petani lain yang membantunya dalam membuka lahan. Luas lahan yang dimiliki Ibu kemalawati adalah 9 Rante 3600m 2 . Ibu kemalawati juga memanfaatkan tempat yang kosong di lahannya untuk diisi dengan tanaman yang cepat panen seperti daun bawang dan kacang. Hasilnya dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarga sebelum kopi dapat dipanen. Setelah beberapa tahun lahan kebunnya dikelola, suami ibu Kemalawati meninggal dunia dan Universitas Sumatera Utara 88 Ia harus berusaha sendiri untuk mencari biaya sekolah anak-anaknya. Ia sangat bergantung dari hasil kebun tersebut untuk meneruskan hidup dan pendidikan sekolah anaknya. Saat ini usaha ibu Kemalawati dalam bercocok tanam bisa dikatakan berhasil karena untung yang Ia dapatkan dari hasil kebunnya dalam satu bulan Rp 3.000.000 dan dari hasil tersebut dapat digunakan menyewa beberapa lahan lain yang tidak jauh dari tempat tinggalnya seluas 15 rante 6000m 2 . Lahan tersebut dikelola oleh anaknya saat pulang kuliah ditanami kentang, kol dan tomat. Hasil kerja anaknya tersebut dapat ditabung untuk keperluan pendidikan anak-anaknya. Sedangkan yang menjadi hambatan Ibu Kemalawati dalam mengelola lahannya adalah akses jalan menuju kebun yang tidak baik sehingga seringkali menghambat pengangkutan hasil panen agar dapat dijual ke toke. I2. Informan petani yang menggunakan sistem upah Nama : Malim Dewa Umur : 48 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Bapak Malim sudah tinggal di desaDelung Tue sejak 48 tahun yang lalu, ia lahir dan dibesarkan di desa ini. bapak Malim Dewa sudah mulai bertani sejak menyelesaikan sekolahnya di tingkat menengah atas. Pada awalnya lahan yang ia kelola merupakan lahan yang dimiliki oleh orang tua, namun setelah orang tuanya meninggal lahan tersebut ia kelola sendiri dan sekarang telah bertambah luas lahan Universitas Sumatera Utara 89 yang dimilikinya. Saat ini luas lahan yang ia miliki seluas 7 hektare yang terdiri dari 4 hektare sawah yang ditanami dengan kentang serta 3 hektare kebun yang ditanami kopi. Dalam mengerjakan lahanya ia menggunakan tenaga kerja bayaran terutama dalam mengelola sawahnya terkecuali dalam membajak sawah karena telah menggunakan tenaga mesin, Bapak Malim sendiri memiliki mesin traktor yang disewakan kepada petani lain. Menurut Pak Malim, lahan yang ia miliki saat ini mampu menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Meskipun ia akan mengeluarkan modal yang besar untuk membeli bibit dan membayar upah buruh tani tapi hasil dari lahannya bisa memenuhi pengeluarannya tersebut. Hambatan-hambatan yang dihadapi Pak Malim ketika mengolah lahannya antara lain harga jual hasil lahan yang murah sedangkan modal yang dikeluarkan cukup besar, selain itu cuaca yang tidak menentu juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga berpotensi menimbulkan kerugian namun sampai saat ini hambatan-hambatan tersebut masih bisa dilalui Pak Malim. Menurut Pak Malim, alasan ia selama ini tidak mengikuti sistem mangolo adalah karena lahannya cukup luas sehingga akan lebih cepat mengerjakan lahannya dengan memberi upah buruh tani dengan jumlah yang cukup banyak, meskipun membeutuhkan modal yang cukup besar namun hasil yang ia dapatkan pada saat panen mampu menutupi bahkan memberi keuntungan yang lebih. Dari hasil lahannya, saat ini perekonomian keluarga Pak Malim bisa dikatakan cukup