Kecenderungan Reaksi Ibu Terhadap Kekerasan Seksual Intrafamilial

82 yang tidak pernah mengalami kekerasan seksual memiliki tingkat dukungan yang sama terhadap anak yang pernah mengalami kekerasan seksual. Hal ini disebabkan oleh peran yang dimiliki ibu terhadap anak. Kartono Kartini 1992 menyebutkan bahwa ibu harus mampu mendidik anak-anaknya dengan baik, menciptakan iklim yang gembira, dan memberikan rasa aman terhadap anak. Oleh karena itu, ketika anak mengalami kekerasan secara seksual oleh ayahnya, ibu menyadari perannya untuk melindungi anak dari peristiwa traumatis tersebut.

3. Kecenderungan Reaksi Ibu Terhadap Kekerasan Seksual Intrafamilial

pada Anak Ibu dengan sejarah kekerasan seksual pada masa anak-anak yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 35 orang. Mereka terbagi secara acak dalam 8 kasus terkait kekerasan seksual yang dipaparkan pada penelitian ini. 2 ibu mendapatkan kasus kekerasan seksual pada anak perempuan usia 6 tahun pelaku ayah kandung, 5 ibu mendapat gambaran kekerasan seksual pada anak laki-laki usia 6 tahun pelaku ayah kandung. Sementara itu, 8 ibu mendapat kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak perempuan usia 6 tahun pelaku ayah tiri. 6 ibu mendapatkan kasus kekerasan seksual pada anak laki-laki usia 6 tahun pelaku ayah tiri. Selanjutnya, 7 ibu dihadapkan pada kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak perempuan usia 15 tahun pelaku ayah kandung, sedangkan 1 83 orang ibu mendapatkan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak laki- laki usia 15 tahun pelaku ayah kandung. 4 ibu dihadapkan pada kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak perempuan usia 15 tahun pelaku ayah tiri, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 2 ibu dihadapkan pada kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak laki-laki usia 15 tahun pelaku ayah tiri juga. Reaksi yang diberikan terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual pun beragam. Dilihat dari reaksi kognitif, ibu yang dihadapkan dengan kasus kekerasan seksual pada anak 6 tahun berjenis kelamin laki-laki memiliki pandangan bahwa suami atau ayah dari anak memiliki kelainan seksual. Reaksi ini tidak muncul ketika anak yang mengalami kekerasan berjenis kelamin perempuan. Sari 2007 dalam penelitiannya terhadap mahasiswa di Yogyakarta menemukan bahwa sikap mahasiswa terhadap homeseks adalah negatif. Dalam hal ini berarti mahasiswa di Yogyakarta tidak setuju terhadap homoseks. Hal ini yang mungkin dapat menyebabkan ibu yang melihat kasus kekerasan seksual antara ayah dengan anak laki-lakinya menilai bahwa ayah mengalami kelainan seksual sebab menurut peneliti ibu juga memiliki sikap negatif terhadap homoseks. Di samping itu, reaksi yang sama terjadi pada anak usia 6 dan 15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, ibu dengan sejarah kekerasan seksual tidak menyangka jika hal tersebut terjadi pada anak mereka dan dilakukan oleh ayahnya sendiri. Sirles Franke 1989 menjelaskan bahwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota dari dalam keluarga intrafamilial abuse 84 merupakan sebuah masalah keluarga yang membuat ibu merasa bahwa cerita tersebut sangat sulit untuk di percaya. Terlebih dalam penelitian ini, kekerasan seksual yang digambarkan dilakukan oleh ayah dari anak sendiri. Data dari survei juga menunjukkan bahwa sekitar 40 subjek meragukan pengungkapan kekerasan seksual yang dialami anak dari ayahnya, terlebih ketika pelaku memiliki hubungan biologis dengan anak. Keraguan ibu terhadap pengakuan anak akan terjadinya kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayahnya, memunculkan tindakan ibu untuk memastikan kebenaran cerita tersebut dengan melakukan konfirmasi pada suami. Hal ini terjadi sebab kekerasan seringkali tidak meninggalkan bukti fisik Jenny, dalam Elliot Carnes, 2001, sehingga ibu sulit untuk mempercayainya. Disamping itu, kekerasan seksual dilakukan oleh orang yang mengetahui dan mengenal anak Berliner, Elliot, dalam Elliot Carnes, 2001, sehingga hal ini menyebabkan sulit untuk memahami bahwa seseorang yang mereka ketahui, percaya, dan memiliki komitmen dengannya dapat melakukan tindakan tersebut. Data juga menunjukkan bahwa upaya