Efektifitas metode diskusi dalam pembelajaran pendidikan agama islam : studi kasus di SMP Yapia Ciputat

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

HALIMATUS SADIYAH 206011000045

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh :

Halimatus Sadiyah

206011000045

Di bawah Bimbingan:

Bahrissalim, M. Ag NIP. 1968 0307 199803 1 002

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Nama : Halimatus Sadiyah No. Induk Mahasiswa : 206011000045

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Alamat : Jl. Raja Kecik No. 87 RT 03 RW 04 Desa. Teluk Merbau Kec. Dayun Kab. Siak Pekan Baru Riau

Judul Skripsi :Efektifitas Metode Diskusi dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam studi kasus di SMP YAPIA Ciputat

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Sarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Agustus 2010

Halimatus Sadiyah


(4)

Fak/Jur : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/PAI

Judul : Efektifitas Penggunaan Metode Diskusi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi Kasus di SMP YAPIA Ciputat)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam (Studi Kasus di SMP YAPIA Ciputat).

Secara operasional yang dimaksud dengan metode diskusi pada penelitian ini adalah salah satu alternatif metode/cara yang dapat dipakai oleh guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa. Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran pendidikan agama Islam adalah proses belajar mengajar dalam pendidikan agama Islam yang meliputi aqidah, akhlak, fiqih, alqur’an hadits dan sejarah kebudayaan Islam untuk membentuk kepribadian pada anak didik sehingga menjadi pribadi yang berakhlakul karimah sesuai dengan tujuan agama Islam meliputi tauhid, fiqh, sejarah Islam dan aqidah akhlak.

Semakin baik metode diskusi yang dilaksanakan pada pembelajaran pendidikan agama Islam maka semakin baik juga hasil belajar siswa. Sebaliknya jika metode diskusi yang dilaksanakan pada pembelajaran pendidikan agama Islam tidak baik maka tidak baik juga hasil belajar siswa. Metode analisis data yang digunakan adalah one group pretest-posttest disain dengan taraf 5%.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP YAPIA Ciputat dari bulan Februari-April 2010. Yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah siswa/i SMP YAPIA Ciputat kelas VIII dengan jumlah 41 orang. Ini merupakan sebagian dari populasi yang jumlahnya 300 orang siswa/i SMP YAPIA Ciputat. Data tentang efektifitas penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam diperoleh berdasarkan hasil ulangan yang diisi oleh siswa/i SMP YAPIA Ciputat. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus uji t diperoleh t hitung sebesar 2,84. Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan t table dengan taraf signifikansi 5% adalah 2,02, berarti t hitung lebih besar dari pada t table. Dengan demikian hipotesis alternatif yang menyatakan metode diskusi dapat meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Islam dengan nyata di SMP YAPIA Ciputat diterima.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode diskusi dapat meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Islam dengan nyata di SMP YAPIA Ciputat. Hal ini menunjukkan bahwa metode diskusi memiliki peranan penting dalam meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Islam dengan nyata di SMP YAPIA Ciputat.


(5)

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat-sahabat serta seluruh umatnya yang setia.

Salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapat gelar sarjana Strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis membuat skripsi ini dengan judul ”EFEKTIFITAS METODE DISKUSI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Kasus di SMP YAPIA Ciputat).

Banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi dalam penulisan skripsi ini, namun berkat kesungguhan hati, kerja keras, dorongan dan juga bantuan dari berbagai pihak sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Atas bantuan dan dorongan baik berupa moril maupun materil kepada penulis, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh stafnya.

2. Ketua dan sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam beserta seluruh stafnya. 3. Bapak Bahrissalim, M. Ag yang telah meluangkan waktunya untuk

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Sapiuddin Shidiq, MA selaku dosen Penasehat Akademik.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Ayahanda Sobirin dan ibunda Nurjanah tercinta dengan semangat dan pengorbanannya yang senantiasa mendorong dan mendoakan penulis untuk selalu berjuang dalam menyelesaikan study ini. Serta adik-adikku tersayang,


(6)

iv

S. Pd. I (ka adin), Erna Maryamah S. Pd. I (ka ina), Ariestya Yustana, S. S (ka aris), Hamidah (midut), Inke Suharni, S.Fil. I (ka inke), ka iyes, ka Mey, Mufli, dll yang selalu ada untuk memberi support yang sangat berarti. Semoga persahabatan yang terbina selama ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan. Amin.

8. Untuk teman-teman senasib dan seperjuangan Mahasiswa PAI ”A-B” angkatan 2006, T rini, B Hj, Ika, Nurhayati, Zainab, Fica, Apnie, Bang Awan, V3, Ci2, Di2 Cs, Lupenk, Qwer, Dkk. Terima kasih banyak telah menjadi teman-teman yang baik.

9. Teman terbaikku Abdul Aziz Naim terima kasih telah menjadi penyemangat yang sangat berarti.

10. Untuk teman-teman penghuni kosan bapak H. Maus, Terima kasih telah menjadi tetangga dan saudara yang baik dan menyenangkan.

11. Tim editor skripsi Bang Juri mudah-mudahan rentalnya bisa lebih maju.

12. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala dan rahmat dari Allah SWT. Semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya Rabbal ’Alamin.

Jakarta, 12 Agustus 2010


(7)

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAKSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Efektifitas Metode Diskusi ... 8

1. Pengertian Efektifitas ... 8

2. Pengertian Metode Diskusi ... 9

3. Macam-Macam Metode Diskusi Sebagai Usaha Mencapai Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Yang Lebih Efektif .. 11

4. Kelebihan Metode Diskusi ... 16

5. Kelemahan Metode Diskusi ... 17

6. Strategi Meningkatkan Metode Diskusi ... 17

7. Langkah-Langkah Menggunakan Metode Diskusi Yang Efektif Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 19

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam... 20

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 20

2. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 23

3. Kurikulum Pendidikan Agama Islam ... 23


(8)

vi BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 29

B. Metode Dan Disain Penelitian ... 29

C. Variabel Penelitian ... 30

D. Populasi Dan Sampel ... 30

E. Teknik Pengumpulan Data ... 31

F. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMP YAPIA Ciputat ... 34

1. Sejarah Berdirinya SMP YAPIA Ciputat ... 34

2. Visi dan Misi Sekolah ... 35

3. Keadaan Guru dan Siswa ... 35

4. Sarana Prasarana ... 36

5. Kurikulum SMP YAPIA Ciputat ... 37

B. Deskriptif Data Penelitian ... 37

1. Pelaksanaan Penelitian ... 37

2. Pelaksanaan Metode Diskusi pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP YAPIA Ciputat ... 39

C. Hasil Belajar Siswa Sebelum dan Sesudah Diterapkan Metode Diskusi ... 44

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sangat penting bagi manusia dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak bagi setiap orang, baik dalam lingkup keluarga maupun bangsa dan negara. Perkembangan suatu bangsa banyak ditentukan oleh perkembangan pendidikan bangsa itu.

Di akui bahwa pendidikan agama menduduki peranan yang sangat penting dalam pembinaan kelompok maupun individu. Pendidikan agama menjadi semacam alat motivator sekaligus kontrol dalam kehidupan setiap keluarga sampai negara. Pendidikan agama mempunyai peran langsung dalam pembentukan kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa. Manusia dengan kualitas tersebut diyakini mampu bertindak bijaksana baik dalam kapasitas sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Pendidikan agama Islam merupakan salah satu pelajaran yang pokok di sekolah.

Di berbagai media massa, telah banyak diungkapkan mengenai rendahnya mutu pendidikan. Keadaan ini mengundang para cendekiawan mulai mengadakan kegiatan penelitian dan terus berusaha menemukan metode pembelajaran terbaru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Dalam kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi antara siswa dan guru, agar


(10)

kegiatan tersebut berjalan dengan lancar dan baik serta efektif dan efisien, maka diperlukan keaktifan siswa disamping guru sebagai pengajar.

Dalam mengajarkan setiap mata pelajaran, seorang pendidik/guru selalu menggunakan daya dan usaha agar murid dapat mengerti dan paham apa yang diterangkannya, lebih jauh lagi agar murid itu mendapatkan perubahan di dalam dirinya dengan pengetahuan yang baru itu.

Seorang pendidik yang berkecimpung dalam proses belajar mengajar, kalau ia benar-benar menginginkan agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka penguasaan materi saja tidak mencukupi. Pendidik harus menguasai berbagai metode penyampaian materi dan dapat menggunakan metode yang tepat dalam proses belajar mengajar sesuai dengan materi yang diajarkan dan kemampuan anak didik yang menerima.

Dalam proses belajar mengajar dikenal ada beberapa macam metode antara lain metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan lain sebagainya.