baik. Menurut Pak Malim penghasilan yang ia terima bisa mencapai Rp. 8.500.000 perbulannya. Hal ini bisa dilihat dari luas lahannya yang semakin Universitas Sumatera Utara 90 bertambah luas, Bapak Malim juga merupakan petani yang paling terkenal di Desa ini karena ia petani yang menanam dalam jumlah yang banyak dan selalu mendapatkan hasil panen yang maksimal. Bapak Malim juga mampu membangun rumah yang cukup besar untuk keluarganya, selain itu ia juga memiliki mobil sebagai alat transportasi padahal di Desa Delung Tue tidak banyak masyarakat yang memiliki mobil. Anak-anak Pak Malim juga mampu mengenyam pendidikan yang baik bahkan sampai di tingkat universitas, dari 7 orang anaknya ada 2 orang anaknya merupakan sarjana dan 2 orang lagi masi duduk di bangku sekolah menengah atas dan menegah pertama. I3. Informan petani yang menggunakan sistem upah Nama : Amrun Umur : 54 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Pak Amrun sudah tinggal di Desa Delung Tue sejak ia lahir 54 tahun yang lalu, orang tua Pak Amrun juga merupakan orang yang cukup berpengaruh di desa ini yang juga berprofesi sebagai petani. Pak Amrun sudah dari kecil ikut membantu orang tuanya mengerjakan lahan yang cukup luas yang keluarganya miliki namun sejak ia menyelesaikan sekolah Menengah Atas Pak Amrun fokus mengerjakan lahannya tersebut. Lahan yang ia miliki saat ini merupakan pemberian dari orang tua Universitas Sumatera Utara 91 dan ada beberapa luas lahan tambahan yang ia beli sendiri. Saat ini luas lahan yang ia miliki seluas 4 hektare yang terdiri dari 1 hektare kebun kopi sedangkan 3 hektare sawah ditanami padi dan separuh tahun berikutnya lagi ditanami kentang, cabe, tomat dan sayuran lainnya. Dari hasil lahan yang ia kelola saat ini mampu menghasilkan keuntungan yang cukup besar, meskipun pengeluaran yang ia keluarkan untuk mengolah lahan cukup besar karena lahan yang dikelola cukup luas namun masih bisa ditutupi dengan penghasilan yang ia dapatkan ketika masa panen. Menurut Pak Amrun, ia tidak mengikuti mangolo karena lahan yang dimilikinya cukup luas sehingga akan membutuhkan orang yang cukup banyak dalam mengerjakan lahannya, sehingga ia lebih memilih untuk memberi upah kepada buruh tani untuk mengerjakan lahannya sementara ia akan mengawasi pekerjaan buruh tani tersebut. Hambatan-hambatan yang selama ini biasa Pak Amrun hadapi antara lain harga jual yang tiba-tiba anjlok bisa menimbulkan kerugian, cuaca yang tidak menentu bisa mengakibatkan gagal panen, serta masalah hama dan penyakit pada lahan. Namun sampai saat ini hambatan itu masih bisa dihadapi oleh Pak Amrun. Dari hasil lahan yang ia miliki penghasilan yang didapat bisa mencapai Rp. 5.300.000 perbulannya. Perekonomian Pak Amrun bisa dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari luas lahan yang ia miliki saat ini semakil luas, rumahnya cukup mewah dibandingkan petani lainnya, ia juga tidak butuh lagi meminjam modal untuk mengolah lahannya karena sudah memiliki modal sendiri. Dari hasil lahannya ini juga Universitas Sumatera Utara 92 Pak Amrun berhasil memberikan pendidikan 2 orang anaknya hingga sarjana dan 1 orang lagi di bangku sekolah menengah atas. I4. Informan petani yang menggunakan sistem upah Nama : Syamsu Umur : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : Sekolah Menengah pertama Bapak Syamsu sudah tinggal di desa Delung