N o
Variabel SD
MI SD +
MI SMP
MT s
SLT P+
MTs SM
A SM
K MA
SM +
MA
47 8
84 19
03 22
71 78
4 Rata-rata NEM
Lulusan 6,31
5,6 2
6,02 6,1
2 4,8
9 5,1
5,0 6
5 Angka Mengulang
1,87 1,6
5 1,86
0,44 2,7
9 1,43
1,1 9
0,3 7
29, 37
20,7 6
6 Angka Putus
Sekolah 0,10
0,3 3
0,12 22,5
6 38,
39 24,3
3 1,7
2,7 8
2,9 6
2,25 7
Angka Lulusan 95,9
94, 94
95,84 100
72, 80
97,0 5
93, 51
99, 29
100 97,0
2
Sumber : Rencana Induk Pembangunan Pendidikan Kota Bogor tahun 2009
Tantangan aspek pendidikan adalah : a. Peningkatan penyelenggaraan wajib belajar 12 tahun
gratis b. Peningkatan kualitas sarana prasarana pendidikan
termasuk daya tampung sekolah c. Peningkatan mutu kurikulum dan kualitas sekolah
d. Peningkatan kualitas peserta didik e. Peningkatan keterjangkauan pendidikan oleh masyarakat
miskin f.
Peningkatan kualitas dan profesionalisme tenaga pengajar
g. Peningkatan sarana prasarana perpustakaan h. Peningkatan link and match sekolah kejuruan dengan
dunia usaha
2.3.3. Kesehatan
Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat dijadikan gambaran perkembangan derajat
kesehatan masyarakat. Disamping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian
RPJMD Kota Bogor 2010 - 2014 II-29
keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada
umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survai dan penelitian.
Gambaran perkembangan terakhir mengenai data kematian bayi di Kota Bogor dapat dilihat dari Gambar 2.5
berikut :
Gambar 2.5.
Jumlah Kasus Kematian Bayi dari tahun 2000 - 2008
Gambar diatas menunjukkan bahwa jumlah kematian bayi selama 9 tahun mengalami naik turun, pada tahun 2005
jumlah kematian bayi paling rendah sebanyak 16 kasus yang tercatat, tetapi pada tahun 2006 terjadi kenaikan yang
sangat tajam, kematian bayi menjadi 57 kasus dan pada tahun 2008 terjadi 95 kasus kematian bayi. Jumlah Kematian
bayi setiap tahun diperoleh dari laporan kematian yang didapatkan baik dari masyarakat maupun pelayanan
kesehatan. Pada tabel 2.16 dan tabel 2.17 berikut tertuang
RPJMD Kota Bogor 2010 - 2014 II-30
data distribusi kematian bayi menurut penyebab kematian tahun 2008 dan data kematian bayi menurut penyebab di
Kota Bogor Tahun 2004-2008
Tabel 2.16.
Distribusi Kematian Bayi menurut Penyebab Kematian Tahun 2008
N o
Penyebab Jumlah
1 BBLR
26 27,37
2 Asfiksia
22 23,16
3 Tetanus
1 1,05
4 Ispa
4 4,21
5 Diare
2 2,11
6 Infeksi
6 6,32
7 Mslh Laktasi
1 1,05
8 Lain-lain
33 34,74
Total 95
Sumber : Kesga tahun 2008
Tabel 2.17.
Kematian Ibu menurut Penyebab Kematian 2004 - 2008
PENYEBAB Tahun
20 04
200 5
2006 2007
2008
Eklamsia Berat
1 2
5 2
2 Perdarahan
1 5
2 1
Ruptura Uteri Sakit Jantung
2 Kelainan
Darah Atonia Uteri
Partus lama 2
RPJMD Kota Bogor 2010 - 2014 II-31
Infeksi 2
1 1
2 Dehidrasi
Emboli air
ketuban 1
Lain-Lain 4
2 3
JUMLAH 2
10 14
7 8
Sumber : Laporan Audit Maternal Puskesmas, tahun 2004 - 2008
Dari sepuluh penyakit utama yang ditemukan di Puskesmas, ISPA merupakan penyakit dengan persentasi
tertinggi yaitu sebesar 41,99 dibandingkan penyakit lainnya. Jika dilihat menurut kelompok umur maka penyakit
ini juga merupakan penyakit dengan persentase tertinggi di kota Bogor pada tahun 2008, sebagaimana tertuang pada
tabel 2.18 berikut:
Tabel 2.18.
Sepuluh Penyakit Utama Yang dirawat Jalan di Puskesmas Untuk Golongan Umur 5 – 64 Tahun
Di Kota Bogor 2008
N o
Nama Penyakit
1 Hipertensi Primer Esensial
20,4 2
Penyakit infeksi saluran Pernafasan Atas Akut tidak spesifik 17,8
3 Myalgia
10,6 4
Tukak Lambung 9,1
5 Penyakit Gusi dan Periodontal
9,0 6
Sakit Kepala 1,0
7 Penyakit pulpa dan jaringan Periapikal
1,0 8
Gastroduodenitis tidak spesifik 6,4
9 Dermatitis lain, tidak spesifik eksema
6,2 1
Influenza 5,7
Jumlah 100,
Sumber: Laporan Lb1 Puskesmas, Tahun 2008
RPJMD Kota Bogor 2010 - 2014 II-32
Berdasarkan tabel 2.18 diatas menunjukan bahwa penyakit utama pada kelompok umur 5 – 64 tahun adalah
Hipertensi 20,4. Hal ini mungkin karena hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang sangat dipengaruhi
oleh faktor umur dan gaya hidup yang kurang sehat seperti makanan dan aktifitas olah raga.