Semua metode tersebut dapat diaplikasikan di dalam proses belajar mengajar termasuk menggunakan metode diskusi yang berfungsi untuk merangsang murid berpikir dan berani mengeluarkan pendapatnya sendiri. Karena metode menempati posisi terpenting dari sederetan komponen-komponen pembelajaran, guru, tujuan, metode, materi, media dan evaluasi.1

Masalah pendidikan tidak terlepas dari faktor yang mendasarinya antara lain, siswa, pendidik, lingkungan, media, metode, alat dan tujuan keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Berdasarkan penelitian di SMP YAPIA Ciputat, diperoleh gambaran bahwa sering kali dalam kegiatan pembelajaran guru menemukan siswa yang kurang semangat dalam mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah. Hal itu dapat terlihat dari banyaknya siswa yang kurang aktif dalam proses belajar mengajar, hanya menerima penjelasan guru tanpa adanya komunikasi yang terjadi antara guru dan murid karena tidak nyaman dengan cara pengajaran guru tersebut.

       1

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) cet ke-1 hal 109 


(11)

Oleh karena itu, penggunaan metode diskusi yang efektif, efisien dan menarik perhatian siswa dengan mengangkat permasalahan yang hangat dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam memiliki hubungan yang erat. Dan salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya efektif penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam karena guru tidak menerapkan metode diskusi pada jam-jam sebelumnya, guru tidak terbiasa menggunakan metode diskusi dan kemampuan guru yang kurang dalam mengajar.

Metode diskusi juga diperhatikan oleh al-qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap masalah. Perintah Allah dalam hal ini adalah agar mengajak ke jalan yang benar dengan hikmah dan mauidah yang baik dan membantah dengan berdiskusi dengan cara yang paling baik. Allah berfirman dalam surat An-Nahl: 125, yaitu:

عْدأ

ﻰﻟإ

ْﻴ

ﻚﱢﺑر

ﺔﻤْﻜ ْﻟﺎﺑ

ﺔﻈﻋْﻮﻤْﻟاو

ﺔﻨﺴ ْﻟا

ْﻢﻬْﻟﺪ و

ﻰ ﱠﻟﺎﺑ

ﻰه

ﻦﺴْﺣأ

ﱠنإ

ﻚﱠﺑر

ﻢ ْﻋأﻮه

ْﻦﻤﺑ

ﱠ ﺿ

ْﻦﻋ

ﻪ ﻴ

ﻮهو

ﻢ ْﻋأ

ﺎﺑ

ﻦْﺪ ْﻬﻤْﻟ

.

Artinya: “Seluruh manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Allah juga berfirman dalam surat Al-Ankabut: 46, yaitu:

ْاﻮﻟﺪ ﻻو

 

ْهأ

ﻜْﻟا

ﱠﻻإ

ﻰ ﱠﻟﺎﺑ

ه

ﻦﺴْﺣأ

.

Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”.

Suatu diskusi baru dapat berjalan dengan baik bila dilakukan dengan persiapan beserta bahan-bahannya yang cukup jelas, dengan pembicaraan yang berlangsung secara rasional (aqliyyah), tidak didasarkan atas luapan


(12)

emosi dan lebih mementingkan pada kesimpulan rasional daripada kepentingan egoistis pribadi peserta.2

Seperti halnya metode yang lainnya, metode diskusipun mempunyai kelemahan namun apabila hasil belajar siswa dengan menggunakan metode diskusi ini lebih menunjukkan angka yang membaik maka mau tidak mau guru harus belajar menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

Namun pada kenyataannya, cara atau metode mengajar yang digunakan untuk menyampaikan informasi berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap (kognitif, afektif dan psikomotorik). Khusus metode mengajar di dalam kelas, efektifitas suatu metode dipengaruhi oleh faktor tujuan, siswa, situasi, dan faktor guru itu sendiri.3

Ketika anak didik tidak mampu berkonsentrasi, maka sebagian besar anak didik membuat kegaduhan, sehingga anak didik menunjukkan kelesuan, dan minat anak didik semakin berkurang serta sebagian besar anak didik tidak menguasai bahan yang telah guru sampaikan, oleh sebab itu guru mempertanyakan faktor penyebabnya dan berusaha mencari jawabannya secara tepat. Karena bila tidak, maka apa yang guru sampaikan akan sia-sia. Boleh jadi dari sekian keadaan tersebut, salah satu penyebabnya adalah faktor metode. Karenanya, efektifitas penggunaan metode patut dipertanyakan.

Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang dengan percuma hanya karena penggunaan metode menurut kehendak guru dan mengabaikan kebutuhan siswa, fasilitas, serta situasi kelas. Guru yang selalu senang menggunakan metode ceramah sementara tujuan pengajarannya adalah agar anak didik dapat memperagakan materi, adalah kegiatan belajar mengajar yang kurang kondusif. Seharusnya penggunaan metode dapat menunjang pencapaian tujuan pengajaran, bukannya tujuan yang harus menyesuaikan dengan metode.

       2

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999) hal. 118-119 

3

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997) hal. 52 


(13)

Karena itu, efektifitas penggunaan metode dapat terjadi bila ada kesesuaian antara metode dengan semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran sebagai persiapan tertulis.4

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa anak didik adalah subjek pendidikan, ini berarti bahwa sebagian besar keberhasilan pendidikan tergantung pada faktor metode pendidikan yang digunakan dan proses belajar mengajar tidak akan berhasil kalau metode yang dipakai tidak mempunyai daya tarik terhadap anak didik. Oleh karena itu guru khususnya guru Pendidikan Agama Islam dituntut mempunyai kemampuan dan penguasaan yang baik dalam faktor pengguanaan metode pendidikan agar guru Pendidikan Agama Islam dapat mendidik anak didiknya pintar dalam iptek dan imtaq.

Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik untuk menyelidiki dalam bentuk skripsi dengan judul “EFEKTIFITAS PENGGUNAAN METODE DISKUSI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP YAPIA CIPUTAT”.

B. Identifikasi Masalah

Efektif atau tidaknya suatu metode dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu tahap perencanaan dan pemilihan metode, penggunaan atau proses di kelas proses belajar mengajar (PBM) meliputi penyampaian materi dan perhatian siswa serta evaluasi (mengukur keberhasilan metode yang telah digunakan dengan melihat prestasi siswa).

Dari uraian yang dipaparkan, ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi di antaranya adalah:

1. Kurangnya perhatian siswa selama proses pembelajaran. 2. Kurangnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran.

3. Pada saat pelajaran berlangsung, ada beberapa siswa yang mengobrol, main handphone dan melakukan aktifitas lain yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

       4

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaih, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996) cet ke-1 hal: 87 


(14)

4. Kurangnya siswa dalam memberikan respon terhadap metode pembelajaran yag diterapkan oleh guru Pendidikan Agama Islam.

5. Rendahnya pemahaman guru tentang materi yang hendak disajikan.

6. Pandangan hidup guru itu sendiri. Bilamana dia seorang guru berpaham demokrasi liberal, maka biasanya lebih banyak memberikan kebebasan luas kepada murid-muridnya melalui metode diskusi atau tanya jawab, atau dengan melalui metode proyek dan sebagainya. Akan tetapi bila guru tersebut berpaham otoriter, maka yang disenangi adalah antara lain metode one-man show yaitu berpidato atau ceramah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan diatas, agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan tidak terlalu lebar pembahasannya, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan guru Pendidikan Agama Islam dalam menggunakan metode diskusi di kelas.

2. Keterampilan guru Pendidikan Agama Islam untuk menerapkan metode diskusi di kelas.

3. Hasil belajar dengan metode diskusi terdapat perbedaan yang signifikan yang pada nantinya dapat ditentukan apakah metode diskusi dapat memberikan efektifitas yang nyata pada proses pembelajaran ataukah tidak.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, rumusan masalah yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP YAPIA Ciputat?

2. Bagaimana guru Pendidikan Agama Islam menerapkan metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP YAPIA Ciputat ?


(15)

3. Apakah metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat meningkatkan hasil belajar siswa?

E. Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini penulis berharap sebagai berikut:

1. Bagi instansi sekolah tulisan ini diharapkan menjadi bahan masukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP YAPIA Ciputat.

2. Bagi guru bidang studi Pendidikan Agama Islam, sebagai bahan acuan untuk mengetahui penggunaan metode pembelajaran diskusi dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat menerapkan metode diskusi dengan lebih baik.

3. Sedangkan bagi penulis sendiri penelitian ini diharapkan menjadi konsentrasi lebih lanjut sehingga dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi dan dicari solusinya serta sebagai bahan masukan dan koreksi atas metode-metode yang dipergunakan selama ini, yaitu apakah nantinya guru perlu memperbaiki metode mengajarnya dengan metode diskusi ataukah metode yang selama ini digunakan perlu dipertahankan.