Tue sejak ia lahir tepatnya 55 tahun yang lalu. keluarganya termasuk memiliki perekonomian yang baik dibandingkan masyarakat Delung Tue lainnya. Orang tua Pak Syamsu bermata pencaharian sebagai petani sehingga bertani juga menjadi aktifitasnya sehari-hari membantu orang tuanya. Setelah menamatkan sekolahnya di tingkat Menengah Pertam, Pak Syamsu fokus membantu orang tuanya di kebun dan profesi sebagai petani terus ia tekuni hingga saat ini. Saat ini luas lahan yang dimiliki Pak Syamsu kurang lebih 9 Hektare, terdiri dari 2 hektare kebun yang ditanami kopi dan cabe, 4 hektare sawah ditanami padi pada separuh bulan pertama, dan enam bulan selanjutnya ditanami kol serta kentang. dan 3 Hektare lagi merupakan lahan kosong belum dikelolanya. Lahan yang Pak Syamsu kelola saat ini merupakan pemberian dari orang tua serta ada beberapa Universitas Sumatera Utara 93 hektare lahan yang merupakan dibeli sendiri oleh Pak Syamsu. Penghasilan Bapak Syamsu dalam satu bulan kurang lebih Rp 7.000.000. Menurut Pak Syamsu, dari hasil panen lahan yang ia kelola saat ini sudah bisa menghasilkan panen yang cukup besar, sesuai dengan pengeluaran yang ia keluarkan sebagai modal ketika akan menanam lahannya namun jika harga jual stabil maka ia bisa mampu menutupi modal tersebut bahkan meraup keuntungan yang cukup besar. Biasanya pengeluaran dalam mengelola lahan antara lain untuk pembelian bibit, pemberian pupuk ke tanaman, perawatan serta membayarkan upah kepada buruh tani untuk menanam, merawat dan memanen lahan miliknya. Menurutnya jika mengikuti mangolo, ia tidak akan sanggup untuk membantu mengolah lahan milik petani lain karena selain bertani Bapak Syamsu memiliki pekerjaan sampingan sebagai Toke dan baginya lebih baik membayarkan upah kepada buruh tani sehingga ia hanya tinggal mengawasi pekerjaan buruh tani tersebut tanpa harus ikut bertani atau turun langsung. Meskipun membutuhkan dana yang besar untuk membayar buruh tani tapi hasil panen sudah mampu menutupi modal yang ia keluarkan bahkan memberi keuntungan yang cukup besar. Hambatan-hambatan yang selama ini dihadapi Pak Syamsu dalam melaksanakan aktifitasnya antara lain hama atau penyakit yang bisa membuat hasil panen tidak maksimal atau kualitas panen tidak bagus, harga jual yang tidak stabil atau murah, cuaca yang tidak menetu juga bisa menjadi hambatan sehingga panen menjadi tidak maksimal. Namun sampai saat ini semua hambatan masih bisa dilalui oleh Pak Syamsu. Universitas Sumatera Utara 94 Dari hasil usaha bertani yang telah Pak Syamsu jalani sampai saat ini, perekonomian keluarganya termasuk baik di desa Delung Tue. Saat ini Pak Syamsu telah memiliki rumah pribadi yang cukup besar, mobil pribadi serta mobil khusus untuk mengangkut hasil panennya. Pak Syamsu juga memiliki mesin traktor sendiri untuk mengolah lahannya, traktor ini juga ia sewakan kepada petani lain sehingga memiliki penghasilan tambahan dari uang sewa tersebut. Dari hasil bertani ini juga Pak Syamsu berhasil memberikan pendidikan yang baik untuk anak-anaknya, Dari 5 orang anaknya, 4 orang telah memperoleh gelar sarjana dan 1 orang anak lagi sedang duduk di bangku sekolah menengah atas. Selain itu, saat ini ia juga menjadi toke yang mengumpulkan hasil-hasil panen dari petani lain yang modalnya merupakan modal dari Pak Syamsu sendiri. 4.8 Temuan dan Interpretasi Data Penelitian 4.8.1 Mangolo