Modal Sosial Petani Dalam Mengelola Pertanian (Studi Tentang Sistem Mangolo Pada Petani Desa Delung Tue, Kec. Bukit, Kab. Bener Meriah)

(1)

MODAL SOSIAL PETANI DALAM MENGELOLA PERTANIAN (Studi Tentang Sistem Mangolo Pada Petani Desa Delung Tue, Kec. Bukit, Kab.

Bener Meriah)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial

Diajukan oleh: SAUMA RAHMAH

090901001

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

ABSTRAK

Sektor pertanian dan perkebunan merupakan produksi terbesar dari kegiatan perekonomian masyarakat desa Delung Tue, mayoritas kehidupan warga desa Delung Tue sangat tergantung pada hasil-hasil pertanian. Aktifitas bertani merupakan kegiatan utama masyarakat yang dilakukan untuk menunjang perekonomian keluarga, namun berbagai kendala dan hambatan juga harus dialami para petani. Dalam proses pengelolaan pertanian sistem kerja yang dilakukan petani secara tolong menolong (mangolo), sistem ini sangat membantu para petani baik dari segi sosial maupun ekonomi.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis serta melihat modal sosial petani dalam mengelola pertanian dan untuk mengetahui aktifitas gotong royong yang dilakukan para petani.

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, pengamatan partisipan serta studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, aktifitas pertanian di desa ini dahulunya lebih didasarkan pada sistem mangolo, seiring waktu berjalan sistem ini mulai memudar karena saat ini petani yang bermodal besar lebih memilih sistem upah meskipun begitu bagi petani yang tidak memiliki modal besar sistem mangolo sangat membantu karena mengurangi beban biaya yang harus dikeluarkan untuk mengolah lahan mereka.Tahapan-tahapan yang berlangsung dalam sistem mangolo adalah dimulai dari aktifitas bertani berupa proses penanaman bibit, perawatan tanaman, memupuk tanaman, membabat rumput atau memberantas hama sampai memanen hasil pertanian.

Pemanfaatan modal sosial petani dalam mengelola pertanian di desa Delung Tue dari kegiatan bertani khususnya dalam sistem mangolo dapat diketahui bahwa adanya nilai positif dalam aspek sosial dan aspek ekonomi. Jika dilihat dari aspek sosial, maka sistem mangolo dapat meringankan beban kerja yang berat menjadi lebih ringan. Selain itu sistem mangolo dapat mempererat hubungan antara petani sehingga dapat menimbulkan jaringan yang dapat mempermudah para petani untuk mendapatkan bantuan baik dalam kegiatan bertani maupun di luar aktifitas bertani seperti mempermudah mendapat tawaran pekerjaan, kemudahan dalam mendapat pinjaman uang untuk modal, hal ini juga dapat menjadi modal pendorong yang dimiliki oleh para petani tersebut untuk terbukanya peluang dan potensi modal lain misalnya, saling membantu dalam kegiatan lain seperti acara pesta perkawinan ataupun tertimpa kemalangan. Sedangkan dari aspek ekonomi dapat mengurangi besarnya modal yang dikeluarkan petani dalam mengolah lahan.


(3)

PRAKATA

Bismillahirahmaanirrahiim

Alhamdulillahirobbil’alamin penulis ucapan kepada Allah Swt, atas berkah nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga karya ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Saw, atas suri teladannya memanusiakan manusia sebagaimana tugas-Nya telah menghantarkan penulis pada titik manusia sesungguhnya.

Tidak lupa penulis haturkan terima kasih kepada orang-orang luar biasa yang selalu memberikan bantuan maupun motivasi serta semangat dikala penulis menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih dan limpahan doa selalu penulis haturkan kepada kedua Orangtua yang saya sayangi, ayah saya Abdussalam dan Ibunda tercinta Fatimah yang selalu memberikan pengertian dan perhatian, serta kedua adik saya yang saya sayangi Fina pitri, Taupiq Tama dan penulis ucapkan terimakasih kepada nenek yang selalu mendoakan kesuksesan penulis dan memberikan nasehat yang sangat bermanfaat yang akan selalu penulis ingat, serta keluarga besar yang dengan luar biasa telah mencurahkan segala asa, semangat, dorongan moril dan materil demi mewujudkan cita-cita tertinggi saya menjadi seorang sarjana. Penulis secara khusus juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan waktu, untuk membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini dengan baik.


(4)

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu mewujudkan impian saya menyelesaikan studi dengan baik, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan para pembantu dekan serta seluruh staf pegawai dan administrasi.

2. Ibu Drs. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Bapak Drs. T. Ilham Saladin selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

4. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si selaku ketua penguji dan Bapak Drs. Sismudjito M.Si selaku dosen Penguji II dalam ujian komprehensif penulis yang telah banyak memeberikan masukan dan saran yang membangun kepada penulis.

5. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.si selaku Dosen wali penulis.

6. Bapak/Ibu Dosen dan staf pengajar Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, semoga ilmu yang disampaikan kepada penulis dapat menjadikan bekal nantinya dan dapat penulis terapkan serta amalkan di tengah-tengah masyarakat.

7. Special thanks for my inspirations (Boboho) Anggre wirawan S.Sos yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini serta dengan


(5)

setia memberikan semangat kepada penulis dan terimakasih atas pengorbanan waktu serta kesabaranmu untuk menghadapi diriku.

8. Kawan-kawan seirama kos 448 A, kak Icut Ida Agustina S.s, kak juwita S.Pd, sally, Erika, Laura terimakasih atas doa, support dan perhatiannya.

9. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 2009. Rekan-rekan mahasiswa departemen Sosiologi serta seluruh rekan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, semoga bantuan dan dukungannya mendapatkan balasan dari Allah Swt. Mudah-mudahan semua jasa dan dorongan semangat yang diberikan kepada penulis, menjadi pahala yang selalu dilipat gandakan oleh Allah SWT.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dikemudian hari. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih

Medan,

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Abstrak……… i

Kata Pengantar……… ii

Daftar Isi………... vi

Daftar Tabel……… x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah……… 1

1.2. Perumusan Masalah……… 7

1.3. Tujuan Penelitian……… 7

1.4.Manfaat Penelitian……… 7

1.5.Defenisi Konsep……… 8

BAB II. PEMBAHASAN 2.1. Masyarakat petani di pedesaan……… 13

2.1.1. Jenis dan sistem pertanian ……… 14

2.1.2. Sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat petani ……… 15


(7)

2.1.3. Sisitem pengelolaan lahan pertanian ……… 17

2.2. Sistem Kekerabatan Masyarakat Petani……… 18

2.3. Teori Pertukaran Prilaku ……… 20

2.4. Solidaritas Sosial……… 21

2.5. Trust (Kepercayaan)……… 24

2.6. Sistem Gotong-royong Masyarakat Petani di Pedesaan …… 26

2.7. Jaringan Sosial……… 30

BAB.III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ……… 33

3.2. Lokasi Penelitian……… 33

3.3. Unit Analisis dan Informan Penelitian……… 34

3.4. Tehnik Pengumpulan Data……… 35

3.5. Interpretasi Data……… 36

3.6. Jadwal Kegiatan……… 38


(8)

BAB IV. Deskripsi dan Interpretasi Data Penelitian

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 40

4.2. Letak dan Batas Wilayah……… 41

4.3. Keadaan Penduduk……… 42

4.3.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kecamatan…… 43

4.3.2. Sex Ratoi Penduduk Kabupaten Bener Meriah…… 44

4.3.3. Laju Pertumbuhan Penduduk Bener Meriah……… 45

4.3.4. Laju Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Kecamata ……… 46

4.4. Sejarah Bertani di Desa Delung Tue……… 55

4.5. Sejarah Mangolo……… 56

4.6. Sistem Pengairan atau Irigasi Pertanian……… 57

5.7. Profil Informan………58

4.8. Temuan dan Interpretasi Data Penelitian……… 83

4.8.1. Mangolo ……… 83

4.8.2. Proses Pelaksanaan Mangolo dan Tahapan-tahapanya ……… 85


(9)

4.8.3. Perbedaan Antara Sistem Mangolo dengan Kerja

Sistem Upah……… 88

4.8.4. Beberapa Bentuk Pola Pengelolaan Lahan di Desa Delung Tue……… ……… 90 4.8.4.1. Petani yang menggunakan sistem mangolo

……… 90 4.8.4.2. Petani yang menggunakan sistem mangolo dan upah ……… 91 4.8.4.3. Petani yang menggunakan sistem upah…… 92 4.9. Pemanfaatan Modal Sosial dalam Kehidupan Sosial Petani

……… 94

4.9.1. Gambaran Keperecayaan antara Sesama Petani…… 96

4.9.2. Kedekatan Hubungan antara Petani……… 97

4.9.3. Gambaran Solidaritas anatara Sesama Petani……… 99

4.9.4. Hubungan Sosial antara Petani……… 100

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan………102

5.2 Saran………. 104


(10)

DAFTAR PUSTAKA………

LAMPIRAN………

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan jenis kelamin

perkecamatan……… 44

Tabel 2. Luas Lahan Sawah Dan Lahan Kering (Ha) Menurut Desa

Dalam Kecamatan……… 47

Tabel 3. Luas Tanaman Perkebunan Yang Menghasilkan, Belum

menghasilkan, Tua Rusak di Kecamatan Bukit ……… 49 Tabel 4. Luas Tanam, Luas Panen dan Jumlah Produksi Padi Sawah dan

Palawija di Kecamatan Buki……… 50 Tabel 5. Luas Tanam, Luas Panen dan Jumlah Produksi Buah-Buahan

di Kecamatan ……… 51 Tabel 6. Luas Tanam, Luas Panen dan Jumlah Produksi Sayur-Sayuran

di Kecamatan Bukit ……… 52

Tabel 7. Komposisi Penduduk Desa Delung Tue Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ……… 53


(11)

Pencaharian……… 54


(12)

ABSTRAK

Sektor pertanian dan perkebunan merupakan produksi terbesar dari kegiatan perekonomian masyarakat desa Delung Tue, mayoritas kehidupan warga desa Delung Tue sangat tergantung pada hasil-hasil pertanian. Aktifitas bertani merupakan kegiatan utama masyarakat yang dilakukan untuk menunjang perekonomian keluarga, namun berbagai kendala dan hambatan juga harus dialami para petani. Dalam proses pengelolaan pertanian sistem kerja yang dilakukan petani secara tolong menolong (mangolo), sistem ini sangat membantu para petani baik dari segi sosial maupun ekonomi.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis serta melihat modal sosial petani dalam mengelola pertanian dan untuk mengetahui aktifitas gotong royong yang dilakukan para petani.

