Kekerasan Seksual Anak Intrafamilial Bentuk Kekerasan Seksual

25 Disamping itu, dalam penelitian Modelli, Galvao, Pratessi 2011 disebutkan bahwa kekerasan seksual adalah aktivitas seksual yang terjadi pada anak di bawah usia 18 tahun, aktivitas tersebut tidak dimengerti oleh anak, tanpa adanya persetujuaan atau melanggar hukum. Aktivitas ini meliputi perabaan, kontak oral- genital, pemerkosaan, penetrasi genital dan anal, memperlihatkan alat kelamin, dan menggunakan anak untuk tindakan pornografi. Dapat disimpulkan bahwa kekerasan seksual anak adalah bentuk aktivitas seksual yang pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa pada anak dengan tujuan untuk mencapai kepuasaan seksual bagi pelakunya, dalam hal ini anak tidak sepenuhnya memahami aktivitas seksual yang terjadi dan perbuatan tersebut melanggar hukum.

2. Kekerasan Seksual Anak Intrafamilial

Kekerasan seksual pada anak dalam ranah intrafamilial adalah segala bentuk pelecehan atau eksploitasi yang dilakukan oleh figure ayah dari anak meliputi ayah kandung, ayah tiri, atau pun pasangan dari ibu terhadap anak di bawah usia 18 tahun Lovett, 1995; deYoung, 1994; Sirels Franke, 1989; Faller, 1988. Dalam The National Child Traumatic Network 2009 dijelaskan kekerasan seksual intrafamilial berarti kekerasan atau pelecehan terhadap anak yang terjadi dalam keluarga. Dalam hal ini, anggota keluarga menggunakan anak dalam melakukan aktivitas seksualnya. Anggota keluarga yang dimaksud tidak selalu memiliki hubungan darah dengan anak, tetapi sudah dianggap sebagai bagian dari kelaurga seperti orangtua baptis atau teman yang sangat dekat 26 Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kekerasan seksual pada anak dalam ranah intrafamilial adalah aktivitas seksual yang dilakukan anggota keluarga pada anak.

3. Bentuk Kekerasan Seksual

Bentuk kekerasan seksual anak yang tercantum dalam penelitian Pierbe Svedin 2008mencakup : a. Non-contact abuse, merupakan kekerasan tanpa kontak yang digambarkan ketika pelaku menunjukkan sesuatu yang tidak pantas miliknya pada anak, misalnya exhibitionism. b. Contact abuse, merupakan kekerasan yang terjadi ketika pelaku meraba atau menyentuh wilayah seksual anak dengan tidak semestinya, atau meminta anak untuk menyentuh wilayah seksual seseorang, atau pelaku meminta korban melakukan masturbasi maupun onani. c. Penetrative abuse, merupakan kekerasan secara seksual dengan tingkat paling berat yaitu dengan melakukan hubungan seksual, oral, atau anal antara pelaku dengan anak. Penetrasi dapat dilakukan dengan bagian tubuh danatau benda seperti menggunakan jari, lidah, penis. Sedangkan dari sebuah penelitian eksplorasi yang dilakukan pada masyarakat Sulawesi untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai kekerasan seksual, diketahui bahwa bentuk kekerasan seksual terbagi menjadi 3, yaitu kategori ringan, sedang dan berat. Pengategorian ini dilihat dari derajat psikologis dan kerusakan fisik 27 yang diakibatkan oleh kekerasan tersebut Baso Fatturohman, 2002. Kategori- kategori tersebut adalah sebagai berikut: a. Kekerasan seksual kategori ringan, yang termasuk dalam kategori ini adalah kekerasan secara verbal seperti ditatap, disenyumi, disiuli atau dikomentari, dipaksa mendengar pembicaraan tentang seks, ditelpon cabul yang semuanya ini terjadi dengan maksud untuk kepuasan seksual. b. Kekerasan seksual kategori sedang. Batasan kekerasan seksual kategori sedang meliputi colekan dari pelaku, tepukan, atau dicubit, digerayangi, dipaksa memegang organ tubuh, dicium atau dipeluk, dipertontonkan alat kelamin, dan dipaksa melihat material berbau seks video, foto, majalah, dan diintip oleh pelaku untuk tujuan seksual. c. Kekerasan seksual kategori berat. Kategori yang terakhir adalah kekerasan dengan kategori berat yang mencakup tindakan penyerangan untuk pemerkosaan dan penganiayaan secara seksual. Tindakan-tindakan tersebut membawa dampak jangka panjang yang lebih berat bagi anak.

4. Dampak Kekerasan Seksual pada Anak