F. Tujuan Penelitian

Sedangkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi yang bersangkutan dan penulis khususnya diantaranya adalah:

1. Memperoleh informasi tentang metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang efektif.

2. Dapat menganalisa apakah metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Sebagai acuan untuk lebih meningkatkan lagi dalam menggunakan metode pembelajaran yang efektif dan efisien.


(16)

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Efektifitas Penggunaan Metode Diskusi 1. Pengertian Efektifitas

Kata efektifitas dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat membawa hasil dan usaha yang dapat mencapai tujuan.1 Sedangkan menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia berasal dari kata efek yang berarti akibat atau pengaruh dan berkembang menjadi efektif yang berarti tepat guna.2

Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, efektifitas yaitu kegiatan berkenaan dengan sejumlah sesuatu yang direncanakan atau diinginkan dapat terlaksana/tercapai.3

Jadi efektifitas pada hakikatnya adalah tercapainya tujuan suatu kurikulum program sesuai rencana semula sehingga dapat bermanfaat baik bagi pelaku maupun penyelenggara.

      

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998). Cet. Ke-1, h. 226 

2

Tim Ganesco Sains Bandung, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Bandung: Penabur Ilmu, 2001) , h. 211 

3

Sucipto dan Rafli Kosasih, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 40 


(17)

2. Pengertian Metode Diskusi

Metode diskusi terdiri dari dua kata yaitu metode dan diskusi. Kata metode dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.4

Metode adalah cara-cara yang digunakan oleh seorang guru untuk menyampaikan kandungan pelajaran kepada seorang murid untuk mencapai tujuan pendidikan yang terkandung dalam kurikulum.5

Adapun metodologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata metodos berarti cara atau jalan dan logos yang berarti ilmu. Metodologi berarati ilmu tentang jalan atau cara.6

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. 7 Menurut Mahmud Yunus yang dikutip oleh Dr. Armai Arief, MA, strategi berarti rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran yang khusus.8

Sedangkan teknik yaitu metode atau sistem mengerjakan sesuatu.9 Jadi metode, metodologi, strategi dan teknik adalah cara atau sistem dan cermat dan terencana dalam mencapai sasaran khusus.

Kata diskusi dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah, cara

      

4

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 740 

5

Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam (Jakarta: Pustaka Al Husna), h. 79 

6

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) . Cet. Ke-1, h. 87 

7

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996). Cet. Ke-1, h. 5  

8

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 91 

9


(18)

belajar atau mengajar yang melakukan tukar pikiran antara murid dan guru, murid dengan murid sebagai peserta diskusi.10

Metode diskusi adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui wahana tukar pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh, guna memecahkan suatu masalah.

Dengan kata lain, dalam diskusi ini siswa mempelajari sesuatu melalui cara musyawarah diantara sesama mereka dibawah pimpinan atau bimbingan guru.

Hal ini perlu bagi kehidupan siswa kelak, bukan saja karena manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai masalah yang tidak dapat dipecahkan seorang diri, melainkan juga karena melalui kerja sama atau musyawarah mungkin diperoleh suatu pemecahan yang lebih baik, menarik minat sesuai dengan taraf perkembangan, mempunyai kemungkinan-kemungkinan jawaban lebih dari sebuah yang dapat dipertahankan kebenarannya dan pada umumnya tidak mempermasalahkan manakah jawaban yang benar melainkan lebih mengutamakan hal yang mempertimbangkan dan membandingkan.11

Menurut Usman Basyiruddin bahwa metode diskusi ialah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif.12

Menurut J.J. Hasibuhan Dip, Ed dan Moejiono yang dikutip oleh Dr. Armai Arief, MA bahwa “metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengadakan pembahasan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah”.13

Dengan demikian metode diskusi adalah salah satu alternatif metode/cara yang dapat dipakai oleh guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa.

      

10

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 269 

11

Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan “Visi, Misi dan Aksi”

(Jakarta: PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000) h. 66-67 

12

Usman Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam (Jakarta: PT. Intermasa, 2002) h. 36  

13


(19)

3. Macam-macam Metode Diskusi sebagai Usaha Mencapai Hasil Belajar PAI yang lebih Efektif

a. Diskusi Formal

Diskusi ini terdapat seperti pada lembaga-lembaga pemerintahan atau semi pemerintahan dimana dalam diskusi itu perlu adanya ketua dan penulis serta pembicara yang diatur secara formal.14

Diskusi ini berlangsung dalam suatu diskusi yang serba diatur dari pimpinan sampai dengan anggota kelompok. Diskusi dipimpin oleh seorang guru atau seorang murid yang dianggap cakap. “Karena semua telah diatur maka para anggota diskusi tidak dapat begitu saja berbicara (berbicara spontan), semua harus diatur melalui aturan yang dipegang oleh pimpinan diskusi. Diskusi yang diatur seperti ini memang lebih baik”.15

b. Diskusi Tidak Formal (Informal)

Diskusi ini seperti dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar dimana satu sama lain bersifat “face to face relationship” (tatap muka dalam keakraban).16

Diskusi ini terdiri dari satu diskusi yang pesertanya terdiri dari murid-murid yang jumlahnya sedikit. Peraturan-peraturannya agak longgar. Dalam diskusi informal ini hanya seorang yang menjadi pimpinan, tidak perlu ada pembantu-pembantu, sedangkan yang lain-lainnya hanya sebagai anggota diskusi.17

c. Diskusi Panel

Kata “panel” berasal dari bahasa Latin yaitu panulus yang berarti sejumlah orang yang ditunjuk menyelenggarakan tugas tertentu. Misalnya: mengadili, mendiskusikan sesuatu dan lain-lain sebagainya.

      

14

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997) h. 57 

15

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) h. 294 

16

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, h. 57 

17


(20)

Jadi panel adalah pertukaran pikiran dan pendapat beberapa orang dan pembicaraannya bersifat informal dan terarah serta dilakukan dihadapan kelompok pendengar. Sebagai metode mengajar panel adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran melalui metode diskusi dengan guru sebagai moderatornya dan beberapa orang murid sebagai anggota panel (panelis) sedangkan murid-murid yang lain sebagai pendengarnya. Panelis biasanya 3 sampai 5 orang.

Bahan-bahan yang dipanelkan itu hendaknya sesuai dengan kemampuan para pelajar, sehingga bahan-bahan tersebut tidak harus diambil dari kurikulum saja, tetapi boleh juga di luar kurikulum dan sifatnya aktual.18

Diskusi ini menghadapi masalah yang ditinjau dari beberapa pandangan. Pada umumnya panel ini dilaksanakan oleh beberapa orang saja, yang dapat juga diikuti oleh banyak pendengar.

Diskusi ini dapat diikuti oleh banyak murid sebagai peserta, yang dibagi menjadi peserta aktif dan peserta tidak aktif. Peserta aktif yaitu langsung mengadakan diskusi, sedangkan peserta tidak aktif adalah sebagai pendengar.19

d. Diskusi Simposium

Kata simposium berasal dari bahasa Yunani yaitu symposion. Akar katanya ialah syn artinya bersama dan posis artinya minuman. Jadi simposium artinya sekumpulan orang minum dengan gembira bersama. Dahulu di zaman Yunani diartikan orang sebagai suatu perjamuan yang mempunyai ciri khusus dengan minuman, musik dan diskusi diantara para cendekiawan.

Menurut Zalko symposium berarti pertukaran pikiran diantara beberapa partisipan biasanya 3 sampai 4 dihadapan kelompok pendengar yang besar, pembicaranya disiapkan secara formil yang dibuat oleh masing-masing partisipan untuk setiap pase dari

      

18

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia), h. 149 

19


(21)

keseluruhan topik. Dalam symposium itu terlibat diskusi antara 3 atau 4 pembicara mengenai sesuatu topik umum yang tertentu. Masing-masing pembicara tersebut mengemukakan pembahasannya disegi atau aspek tertentu yang masih dalam kaitan topik tersebut.