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, pengamatan partisipan serta studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, aktifitas pertanian di desa ini dahulunya lebih didasarkan pada sistem mangolo, seiring waktu berjalan sistem ini mulai memudar karena saat ini petani yang bermodal besar lebih memilih sistem upah meskipun begitu bagi petani yang tidak memiliki modal besar sistem mangolo sangat membantu karena mengurangi beban biaya yang harus dikeluarkan untuk mengolah lahan mereka.Tahapan-tahapan yang berlangsung dalam sistem mangolo adalah dimulai dari aktifitas bertani berupa proses penanaman bibit, perawatan tanaman, memupuk tanaman, membabat rumput atau memberantas hama sampai memanen hasil pertanian.

Pemanfaatan modal sosial petani dalam mengelola pertanian di desa Delung Tue dari kegiatan bertani khususnya dalam sistem mangolo dapat diketahui bahwa adanya nilai positif dalam aspek sosial dan aspek ekonomi. Jika dilihat dari aspek sosial, maka sistem mangolo dapat meringankan beban kerja yang berat menjadi lebih ringan. Selain itu sistem mangolo dapat mempererat hubungan antara petani sehingga dapat menimbulkan jaringan yang dapat mempermudah para petani untuk mendapatkan bantuan baik dalam kegiatan bertani maupun di luar aktifitas bertani seperti mempermudah mendapat tawaran pekerjaan, kemudahan dalam mendapat pinjaman uang untuk modal, hal ini juga dapat menjadi modal pendorong yang dimiliki oleh para petani tersebut untuk terbukanya peluang dan potensi modal lain misalnya, saling membantu dalam kegiatan lain seperti acara pesta perkawinan ataupun tertimpa kemalangan. Sedangkan dari aspek ekonomi dapat mengurangi besarnya modal yang dikeluarkan petani dalam mengolah lahan.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan dan bermata pencaharian di sektor pertanian maka sumber daya fisik utama yang paling penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan tersebut adalah tanah atau lahan pertanian. Salah satu fungsi utama sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Indonesia adalah melakukan berbagai macam kegiatan produksi terutama di sektor pertanian dengan orientasi hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar, baik ditingkat desa itu sendiri maupun ditingkat lain yang lebih luas. Dengan demikian mudah dimengerti apabila sebagian besar warga negara masyarakat pedesaan melakukan kegiatan utamanya dalam kegiatan pengolahan dan pemanfaatan lahan pertanian (Tulus, 2003).

Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi, pembangunan pertanian akan memperkuat dan menyumbang ekonomi secara menyeluruh. Oleh karena itu sektor pertanian perlu mendapat perhatian karena sebagian besar penduduk Indonesia hidup pada sektor ini dan kontribusinya sangat tinggi dalam pembentukan pendapatan belanja daerah (PBD), penyerapan tenaga kerja, penyediaan pangan, penurunan kemiskinan, dan penyediaan bahan baku dalam sektor-sektor industri. Untuk mencapai masyarakat yang memiliki industri yang kuat harus didasari dan didukung oleh sektor pertanian yang baik sehingga perekonomian


(14)

nasional akan menjadi tangguh, dengan memperkuat sektor pertanian ini menunjukan bahwa perekonomian nasional berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak dan ini watak ekonomi kerakyatan yang harus tercermin dalam keseluruhan kegiatan dan pelaksanaan ekonomi di Indonesia (soekartawi,1999).

Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan pada masyarakat Indonesia, hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani, didukung dengan kondisi tanah dan iklim tropis yang menjadikan tanah negara ini subur. Menurut data BPS dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Mei 2012, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 41,20 Juta jiwa atau sekitar 43,4% dari jumlah total penduduk Indonesia. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,76% atau sebesar 1,9 juta dibandingkan Agustus 2011. Dengan demikian sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya dengan memanfaatkan hasil alam dan sebagai petani, hal ini juga terjadi karena didukung kondisi alam Indonesia yang memiliki lahan pertanian yang luas serta kondisi alam yang baik untuk aktifitas pertanian tersebut.

Salah satu wilayah yang memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang luas adalah Kabupaten Bener Meriah, kabupaten ini merupakan kabupaten termuda yang masih termasuk di wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Kabupaten Bener Meriah merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah, berdasarkan undang-undang No. 41 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 7 Januari 2004. Kabupaten Bener Meriah memiliki luas wilayah 188,70 km2, yang terdiri dari tujuh kecamatan dengan


(15)

Simpang Tiga Redelong sebagai ibu kotanya. Secara geografis, wilayah Bener Meriah menyimpan potensi wisata yang menjanjikan, daerah ini seringkali dikunjungi wisatawan mancanegara. Diantara bukit-bukit yang menjulang tinggi di daerah ini, terdapat satu gunung Api yang diprediksi masih aktif yang letaknya tidak jauh dari pusat kota berjarak sekitar 2,5 km dari kota Redelong.

Sektor pertanian dan perkebunan merupakan produksi terbesar dari kegiatan perekonomian masyarakat Kabupaten Bener Meriah, Kopi merupakan komoditas unggulan dari kabupaten ini yang dikenal dengan cita rasa kopinya yang sudah mendunia, kopi unggulan Gayo ini dijual ke luar negeri antara lain Amerika, Belanda dan Jepang. hal ini disebabkan kondisi geografis Kabupaten Bener Meriah yang sangat mendukung untuk kegiatan usaha di kedua sektor tersebut. Berdasarkan data BPS tahun 2013 luas lahan pertanian dan perkebunan di Kabupaten Bener Meriah secara keseluruhan yakni 138.931,52 Ha, sehingga aktifitas pertanian yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Bener Meriah ini berskala besar.

Aktifitas bertani merupakan kegiatan utama masyarakat yang dilakukan untuk menunjang perekonomian keluarga. Mayoritas kehidupan warga desa Delung Tue sangat tergantung pada hasil-hasil pertanian, sehingga sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani sedangkan sisanya beraktifitas di bidang perdagangan ataupun bekerja sebagai pegawai. Namun ada juga sebagian penduduk yang bekerja sebagai pegawai tapi tetap menyisakan waktunya untuk bertani karena memiliki lahan pertanian sendiri. Adapun jenis pertanian yang dikelola oleh masyarakat desa Delung Tue antara lain tanaman kopi, padi, kentang, cabe, tomat, kol dan tanaman palawija lainya. Dalam waktu setahun masyarakat Delung Tue dapat


(16)

mengolah lahan sawahnya dengan dua jenis musim tanaman, yaitu pada separuh tahun pertama masyarakat akan menanam padi dan separuh tahun berikutnya akan menanam jenis tanaman sayur-sayuran seperti cabai, bawang, tomat, kol serta tanaman palawija lainnya. Sedangkan petani yang memiliki lahan perkebunan akan menanami lahannya dengan tanaman kopi. serta dengan tanaman sayuran pada daerah di sekitar tanaman kopi tersebut untuk menambah hasil yang lebih dari lahannya.

Desa Delung Tue merupakan salah satu wilayah di kabupaten Bener Meriah yang memiliki lahan pertanian yang luas yakni luasnya mencapai 214 hektare. Klasifikasi para petani di desa Delung Tue terbagi atas luas lahan yang mereka miliki, petani yang memiliki luas lahan di atas 4 hektare termasuk klasifikasi petani golongan atas atau mapan dengan penghasilan perbulan sebesar RP 5.000.000,- sampai Rp 10.000.000,-. Golongan petani menengah rata-rata memiliki lahan seluas 2 hingga 4 hektare dengan penghasilan Rp. 3.000.000,- sampai Rp 5.000.000,- perbulannya, sedangkan golongan petani kecil memiliki lahan seluas 1 sampai 2 hektare dengan penghasilan kurang lebih Rp 1.000.000,- sampai Rp 3.000.000,- perbulannya. Didukung dengan keadaan tanah yang subur dibandingkan daerah - daerah lain di sekitar wilayah tanah gayo, desa ini memiliki potensi pertanian yang menjanjikan jika terus dikelola dengan baik. Kendala-kendala yang biasa dihadapi oleh masyarakat Delung Tue dalam aktifitas pertanian dan perkebunan antara lain akses jalan menuju ke lokasi perkebunan yang tidak baik karena belum diaspal, selain itu dari segi pemupukan serta perawatan tanaman yang kurang memadai, serta kurangnya kepedulian pemerintah akan potensi pertanian di daerah Bener Meriah seperti penyediaan pupuk murah namun berkualitas membuat masyarakat harus


(17)

mengeluarkan biaya yang besar untuk mengolah lahannya. Namun mahalnya biaya produksi para petani tidak didukung harga jual yang baik dari hasil tanaman tersebut, sehingga seringkali para petani mengalami kerugian dan akhirnya terjebak hutang kepada toke. Meskipun demikian, dengan semangat berusaha yang dimiliki masyarakat desa Delung Tue mengakibatkan mereka tetap semangat bertani. Bagi mereka dengan ada atau tidak adanya bantuan yang diberikan pemerintah, mereka harus tetap berusaha agar bisa menghidupi keluarga dan memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.

Masyarakat petani desa Delung Tue telah mengalami modernisasi pada alat-alat pertanian yang digunakan dalam aktifitas pertanian mereka, misalnya membajak sawah jika sebelumnya para petani menggunakan alat tradisional seperti cangkul atau menggunakan tenaga hewan, maka sekarang telah digantikan dengan tenaga mesin traktor namun tidak semua petani memiliki mesin traktor sehingga mereka menyewa kepada petani yang memiliki traktor tersebut untuk mengerjakan lahannya dengan memberi ongkos atau upah kepada pemilik traktor. Walaupun telah mengalami modernisasi pada alat-alat pertanian, hal tersebut tidak berpengaruh buruk bagi para petani karena justru memberikan dampak positif karena mengakibatkan petani bekerja lebih efesien.

Dalam proses pengelolaan pertanian, sebagian besar petani desa Delung Tue bekerja secara gotong royong, mulai dari proses pengolahan lahan pertanian, penanaman bibit, perawatan tanaman, membasmi hama sampai memanen hasil pertanian. Sistem kerja yang dilakukan secara gotong royong antara sesama petani disebut dengan mangolo. Pada sistem mangolo, para petani akan saling


(18)

tolong-menolong secara bergantian tanpa harus mengeluarkan biaya atau upah untuk membayar tenaga yang telah diberikan, jika hari ini ada petani yang mengerjakan lahannya maka petani yang lain akan ikut menolong dan begitu juga sebaliknya ia akan kembali menolongnya pada kesempatan yang lain secara bergantian. Sistem gotong royong ini telah dilakukan oleh para petani terdahulu dari generasi ke generasi atau secara turun-temurun.