untuk memastikan kebenaran cerita anak lebih besar dilakukan oleh ibu yang menerima pengungkapan dari anak remaja, yaitu sebanyak 56,94 dibandingkan pengungkapan dilakukan oleh anak dengan usia yang lebih muda atau sebanyak 41,66. Upaya memastikan kebenaran ibu ini terkait dengan kepercayaan ibu terhadap pengakuan anak. Hal ini terkait dengan penemuan Pintello Zuravin 2001 85 menyatakan bahwa ibu lebih mempercayai pengungkapan yang dilakukan anak usia 5 tahun daripada anak usia 14-18 tahun. Hal ini dapat dipahami sebab anak usia yang lebih muda dianggap masih polos dan belum memiliki pemahaman untuk menceritakan mengenai seksualitas tanpa merasakan peristiwa tersebut terlebih dahulu sebelum menceritakannya. Kenaifan anak usia muda yang diduga menyebabkan kesediaan ibu untuk lebih mempercayainya daripada anak usia remaja Sirles Franke, 1989 Di samping itu, secara afektif ibu merasakan emosi negatif berupa kemarahan. jengkel, dan benci terhadap pelaku kekerasan. Emosi tersebut mendorong tindakan ibu untuk memberikan sanksi bagi pelaku kekerasan. Akan tetapi, bentuk sanksi yng diberikan berbeda tergantung pada hubungan anak dengan pelaku kekerasan. Ketika anak memiliki hubungan biologis dengan pelaku, sanksi yang diberikan ibu berupa tindakan menghakimi suami dan mendiamkannya sebagai bentuk kemarahan ibu. Di sisi lain, jika anak memiliki hubungan non-biologis dengan pelaku kekerasan, maka ibu akan mengambil tindakan untuk melaporkan pelaku ke pihak yang berwajib dan menceraikannya. Perbedaan tersebut muncul sebab menurut peneliti seorang ayah kandung lebih memiliki tanggung jawab emosional yang lebih besar pada anak, sehingga jika pada ayah kandung dari anak dilaporkan ke pihak yang berwajib atau diceraikannya hal ini menyebabkan anak dapat kehilangan kedekatan emosional dengan figur ayah. 86 Sementara itu, masih terkait dengan reaksi afektif dari ibu pada anak. Diketahui bahwa ibu dengan sejarah kekerasan seksual lebih dapat memberikan rasa simpatinya pada anak perempuan dibandingkan pada anak laki-laki. Hal ini dapat dijelaskan oleh hasil penelitian Rosenthal et al. 2003 yang menyatakan bahwa anak perempuan dapat mengalami dampak yang lebih serius daripada anak laki-laki. Oleh karena itu, bisa diterima jika timbul rasa simpati yang lebih besar dari ibu pada anak perempuan. Secara keseluruhan dapat ditarik kseimpulan bahwa semua data yang dihasilkan bersifat tentatif atau ilustratif tetapi tetap bisa digunakan untuk memprediksikan dukungan ibu terhadap kekerasan seksual intrafamilial pada anak. Penelitian bersifat ilustratif pada penelitian ini subjek diandaikan sebagai seorang ibu dari anak yang mengalami kekerasan seksual intrafamilial. Untuk mengandaikan hal tersebut peneliti memberikan vignette atau deskripsi kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak yang digunakan untuk menstandarisasi stimulus bagi subjek dalam memberikan reaksi terhadap kasus yang digambarkan. Pada deskripsi kasus tersebut, peneliti telah memanipulasi variabel usia anak, jenis kelamin anak, dan hubungan anak dengan pelaku kekerasan seksual intrafamilial. 94 87

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang dihadapkan dengan kasus kekerasan seksual intrafamilal pada anak cenderung memiliki tingkat dukungan yang tinggi secara signifikan. Hal ini berarti ibu mampu diandalkan dan dapat dijadikan tempat pengungkapan pengalaman kekerasan seksual yang dialami anak. 2. Secara khusus, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat dukungan ibu ditinjau dari usia dan jenis kelamin anak serta hubungan anak dengan pelaku kekerasan seksual, dan sejarah kekerasan seksual pada ibu. 3. Selain itu, ibu dengan sejarah atau tanpa sejarah kekerasan seksual memiliki respon yang cenderung menilai pelaku kekerasan mengalami kelainan seksual dan tidak bermoral ketika kekerasan dilakukan oleh ayah kandung. Rasa tidak menyangka juga muncul ketika pelaku kekerasan ayah kandung, sedangkan ketika pelaku kekerasan ayah tiri, ibu cenderung menilai anak sebagai korban dari kekerasan seksual oleh ayahnya.Hal ini memunculkan emosi negatif ibu pada ayah tiri. Diketahui pula bahwa ibu cenderung memiliki simpati dan lebih memberikan dukungan mental pada anak perempuan.