Menurut Webster “symposium diartikan sebagai pertemuan sosial dimana diadakan pertukaran pikiran secara bebas. Jadi cirinya ialah bersifat sosial, berfungsi mencapai saling pengertian dan tempat menghimpun pendapat-pendapat”.20

Dalam simposium, masalah-masalah yang akan dibicarakan diantarkan oleh seorang atau lebih pembicara dan disebut pemrasaran. Pemrasaran boleh berpendapat berbeda-beda terhadap suatu masalah, sedangkan peserta boleh mengeluarkan pendapat menanggapi yang telah dikemukakan oleh pemrasaran.21

e. The social problem meeting

Para siswa berbincang-bincang memecahkan masalah sosial di kelasnya atau di sekolahnya dengan harapan, bahwa setiap siswa akan merasa terpanggil untuk mempelajari dan bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku, seperti misalnya hubungan antar siswa, hubungan siswa dengan guru atau personal sekolah lainnya, peraturan-peraturan di kelas/sekolah, hak-hak dan kewajiban siswa dan sebagainya.22

f. The open-ended meeting

Kegiatan dalam bentuk diskusi ini akan dapat mendorong siswa agar lebih tertarik untuk berdiskusi dan belajar keterampilan dasar dalam mengemukakan pendapat, mendengarkan dengan baik, dan memperhatikan suatu pokok pembicaraan dengan tekun. Jumlah anggota kelompok yang baik terdiri antara 3-9 orang peserta. “Dengan diskusi ini dapat membantu para siswa belajar mengemukakan pendapat secara jelas, memecahkan masalah, memahami apa yang

      

20

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, h. 150 

21

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, h. 294 

22


(22)

dikemukakan oleh orang lain, dan dapat menilai kembali pendapatnya”.23

Para siswa berbincang-bincang mengenai masalah apa saja yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, dengan kehidupan mereka di sekolah, dengan segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar mereka dan sebagainya.

g. The educational-diagnosis meeting

Para siswa berbincang-bincang mengenai pelajaran di kelas dengan maksud untuk saling mengoreksi pemahaman mereka atas pelajaran yang telah diterimanya agar masing-masing anggota memperoleh pemahaman yang lebih baik/benar.24

h. Whole group

Whole group merupakan bentuk diskusi kelas dimana para pesertanya duduk disetengah lingkaran. Dalam diskusi ini guru bertindak sebagai pemimpin, dan topik yang akan dibahas telah direncanakan sebelumnya.25

Kelas merupakan satu kelompok diskusi, whole group yang ideal apabila jumlah anggota kelompok tidak lebih dari 15 orang.26 i. Musyawarah

Suatu cara menyajikan bahan pelajaran melalui perundingan untuk mencapai tujuan pelajaran. Peserta-peserta dalam musyawarah ini di sekolah adalah guru dan pelajar. Dalam musyawarah ini guru berfungsi sebagai manusia sumber dan petunjuk arah.27

j. Diskusi Kelas

Guru mengajukan persoalan kepada seluruh kelas, kemudian ditanggapi oleh anak-anak. Guru berfungsi sebagai pengatur, pendorong dan pengarah pembicaraan. Pimpinan diskusi dapat juga dilakukan oleh anak. Diskusi semacam ini tampaknya agak formal karena itu ada kalanya disebut diskusi formal. Pembicaraan diatur oleh

      

23

Usman Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, h. 42 

24

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, h. 143 

25

Usman Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, h. 40 

26

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, h. 148 

27


(23)

ketua diskusi. Yang mau berbicara kadang-kadang harus mencatatkan diri, baru kemudian diperkenankan berbicara. Segala pembicaraan dicatat oleh penuulis dan pada akhir diskusi diajukan beberapa kesimpulan untuk ditanggapi anggotanya.28

k. Small Group Discussion

Yaitu diskusi kelompok yang terdiri antara empat sampai enam orang siswa yang tidak diikuti oleh keterlibatan guru. Diskusi kelompok membahas suatu topik. Keterlibatan guru terbatas pada kegiatan memonitor dari suatu kelompok ke kelompok lain.29

Agar kegiatan diskusi itu berhasil dalam mencapai tujuan yang dimaksud, baik diskusi formal maupun informal perlu diperhatikan bahwa anggota diskusi diharapkan supaya mendengarkan dengan baik apa yang sedang dibicarakan, berbicara dengan baik dalam menyampaikan pembicaraannya dan tidak mendiskusikan sendiri dengan teman di kanan-kirinya.

Setelah penulis melihat beberapa bentuk atau macam diskusi tersebut di atas maka dapat penulis tarik suatu pengertian bahwa bentuk diskusi pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam bentuk informal dan formal.

Diskusi dalam bentuk informal adalah bentuk diskusi yang tidak terlalu terikat dengan peraturan-peraturan yang ada. Semua anggota kelompok diskusi juga aktif tanpa harus diberi waktu terlebih dahulu oleh pimpinan diskusi. Adapun macam-macam diskusi yang termasuk ke dalam bentuk ini yaitu whole group dan diskusi informal.

Adapun diskusi dalam bentuk formal adalah bentuk diskusi yang terikat dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Juga semua anggota kelompok diskusi dapat ikut aktif dengan catatan setelah terlebih dahulu diberi waktu oleh pimpinan diskusi.

      

28

Engkoswara, Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran, (Jakarta: Bina Aksara, 1984) .Cet. Ke-1. h. 51 

29


(24)

Anggota kelompok diskusi biasanya tidak dibatasi jumlahnya. Adapun yang termasuk diskusi ini antara lain panel, symposium dan musyawarah. Sehingga dari beberapa definisi macam-macam diskusi penulis tertarik pada diskusi informal dan formal yang terkadang-kadang digunakan di dalam kelas untuk menyampaikan materi pembelajaran pendidikan agama Islam.

4. Kelebihan Metode Diskusi

Setiap metode yang dipakai dalam proses belajar mengajar (PBM) mempunyai kelebihan dan kelemahan. Demikian halnya dengan metode diskusi. Di antara kelebihan metode diskusi adalah :

a. Suasana kelas lebih hidup, sebab siswa mengarahkan perhatian atau pikirannya kepada masalah yang sedang didiskusikan.

b. Kesimpulan hasil diskusi mudah dipahami siswa, karena mereka mengikuti proses berpikir sebelum sampai kepada suatu kesimpulan.30 c. Merangsang kreatifitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan-gagasan

dan terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah.

d. Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain, memperluas wawasan dan membina untuk terbiasa musyawarah untuk mufakat dalam memecahkan suatu masalah.31

e. Dapat menjalin hubungan sosial antar individu siswa sehingga menimbulkan rasa harga diri, toleransi, demokrasi, berpikir kritis dan sistematis.

f. Adanya kesadaran para siswa dalam mengikuti dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku dalam diskusi merupakan refleksi kejiwaan dan sikap mereka untuk berdisiplin dan menghargai pendapat orang lain.32

      

30

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 148 

31

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, h. 99 

32


(25)

5. Kelemahan Metode Diskusi

Di samping kelebihan yang dimiliki oleh metode diskusi juga memiliki kelemahan yaitu di antaranya:

a. Kemungkinan ada siswa yang tidak ikut aktif, sehingga diskusi baginya hanyalah merupakan kesempatan untuk melepaskan tanggung jawab.

b. Sulit menduga hasil yang dicapai, karena waktu yang dipergunakan untuk diskusi cukup panjang.33

c. Pembicaraan terkadang menyimpang sehingga memerlukan waktu yang panjang, tidak dapat dipakai pada kelompok besar, peserta mendapat informasi yang terbatas dan mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau ingin menonjolkan diri.34

6. Strategi Meningkatkan Metode Diskusi

Strategi yang penulis gunakan untuk meningkatkan metode diskusi pada penelitian ini adalah35:

a. Menyusun sebuah pernyataan yang berisi pendapat tentang isu kontroversial yang terkait dengan pembahasan pada saat itu.

b. Kemudian membagi siswa menjadi dua tim debat secara acak dan memberikan posisi pro kepada satu kelompok dan posisi kontra kepada kelompok lain.

c. Selanjutnya, membuat dua hingga empat sub kelompok dalam masing-masing tim debat dan memerintahkan tiap sub kelompok untuk menyusun argumen bagi pendapat yang dipegangnya, atau menyediakan daftar panjang argumen yang mungkin akan mereka didiskusikan dan pilih. Pada akhir diskusi guru memerintahkan sub kelompok untuk memilih juru bicara.

