74
menilai pelaku mengalami kelainan seksual ketika melakukan kekerasan tersebut dengan anak laki-laki. Ibu juga cenderung mengalami keraguan serta
perasaan tidak menyangka ketika kekerasan seksual dilakukan oleh ayah kandung dibandingkan ayah tiri. Dengan adanya keraguan tersebut
menyebabkan ibu cenderung melakukan upaya untuk mengkonfirmasi kebenaran terkait dengan pengakuan anak. Selanjutnya, rasa simpati ibu
cenderung lebih besar diberikan pada anak perempuan di bandingkan laki- laki. Di samping itu, ibu juga lebih merasakan emosi yang negatif ketika
kekerasan dilakukan oleh ayah tiri terhadap anak.
F. Pembahasan
1. Gambaran Tingkat Dukungan Ibu Terhadap Kekerasan Seksual
Intrafamilial pada Anak
Berdasarkan dari analisis deskriptif data yang diperoleh, diketahui mean empirik 51,01 lebih tinggi dari mean teoritiknya 42. Selain itu,
dari perhitungan uji-t menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 20,867 dengan signifikansi 0,00 p0,05. Hal ini menandakan bahwa ketika ibu
diandaikan anaknya mengalami kekerasan seksual intrafailial cenderung memiliki tingkat dukungan yang tinggi secara signifikan. Hal tersebut jika
dilihat dari faktor penentu dukungan dapat disebabkan oleh jalinan yang terbangun antara ibu dan anak. Dapat dilihat dari peran yang dimiliki ibu
dalam keluarga yaitu sebagai pengatur rumah tangga Kartono Kartini,
75
1992. Disini, ibu memiliki tanggung jawab terhadap apapun yang terjadi dalam keluarga termasuk berkewajiban dalam hal pengasuhan anak. Maka
ibu cenderung memiliki kontak yang lebih tinggi pada anak, hal ini yang menyebabkan dukungan ibu pada anak cenderung tinggi. Ditambahkan
pula, dengan adanya sifat keibuan yang terkait dengan relasi ibu dan anak menyebabkan munculnya keinginan melindungi dari ibu ketika anak
dihadapkan dalam masalah. Dari hasil survei juga diketahui bahwa secara kognitif ibu berpikir
pelaku suamiayah dari anak tidak memiliki moral, sebab tidak mampu mempertimbangkan tindakan tersebut benar atau salah. Disamping itu,
secara afektif mereka merasakan kemarahan pada suami sekaligus kasihan pada anak. Anak dipandang sebagai korban pelecehankekerasan seksual
yang dilakukan oleh ayahnya. Hal ini diduga turut menyebabkan tingkat dukungan ibu terhadap anak menjadi tinggi.
Hasil temuan ini tidak sesuai dengan dengan temuan Pintello Zuravin 2001, yang menyatakan bahwa ketika pelaku kekerasan saat ini
adalah pasangan ibu menyebabkan ibu kurang dapat mendukung anak. Ketidaksamaan hasil penelitian ini disebabkan oleh adanya perbedaan
budaya dalam hal pengasuhan anak. Di Indonesia, tampaknya ibu benar- benar menyadari tanggung jawab dari perannya sebagai seorang ibu untuk
mendidik dan memberikan rasa aman bagi anak Kartini Kartono,
76
1992, sedangkan di Barat anak telah dibiasakan mandiri sejak kecil.Hal ini yang menyebabkan ibu di Indonesia cenderung lebih mendukung anak.
Meski tidak sesuai dengan penemuan Pintelo Zuravin, hasil penelitian ini menyumbangkan informasi penting bahwa ibu mampu
diandalkan sebagai tempat pengungkapan atas pengalaman kekerasan seksual anak karena diketahui tingkat dukungan yang dimiliki ibu adalah
tinggi ketika kekerasan seksual terjadi khususnya dalam bentuk intrafamilial abuse.Hal ini disebabkan sebagian besar ibu yang menjadi
subjek penelitian telah bekerja dan berpenghasilan sendiri, sehingga jika pada akhirnya ibu memilih berpisah dengan pelaku kekerasan membuat
ibu lebih siap untuk menanggung kebutuhan hidup anak dan hal ini pula yang menyebabkan tingkat dukungan ibu terhadap anak menjadi tinggi.
2. Perbedaan Tingkat Dukungan Ibu Terhadap Kekerasan Seksual