Sistem Gotong-royong Masyarakat Petani di Pedesaan

37

2.6 Sistem Gotong-royong Masyarakat Petani di Pedesaan

Gotong royong merupakan suatu bentuk saling menolong yang berlaku di desa-desa indonesia. Potensi dan keterbatasanya sebagai roda pembangunan masyarakat dapat dipahami secara baik dalam konteks sosio-ekonomis dan politis dimana gotong royong ini terlaksana yakni, daerah pedesaan dan kehidupan kolektifnya dan dalam bentuk konteks perkembangan historisnya. Gotong royong merupakan salah satu bentuk solidaritas khas masyarakat agraris tradisional. Masyarakat-masyarakat ini terikat satu sama lain berdasarkan relasi sosial yang disebut ikatan primordial, yaitu lewat ikatan keluarga, dekatnya letak geografis, serta iman kepercayaan. Masyarakat yang hanya didasarkan pada ikatan emosional dan solidaritas mekanis, dikenal sebagai masyarakat yang terintegrasi secara struktural : pertukaran sosial bersifat langsung dan terbatas, anggota-anggota masyarakatnya bersifat homogen dalam mentalitas dan moralitas, serta mempunyai suatu kesadaran kolektif serta iman kepercayaan bersama, dan perbedaan fungsi atau pembagian kerjanya sedikit sekali. Jika timbul fungsi yang baru dan berbeda, bersamaan dengan koordinasi yang memungkinkan masyarakat tersebut untuk berfungsi secara lebih baik sebagai suatu kesatuan yang utuh, masyarakat itu dikenal sebagai masyarakat yang terintegrasi secara fungsional. Sartono Kartodirjo, Dalam Colletta, 1987: 254 Peralihan dari integrasi struktural ke integrasi fungsional secara historis terjadi oleh meningkatnya perbedaan sosial dalam masyarakat, yaitu meningkatnya pembagian kerja. Semakin banyak bentuk solidaritas organis diperlukan untuk mengkoordinir dan memperkuat heterogenitas yang baru muncul. Menurut Durkheim, Universitas Sumatera Utara 38 suatu masyarakat yang terintegrasi secara fungsional terikat satu sama lain oleh hukum retributif balas jasa, sedangkan masyarakat yang terintegrasi secara struktural di bentuk oleh hukum represif. Solidaritas sosial dalam suatu masyarakat didasarkan pada prinsip pertukaran sosial, minsalnya: • Sistem bercocok tanam, yaitu pertukaran tanah dengan tenaga kerja . • Pancen bantuan tenaga kerja yang siap pakai bagi kepala desa, • gugur gunung mengerjakan suatu pekerjaan secara bersama-sama tanpa dibayar atau kerig aji pergi melakukan suatu pekerjaan secara berkelompok, yaitu pertukaran tenaga kerja dengan jasa seperti perlindungan, keamanan, dan informasi. • Sumbangan atau punjungan memberi bantuan atau hadiah, yaitu menukarkan barang dengan barang. Teori pertukan sosial menyatakan bahwa suatu pertukaran sosial menimbulkan suatu aturan moral bagi tingkah laku anggota-anggota masyarakat yang mempunyai eksistensinya sendiri, bebas dari situasi pertukaran sosial itu sendiri. Proses pertukaran sosial, bersama moralitas yang diakibatkannya, berlaku sebagai pendorong, atau sangsi bagi kerangka hubungan kultural. Proses perubahan sosial menciptakan relasi-relasi sosial dan kultural yang ada dengan sendirinya, bebas dari tingkat perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat. Suasana kultural ini menciptakan suatu solidaritas sosial tersendiri. Solidaritas sosial dalam suatu masyarakat ditentukan oleh intraksi antara proses pembagian kerja dan proses Universitas Sumatera Utara 39 pertukaran sosial dan dengan moralitas yang timbul dari pertukaran itu. Berdasarkan pertukaran itu, situasi desa-desa di indonesia sekarang ini dapat digambarkan sebagai berikut: Perbedaan struktural mengarah keperbedaan fungsional walaupun masih berada pada tingkat tradisional dan tidak mencapai tingkat perbedaan dalam masyarakat industrial. • Perbedaan fungsional telah mulai meningkat; dan tidak hanya merupakan suatu pemisahan unsur-unsur yang identik. • Karena adanya moralitas dan kesadaran kolektif. Walaupun perbedaan fungsional masih tetap terbatas dan bahkan menekankan perbedaan struktural, telah ada suatu solidaritas organis. • Hal ini memungkinkan timbulnya integrasi fungsional yang lebih kuat dengan akibat bahwa masyarakat desa tidak merupakan suatu integritas struktural tersendiri. Sartono Kartodirjo, Dalam Colletta, 1987: 255 - 256 Djurip, dkk. 2000: 33-35 Gotong royong merupakan suatu bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu dengan azas timbal balik principle of reciprocity yang mewujudkan adanya keteraturan sosial dalam masyarakat. Gotong royong ada yang dilakukan secara spontan , ada yang dilandasi pamrih dan ada pula untuk memenuhi kewajiban sosial. Dua bentuk gotong royong pertama , yakni secara spontan dan di landasi pamrih, dapat digolongkan ke dalam kegiatan tolong- menolong, sedangkan gotong-royong dapat digolongkan kedalam kegiatan kerja Universitas Sumatera Utara 40 bakti Falsafah Minangkabau “ kaba baiak baimbauan, kaba buruak baambauan”’, mendorong orang untuk melakukan kegiatan tolong-menolong. Dalam peristiwa kemalangan seperti musibah, bencana alam atau kematian kaba buruak, tolong menolong dilakukan secara sepontan, sedangkan pada peristiwa kegembiraan seperti upacara perkawinan, kenduri atau selamatan lain kaba baiak, tolong menolong dilakukan dengan dilandasi pamrih. Pamrih yang dimaksudkan disisni adalah adanya harapan dalam diri seseorang yang memberikan pertolongan bahwa suatu saat dia akan mendapat pertolongan pula jika melakukan suatu perhelatan. Adapun gotong royong untuk memenuhi kewajiban sosial dapat dilihat dari pelaksanaan kegiatan membersihkan kampung, membangun sarana-sarana ibadah atau sarana sosial. Kegiatan gotong royong