Bagi petani yang memiliki lahan luas dalam bercocok tanam, maka untuk dapat mengolah lahan tersebut dalam aktifitasnya mereka membutuhkan tenaga kerja bayaran, ketika dilakukan proses penanaman, perawatan dan pada saat panen. Biasanya dalam proses ini petani akan mengeluarkan biaya untuk memberi upah atau ongkos kepada petani lain yang membantu mengolah lahan mereka, sedangkan petani menengah dan petani kecil menggunakan sistem mangolo. Dengan sistem mangolo para petani tidak perlu mengeluarkan biaya lagi karena hanya akan menyediakan makanan dan minuman bagi para petani yang bekerja di lahan mereka. Sistem ini dapat berlangsung karena pada masyarakat desa Delung Tue masih memiliki sistem kekerabatan yang sangat kuat baik dari segi hubungan sosial maupun dalam bentuk interaksi sosial antara sesama masyarakat.

Maka untuk memudahkan masyarakat dalam pelaksanaan sistem mangolo, masyarakat desa Delung Tue biasanya membentuk suatu kelompok tani yang dapat dijadikan sebagai wadah bagi para petani untuk berkumpul. Kelompok ini juga menjadi tempat para petani saling berinteraksi untuk membentuk suatu pola ikatan sosial sehingga hal tersebut menjadi suatu modal sosial untuk bekerja sama menghadapi masalah-masalah dalam proses pengelolaan pertanian maupun masalah


(19)

lainnya diluar aktifitas pertanian. Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai modal sosial yang terbangun antara sesama petani dalam mengelola pertanian. Maka penelitian ini akan diberi judul “Modal sosial Petani Dalam Mengelola Pertanian”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pemanfaatan modal sosial petani dalam mengelola pertanian di Desa Delung Tue, Kabupaten Bener Meriah?

2. Bagaimana aktifitas gotong-royong yang berlangsung di kalangan petani Desa Delung Tue, Kabupaten Bener Meriah?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis serta melihat modal sosial petani dalam mengelola pertanian. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pemanfaatan modal sosial dalam mengelola pertanian di pedesaan.

2. Untuk mengetahui aktivitas gotong royong yang dilakukan para petani. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis : Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan kepada peneliti lain sebagai bahan referensi dalam meneliti masalah yang mirip dengan penelitian ini dalam bidang sosiologi, terutama di bidang sosiologi pedesaan.


(20)

Kabupaten Bener Meriah dalam pendataan kependudukan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani serta melihat potensi lokal yang dimiliki masyarakat desa Delung Tue.

1.5. Defenisi Konsep 1. Modal Sosial

Dua tokoh utama yang mengembangkan konsep modal sosial, Putnam dan Fukuyama memberikan definisi modal sosial yang berbeda. Meskipun berbeda, definisi keduanya memiliki kaitan yang erat (spellerberg,1997) terutama menyangkut konsep kepercayaan (trust). Putnam mengartikan modal sosial sebagai penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Menurut Fukuyama, modal sosial adalah kemampuan sosial yang timbul dari adanya kepercayaan dalam sebuah komunitas.

Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dari suatu komunitas. Namun demikian, pengukuran modal sosial jarang melibatkan pengukuran terhadap interaksi itu sendiri. Melainkan hasil dari interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Sebuah interaksi dapat terjalin dalam skala individual maupun institusional. Secara individual, inetraksi terjadi manakala ralasi intim antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki satu kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainya.


(21)

suatu hubungan yang terjalin berdasarkan ikatan kekerabatan, ketetanggaan, kesamaan tempat tinggal, kepercayaan, norma-norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efesiensi kerja dalam masyarakat petani.

2. Petani

Petani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang menjadikan mata pencaharian pokoknya pada sektor pertanian.

3. Pengelolaan Pertanian

Pengelolaan pertanian dapat diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha pertanian yang bertujuan untuk menggali atau memanfaatkan sumber-sumber alam yang ada secara efektif untuk memenuhi kebutuhan. Sistem pengelolaan tersebut meliputi pengolahan lahan, pola tanam, pemupukan, pemberantasan hama serta proses panen hasil tanaman.

4. Mangolo

Dalam penelitian ini Mangolo adalah sistem kerja secara bergantian antara sesama petani yang dilakukan secara gotong-royong. mulai dari aktifitas pertanian berupa proses penanaman bibit, perawatan tanaman, memberantas hama sampai memanen hasil pertanian sistem kerja yang dilakukan petani secara gotong-royong secara bergantian. Dalam prosesnya jika hari ini ada petani yang mengerjakan lahannya maka petani yang lain akan ikut menolong dan begitu juga sebaliknya ia akan kembali menolongnya pada kesempatan yang lain. Dalam proses ini kegiatan tersebut tidak dinilai dalam uang, hal ini tentu berbeda dengan sistem upah yang biasanya berlangsung pada kebanyakan petani, jika sistem upah, petani ketika bekerja akan diberikan imbalan atau dibayar dengan uang.


(22)

5. Interaksi sosial

Interaksi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hubungan timbal balik antar sesama petani yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun antar individu dan kelompok. 6. Jaringan sosial

Jaringan sosial dalam penelitian ini adalah jaringan atau hubungan yang terbangun berdasarkan kepentingan bersama dalam mempertahankan kelangsungan kegiatan bertani.

7. Toke

Tok e dalam penelitian ini adalah orang yang membeli hasil panen dari petani. Harga beli pada umumnya lebih rendah dari pada harga pasar.

8. Resiprositas

Resiprositas merujuk pada gerakan diantara kelompok-kelompok simetris yang saling berhubungan. Ini terjadi apabila hubungan timbal balik antara individu-individu atau antara kelompok-kelompok sering dilakukan. Hubungan bersifat simetris terjadi apabila hubungan antara berbagai pihak (antara individu dan individu, individu dan kelompok serta kelompok dan kelompok) memiliki posisi dan peranan yang relatif sama dalam suatu proses pertukaran. Resiprositas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah petani Desa Delung tue dalam mangolo sistem kerjanya secara bergantian. Petani yang sudah ikut mangolo di lahan petani lain nantinya kebaikannya tersebut akan digantikan oleh petani yang telah dibantu sebelumnya, cara kerja para petani ini dilakukan secara timbal balik.


(23)

9. Bejamu mangolo atau bejamu manongkosen

Bejamu mangolo atau bejamu manongkosen dalam penelitian ini adalah kegiatan mengundang petani lain untuk ikut kegiatan mangolo atau sistem kerja upah yang dilakukan petani pemilik lahan

10. Jamu

Jamu dalam penelititan ini adalah sebutan atau panggilan untuk petani yang mengikuti kegiatan mangolo ataupun sebagai petani yang diupah.

11. SMS (Short Message Service)

SMS atau layanan pesan singkat dalam penelitian ini adalah alat atau media yang digunakan petani untuk menyebarkan informasi mangolo serta untuk mengajak para petani untuk datang dalam kegiatan tersebut.

12. Manongkosen

Manongkosen dalam penelitian ini adalah kegiatan untuk kerja sistem upah yang dilakukan oleh petani. Para petani yang bekerja tersebut akan diupah atau dibayar tenaganya oleh petani pemilik lahan.

13. Ongkos atau Gaji

Ongkos atau gaji dalam penelitian ini adalah upah atau pembyaran yang diberikan kepada petani yang telah mengikuti kegiatan manongkosen.

14. Dari mulut ke mulut

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan dari mulut ke mulut adalah proses penyampaian informasi atau interaksi antara satu petani ke petani yang lain saling menyampaikan informasi mengenai adanya kegiatan mangolo ataupun manongkosen.


(24)

15. Nebes

Dalam penelitan ini yang dimaksud dengan nebes adalah kegiatan membabat rumput yang dilakukan petani, biasanya ini dilakukan ketika akan menanam atau memanen kentang ataupun ketika akan membersihkan rumput yang tumbuh di areal kebun kopi. 16 . Nyaggalong

Dalam penelitian ini yang dimaksud nyaggalong adalah kegiatan meerawat tanaman kentang dengan cara menaikkan tanah ke samping pohon tanaman kentang untuk menutupi buah kentang agar memudahkan para petani ketika memanen kentang tersebut.

17. Jengo

Jengo dalam penelitian ini adalah makanan ringan atau snack yang disediakan oleh pemilik lahan untuk petani yang sedang bekerja atau petani yang mengikuti mangolo ataupun manongkosen.

18. Jolo-jolo

Jolo-jolo dalam penelitian ini adalah sistem pengumpulan uang atau barang-barang sembako dimana setiap anggota dari perkumpulan pada giliranya berhak menerima uang atau barang sembako yang dikumpulkan oleh anggotanya masing-masing.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Masyarakat Petani di Pedesaan

Pengertian petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Secara garis besar terdapat tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan, dan buruh tani. Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum. Artinya, sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaan-perbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani ini. Sebagai contoh, diferensiasi dalam komunitas petani itu akan terlihat berdasar atas perbedaan dalam tingkat perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat yang mereka pergunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi-kondisi fisik-geografik lainnya. Diantara gambaran-gambaran yang bersifat diferensiatif pada kalangan masyarakat petani pada umumnya adalah perbedaan antara petani bersahaja, yang juga sering disebut petani tradisional (termasuk golongan peasant) dan petani modern (termasuk farmer atau agricultural entreprenuer).

Secara garis besar golongan pertama adalah kaum petani yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat pengetahuan dan teknologi mereka. Produksi mereka lebih ditujukan untuk sebuah usaha menghidupi keluarga, bukan untuk tujuan mengejar keuntungan (profic oriented). Sebaliknya, farmer atau agricultural entreprenuer adalah golongan petani yang usahanya ditujukan untuk


(26)

mengejar keuntungan (profic oriented). Mereka menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan modern dan menanam tanaman yang laku di pasaran. Mereka mengelola pertanian mereka dalam bentuk agrobisnis, agro industri atau bentuk modern lainya, sebagaimana umunya seseorang pengusaha yang profesional menjalankan usahanya. ( Rahardjo.1999:63)

2.1.1 Jenis dan sistem pertanian

Indonesia memiliki jenis dan sistem pertanian yang masih tradisional maupun yang telah modern. Dalam berbagai keberagaman aspek itu, keberagaman kondisi alam di berbagai daerah di Indonesia merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan jenis dan sistem pertanian tersebut. Kondisi alam yang besar sekali pengaruhnya terhadap jenis dan sistem pertanian di Indonesia adalah berkaitan dengan kenyataan bahwa Indonesia merupakan daerah tropis, terdiri dari kepulauan yang sangat banyak jumlahnya, serta topografinya yang banyak bergunung-gunung. Sebagai daerah tropis, pertanian di Indonesia adalah merupakan pertanian tropika dengan tanaman-tanaman khas seperti jagung, padi, tembakau, tebu, karet kelapa, dan lainya. Namun tanaman-tanaman iklim sedang seperti teh, kopi, sayur-sayuran. Adanya dua musim musim hujan, musim hujan dan musim kemarau, juga sangat menentukan jenis dan sistem pertanian di Indonesia banyaknya pulau-pulau tidak hanya berarti terpisahnya daratan satu dengan yang lainya, melainkan juga berkaitan dengan perbedaan karakteristik-karakteristik alamnya seperti jenis tanah, tingkat kesuburan, curah hujan, suhu, dan lainya. Perbedaan karakteristik ini juga mengakibatkan perbedaan dalam jenis dan sistem pertanian yang ada. (Rahardjo. 1999:135).


