Pengertian Residive Residivis Kajian Tentang Narapidana dan Residivis 1. Pengertian Narapidana

49 Selain itu, psikolog koreksional juga meningkatkan keamanan staf dan narapidana dengan mengembangkan lingkungan kelembagaan yang sehat. Untuk menganalisa evaluasi program koreksional yang berkaitan dengan prisoner reentry, hal pertama yang diperlukan adalah memberikan definisi mengenai prisoner reentry. Prisoner reentry menurut Petersilia dalam Petersilia, 2004 didesfinisikan secara sederhana sebagai sebuah program yang melibatkan segala aktivitas dan pemrograman yang dilaksanakan untuk mempersiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat dengan aman dan untuk hidup sebagai warga negara yang terikat dan patuh secara hukum. Hal ini berkaitan dengan proses bagaimana narapidana menghabiskan waktu mereka selama dalam penjara, proses pembebasan mereka, dan bagaimana mereka diawasi setelah dibebaskan. Seiter dan Kadela 2003 mendefinisikan reentry program sebagai program yang secara spesifik berfokus pada transisi dari penjara ke masyarakat atau memulai suatu pemulihan dalam kondisi penjara dan hubungan-hubungannya dengan program komunitas atau masyarakat untuk menyediakan pemulihan yang berkesinambungan. Bartol 2004 juga menyatakan bahwa dalam koreksional asesmen diperlukan berdasarkan pada beberapa poin minimal menurut riwayat narapidana, yaitu saat masuk ketika sesorang memasuki sistem koreksional, ketika dibuat keputusan mengenai pelepasan narapidana untuk kembali ke masyarakat, dan pada saat krisis psikologis setelah bebas. Meta analisis yang dilakukan oleh Andrews at al.’s 1998 menujukkan bahwa terdapat prinsip-prinsip yang apabila diikuti ketika intervensi yang tepat 50 diberikan dapat mengurangi tingkat residivis dalam Petersilia, 2004. Prinsip- prinsip tersebut adalah : a. Perlakuan sebaiknya berupa tingkah laku alamiah, intervensi sebaiknya mencakup cognitif behavioral dan tekhnik pembelajaran sosial berupa modeling, role playing, reinforcement, penyediaan sumber, saran-saran verbal, dan restrukturisasi kognitif. b. Reinforcement dalam program harus berdampak positif, bukan negatif. c. Pemberian program harus intensif, berlangsung selama 3 sampai 12 bulan tergantung kebutuhan dan menggunakan 40 sampai 70 waktu yang dimiliki narapidana selama program-program berlangsung. d. Intervensi perlakuan harus digunakan terutama pada napi yang memiliki risiko lebih tinggi, dengan sasaran kebutuhan criminogenic mereka atribut pelaku yang merupakan faktor dinamis seperti penggunaan zat alkohol dan obat-obatan, pelecehan, sikap anti sosial, hubungan keluarga, perkawinan dan faktor lainnya yang secara langsung terkait dengan perilaku kriminal. Intervensi perlakuan dengan sasaran kebutuhan criminogenic dilakukan untuk mengurangi risiko pengulangan tindak pidana. Napi dengan risiko lebih rendah tidak memerlukan intervensi karena faktor dinamis yang mereka miliki tidak begitu mempengaruhi perilaku kriminal mereka untuk menjadi lebih kriminil. e. Strategi yang paling efektif untuk membedakan level risiko narapidana adalah dengan tidak hanya mengandalkan pada penilaian klinis melainkan pada asesmen menggunakan instrument yang actuarial-based instrument 51 statistik kuantitatif dalam memprediksi variabel yang berbeda untuk menilai sebuah risiko, seperti Level of Supervision Inventory instrument penilaian kuantitatif mengenai risiko kebutuhan yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko pelaku kejahatan yang melakukan perilaku kriminal dan digunakan untuk kebutuhan klinis. f. Melakukan intervensi dalam masyarakat dibandingkan dengan intervensi yang menggunakan peraturan institusional akan meningkatkan efektifitas perlakuan. g. Dalam hal kepegawaian, terdapat suatu kebutuhan untuk menyamakan gaya dan model pemberian perlakuan dengan gaya dan model pembelajaran narapidana daya respon yang spesifik. Dengan bergantung pada karakter spesifik narapidana seperti tingkat intelegensi dan keingintahuan, yang bersangkutan dapat mewakili gaya belajar yang berbeda dan dapat menjadi lebih siap terhadap beberapa teknik dibandingkan dengan yang lain. h. Dibutuhkan pencocokan gaya dan cara antara pemberian perlakuan dan gaya pembelajaran napi responsivitas spesifik. Tergantung pada karakteristik napi seperti kecerdasan, tingkatkecemasan dimana mereka mungkin memiliki gaya pembelajaran yang berbeda sehingga mampu merespon secara lebih siap pada teknik yang satu dibanding teknik yang lain. Meskipun ada hak untuk perlakuan fisik dan gangguan mental, narapidana tidak memiliki hak konstitusional dalam rehabilitasi di bidang 52 koreksional. Dalam konteks ini, rehabilitasi mengacu pada program yang barangkali harus meningkatkan kemungkinan bahwa narapidana tidak mengulang kesalahan lagi setelah bebas dari penjara. Dalam berbagai kasus, narapidana telah meminta pengadilan untuk memberikan hak-hak konstitusional mereka untuk berpartisipasi dalam program penyalahgunaan obat, program pelatihan kerja, program pendidikan dan program untuk pelaku kekerasan termasuk program-program yang lain Bartol, 2004. Palmer dan Palmer dalam Bartol, 2004 mengatakan bahwa sistem pemasyarakatan tidak bisa dioperasikan sedemikian rupa sehingga menghambat kemampuan narapidana untuk mencoba merehabilitasi mereka sendiri atau sederhananya untuk menghindari kemunduran secara fisik, mental atau sosial. Prinsip utamanya adalah narapidana tidak memiliki hak konstitusional untuk berpartisipasi dalam program tertentu dan pejabat Lembaga Pemasyarakatan diberikan keleluasaan untuk menentukan siapa yang akan dilibatkan dan ditugaskan dalam program-program rehabilitasi Bartol, 2004. Kehidupan dalam Lembaga Pemasyarakatan yang cenderung melebihi kapasitas over capacity berimplikasi pada ketersediaan fasilitas yang menjadi terbatas bahkan dapat dikatakan menjadi kurang memadai, meliputi makanan, kondisi ruangan atau kamar sel, fasilitas kesehatan, penerangan, dan sebagainya. Kondisi seperti ini mendorong munculnya perasaan senasib dan sepenanggungan sehingga lambat laun mulai tertanam identitas kolektif dalam diri narapidana. Lembaga Pemasyarakatan sebagai institusi yang berfungsi sebagai pengasingan atau isolasi sosial tidak lagi dirasakan sebagai