yang masih ditemui di nagari Cubadak, antara lain berkaitan dengan pekerjaan dibidang pertanian dan dalam pelaksanaan upacara perkawinan. Dibidang pertanian dikenal dengan istilah “ tu bondar” ke bandar, yakni suatu kegiatan gotong royong untuk membersihkan tali bandar agar air yang mengalir kesawah-sawah menjadi lancar. Kegiatan lain yang dilakukan secara gotong royong adalah ma asok dan manabua. Dalam pelaksanaan helat perkawinan di nagari Cibadak juga ada tradisi Gotong Royong. Selain membantu dengan tenaga, seperti menyiapkan hidangan dan perlengkapan lain, juga ada tradisi gotong royong dengan mengumpulkan beras. Tradisi ini seperti julo-julo, dimana setiap rumah yang telah di daftar sebagai anggota mengumpulan beras setiap ada warga yang melaksanakan perhelatan perkawinan. Dengan demikian setiap anggota akan mendapat perlakuan yang sama menerima kumpulan beras dari anggota jika suatu saat mereka Universitas Sumatera Utara 41 mengadakan perhelatan perkawinan. Djurip, dkk. 2000: 33-35 Selain di Minangkabau, masyarakat Batak juga mengenal sistem gotong royong kuno dalam hal bercocok tanam. dalam bahasa Karo aktivitas gotong royong disebut raron, sedangkan dalam bahasa Toba disebut marsiurupan. Sekelompok orang tetangga, atau kerabat dekat, bersama-sama mengerjakan tanah dan masing- masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan suatu pranata yang keanggotaanya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan anggotanya. Payung Bangun dalam Koentjaraningrat, 1993: 101 2.7 Jaringan Sosial Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprositas Damsar, 2002:157. Dalam melihat aktivitas sekelompok individu itu menjadi suatu aksi sosial maka disitulah teori jaringan sosial berperan dalam sistem sosial. Hampir seluruh masalah sosiologi adalah masalah agregasi, yaitu bagaimana aktivitas sekelompok individu dapat menimbulkan efek sosial yang dapat diamati. Hal inilah yang membuat ilmu sosiologi sangat sulit untuk memahami dan mengerti suatu fenomena secara mendalam. Teori jaringan sosial berangkat dari pengkajian atas variasi bagaimana perilaku individu berkumpul aggregate menjadi perilaku kolektif. Dalam hal ini analisis jaringan sosial lebih ingin mempelajari keteraturan Universitas Sumatera Utara 42 individu atau kelompok berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku Wafa, 2006:162. Analisis jaringan sosial memulai dengan gagasan sederhana namun sangat kuat, bahwa usaha utama dalam kajian sosiologis adalah mempelajari struktur sosial dalam menganalisis pola ikatan yang menghubungkan anggota-anggota kelompoknya. Granovetter Damsar, 2009:139-145 melukiskan hubungan ditingkat mikro itu seperti tindakan yang melekat dalam hubungan pribadi konkrit dan dalam struktur jaringan sosial terhadap hubungan itu. Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor individu atau kolektivitas mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang bernilai seperti kekayaan, kekuasaan, dan informasi. Menurut Ritzer dan Goodman Damsar 2009: 159-160 terdapat sekumpulan prinsip-prinsip yang berkaitan logis, yaitu sebagai berikut: 1. Ikatan antara aktor biasanya adalah simetris baik dalam kadar maupun intensitasnya. Aktor saling memasok dengan sesuatu yang berbeda dan mereka berbuat demikian dengan intensitas yang semakin besar atau semakin kecil. 2. Ikatan antar individu harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan lebih luas. 3. Terstrukturnya ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan non-acak. Disatu pihak, jaringan adalah transitif: bila ada ikatan antara A dan B dan C, ada kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A dan C. Akibatnya adalah bahwa lebih besar kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A, B, dan C. 4. Adanya kelompok jaringan yang menyebabkan terciptanya hubungan silang antara kelompok jaringan maupun antara individu. 5. Ada ikatan asimetris antara unsur-unsur di dalam sebuah sistem jaringan dengan Universitas Sumatera Utara 43 akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdistribusikan secara tidak merata. 6. Dengan adanya distribusi yang timpang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan baik itu kerja sama maupun kompetisi. Beberapa kelompok akan bergabung untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas itu dengan kerja sama, sedangkan kelompok lain bersaing dan memperebutkannya. Universitas Sumatera Utara 44

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan nilai-nilai, secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah Moleong, 2006: 1. Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat secara utuh serta berusaha untuk menggambarkan fenomena yang terjadi. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif maka peneliti akan lebih mudah mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai Modal sosial Petani Dalam Mengelola Pertanian di Desa Delung Tue Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah. Penelitian studi kasus atau case study adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut. Tergantung pada tujuanya, ruang lingkup penelitian itu mungkin mencakup keseluruhan siklus kehidupan atau hanya segmen- segmen tertentu saja. Studi ini mungkin mengkonsentrasikan diri pada faktor-faktor khusus tertentu atau dapat pula mencakup keseluruhan faktor-faktor kejadian. Tujuan dari penelitian kasus adalah untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial individu, kelompok,lembaga atau masyarakat. Sumadi Suryabrata, 2002:22 Universitas Sumatera Utara