(27)

Variabel tipe dan sistem pertanian yang ada di Indonesia secara lebih khusus juga dapat dilihat lewat tipologi pertanian yang dikemukakan oleh Mubyarto (dalam Rahardjo. 1999:135-136) yang membedakan tipe pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Pertanian rakyat diusahakan sebagai pertanian keluarga, baik yang subsisten maupun setengah subsisten. Perusahaan pertanian adalah usaha yang sepenuhnya bersifat komersial, seperti dalam perkebunan modern. Pertanian rakyat yang ciri utamanya adalah berskala kecil dan untuk kepentingan keluarga tersebut, mencakup kegiatan pertanian pangan (seperti padi dan palawija) dan juga hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan) kecuali hasil-hasil tanaman, usaha tani pertanian rakyat juga mencakup kegiatan peternakan, perikanan maupun mencari hasil-hasil hutan sebagai usaha-usaha tambahan.

2.1.2 Sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat pertanian

Berdasarkan kepemilikan tanah, masyarakat pertanian dapat dibagi atas tiga lapisan berikut :

1. Lapisan tertinggi yaitu, kaum petani yang memiliki lahan pertanian dan rumah.

2. Lapisan menengah yaitu, kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian, namun memiliki tanah perkarangan dan rumah.

3. Lapisan terendah yaitu, kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian dan pekarangan untuk rumah.

Selain itu juga dapat dilihat pelapisan sosial masyarakat pertanian berdasarkan kriteria ekonomi, yaitu :


(28)

pangan dan pengembangan usaha.

2. Lapisan kedua yang terdiri dari orang yang hanya memiliki cadangan pangan saja.

3. Lapisan ketiga yang terdiri dari orang yang tidak memiliki cadangan pangan dan cadangan usaha, dan mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan konsumsi perutnya agar tetap hidup.

Masyarakat pertanian pada umumnya masih menghargai peran pembuka tanah (cikal bakal), yaitu orang yang pertama kali membuka hutan untuk dijadikan tempat tinggal dan lahan pertanian. Cikal bakal dan keturunannya merupakan golongan elite di desanya. Biasanya mereka menjadi sesepuh atau golongan yang dituakan. Golongan kedua sesudah cikal bakal diduduki oleh pemilik tanah atau orang kaya, tetapi bukan keturunan cikal bakal. Mereka dapat memilki banyak tanah dan kaya karena keuletan dan kemampuan lainnya, kelompok kedua ini disebut dengan kuli kenceng. Golongan ketiga adalah petani yang hanya memiliki tanah sedikit dan hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan lainnya ia harus bekerja di sektor lain, seperti berdagang kecil-kecilan. Kelompok ini disebut dengan kuli kendo. Sedangkan golongan sektor keempat adalah orang yang tidak memiliki tanah namun bekerja di sektor pertanian, kelompok ini sering disebut buruh tani. (Maryati, Kun,dkk. 2006:33)

2.1.3 Sistem pengolahan lahan pertanian

Terdapat banyak sekali jaringan dan lembaga diluar lingkungan keluarga yang dapat, dan memang sering kali, berfungsi sebagai peredam-kejutan selama krisis-kerisis ekonomi dalam kehidupa petani. Seorang petani mungkin akan dibantu oleh


(29)

sanak saudara, kawan-kawanya, desanya, seorang pelindung yang berpengaruh dan malahan meskipun jarang sekali oleh negara, untuk mengatasi satu masa yang sulit akibat jatuh sakit atau panen yang gagal. Sanak saudara biasanya merasa berkewajiban untuk berbuat apa yang dapat diperbuat untuk menolong seorang kerabat dekat yang sedang dalam kesulitan, akan tetapi mereka tidak dapat menawarkan lebih dari sumberdaya yang dapat mereka himpun dikalangan mereka sendiri.

Apabila beralih ke resiprositas antara kawan dan ke desa, maka beralih ke unit-unit sosial yang dapat menguasai lebih banyak sumberdaya subsistensi dibandingkan dengan sanak saudara, akan tetapi masih bagian dari dunia intim kaum petani dimana nilai-nilai bersama dan kontrol-kontrol sosial bersama-sama memperkukuh semangat gotong royong. Seorang petani mengandalkan kepada sanak-saudaranya atau patronya daripada kepada sumberdayanya sendiri, maka atas dasar timbal balik ia memberikan kepada mereka hak atas tenaga kerja dan sumberdayanya sendiri. Kerabat dan kawan yang telah menolongnya dari kesulitan akan mengharapkan perlakuan yang sama apabila mereka sendiri dalam kesulitan dan apabila ia mampu memberikan pertolongan. Dapat dikatakan bahwa mereka membantu oleh karna ada suatu konsensus yang tidak di ucapkan mengenai resiprositas, dan bantuan yang mereka berikan dapat disamakan dengan uang yang mereka simpan di bank untuk digunakan nanti apabila mereka sendiri dalam kesulitan. (Scott.1981:40-43).

Bagi petani dengan penghasilan yang tinggi, lahan yang melimpah serta hasil-hasil panen yang dapat diandalkan biasanya mengupah tenaga kerja dan mempunyai


(30)

tanah atau simpanan uang yang cukup (Scott.1981: 38). Sewa-menyewa tenaga manusia merupakan salah satu bagian dari terwujud melalui berbagai macam transaksi yang sudah ada di masyarakat sejak dahulu dan masih eksis hingga saat ini dengan kompensasi buruh mendapatkan upah atas jasa yang diberikan. Sistem upah pada umumnya dipandang sebagai suatu alat untuk mendistribusikan upah kepada buruh tani, pendistribusian ini berdasarkan produksi, lamanya kerja, dan berdasarkan kebutuhan hidup.

Fungsi sistem upah sebagai alat distribusi adalah sama pada semua jenis dan bentuk sistem upah tetapi dasar-dasar pendistribusiannya tidak harus sama. Upah merupakan penghargaan dari energi buruh tani yang menginvestasikan sebagai hasil produksi atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu yang berwujud uang, maka hakekat upah adalah suatu penghargaan dari tenaga buruh tani yang dimanifestasikan dalam bentuk uang yang diberikan setelah pekerjaan yang dilakukan buruh tani tersebut selesai.

2.2. Sistem Kekerabatan Masyarakat Petani

Menurut Ferdinand Toennies (J. Dwi Narwoko – Bagong Suyanto. 2007:32-34), masyarakat dapat dibedakan kedalam dua jenis kelompok yang disebut Gemeinschaft dan Gesellschaft. Gemeinschaft merupakan bentuk kehidupan bersama, di mana antara anggotanya mempunyai hubungan batin murni yang nyata dan organis. Bentuk ini dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat desa, keluarga, kerabat, dan sebagainya. Gesellschaft merupakan bentuk kehidupan bersama di mana para anggotanya mempunyai hubungan yang bersifat pamrih dan dalam jangka pendek serta bersifat mekanis. Bentuk ini dapat ditemukan dalam hubungan


(31)

perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik.

Pada masyarakat desa yang bersifat Gemeinschaftlich, pada umumnya spesialisasi individu tidak menonjol sehingga kedudukan individual tidak begitu penting. Sehingga apabila salah seoarang anggotanya dikeluarkan maka tidak begitu terasakan oleh anggota lainya, berarti bahwa kedudukan masyarakat lebih penting dari pada kedudukan individu sehingga setrukturnya disini disebut mekanis. Sebaliknya, pada masyarakat yang bersifat kompleks (Gesellschaftlich) dimana sudah ada spesialisasi diantara para anggotanya sehingga tidak dapat hidup secara tersendiri atau dapat dipisah-pisahkan, sehingga merupakan suatu kesatuan organisme oleh karenanya strukturnya merupakan struktur organis.

Selanjutnya Tonnies membedakan Gemeinschaft menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan

darah atau keturunan. Di dalam pertumbuhanya masyarakat yang semacam ini makin lama makin menipis.

2. Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling tolong menolong.

3. Gemeinschaft of mind yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideology atau pikiran yang sama (J. Dwi Narwoko – Bagong Suyanto. 2007:32-34). 2.3. Teori Pertukaran Perilaku

Homans (dalam Poloma 2004 : 52-65), menyatakan teori pertukaran sosial itu dilandaskan pada prinsip transaksi ekonomis yang elementer. Orang akan


(32)

menyediakan barang atau jasa dan sebagai imbalannya berharap memperoleh barang atau jasa yang diinginkan. Ahli teori pertukaran memiliki asumsi sederhana bahwa interaksi sosial itu mirip dengan transaksi ekonomi. Akan tetapi mereka mengakui bahwa pertukaran sosial tidak selalu dapat diukur dengan nilai uang, sebab dalam berbagai transaksi sosial dipertukarkan juga hal-hal yang nyata dan tidak nyata. Homans percaya bahwa proses pertukaran ini dapar dijelaskan lewat lima pernyataan proposisional yang saling berhubungan dan berasal dari psikologi Skinnerian. Proposisi itu adalah proposisi sukses, stimulus, nilai, deprivasi-satiasi, dan restu-agresi (approval-aggression). Melalui proposisi itu banyak perilaku sosial yang dapat dijelaskan.

Proposisi sukses, dalam setiap tindakan semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka semakin sering dia akan melakukan tindakan itu. Proposisi stimulus, jika di masa lalu terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat stimuli, merupakan peritiwa dimana tindakan seseorang memperoleh ganjaran, maka semakin mirip stimuli yang sekarang ini dengan yang lalu itu, akan semakin mungkin seseorang melakukan tindakan serupa atau yang agak sama. Proposisi nilai, semakin tinggi nilai suatu tindakan maka semakin senang seseorang melakukan tindakan itu. Proposisi Deprivasi-Satiasi, semakin dimasa yang baru berlalu seseorang menerima suatu ganjaran tertentu maka semakin kurang bernilai bagi orang tersebut peningkatan setiap unit ganjaran itu. Proposisi Restu-Agresi (Approval-Agression), bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkannyaatau menerima hukuman yang tidak diinginkan maka dia akan marah,


(33)

dia menjadi sangat cenderung memperlihatkan perilaku agresif, dan hasil perilaku demikian menjadi lebih bernilai baginya. Bilamana tindakan seseorang memperoleh ganjaran yang diharapkannya, khusus ganjaran yang lebih besar dari yang dikirakan, atau tidak memperoleh hukuman yang diharapkannya maka dua akan merasa senang, dia akan lebih mungkin melaksanakan perilaku yang disenanginya dan hasil dari perilaku yang demikian akan menjadi lebih bernilai baginya.