Incident Rate DBD kota Bogor selama tahun 2008 yaitu sebesar 0,14. Artinya ada sebanyak 1.344 jiwa dari
955.788 penduduk Kota Bogor terjangkit DBD. Kasus tertinggi terjadi di Kecamatan Bogor Utara dan Bogor Barat 22.2
sebagaimana tersaji pada gambar 2.6. Hal ini mungkin berkaitan dengan tingginya tingkat kepadatan penduduk dan
masih rendahnya kesadaran penduduk tentang kebersihan lingkungan, sehingga pengendalian vektor belum dapat
dilakukan dengan baik.
Pada tahun 2008 kasus DBD sebanyak 1344 jiwa yang meninggal sebanyak 9 orang hal ini menurun dibandingkan
pada tahun 2007 sebanyak 10 orang dari 1807 kasus. Hal ini menunjukkan adanya upaya – upaya untuk mengurangi
berjangkitnya demam berdarah di masyarakat seperti melakukan PSN dan selalu menjaga kebersihan lingkungan.
Gambar 2.6.
Distribusi Penderita Demam Berdarah Dengue menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2008
RPJMD Kota Bogor 2010 - 2014 II-33
Gambar 2.7.
Prevalensi Gizi Kurang dan Buruk pada Balita menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2004 -
2008
RPJMD Kota Bogor 2010 - 2014 II-34
Sumber: Seksi Gizi ,Bid.Kesga, Dinas Kesehatan Kota Bogor 2008
Berdasarkan Gambar 2.7 di atas diketahui bahwa persentase balita gizi kurang selama empat tahun terakhir
terus mengalami penurunan. Sedangkan persentase gizi buruk relatif stabil. Balita dengan status gizi buruk seringkali
menderita penyakit lain yang dapat memperburuk status gizinya seperti penyakit TBC. Jika dibandingkan dengan
prevalensi gizi buruk di Jawa Barat maka di kota Bogor pada tahun 2008 prevalensinya lebih tinggi yaitu sebesar 0,43.
Profil kesehatan Jawa Barat Tahun 2006 prevalensi gizi buruk sebesar 1,08.
RPJMD Kota Bogor 2010 - 2014 II-35
Gambar 2.8.
Distribusi Status Gizi Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2008
Sumber : Seksi gizi ,tahun 2008
Pada gambar 2.8 di atas terlihat bahwa masih banyaknya kasus gizi buruk di Kota Bogor, tertinggi di
kecamatan Bogor Selatan sebanyak 0,54 diikuti kecamatan Bogor Tengah 0,50 dan yang paling sedikit di kecamatan
Tanah sareal 0,12. Kasus gizi kurang pada balita sebanyak 6,02, terbanyak ditemukan di kecamatan Bogor Timur
sebanyak 7,51 , kemudian di kecamatan Bogor Barat 6,77 dan yang paling sedikit ditemukan di kecamatan Tanah
Sareal 4,43 Sedangkan jumlah balita gizi baik terbanyak di kecamatan Bogor timur sebanyak 77,52, kemudian di
kecamatan Bogor Barat 75,11 dan balita gizi baik paling sedikit di kecamatan Bogor Selatan sebanyak 54,79.
RPJMD Kota Bogor 2010 - 2014 II-36
Sarana dan prasarana sanitasi belum mampu menopang kesehatan masyarakat Kota Bogor secara
keseluruhan. Jamban memiliki peranan cukup signifikan dalam kesehatan masyarakat. Rumah yang memiliki jamban
keluarga hanya 74,13. Ini berarti masih sangat banyak masyarakat yang menggunakan sungai sebagai pengganti
jamban. Rumah yang memiliki sarana air bersih adalah 91,43. Upaya meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat
masih perlu mendapat perhatian pada dua hal tersebut. Program promosi kesehatan lainnya yang
dilaksanakan Pemerintah Kota Bogor adalah bekerjasama dengan LSM yakni Plan Indonesia melalui kegiatan FRESH
Focussing Resources on Effective School Heatlh bertujuan untuk meningkatkan efektifitas PHBS di sekolah melalui suatu
pendekatan “Anak untuk Anak” atau Sekolah Ramah Anak.
Sejak tahun 2004 Pemerintah Kota Bogor menaruh
perhatian khusus tentang bahaya merokok dalam upaya mewujudkan PHBS di masyarakat. Dalam implementasinya
Pemerintah Kota Bogor telah menetapkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa
Rokok KTR pada tanggal 21 Desember 2009. Pemerintah Kota Bogor telah memberikan
penghargaan penerapan KTR terbaik terhadap Mall Ekalokasari, SMAN 4, RS Salak, dan Harian Radar Bogor. Atas
penerapan KTR di Kota Bogor, pada tahun 2006 Walikota Bogor mendapatkan penghargaan Manggala Karya Bhakti
Husada Arutala sebagai instansi pelopor pelaksana KTR di
RPJMD Kota Bogor 2010 - 2014 II-37
Kota Bogor dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kota Bogor kini menjadi salah satu model penerapan KTR tingkat
KabupatenKota seluruh Indonesia. Tantangan aspek kesehatan adalah :
a. Peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan pada masyarakat miskin
b. Peningkatan pencegahan terhadap penyakit menular dan tidak menular
c. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta layanan kesehatan
d. Peningkatan kesehatan ibu dan anak e. Peningkatan peran serta masyarakan dalam kesehatan
f. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam ber-KB
g. Peningkatan keterjangkauan masyarakat dalam mendapatkan alat kontrasepsi
2.3.4. Keagamaan