      

33

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 149 

34

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, h. 99-100 

35

Mubibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995). H. 207 


(26)

d. Dalam hal ini sebagai guru mata pelajaran pendidikan agama Islam, hendaknya guru menyiapkan dua hingga empat kursi bagi para juru bicara dari pihak yang pro dalam posisi berhadapan dengan jumlah kursi yang sama bagi juru bicara dari pihak yang kontra. Kemudian siswa yang lain diposisikan di belakang tim debat mereka. Sehingga diskusipun dimulai dengan meminta para juru bicara mengemukakan pendapat mereka. Proses ini disebut sebagai argumen pembuka.

e. Setelah semua siswa mendengarkan argumen pembuka, diskusipun dihentikan dan guru menyuruh mereka kembali ke sub kelompok awal mereka. Penelitipun memerintahkan sub-sub kelompok untuk menyusun strategi dalam rangka merangkum argumen pembuka dari pihak lawan. Sekali lagi, guru memerintahkan tiap sub kelompok memilih juru bicara dengan menggunakan orang baru.

f. Sekembalinya mereka untuk berdiskusi lagi dengan juru bicara baru, mereka diberi tugas untuk memberikan argumen tandingan. Pembicaraan dalam hal ini selalu diselangi antara kedua belah pihak. Selain itu guru juga memberikan tugas kepada siswa yang lain untuk memberkan catatan yang memuat argumen tandingan atau bantahan kepada pendiskusi mereka. Untuk membuat diskusi ini lebih hidup guru juga menganjurkan mereka untu member tepuk tangan atas argumen yang disampaikan oleh perwakilan tim diskusi mereka.

g. Sebelum siswa diperintahkan untuk kembali berkumpul membentuk satu lingkaran diskusi diakhiri tanpa menyebutkan siapa pemenangnya. Kemudian siswa diminta untuk duduk bersebelahan dengan siswa yang berasal dari pihak lawan diskusi. Diskusi dalam satu kelas penuh pun dilakukan untuk mengetahui apa yang didapatkan oleh siswa dari persoalan yang didiskusikan. Juga diperintahkan kepada siswa untuk mengenali apa yang menurut mereka merupakan argumen terbaik yang dikemukakan oleh kedua belah pihak.

Inilah salah satu usaha dalam memaksimalkan penggunaan metode diskusi. Usaha-usaha lain seperti tidak membiarkan siswa yang menguasai


(27)

kelas atau siswa yang tidak dapat mengungkapkan keberatannya karena malu atau enggan dengan memberikan kesempatan berbicara kepada siswa yang lain merupakan strategi-strategi lain yang harus digunakan oleh guru agar proses pembelajaran dengan metode diskusi berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang baik.

Dalam pelaksanaan metode diskusi harus ada suatu kerja sama yang baik antar guru dan siswa agar jalannya diskusi tersebut berjalan dengan baik dan lancar sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Guru dalam hal ini hanya sebagai fasilitator saja, bukan yang menguasai diskusi. Guru membangkitkan, memotivasi dan berusaha semaksimal mungkin agar siswa dapat mengungkapkan pendapatnya, mengutarakan keberatannya, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam diskusi ini.

7. Langkah-Langkah Menggunakan Metode Diskusi yang Efektif dalam Pendidikan Agama Islam

Metode diskusi merupakan salah satu metode dalam penyampaian pelajaran yang tidak dapat diterapkan pada setiap bidang studi. Metode diskusi dapat diterapkan pada bidang studi yang sifatnya problematis, seperti dalam Pendidikan Agama Islam metode diskusi ini banyak digunakan dalam bidang syari’ah dan akhlak.

Agar hasil belajar pendidikan agama Islam dapat tercapai secara lebih efektif dengan menggunakan metode diskusi, perlu diperhatikan langkah-langkah penyelenggaraan metode diskusi. Mengenai pelaksanaan diskusi ini Usman Basyiruddin mengemukakan sebagai berikut:

Pertama, pemilihan topik yang akan didiskusikan dapat dilakukan oleh guru dengan siswa atau oleh siswa itu sendiri. Kriteria pemilihan topik disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, kesesuaian dengan kemampuan siswa, kekohesifan para siswa atau latar belakang pengetahuannya.


(28)

Kedua, dibentuk kelompok diskusi, yang terdiri 4-6 anggota setiap kelompok dan dipimpin oleh seorang ketua dan seorang notulis. Pembentukan kelompok dapat dilakukan secara acak, atau memperhatikan minat dan latar belakang siswa.

Ketiga, dalam pelaksanaan diskusi, para siswa melakukan diskusi dalam kelompok masing-masing, sedangkan guru memperhatikan dan memberikan petunjuk bilamana diperlukan.

Keempat, laporan hasil diskusi, hasil diskusi dilaporkan secara tertulis oleh masing-masing kelompok kemudian diadakan secara forum panel diskusi untuk menanggapi setiap laporan kelompok tersebut.36

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran adalah suatu aktifitas yang bertujuan. Tujuan belajar ini ada yang benar-benar disadari dan ada pula yang kurang begitu disadari oleh orang yang belajar untuk diarahkan agar mencapai ketiga ranah, kognitif untuk memperoleh pengetahuan fakta/ingatan, pemahaman, aplikasi dan kemampuan berpikir analisis, sintesis dan evaluasi adapun afektif untuk memperoleh sikap, apresiasi, karakterisasi, sedangkan psikomotorik untuk memperoleh keterampilan fisik yang berkaitan dengan keterampilan gerak maupun ekspresi verbal dan non verbal.37

Secara harfiah, Pendidikan berasal dari kata educare, yang artinya "mengeluarkan suatu kemampuan". Jadi educare adalah membimbing untuk mengeluarkan kemampun yang tersimpan dalam diri anak untuk tercapainya kedewasaan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan “Education

artinya pendidikan yang dikaitkan dengan pendidikan sekolah karena sekolah merupakan tempat dimana anak dididik melalui pendidikan secara formal”. 38

      

36

Usman Basyirudin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, h. 39-40. 

37

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1995) h. 58-59. 

38

Dwi Nugroho, ED, Mengenal Manusia dan Pendidikan, (Yogyakarta : Liberty, 1998), Cet. Ke-1, h. 1 


(29)

Secara terminologis, Drs. Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa, pendidikan adalah segala usaha orang dewasa pada pergaulannya dengan anak-anak dalam memimpin perkembangan jasmaniah dan rohaniahnya kearah kedewasaan.39

Pendidikan dalam bahasa arab disebut "tarbiyah", berasal dari kata kerja Rabba yang berarti mendidik, bertambah, tumbuh, memelihara, merawat, berkembang, mengatur dan menjaga kelestarian atau eksistensinya sebagaimana dalam ayat ke 24 dari surat Al-Isra(17) yaitu:

☺⌧

Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan

penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".

Dan ayat 18 surat As-Syura (26) yaitu:

Artinya: Fir'aun menjawab: "Bukankah kami Telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu.

“Tarbiyah juga berarti proses persiapan dan pengasuhan manusia pada fase-fase awal kehidupannya yakni pada tahap perkembangan masa bayi dan kanak-kanak”.40

Sedangkan secara istilah pendidikan dalam Islam menurut Ahmad Tafsir, adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran agama Islam.41

      

39

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teorits dan Praktis, (Bandung: Remaja Karya, !998),Cet. Ke-1, h. 3 

40

Zuhairini, Abdul Gafir, Slamet AS, Yusuf, Metode Khusus Pendidikan Agama,


(30)

Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, “pendidikan Islam berarti pembentukan pribadi muslim. Al-Syaibani mengemukakan pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya”.42

Berdasarkan pengertian umum Pendidikan Agama Islam tersebut, Dirjen Pembinaan Kelembagaan agama Islam,Departemen Agama RI, Merumuskan pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan Agama Islam melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.43

Dalam menghadapi era globalisasi pendidikan memiliki tugas yang tidak ringan, disamping mempersiapkan peserta didik untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) diharapkan juga mampu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan (IMTAQ) terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Peningkatan keimanan dan ketaqwaan dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu sebagaimana ketentuan dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dengan demikian jelaslah bahwa kalau mendidik itu mengenai masalah perasaan, antara akal dan perasaan memang mempunyai hubungan yang sangat erat.

       

41

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. Ke-1, h. 32 

42

Omar Muhammad Al-Touny al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1979), Cet. Ke-l, h. 11 

43


(31)

Pendidikan Islam merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lain, karena pada dasarnya pendidikan Islam merupakan transformasi nilai - nilai Islam sebagai substansi dan implikasi dari segala aspek kehidupan.

2. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Menurut Drs. Yunus Namsa yang merupakan ruang lingkup pendidikan atau pengajaran agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara lain :

a. Hubungan manusia dengan Allah SWT b. Hubungan manusia dengan sesama manusia c. Hubungan manusia dengan dirinya

d. Hubungan manusia dengan mahluk lain di lingkungannya.44

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ruang lingkup PAI meliputi tiga aspek yaitu aqidah, syariah dan akhlak. Ketiga aspek ini dikembangkan dalam materi pelajaran yang beragam sesuai dengan kebutuhan lembaga yang bersangkutan.

3. Kurikulum Pendidikan Agama Islam

“Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya didalam dan diluar sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan”.

Kurikulum harus di desain berdasarkan pada pemenuhan kebutuhan manusia didik dan isinya terdiri dari pengalaman yang sudah teruji kebenarannya. Pengalaman yang edukatif, eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur.