2.4. Solidaritas Sosial

Dalam masyarakat atau organisasi yang menganut solidaritas mekanik, yang diutamakan adalah persamaan perilaku dan sikap. Para anggota organisasi yang diikat oleh apa yang dinamakan kesadaran kolektif atau hati nurani kolektif (collective conscience) yang merupakan suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok atau organisasi yang bersifat ekstren serta memaksa. Sedangkan solidaritas organik merupakan solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks yang telah mengenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh kesalingtergantungan antar bagian. Tiap anggota menjalankan peran berbeda dan diantara berbagai peran yang ada terdapat kesalingtergantungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainya, karena adanya saling ketergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan gangguan pada kelangsungan hidup masyarakat (Kamanto Sunarto, 2001 hal 134).

Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern. Salah satu


(34)

komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas sosialnya. Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda dengan bentuk solidaritas sosial yang ada pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan pada masyarakat modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, berdasarkan bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk, yaitu: (1) solidaritas sosial mekanik, dan (2) solidaritas sosial organik.

Menurut Durkheim (Kamanto Sunarto, 2001:128-129), berdasarkan hasilnya solidaritas dapat dibedakan antara solidaritas positif dan solidaritas negatif. Solidaritas negatif tidak menghasilkan integrasi apapun dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan, sedangkan solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri : (1) solidaritas positif meningkat individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara. Pada solidaritas positif yang lainya, individu tergantung dari masyarakat tersebut, (2) solidaritas positif yang kedua adalah suatu sistem fungsi-fungsi yang berbeda dan khusus yang menyatukan hubungan-hubungan yang tetap, walaupun sebenarnya kedua masyarakat tersebut hanya satu saja. Keduanya hanya merupakan dua wajah dari satu kenyataan yang sama, namun perlu dibedakan, (3) dari perbedaan yang kedua itu muncul perbedaan yang ketiga yang akan memberi ciri dan nama kepada kedua solidaritas itu. Ciri-ciri tipe kolektif tersebut adalah individu merupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan, tetapi berbeda peranan dan fungsinya didalam masyaraka, namun masih tetap dalam satu kesatuan.


(35)

solidaritas antara kawan-kawan dan di dalam keluarga-keluarga, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi memiliki ketidaksamaan untuk menciptakan suatu ikatan sosial justru karena individu-individu melakukan mempunyai kualitas-kualitas yang berbeda-beda, maka terdapatlah keterlibatan, keselarasan, dan solidaritas di dalam masyarakat. Karena individu-individu melakukan berbagai kegiatan, maka mereka menjadi tergantung satu sama lain dan karenanya terikat satu sama lain. Karena ketertiban, keselarasan, dan solidaritas merupakan keperluan-keperluan umu atau syarat hipotesa bahwa pembagian kerja adalah syarat hidup bagi masyarakat modern yang dapat dibenarkan. Kalau ini benar maka ini merupakan kewajiban moral, karena ketertiban, keselarasan, dan solidaritas adalah kualitas-kualitas moral.

Dalam masyarakat, manusia hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan diantara mereka. Rasa kebersamaan ini milik masyarakat yang secara sadar menimbulkan perasaan kolektif, selanjutnya, perasaan kolektif yang merupakan akibat (resultant) dari kebersamaan merupakan hasil aksi dan reaksi diantara kesadaran individu. Jika setiap kesadaran individual itu menggemakan perasaan kolektif, hal itu bersumber dari dorongan khusus yang berasal dari kesadaran kolektif tersebut. Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri individu lagi, melainkan hanya sekedar makhluk sosial kolektif. Jadi masing-masing individu diserap dalam kepribadian kolektif.

Kesadaran kolektif itu mempunyai sifat keagamaan, karena mengharuskan rasa hormat serta ketaatan. Individu-individu selalu tunduk kepada kolektivitas. Isinya yang kongkret berbeda-beda dari masyarakat satu dan masyarakat lainya sesuai


(36)

dengan keadaan dimana masyarakat itu ada. Melanggar keyakinan-keyakinan bersama akan menimbulkan reaksi yang hebat dan emosional. Untuk yang bersalah akan dihukum, dan di dalam ritual pemberian hukuman itu dibalaslah penghinaan terhadap kesadaran kolektif, dan dengan kesadaran itu dipersegar dan diperkuat. 2.5 Trust (Kepercayaan)

Kepercayaan adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan, orang-orang bisa bekerja sama secara efektif. Social Capital adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Social Capital bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil dan paling mendasar. Demikian juga kelompok masyarakat yang paling besar, negara, dan dalam seluruh kelompok-kelompok lain yang ada diantaranya (Fukuyama, 2002:37).

Qianhong Fu, (Hasbullah, 2006:12 dikutip dari skripsi: Modal sosial pada pasar tradisional oleh Dedy Kurnia Putra) membagi tiga tingkatan trust yaitu pada tingkatan individual, relasi sosial dan pada tingkatan personal dan sekaligus sebagai karakteristik individu. Pada tingkatan hubungan sosial, trust merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok. Sedangkan pada tingkatan sistem sosial trust merupakan nilai yang berkembang menurut sistem sosial yang ada. Trust juga dipandang sebagai komponen ekonomi yang relevan pada kultur yang ada pada masyarakat dan membentuk kekayaan modal sosial.

Kepercayaan akan menimbulkan kewajiban sosial dengan mempercayai seseorang akan menimbulkan kepercayaan kembali dari orang tersebut (resiprositas).


(37)

Dalam kaitannya dengan resiprositas dan pertukaran, Pretty dan Ward, (dalam Badaruddin, 2005:32) mengemukakan bahwa adanya hubungan-hubungan yang dilandasi oleh prinsip resiprositas dan pertukaran akan menumbuhkan kepercayaan karena setiap pertukaran akan dibayar kembali (repaid an balanced). Hal ini merupakan pelicin dari suatu hubungan kerjasama yang telah dibangun agar tetap konsisten dan berkesinambungan.

Kepercayaan sosial hanya efektif dikembangkan melalui jalinan pola hubungan sosial resiprosikal atau timbal balik antar pihak yang terlibat dan berkelanjutan. Adanya trust menyebabkan mudah dibinanya kerjasama yang saling menguntungkan (mutual benefit), sehingga mendorong timbulnya hubungan resiprosikal. Hubungan resiprositas menyebabkan social capital dapat melekat kuat dan bertahan lama. Karena diantara orang-orang yang melakukan hubungan tersebut mendapat keuntungan timbal balik dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan. Disini hubungan telah memenuhi unsur keadilan (fairness) diantara sesama individu (Wafa, 2006:46).

Coleman, (dalam Wafa, 2006:60) menegaskan bahwa kelangsungan setiap transaksi sosial ditentukan adanya dan terjaganya trust (amanah atau kepercayaan) dari pihak-pihak yang terlibat. Artinya hubungan transaksi antara manusia sebagai individu maupun kelompok baik yang bersifat ekonomi maupun non-ekonomi hanya mungkin terjadi apabila ada kelanjutan trust atau rasa saling percaya dari pihak-pihak yang melakukan interaksi. Individu-individu yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi memungkinkan terciptanya organisasi-organisasi bisnis yang fleksibel yang mampu bersaing dalam ekonomi global.


(38)

2.6 Sistem Gotong-royong Masyarakat Petani di Pedesaan

Gotong royong merupakan suatu bentuk saling menolong yang berlaku di desa-desa indonesia. Potensi dan keterbatasanya sebagai roda pembangunan masyarakat dapat dipahami secara baik dalam konteks sosio-ekonomis dan politis dimana gotong royong ini terlaksana (yakni, daerah pedesaan dan kehidupan kolektifnya) dan dalam bentuk konteks perkembangan historisnya.

Gotong royong merupakan salah satu bentuk solidaritas khas masyarakat agraris tradisional. Masyarakat-masyarakat ini terikat satu sama lain berdasarkan relasi sosial yang disebut ikatan primordial, yaitu lewat ikatan keluarga, dekatnya letak geografis, serta iman kepercayaan. Masyarakat yang hanya didasarkan pada ikatan emosional dan solidaritas mekanis, dikenal sebagai masyarakat yang terintegrasi secara struktural : pertukaran sosial bersifat langsung dan terbatas, anggota-anggota masyarakatnya bersifat homogen dalam mentalitas dan moralitas, serta mempunyai suatu kesadaran kolektif serta iman kepercayaan bersama, dan perbedaan fungsi atau pembagian kerjanya sedikit sekali. Jika timbul fungsi yang baru dan berbeda, bersamaan dengan koordinasi yang memungkinkan masyarakat tersebut untuk berfungsi secara lebih baik sebagai suatu kesatuan yang utuh, masyarakat itu dikenal sebagai masyarakat yang terintegrasi secara fungsional. Sartono Kartodirjo, (Dalam Colletta, 1987: 254)

Peralihan dari integrasi struktural ke integrasi fungsional secara historis terjadi oleh meningkatnya perbedaan sosial dalam masyarakat, yaitu meningkatnya pembagian kerja. Semakin banyak bentuk solidaritas organis diperlukan untuk mengkoordinir dan memperkuat heterogenitas yang baru muncul. Menurut Durkheim,


(39)

suatu masyarakat yang terintegrasi secara fungsional terikat satu sama lain oleh hukum retributif (balas jasa), sedangkan masyarakat yang terintegrasi secara struktural di bentuk oleh hukum represif.

Solidaritas sosial dalam suatu masyarakat didasarkan pada prinsip pertukaran sosial, minsalnya:

• Sistem bercocok tanam, yaitu pertukaran tanah dengan tenaga kerja . • Pancen (bantuan tenaga kerja yang siap pakai bagi kepala desa), • gugur gunung (mengerjakan suatu pekerjaan secara bersama-sama

tanpa dibayar) atau kerig aji ( pergi melakukan suatu pekerjaan secara berkelompok, yaitu pertukaran tenaga kerja dengan jasa ( seperti perlindungan, keamanan, dan informasi).

• Sumbangan atau punjungan (memberi bantuan atau hadiah), yaitu menukarkan barang dengan barang.

Teori pertukan sosial menyatakan bahwa suatu pertukaran sosial menimbulkan suatu aturan moral bagi tingkah laku anggota-anggota masyarakat yang mempunyai eksistensinya sendiri, bebas dari situasi pertukaran sosial itu sendiri. Proses pertukaran sosial, bersama moralitas yang diakibatkannya, berlaku sebagai pendorong, atau sangsi bagi kerangka hubungan kultural. Proses perubahan sosial menciptakan relasi-relasi sosial dan kultural yang ada dengan sendirinya, bebas dari tingkat perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat. Suasana kultural ini menciptakan suatu solidaritas sosial tersendiri. Solidaritas sosial dalam suatu masyarakat ditentukan oleh intraksi antara proses pembagian kerja dan proses


(40)

pertukaran sosial dan dengan moralitas yang timbul dari pertukaran itu. Berdasarkan pertukaran itu, situasi desa-desa di indonesia sekarang ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Perbedaan struktural mengarah keperbedaan fungsional walaupun masih berada pada tingkat tradisional dan tidak mencapai tingkat perbedaan dalam masyarakat industrial.

• Perbedaan fungsional telah mulai meningkat; dan tidak hanya merupakan suatu pemisahan unsur-unsur yang identik.

• Karena adanya moralitas dan kesadaran kolektif. Walaupun perbedaan fungsional masih tetap terbatas dan bahkan menekankan perbedaan struktural, telah ada suatu solidaritas organis.

• Hal ini memungkinkan timbulnya integrasi fungsional yang lebih kuat dengan akibat bahwa masyarakat desa tidak merupakan suatu integritas struktural tersendiri. Sartono Kartodirjo, (Dalam Colletta, 1987: 255 - 256)

Djurip, dkk. (2000: 33-35) Gotong royong merupakan suatu bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu dengan azas timbal balik (principle of reciprocity) yang mewujudkan adanya keteraturan sosial dalam masyarakat. Gotong royong ada yang dilakukan secara spontan , ada yang dilandasi pamrih dan ada pula untuk memenuhi kewajiban sosial. Dua bentuk gotong royong pertama , yakni secara spontan dan di landasi pamrih, dapat digolongkan ke dalam kegiatan tolong-menolong, sedangkan gotong-royong dapat digolongkan kedalam kegiatan kerja


(41)

bakti

Falsafah Minangkabau “ kaba baiak baimbauan, kaba buruak baambauan”’, mendorong orang untuk melakukan kegiatan tolong-menolong. Dalam peristiwa kemalangan seperti musibah, bencana alam atau kematian (kaba buruak), tolong menolong dilakukan secara sepontan, sedangkan pada peristiwa kegembiraan seperti upacara perkawinan, kenduri atau selamatan lain (kaba baiak), tolong menolong dilakukan dengan dilandasi pamrih. Pamrih yang dimaksudkan disisni adalah adanya harapan dalam diri seseorang yang memberikan pertolongan bahwa suatu saat dia akan mendapat pertolongan pula jika melakukan suatu perhelatan. Adapun gotong royong untuk memenuhi kewajiban sosial dapat dilihat dari pelaksanaan kegiatan membersihkan kampung, membangun sarana-sarana ibadah atau sarana sosial.

Kegiatan gotong royong yang masih ditemui di nagari Cubadak, antara lain berkaitan dengan pekerjaan dibidang pertanian dan dalam pelaksanaan upacara perkawinan. Dibidang pertanian dikenal dengan istilah “ tu bondar” (ke bandar), yakni suatu kegiatan gotong royong untuk membersihkan tali bandar agar air yang mengalir kesawah-sawah menjadi lancar. Kegiatan lain yang dilakukan secara gotong royong adalah ma asok dan manabua. Dalam pelaksanaan helat perkawinan di nagari Cibadak juga ada tradisi Gotong Royong. Selain membantu dengan tenaga, seperti menyiapkan hidangan dan perlengkapan lain, juga ada tradisi gotong royong dengan mengumpulkan beras. Tradisi ini seperti julo-julo, dimana setiap rumah yang telah di daftar sebagai anggota mengumpulan beras setiap ada warga yang melaksanakan perhelatan perkawinan. Dengan demikian setiap anggota akan mendapat perlakuan yang sama (menerima kumpulan beras dari anggota) jika suatu saat mereka


(42)

mengadakan perhelatan perkawinan. Djurip, dkk. ( 2000: 33-35)

Selain di Minangkabau, masyarakat Batak juga mengenal sistem gotong royong kuno dalam hal bercocok tanam. dalam bahasa Karo aktivitas gotong royong disebut raron, sedangkan dalam bahasa Toba disebut marsiurupan. Sekelompok orang tetangga, atau kerabat dekat, bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan suatu pranata yang keanggotaanya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan anggotanya. Payung Bangun (dalam Koentjaraningrat, 1993: 101)

2.7 Jaringan Sosial

Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprositas (Damsar, 2002:157).

Dalam melihat aktivitas sekelompok individu itu menjadi suatu aksi sosial maka disitulah teori jaringan sosial berperan dalam sistem sosial. Hampir seluruh masalah sosiologi adalah masalah agregasi, yaitu bagaimana aktivitas sekelompok individu dapat menimbulkan efek sosial yang dapat diamati. Hal inilah yang membuat ilmu sosiologi sangat sulit untuk memahami dan mengerti suatu fenomena secara mendalam. Teori jaringan sosial berangkat dari pengkajian atas variasi bagaimana perilaku individu berkumpul (aggregate) menjadi perilaku kolektif.


(43)

individu atau kelompok berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku (Wafa, 2006:162). Analisis jaringan sosial memulai dengan gagasan sederhana namun sangat kuat, bahwa usaha utama dalam kajian sosiologis adalah mempelajari struktur sosial dalam menganalisis pola ikatan yang menghubungkan anggota-anggota kelompoknya. Granovetter (Damsar, 2009:139-145) melukiskan hubungan ditingkat mikro itu seperti tindakan yang melekat dalam hubungan pribadi konkrit dan dalam struktur (jaringan sosial) terhadap hubungan itu. Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau kolektivitas) mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang bernilai seperti kekayaan, kekuasaan, dan informasi. Menurut Ritzer dan Goodman (Damsar 2009: 159-160) terdapat sekumpulan prinsip-prinsip yang berkaitan logis, yaitu sebagai berikut:

1. Ikatan antara aktor biasanya adalah simetris baik dalam kadar maupun intensitasnya. Aktor saling memasok dengan sesuatu yang berbeda dan mereka berbuat demikian dengan intensitas yang semakin besar atau semakin kecil. 2. Ikatan antar individu harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan lebih luas. 3. Terstrukturnya ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan non-acak.

Disatu pihak, jaringan adalah transitif: bila ada ikatan antara A dan B dan C, ada kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A dan C. Akibatnya adalah bahwa lebih besar kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A, B, dan C.

4. Adanya kelompok jaringan yang menyebabkan terciptanya hubungan silang antara kelompok jaringan maupun antara individu.


(44)

akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdistribusikan secara tidak merata.

6. Dengan adanya distribusi yang timpang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan baik itu kerja sama maupun kompetisi. Beberapa kelompok akan bergabung untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas itu dengan kerja sama, sedangkan kelompok lain bersaing dan memperebutkannya.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan nilai-nilai, secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006: 1). Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat secara utuh serta berusaha untuk menggambarkan fenomena yang terjadi. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif maka peneliti akan lebih mudah mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai Modal sosial Petani Dalam Mengelola Pertanian di Desa Delung Tue Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah.

Penelitian studi kasus atau case study adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut. Tergantung pada tujuanya, ruang lingkup penelitian itu mungkin mencakup keseluruhan siklus kehidupan atau hanya segmen-segmen tertentu saja. Studi ini mungkin mengkonsentrasikan diri pada faktor-faktor khusus tertentu atau dapat pula mencakup keseluruhan faktor-faktor kejadian. Tujuan dari penelitian kasus adalah untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial individu, kelompok,lembaga atau masyarakat. (Sumadi Suryabrata, 2002:22)


(46)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Delung Tue, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah. Alasan peneliti memilih lokasi daerah ini adalah dikarenakan daerah ini memiliki lahan pertanian yang luas dan banyak penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Dalam aktivitas mengelola pertaniannya, para petani desa Delung Tue menggunakan satu sistem yang unik yang disebut sistem mangolo.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Adapun unit analisis dalam penelitian modal sosial masyarakat petani dalam mengelola pertanian yaitu para petani, tokoh desa, dan kepala desa.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang yang masuk dalam karakteristik unit analisis dan dipilih menjadi sumber data yang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti (Arikunto, 2006). Adapun informan dalam penelitian ini adalah:

1. Informan Kunci:

• petani memiliki lahan sedang dan lahan sempit, berjumlah sebelas orang dan Petani tersebut telah bekerja sebagai petani minimal selama lima tahun, dan pernah mengikuti kegiatan mangolo, kriteria ini ditetapkan untuk menjawab dan menggali informasi mengenai modal sosial yang terbangun antara sesama petani dalam mengelola pertanian.


(47)

tiga orang sebagai informan tambahan yang dapat melengkapi data. 2. Informan biasa:

• Tokoh desa, untuk mendapatkan informasi mengenai sistem pertanian di Desa Delung Tue tersebut.

• Kepala desa, untuk mendapatkan informasi mengenai struktur penduduk petani di Desa Delung Tue.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data sebuah penelitian dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui observasi dan wawancara baik secara partisipatif maupun wawancara secara mendalam, oleh karena itu untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu sebagai berikut:

• Wawancara mendalam, yaitu proses tanya jawab secara langsung ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara atau panduan wawancara serta menggunakan alat bantu perekam atau tape recorder jika memang dibutuhkan untuk memudahkan peneliti menangkap keseluruhan informasi yang diberikan informan. Wawancara terhadap informan ditujukan untuk memperoleh data dan informasi secara lengkap tentang modal sosial masyarakat petani dalam mengelola pertanian. • Partisipasi observer, yaitu metode pengumpulan data dengan cara peneliti ikut


(48)

serta dan turut aktif dalam masyarakat secara langsung agar peneliti dapat secara nyata merasakan dan menggambarkan situasi yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti akan ikut dengan para petani bekerja ke perkebunanan dan berinteraksi langsung dengan para petani. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang modal sosial yang terbentuk baik antara satu petani dengan petani yang lain atau antara sesama petani, melihat hubungan sosial antara petani yang terbentuk serta kerja sama yang terjalin antara para petani.

• Dokumentasi, yaitu dilakukan dengan menggunakan kamera foto untuk mengabadikan hal-hal yang tidak terobservasi seperti aktifitas masyarakat petani ketika berada dilingkunganya dan sebagai penegas data yang diperoleh di lapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan bahan dari situs-situs internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini tentunya yang berkaitan dengan modal sosial pada masyarakat pertanian dalam mengelola pertanian.