      

44

Yunus Namsa, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2000), Cet. Ke-l, h. 23 


(32)

Adapun pengertian kurikulum menurut UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Sesuai dengan pengertian tersebut, maka kurikulum pendidikan Agama adalah termasuk salah satu komponen pendidikan Agama yakni berupa alat untuk mencapai tujuan pendidikan Agama.Untuk mencapai tujuan pendidikan, maka dengan sendirinya dibutuhkan terdapatnya kurikulum yang sesuai.

Adapun materi pokok dalam Pendidikan Agama Islam, sebagai berikut:

a. Aqidah adalah bersifat keyakinan batin, mengajarkan keesaan Allah. b. Syari'ah adalah berhubungan dengan amal lahir guna mengatur

hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia.

c. Akhlak adalah suatu bentuk amalan yang bersifat pelengkap penyempurna bagi kedua amal diatas yang mengajarkan tentang tatacara pergaulan hidup manusia.45

Tiga inti ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam dan akhlak, Dari ketiganya lahirlah beberapa keilmuan agama, yaitu: ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu akhlak. Ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam, yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadits, serta ditambah lagi dengan sejarah Islam (Tarikh).

Pada tingkat SMP secara psikologis, peserta didik mengalami perkembangan kejiwaan dan intelektualitas yang berbeda dibandingkan peserta didik pada sekolah dasar. Kondisi kejiwaannya yang memasuki jiwa remaja dan intelektualitasnya yang menuju kematangan harus di

      

45


(33)

formulasi standar pendidikan agama Islam yang sesuai dengan kejiwaan dan intelektualitasnya.

Oleh karena itu pengajaran agama di SMP dapat dibagi menjadi: a. Keimanan

b. Ibadah/Fiqh c. Akhlak d. Sejarah Islam e. Al-Qur'an f. Mu'amalah46 g. Syari'ah h. Tarikh47

4. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Islam merupakan proses bimbingan dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim sempurna (insan kamil) yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik.

Tujuan Pendidikan Agama Islam, menurut beberapa pendapat para ahli, antara lain:

a. Dr. Zakiah Daradjat, dkk, membagi tujuan pendidikan Islam ini dalam 4 (empat) bagian. Yaitu tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara dan tujuan operasional. Sebagai tujuan umum pendidikan meliputi sikap. Tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan sementara dari pendidikan Islam beliau berpendapat bahwa proses pendidikan itu yang dianggap sebagai tujuan akhirnya adalah insan kamil yang mati dan akan menghadap Tuhan-nya. Sedangkan yang menjadi tujuan sementara yang dimaksud oleh Zakiah Daradjat ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum

      

46

DEPAG RI, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta,2001), hal.9 

47

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Pendidikan Dasar, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) h. 3.  


(34)

pendidikan formal, tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.48

b. Al-Abrasyi masih yang disadur oleh Prof. Dr. Ramayulis, memiliki pendapat yang Iebih komplit, yaitu bahwa pendidikan Islam memiliki 5 (lima) tujuan pokok, antara lain:

1) Sebagai pembentukan akhlak mulia

2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat

3) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi pemanfaatan. Keterpaduan antara agama dan ilmu akan dapat membawa manusia kepada kesempurnaan

4) Menumbuhkan roh ilmiah para pelajar dan memenuhi keinginan untuk mengetahui serta memiliki kesanggupan untuk mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu

5) Mempersiapkan para pelajar untuk suatu profesi tertentu sehingga ia mudah mencari rezeki.49

Demikian beberapa pendapat rumusan tujuan pendidikan Islam, makna dan fungsinya dalam upaya pembentukan kepribadian, perpaduan iman dan amal soleh, yaitu keyakinan adanya kebenaran mutlak yang menjadi satu-satunya tujuan hidup dan sentral pengabdian diri dan perbuatan yang sejalan dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Tujuan pendidikan agama adalah agar para siswa memiliki akhlak yang tinggi, beriman yang ditunjukan oleh perilaku-perilaku yang terpuji dalam interaksinya dengan manusia dan lingkungannya. Pendidikan agama membantu anak didik menjadi insan kamil yaitu ia mempunyai kualitas hubungan yang amat baik, bik kepada Allah SWT, terhadap manusia dan terhadap lingkungannya yang lain.

Tujuan pendidikan pada tingkat SMP sebagaimana dirumuskan dalam buku "Kendali mutu pendidikan agama Islam", adalah:

a. Beriman kepada Allah SWT, rukun Islam dan rukun Iman

      

48

Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, h. 18 

49


(35)

b. Dapat membaca dan menulis serta memahami ayat suci al-Qur'an serta mengetahui hukum membacanya

c. Beribadah dengan baik sesuai dengan tuntunan syariat Islam baik ibadah wajib maupun sunah

d. Dapat mentauladani sifat, sikap, dan kepribadian Rasulullah SAW. e. Mempraktikan hukum mu'amalah Islam dalam kehidupan

sehari-hari.50

C. Kerangka Berfikir

Dalam penelitian yang berjudul: “Efektifitas penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam” (studi kasus di SMP YAPIA Ciputat). Terdapat dua variabel yaitu metode diskusi sebagai variabel X dan pembelajaran PAI sebagai variabel Y). Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswi dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama.

Sedangkan pembelajaran pendidikan agama Islam adalah proses belajar mengajar dalam pendidikan agama Islam yang meliputi aqidah, akhlak, fiqih, alqur’an hadits dan sejarah kebudayaan Islam untuk membentuk kepribadian pada anak didik sehinggga menjadi pribadi yang berakhlakul karimah sesuai dengan tujuan agama Islam meliputi tauhid, fiqh, sejarah Islam dan aqidah akhlak.

Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan, penulis mempunyai anggapan dasar sebagai berikut bahwa efektifitas metode diskusi sangat diperlukan dalam proses pembelajaran PAI sebab untuk melatih keaktifan siswa dalam menanggapi permasalahan yang dibahas, berani menyampaikan pendapatnya, mampu bertukar pikiran dengan teman yang lain dan terjadi hubungan yang erat dan harmonis antara guru dengan siswa/murid.

      

50


(36)

Berani Berpendapat

Bertukar Pikiran

Siswa Aktif

Suasana Kelas Lebih

Hidup

Merangsang Kreatifitas Anak Didik Diskusi

Fiqh

Aqidah

Akhlaq

Syariah

Pembelajaran PAI

Metode Pembelajaran SKI

D. Pengajuan Hipotesis

Sebelum perhitungan dilakukan, peneliti mengajukan hipotesis alternatif (Ha) sebagai berikut:

Ha : Metode diskusi dapat meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Islam di SMP YAPIA Ciputat.


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga selesai sedangkan tempat yang dijadikan penelitian adalah SMP YAPIA Jalan. RE. Martadinata No. 7 Cipayung Ciputat Tangerang.

B. Metode dan Disain Penelitian

Untuk memperoleh data, informasi dan fakta yang akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan penulis menggunakan metode survey dengan analisis deskriptif, yaitu dengan cara menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data dan informasi mengenai permasalahan yang dibahas.

Dalam hal ini penulis menggunakan penelitian experimen untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesa tentang apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah digunakannya metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas. Jenis yang digunakan dalam penelitian experimen adalah pre-experimen disain yang menggunakan alat uji hasil experimennya one group pretest-posttest disain. Adapun seting penelitiannya adalah guru membuat dua kelompok yaitu kelas experiment atau kelompok bebas yang jadi obyek pokok percobaan dan kelas kontrol atau


(38)

kelompok terkendalikan dalam menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah gejala yang bervariasi, yang menjadi objek penelitian.1 Kata variabel berasal dari bahasa Inggris variable dengan arti ubahan, faktor tak tetap, atau gejala yang dapat berubah-ubah.2 Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan dijadikan objek pengamatan penelitian.3

Pada penelitian ini penulis mengambil dua variabel. Variabel pertama yaitu metode diskusi dan variabel yang kedua yaitu pembelajaran pada bidang studi pendidikan agama Islam.

Variabel metode diskusi merupakan variabel independent ( bebas ) yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lain, secara bebas berpengaruh terhadap varibel lain. Variabel ini disimbolkan dengan huruf X atau variabel X.

Dan pembelajaran pendidikan agama Islam merupakan variabel yang menduduki posisi sebagai variabel dependent ( terikat ) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain atau disebut variabel yang dipengaruhi. Variabel ini disimbolkan dengan huruf Y atau variabel Y.

Maka variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu metode diskusi.

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.4 Penulis memilih kelas VIII sebagai populasi terjangkau dalam penelitian ini dikarenakan para siswa yang duduk ditingkat ini lebih lama mengenal guru agama mereka yang

      

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005). H. 111 

2

Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). Cet. Ke-12, h. 33 

3

Amirul Hadi dan Haryono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998) h. 205 

4


(39)

menjadi objek dalam penelitian ini dibandingkan dengan siswa yang berada di kelas VII.