3.5 Interpretasi Data

Data yang dikerjakan sejak peneliti mengumpulkan data dilakukan secara insentif setelah pengumpulan data selesai dilaksanakan. Merujuk pada Lexy J.


(49)

Moleong (2002: 190), pengolahan data ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan (observasi) yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar foto, dan sebagainya.

Data tersebut telah dibaca, dipelajari dan ditelaah maka langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan cara abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang terperinci, merujuk ke inti dengan menelaah pernyataan-pernyataan yang diperlukan sehingga tetap berada dalam fokus penelitian.

Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan. Berbagai kategori tersebut dilihat kaitanya satu dengan lainya dan diinterpretasikan secara kualitatif. Proses interpretasi data dalam penelitian ini telah dimulai sejak awal penulisan proposal, sehingga selesainya penelitian ini yang menjadi ciri khas dari analisis kualitatif.


(50)

3.6 Jadwal Kegiatan

3.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah. Terutama didalam melakukan wawancara mendalam kepada informan. Selain itu kendala lain adalah keterbatasan waktu saat melakukan wawancara dengan informan, hal ini disebabkan

No Kegiatan Bulan

11 12-4

5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4

1 Pra Survei √

2 Acc Judul Penelitian √ 3 Penyusunan Proposal √

4 Seminar Proposal √

5 Revisi Proposal √

6 Penelitian Lapangan √ √ √

7 Pengumpulan dan Interpretasi Data

√ √ √

8 Penulisan Laporan √ √ √

9 Bimbingan Skripsi √ √ √ √ √ √


(51)

kegiatan informan yang sangat padat. Karena informan peneliti adalah petani yang cukup sibuk dalam melakukan aktivitasnya di perkebunan dari pagi hingga sore, maka peneliti harus mampu melihat waktu yang tepat untuk melakukan wawancara. Selain itu keterbatasan waktu karena wawancara baru dapat dilakukan pada waktu para petani pulang dari kebun.

Terlepas dari permasalahan teknis penelitian dan kendala di lapangan peneliti menyadari keterbatasan peneliti mengenai metode menyebabkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan, dan masih terdapat keterbatasan dalam hal kemampuan pengalaman melakukan penelitian ilmiah serta referensi buku atau jurnal yang sedikit dikuasai peneliti. Walaupun demikian peneliti berusaha untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini semaksimal mungkin agar data dan tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.


(52)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kabupaten Bener Meriah merupakan kabupaten termuda di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah, berdasarkan undang- undang No. 41 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 7 Januari 2004. Kabupaten Bener Meriah adalah salah satu daerah tingkat II di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang mempunyai luas wilayah 188,70 km2 dan terdiri dari tujuh kecamatan dengan Simpang Tiga Redelong sebagai ibu kotanya.

Kabupaten Bener Meriah dikenal dengan cita rasa kopinya yang sudah mendunia. Kopi unggulan Gayo ini dijual ke berbagai negara di luar negeri, antara lain Amerika, Jepang, Belanda dan beberapa negara Eropa lainnya. Adapun mata pencaharian sebagian besar masyarakat Bener Meriah adalah dalam bidang pertanian dan kopi menjadi komoditi hasil bumi terbesar di wilayah ini. Secara geografis, wilayah Bener Meriah merupakan wilayah dataran tinggi sehingga menyimpan potensi wisata yang menjanjikan, daerah ini juga sering menjadi tujuan wisata dari wisatawan mancanegara. Diantara bukit-bukit yang menjulang tinggi di daerah ini, terdapat satu gunung Api dengan yang diprediksi masih aktif yang letaknya tidak jauh dari pusat kota, berjarak sekitar 2,5 km dari kota Redelong.

Kabupaten ini juga dikenal dengan adanya Radio Rimba Raya, satu-satunya radio perjuangan Republik Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari tangan


(53)

penjajah Belanda, berkekuatan satu kilowatt, menggunakan signal calling “Suara Radio Republik Indonesia” dan “Suara Merdeka” bekerja pada frequensi 19,25 dan 61 meter, radio Rimba Raya mengudara menyiarkan berita kemerdekaan Negara Republik Indonesia ke Berbagai Negara pada tahun 1945. Radio Rimba Raya merupakan siaran radio yang berhasil menyelamatkan Indonesia diambang kritis ketika ibu kota indonesia di Yogyakarta direbut belanda, 19 Desember 1948. Saat itu belanda berhasil menguasai RRI yang biasa menyiarkan berita tentang kemerdekaan Indonesia.

4.2 Letak dan Batas Wilayah

Kabupaten Bener Meriah ditinjau dari letak geografis berada pada posisi 40.33.50 - 40.54.50 Lintang Utara 960,4075 - 970,1750 Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 1.000 s/d 2.500 m diatas permukaan laut, dan suhu rata-rata antara 20 derajat celcius. Daerah ini beriklim tropis dengan dua musim kemarau pada bulan Maret sampai Agustus dan musim penghujan dari bulan September s/d Februari.

Adapun yang menjadi batas-batas wilayah Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai berikut:

- Sebelah timur : Kabupaten Aceh Timur - Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Tengah

- Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Utara dan Bireuen - Sebelah Selatan : Propinsi Riau Aceh Tengah

Sumber Data: Bener Meriah Dalam Angka 2013 dan BAPPEDA Kabupaten Bener Meriah


(54)

Peta Lokasi Kabupaten Bener Meriah

Sumber Data: BPS Bener Meriah hasil sensus penduduk tahun 2013 4.3 Keadaan Penduduk

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus penduduk tahun 2013, jumlah penduduk kabupaten Bener Meriah sementara adalah 121.878 orang, yang terdiri atas 61.871 laki-laki dan 59.999 perempuan. Dari hasil Sensus tersebut juga masih tampak bahwa penyebaran penduduk Bener Meriah masih bertumpu di Kecamatan Bandar yakni 21,23% kemudian diikuti oleh Kecamatan Timang Gajah 20,67%, Bukit 17,85%, wih Pesam 16,36%, Permata 12,04, Pintu Rime Gayo 8,14% dan Syah Utama 3,71%.


(55)

4.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kecamatan

Bila dilihat dari sebaran penduduk berdasarkan wilayah kecamatan, maka kecamatan Bandar, Timang Gajah dan Kecamatan Bukit merupakan tiga kecamatan dengan urutan jumlah penduduk terbanyak, yakni masing-masing 25.871 jiwa, 25.196 jiwa, dan 21.754 jiwa. Sedangkan empat kecamatan lainya yaitu Wih Pesam, Permata, Pintu Rime Gayo dan Syah Utama menempati peringkat ke empat sampai dengan ke tujuh, dengan masing-masing jumlah penduduk adalah, 19.933 jiwa, 14.677 jiwa dan 4.516 jiwa. Dengan luas wilayah Bener Meriah sekitar 1.888,70 Km persegi yang didiami oleh 121.870 jiwa, maka rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Bener Meriah adalah sebanyak 65 jiwa perkilo meter persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatannya adalah Kecamatan Wih Pesam dengan 458 jiwa per kilo meter persegi, disusul oleh kecamatan Bukit dengan 228 jiwa per kilometer persegi, Bandar 200 jiwa perkilo meter persegi, Timang Gajah 152 jiwa per kilometer persegi, Permata 76 jiwa per kilometer persegi, Pintu Rime Gayo 42 jiwa per kilometer persegi dan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah kecamatan Syah Utama dengan hanya 5 jiwa per kilometer persegi.


(56)

Tab el 1

Komposisi Penduduk Berdasarkan jenis kelamin perkecamatan

Sumber : BPS Bener Meriah hasil sensus penduduk Tahun 2013

4.3.2 Sex ratio Penduduk Kabupaten Bener Meriah

Sex ratio penduduk kabupaten Bener Meriah adalah sebesar 103,1 yang artinya jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan atau setiap 103 penduduk laki-laki terdapat 100 penduduk perempuan. Namun bila dilihat dari masing-masing kecamatan, terlihat sex ratio terbesar terdapat di kecamatan Syah Utama yakni sebesar 110,6 yang berarti jumlah penduduk laki-laki 10 persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Sedangkan sex

No Kecamatan Laki-laki perempuan Laki-laki + Perempuan

Sex Ratio

1 Timang Gajah 12.780 12.416 25.196 102.9

2 Pintu Rime Gayo

5.075 4.848 9.923 104.7

3 Bukit 10.955 10.799 21.754 101.4

4 Wih Pesam 10.151 9.782 19.933 103.8

5 Bandar 13.064 12.807 25.871 102.0

6 Produksi (Ton) 2.372 2.144 4.516 110.6

7 Permata 7.474 7.203 14.677 103.8


(57)

ratio yang terkecil terdapat di Kecamatan Bukit yakni sebesar 101,4 yang berarti jumlah penduduk laki-laki 1 persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan.

4.3.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Bener Meriah 2012-2013

Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bener Meriah memperlihatkan nilai positif, disemua kecamatan mengalami pertumbuhan penduduk yang signifikan, kecuali kecamatan Timang Gajah (0,73%) dan kecamatan bandar (0,31%). Hal ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk pada dua kecamatan tersebut memang sudah cukup besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya, sehingga pertambahan penduduk yang terjadi sampai saat ini tidak banyak mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di kecamatan tersebut. Berbeda halnya dengan kecamatan Syah Utama, dimana pada diagram di bawah menunjukan laju pertumbuhan penduduk yang paling tinggi, hal ini disebabkan jumlah penduduk yang menghuni kecamatan syah Utama adalah yang paling sedikit, sehingga setiap perubahan komposisi penduduk yang dipengaruhi oleh migrasi ataupun kejadian mortalitas dan fertilitas sekecil apapun akan sangat mempengaruhi secara signifikan laju pertumbuhan penduduk di kecamatan tersebut.


(58)

4.3.4 Laju Pertumbuhan Penduduk Bener Meriah Menurut Kecamatan Tahun 2013

Sumber : BPS Bener Meriah hasil sensus penduduk Tahun 2013

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2013, kecamatan Syah Utama merupakan kecamatan yang tingkat laju pertumbuhan tertinggi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 16,00%. Disusul kecamatan Wih Pesam dengan 6%, Kecamatan Pinte Rime Gayo sebesar 4%, kecamatan Bukit dan Permata sebesar 3%, Kecamatan Timang Gajah 2% dan kecamatan Bandar 1%.


(59)

Tabel 2

Luas Lahan Sawah Dan Lahan Kering (Ha) Menurut Desa Dalam Kecamatan Bukit tahun 2012-2013

No Nama Desa/ Kampung Lahan Sawah Lahan Kering

1 Blang Tampu 0 244

2 Uning Bersah 58 232

3 Uning Teritit 152 359

4 Kute Lintang 34 92

5 Tingkem Bersatu 25 1047

6 Tingkem Asli 42 431

7 Reje Guru 85 226

8 Blang Sentang 41 90

9 Pasar Simpang Tiga 0 10

10 Bale Redelung 93 407

11 Ujung Gele 0 212

12 Delung Tue 86 128

13 Kenawat Redelong 42 328

14 Blang Ara 0 187

15 Waq Pondok Sayur 0 359


(60)

17 Panji Mulia 1 0 298

18 Is Aq Busur 60 52

19 Bujang 7 108

20 Hakim Tunggul Naru 38 496

21 Bale Atu 55 656

22 Tingkem Benyer 82 31

23 Bantin Wih Pongas 30 67

24 Sedia Jadi 0 532

25 Rembele 0 368

26 Mutiara Baru 0 365

27 Blang Panas 10 240

28 Bukit Bersatu 0 173

29 Serule Kayu 13 101

30 Kute Kering 35 81

31 Kute Tanyung 75 50

32 Babussalam 7 44

33 Paya Gajah 8 35

34 Delung Asli 99 133


(61)

36 Meleum 9 96

37 Mupakat Jadi 0 101

38 Godang 0 40

39 Uringa 19 35

40 Karang Rejo 0 266

Jumlah 1205 9890

Sumber Data: BPS Bener Meriah hasil sensus penduduk Tahun 2013 Tab el 3

Luas Tanaman Perkebunan Yang Menghasilkan, Belum menghasilkan, Tua Rusak di Kecamatan Bukit, Tahun 2012-2013

Sumber Data: BPS Bener Meriah hasil sensus penduduk Tahun 2013 Jenis Tanaman Perkebunan (Ha)

No Luas Tanaman kopi Aren Jahe kunyit Casia Vera Wangi

1 Belum

menghasilkan

296.00 0.54 0.63 1.47 9.14

2 Menghasilkan 2.776.13 4.86 5.67 5.88 21.23

3 Tua rusak 549.64 0 0 0 0

4 Jumlah 3621.77 5.40 6.40 7.35 30.37


(62)

Tab el 4

Luas Tanam, Luas Panen dan Jumlah Produksi Padi Sawah dan Palawija di Kecamatan Bukit, Tahun 2012-2013

Sumber Data: BPS Bener Meriah hasil sensus penduduk Tahun 2013 No Jenis Tanaman Luas Tanam

(Ha)

Luas Panen (HA)

Jumlah Produksi

(Ton )

1. Padi Sawah 1057 456 2.450

2. Kedelai 0 0 0

3. Kacang Tanah 0 0 0

4. Kacang hijau 0 0 0

5. Ubi Jalar 0 0 0

6. Jagung 14 5 3.5

7. Ubi Kayu 0 0 0


(63)

Tab el 5

Luas Tanam, Luas Panen dan Jumlah Produksi Buah-Buahan di Kecamatan Tahun 2012-2013

No Jenis Tanaman Luas Tanam (Ha)

Luas Panen (Ha)

Jumlah Produksi

(Ton )

1. Durian 0 0 0

2 Jambu Biji 1.9 1.2 3.8

3 Pepaya 1.9 1.4 4.7

4 Pisang 2.8 2.3 8.5

5 Nenas 43.3 35 65

6 Alpukat 0 0 0

7 Jeruk 60 48 95

8 Terong Belanda 91.1 75 4.5

9 Lainnya 0 0 0

Jumlah 201 162.2 181.5


(64)

Tabel 6

Luas Tanam, Luas Panen dan Jumlah Produksi Sayur-Sayuran di Kecamatan Bukit, Tahun 2012-2003

No Jenis Tanaman Luas Tanam (Ha)

Luas Panen (Ha)

Jumlah Produksi (KUINTAL)

1. Kentang 35 5 400

2 Kubis 23 4 350

3 Bawang Putih 0 0 0

4 Bawang Merah 28 4 280

5 Tomat 35 3 30

6 Cabe Merah 40 5 240

7 Buncis 8 0 0

8 Wortel 12 3 450

9 Lainya

Jumlah 181 24 1750


(65)

Tabel 7

Komposisi Penduduk Desa Delung Tue Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumber : Profil Desa Delung Tue Tahun 2013

No Pendidikan Jumlah Persentase

1 Belum Sekolah 62 14,02 %

2 Tidak Pernah Sekolah 50 11,31%

3 Tidak Tamat SD 64 14,54%

4 Tamat SD Sederajat 24 5,42%

5 Tamat SMP Sederajat 48 10,85%

6 Tamat SMA Sederajat 169 38,23%

7 Tamat S1 25 5,65%


(66)

Tabel 8

Komposisi Penduduk Desa Delung Tue Berdasarkan Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah Persentase

1 Petani 250 89,28%

2 Karyawan Swasta 2 0,71%

3 Pedagang 15 5,36%

4 PNS 11 3,93%

5 Pengrajin 2 0,71%

Jumlah Total 280 100%

Sumber : Profil Desa Delung Tue Tahun 2013

Berdasarkan data yang didapat dari profil Desa Delung Tue Tahun 2013, komposisi penduduk Desa Delung Tue berdasarkan mata pencahariannya adalah petani berjumlah 250 orang, pedagang 15 orang, PNS 11 orang serta karyawan swasta 2 orang dan pengrajin berjumlah 2 orang.


(1)

Gbr. 3 Mangolo dilakukan dalam memanen kentang


(2)

Gbr. 5 Para petani sedang istirahat sambil makan snack bersama


(3)

Gbr. 7 Masyarakat desa Delung Tue berotong royong dalam membangun mushola

Gbr. 8 Masyarakat desa Delung Tue mengadakan gotong royong ketika memperbaiki aliran air


(4)

Interview Guide

MODAL SOSIAL PETANI DALAM MENGELOLA PERTANIAN (Studi Tentang Sistem Mangolo Pada Petani Desa Delung Tue, Kec. Bukit, Kab.

Bener Meriah) 1. Informan

Data pribadi

Nama : Jenis kelamin : Umur : Agama : Pendidikan : 2. Pertanyaan

A. Data dasar

1) Sudah berapa lama tinggal di Desa Delung Tue? 2) Sudah berapa lama bertani?

3) Apa yang membuat anda tertarik bekerja sebagai petani? 4) Sebelum bertani, apa pekerjaan sebelumnya?

5) Apakah anda mengetahui sejarah bertani? 6) Bagaimana awalnya bekerja sebagai petani? 7) Anda memiliki lahan sendiri atau menyewa lahan? 8) Jika memiliki lahan sendiri berapa luas lahan tersebut? 9) Jika tidak memiliki lahan sendiri berapa harga sewanya? 10)Apa hambatan-hambatan yang anda hadapi dalam bertani? B. Tentang pelaksanaan mangolo

1) Bagaimana sistem mangolo dapat terjadi pada petani di daerah ini? 2) Dapatkah anda menceritakan secara umum kehidupan petani yang

ada di daerah sini?

3) Apakah anda mengetahui sejarah pertama kali adanya kegiatan

mangolo?

4) Apakah anda pernah ikut mangolo?


(5)

6) Bagaimana cara anda mengundang petani yang lain untuk ikut kegiantan mangolo?

7) Dalam aktifitas bertani apa saja sistem mangolo yang berlangsunag?

8) Apa saja tahapan-tahapan dalam mangolo dan bagaimana tahapan tersebut berlangsung?

9) Bagaimana pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam sistem mangolo?

10)Apa tujuan anda mengikuti kegiatan mangolo tersebut?

11)Hal positif apa yang anda lihat dengan adanya sistem mangolo

tersebut?

12)Apa keuntungan menggunakan sistem mangolo dari segi sosial? 13)Menurut anda apa keuntunga dan kerugian menggunakan sistem

mangolo dari segi ekonomi?

14)Jika lahan salah satu petani lebih luas dari pada lahan petani lain menurut anda bagaimana penerapan sistem kerja mangolo?

15)Selain mangolo, menurut anda apakah ada kegiatan lain yang mendukung keakraban antara sesama petani di sini?

16)Menurut anda hal apa yang membedakan antara kehidupan petani daerah sini dengan kehidupan petani di daerah lain?

17)Menurut anda hal apa yang harus diperbaiki dan dipertahankan agar dapat mendukung aktifitas para petani di daerah ini?

18)Ketika anda yang mengundang petani lain untuk kegiatan

mangolo, apa yang anda berikan untuk petani tersebut?

19)Apakah anda pernah membalas petani yang mengikuti kegiatan

mangolo di lahan yang anda kelola?

C. Pemanfaatan modal sosial dalam kehidupan sosial petani

1) Bagaimana keeratan hubungan anda dengan sesama petani di daerah ini?

2) Apakah faktor yang menyebabkan anda dekat dengan petani tertentu?

3) Apa saja yang anda perbincangkan dengan petani lain selain yang berkaitan dengan urusan bertani?

4) Bagaimana sikap anda dengan petani lain saat merayakan hari-hari besar tertentu?

5) Apakah anda pernah membantu petani lain saat petani tersebut mengalami kesulitan atau masalah?


(6)

7) Bagaimana anda membangun rasa percaya dengan sesama petani di sini?

8) Apa manfaat yang anda rasakan dengan adanya rasa percaya antara sesama petani di daerah sini?

9) Bagaimana anda menjaga rasa saling percaya tersebut?

10)Adakah persaingan yang terjadi antara sesama petani di daerah sini?

11)Bagaimana hubungan anda dengan sesama petani?

12)Selain di sawah atau di kebun, apakah anda sering berkumpul dengan petani lainnya?

13)Selain membahas urusan bertani, apa yang sering anda bicarakan dengan petani lainnya?

D. Kehidupan dasar keluarga petani

1) Berapa penghasilan yang anda dapatkan dari bertani?

2) Apakah dari penghasilan tersebut sudah mencukupi kebutuhan hidup keluarga anda?

3) Berapa pengeluaran keluarga anda perbulannya? 4) Berapa orang anak yang anda miliki?

5) Apa pendidkan tertinggi anak anda tersebut?

6) Apakah dari hasil bertani, dapat membiayai pendidikan anak anda tersebut?

E.Upaya yang dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga 1) Apakah anda memiliki penghasilan tambahan selain dari bertani? 2) Apakah ada potensi lain yang dapat di manfaatkan untuk

menambah penghasilan anda?

3) Apakah ada upaya-upaya untuk melakukan penghematan?

4) Apakah ada pengeluaran yang anda kurangi untuk melakukan penghematan tersebut?