Sedangkan sampel adalah sebagian atau mewakili populasi yang diteliti.5 Untuk menyederhanakan proses pengumpulan dan pengolahan data, maka penulis mengambil teknik sampel dengan mengacu kepada pendapat Suharsimi Arikunto, yaitu apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih besar dapat diambil 10-15%, atau 20-25%, atau lebih.6

Jadi sampel dalam penelitian ini penulis hanya mengambil pada kelas VIII jumlah 113 siswa juga sebagai populasi terjangkau. Maka, sampel yang di ambil hanya 14% dari 113 siswa dengan jumlah 41 siswa sebagai populasi target pretest atau sebelum metode diskusi dilakukan dan sebagai target

posttest yakni sesudah metode diskusi diterapkan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini dilakukan melalui teknik-teknik sebagai berikut:

1. Observasi merupakan alat pengumpulan data dengan cara mendatangi langsung ke objek penelitian. Observasi ini dilaksanakan untuk mengamati kemampuan guru dalam menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam meliputi pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode diskusi, siswa saat berlangsungnya diskusi, guru sebagai pengguna metode diskusi dalam pembelajaran pada saat diskusi berjalan serta keadaan SMP YAPIA Ciputat secara keseluruhan. 2. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan keterangan yang dapat

menguatkan informasi data yang diperoleh sebagai bahan penulisan skripsi. Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara langsung dengan kepala sekolah dan guru bidang studi pendidikan agama Islam

      

5

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, h. 109 

6


(40)

untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.

3. Pretest dan posttest untuk mengukur keberhasilan dari metode diskusi yaitu dengan memberikan test kepada siswa setelah diterapkannya metode diskusi dengan bentuk one group pretest-posttest disain.

Didalam disain ini observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Observasi dilakukan sebelum eksperimen disebut pretest dan observasi dilakukan sesudah eksperimen disebut posttest.7

Pretest Treatment Posttest

T1 X T2

Keterangan:

1. T1 yaitu pretest untuk mengukur mean prestasi belajar sebelum subjek diajar dengan metode diskusi.

2. Subjek dikenakan X yaitu diterapkannya metode diskusi.

3. T2 yaitu posttest untuk mengukur mean prestasi belajar setelah subjek dikenakan variabel eksperimental X.

4. T1 dan T2 dibandingkan untuk menentukan seberapakah perbedaan yang timbul, jika sekiranya ada, sebagai akibat dari digunakannya variabel eksperimental X.

5. Untuk mengukur perbedaan antara T1 dan T2 digunakan jenis Uji Beda Rata-rata untuk sampel yang saling berhubungan. Disebut juga dengan t-test untuk melakukan apakah perbedaan itu signifikan.

6. Dari hasil pengukuran tersebut diambil kesimpulan yang merupakan hasil penelitian, yaitu :

a. Apabila T hitung lebih besar atau sama dengan T tabel hipotesis alternatif (Ha) diterima atau disetujui.

      

7


(41)

Meskipun metode penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, namun

pretest itu memberikan landasan untuk membuat komparasi prestasi subjek yang sama sebelum dan sesudah dikenai X (eksperimental treatment).8

F. Teknik Analisis Data

Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan kemudian penulis olah dengan metode deskriptif dan analisis sehingga menjadi penjelasan yang gamblang mengenai penggunaan metode diskusi di kelas, baik dari aspek guru maupun dari aspek siswa.

Data yang diperoleh melalui pretest dan posttest yang diujikan kepada siswa sebelum dan setelah diterapkannya metode diskusi dihitung dengan menggunakan uji “t”.9

(

1

)

2

− Σ =

N N

d x Md t

Dengan keterangan:

Md = mean dari perbedaan pretest dengan posttest

xd = deviasi masing-masing subjek (d- Md)

d x2

Σ    = jumlah kuadrat deviasi

N = subjek pada sampel db = ditentukan dengan N-1

 

      

8

Sumadi Suyabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003). Cet. Ke-13, h. 103 

9


(42)

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP YAPIA Ciputat 1. Sejarah Berdirinya SMP YAPIA Ciputat

SMP YAPIA Ciputat adalah sekolah menengah pertama yang berada dibawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Al-Hidayah. Yayasan Al-Hidayah sendiri berdiri sejak tahun 1926 yang didirikan oleh K. H. Moch Noor.

Pada awalnya yayasan pendidikan ini hanya menyelenggarakan pendidikan non formal berupa majlis ta’lim yang kemudian menyelenggarakan pendidikan formal tingkat dasar yaitu Madrasah Diniyah. Dalam perjalanannya yayasan Al-Hidayah kemudian menyelenggarakan jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMPS (Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial) yang kemudian menjadi SMK Al-Hidayah. Bersamaan dengan adanya SMPS, pada waktu itu juga telah berdiri SMP YAPIA Ciputat yang pada awalnya bernama SMP Al-Hidayah.

SMP YAPIA Ciputat tepat berdiri dan operasional sejak tahun 1983. Sekolah ini sekarang telah memiliki fasilitas-fasilitas yang cukup lengkap dengan jumlah siswa yang terus berkembang. SMP YAPIA


(43)

Ciputat yang awalnya berada di daerah yang sekarang telah menjadi pusat perbelanjaan Ciputat telah memiliki tempat sendiri.

2. Visi dan Misi Sekolah

SMP YAPIA mempunyai visi yaitu unggul dalam kualitas belajar dan berkarya, kokoh dalam IMTAQ dan serasi dalam kebersamaan. Sedangkan misinya yaitu :

a. Mewujudkan pendidikan yang bermutu

b. Mewujudkan pengembangan standar pencapaian ketuntasan belajar dan peningkatan standar kelulusan tiap tahunnya.

c. Mewujudkan pendidikan dan tenaga kependidikan yang jujur, profesional, terampil dan tangguh.

d. Mewujudkan sistem yang transparan, akuntabel, partisipatif dan objektif.

3. Keadaan Guru dan Siswa a. Keadaan Guru

Jumlah pengajar yang ada di SMP YAPIA Ciputat berjumlah 24 orang, yang terdiri dari 1 kepala sekolah merangkap guru (bidang studi Pendidikan Agama Islam dan IPS Terpadu) dan 23 tenaga pengajar. Dari ke 24 orang itu yang menjadi guru Pendidikan Agama Islam berjumlah 2 orang.

Tabel 4.1

Jumlah Guru di SMP YAPIA Ciputat

NO NAMA GURU

MATA PELAJARAN

PEND. TERAKHIR 1 Badri, S.Ag Pendidikan Agama Islam S1

2 Siti Suryani, S. Pd IPA S1

3 Muhamad Idrus, S.Pd.I Bahasa Inggris S1

4 Drs. Yasmin Bahasa Arab SI

5 Drs. Sukoco IPS Terpadu S1

6 E. Hidayat, A.Ma.Pd Matematika D2

7 Umaeroh, S.Pd PPKN S1


(44)

9 Imron, S.Pd Geografi S1

10 Supardi, BA Komputer S1

11 Dra. Maryanah IPS Terpadu S1

12 Drs. Ruslan A. Gani Bahasa Indonesia S1

13 Lukman Hakim, A.Md. Penjaskes S1

14 Dra. Wiwin Alawiyah Geografi S1

15 Via Aprilian S.N Komputer SMA

16 Juanita Siska, S.Pd. IPA S1

17 Rozikin, A.Md Bahasa Inggris D2

18 Hafidulloh, S.Pd. Bahasa Inggris SI

19 Dewi Aprianti, A.Md TIK D2

20 Sulha Saidah, S.Ag Pendidikan Agama Islam S1 21 Dini Darsilah, S.Pd. Matematika S1

22 Madhani, S.Pd Bahasa Indonesia S1

23 Saan Saputra, S.Pd Sejarah S1

24 Maryanah Azizah, S.Pd IPS Terpadu S1

b. Keadaan Siswa

Jumlah keseluruhan siswa SMP YAPIA adalah 310 siswa. Dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 4.2

Jumlah Siswa SMP Yapia Ciputat

Kelas Siswa

Laki-laki Perempuan VII 40 51

VIII 73 40

IX 51 55

Jumlah 164 146

4. Sarana Prasarana

Untuk keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di sekolah tidak terlepas dari sarana prasarana yang memadai. Suatu kegiatan tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya sarana prasarana yang dibutuhkan. Sarana prasarana yang dimiliki SMP YAPIA Ciputat dapat dilihat pada tabel berikut:


(45)

Tabel 4.3

Keadaan Sarana Prasarana Sarana Prasarana Jumlah Ruang Belajar 9 kelas ( Tiga lantai) Ruang Kepala Sekolah 1 ruang

Ruang guru 2 ruang

Ruang Tata Usaha 1 ruang

Masjid -

Perpustakaan 1 ruang

Laboratorium Komputer 1 ruang Lapangan Olah Raga 1 ruang

Kantin 1 ruang

WC Guru 1 ruang

WC Siswa 2 ruang

Tempat Parkir Sepeda Motor 1 ruang

5. Kurikulum SMP YAPIA Ciputat

Kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum yang telah di buat oleh pemerintah melalui DIKNAS sehingga siswa siswi dapat memperoleh materi-materi yang sama dengan sekolah negeri dan dapat bersaing dengan pelajar lain, baik dari negeri maupun swasta. Hal ini juga membuat SMP YAPIA selalu up to date dengan kurikulum yang ada. Selain itu SMP YAPIA juga melengkapi kurikulum yang sudah ada dengan program-program tambahan yang disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi dan minat peserta didik.

B. Deskriptif Data Penelitian 1. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama delapan minggu atau delapan kali pertemuan muka guru dan siswa. Topik yang dibahas mulai dari Bab X sampai dengan Bab XII, hal ini dikarenakan tidak semua pokok bahasan dapat diselesaikan dalam satu pertemuan atau dua jam pelajaran.


(46)

Metode diskusi yang digunakan guru selama dalam pengamatan penulis sebanyak delapan kali, jadi tidak setiap kali pertemuan diadakan diskusi. Topik- topik yang didiskusikan oleh guru diantaranya adalah Iman Kepada Rasul Allah, Adab Makan dan Minum, serta Binatang yang Halal dan Haram.

Untuk mengetahui hasil belajar dengan diterapkannya metode diskusi, penulis mengujikan tes yang berupa ulangan harian yang hasilnya dapat dilihat pada hasil belajar dengan menggunakan metode diskusi pada pembahasan selanjutnya.

Untuk mendekatkan kepada kebenaran tentang hasil penelitian ini penulis juga mewawancarai kepala sekolah, dan guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sebagaimana terlampir.

Sebelum melaksanakan penelitian ada beberapa persiapan atau beberapa hal yang penulis rumuskan, tentukan dan lakukan, diantaranya adalah:

a. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang dijadikan penulis untuk mengukur keberhasilan dari penggunaan metode diskusi yang penulis terapkan dalam pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Untuk mengukur keberhasilan proses diskusi di kelas penulis menggunakan uji tes yang berupa ulangan harian. Pelaksanaan penelitian yaitu pada tanggal 01 Februari 2010 sampai dengan selesai, yang bertempat di SMP YAPIA Ciputat, JL. R.E Martadinata No.7 Cipayung Ciputat.

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati penggunaan metode diskusi dalam proses pembelajaran di kelas. Baik itu penggunaan metode diskusi oleh siswa, dalam hal ini aspek siswalah yang diteliti. Maupun penggunaan metode diskusi oleh guru, aspek guru yang diteliti.


(47)

Sesuai dengan uji tes ulangan harian tersebut, jika hasilnya terisi maksimal maka metode diskusi di kelas telah memberikan efektifitas yang nyata, namun apabila hanya beberapa ulangan harian yang terisi, maka metode diskusi tidak dapat memperlihatkan efektifitasnya yang nyata.

Di akhir penelitian, penulis akan mewawancarai kepala sekolah, guru bidang studi Pendidikan Agama Islam dan salah satu siswa mengenai metode diskusi ini di kelas.

Setelah data terkumpul maka penulis akan memberikan interpretasi terhadap data tersebut.

b. Analisis dan Interpretasi Data

Dari hasil penelitian selama dua bulan di SMP YAPIA Ciputat, dan dari data yang terkumpulkan maka data- data itu diperiksa, diedit, dan dianalisis yang kemudian hasilnya dapat dideskripsikan dalam sebuah kesimpulan dan diinterpretasikan sesuai dengan data yang terkumpul.

2. Pelaksanaan Metode Diskusi Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP YAPIA Ciputat

Model metode diskusi yang diamati oleh penulis dalam pelaksanaan penelitian ini ada dua model yaitu model diskusi debat aktif dan diskusi lepas. Kedua model diskusi tersebut beberapa kali digunakan guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, namun yang paling sering digunakan oleh guru adalah model diskusi debat aktif.

Hasil pengamatan penulis pada pengamatan pertama masih belum menunjukkan hasil karena pada saat itu masih penyampaian materi. Baru kemudian pada pengamatan kedua dan setarusnya guru menggunakan metode diskusi.

Pada pengamatan III, IV, dan V diskusi masih dikuasai oleh guru artinya murid masih enggan mengeluarkan pendapatnya. Meskipun ada


(48)

namun masih beberapa siswa saja. Hal itu berbeda dengan pengamatan yang dilakukan penulis pada pengamatan VI, VII dan VIII siswa sudah banyak yang ikut berpartisipasi dalam diskusi.

Dalam penggunaan metode diskusi oleh guru tersebut, ada dua aspek yang penulis anggap penting untuk diangkat dalam penulisan skripsi ini. Kedua aspek tersebut yaitu aspek guru dan aspek siswa. Aspek- aspek tersebut penulis anggap penting karena dalam melakukan penelitian ini yang penulis temukan dilapangan adalah kedua aspek tersebut.

a. Aspek Guru1

Aspek guru berarti melihat penggunaan metode diskusi dari sisi guru yang menggunakan metode ini sebagai salah satu metodenya dalam pengajaran.

Ketika diskusi dilihat dari aspek guru, terutama diskusi yang berlangsung di SMP YAPIA Ciputat yaitu pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam hal ini Sulha Saidah, S.Ag sebagai guru mata pelajarannya, maka akan dapat penulis tampilkan sebagaimana berikut:

1) Kemampuan guru dalam memberikan stimulus diskusi

Kemampuan ini adalah kemampuan yang dimiliki oleh guru dalam rangka menghidupkan kelas sehingga siswa mempunyai semangat untuk belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari: a) Memberikan tema- tema kontekstual dan kekinian

Kemampuan guru dalam memberikan stimulus diskusi kaitannnya dengan memberikan tema- tema kontekstual dan kekinian ditunjukkan dengan memberikan contoh yang sesuai dengan konteks kekinian. Seperti pada pembahasan iman kepada Rasul Allah guru memberi contoh pada saat ini telah terdapat Rasul palsu.

      

1


(49)

b) Membangkitkan minat belajar siswa

Dalam membangkitkan minat siswa untuk belajar guru biasanya menunjuk salah satu dari siswa untuk menjawab atau mengemukakan pendapatnya sesuai dengan tema yang telah dilontarkan.

c) Memberikan statemen yang kontraversi

Statemen atau pendapat yang kontraversi dilontarkan guru agar siswa dapat meresponnya dengan positif. Tujuannya adalah agar siswa berani mengemukakan ketidaksepakatannya.

2) Kemampuan guru dalam mengaktifkan siswa dan mengelola kelas Kemampuan ini ditunjukkan oleh guru dengan banyak cara sesuai dengan kreatifnya. Kemampuan ini sangat dibutuhkan agar kelas tidak monoton dan membosankan. Kemampuan-kemampuan tersebut diantaranya adalah:

a) Memberikan kesempatan kepada siswa yang tidak aktif untuk mengemukakan pendapat mereka.

Dengan cara menunjuk salah satu dari siswa untuk mengemukakan pendapatnya. Dengan secara acak atau menurut absensi kelas.

b) Tidak membiarkan diskusi dikuasai oleh sebagian orang

Apabila diskusi dikuasai oleh satu orang atau beberapa orang, guru mengambil alih diskusi dan mempersilahkan kepada yang lain. Namun apabila tetap saja tidak ada yang berpendapat guru menyuruh murid tersebut untuk melanjutkan.

3) Kemampuan guru dalam menyimpulkan hasil diskusi

Setelah diskusi usai, materi yang telah dibahas disimpulkan oleh guru berdasarkan pendapat yang tidak terbantahkan atau berdasarkan suara terbanyak. Bila pendapat itu salah menurut guru, ia membenarkannya.


(50)

b. Aspek Siswa

Aspek siswa juga penting diperhatikan untuk menentukan apakah diskusi dapat berjalan dengan baik sehingga dapat ditentukan bahwa metode diskusi ini dapat diandalkan.

Aspek siswa yang diperhatikan oleh penulis dalam penelitian ini antara lain adalah:

1) Keberanian siswa untuk bertanya, ditunjukkan dengan:

a) Keberanian untuk mengangkat tangan untuk mengajukan pertanyaan atau sanggahan.

Tidak setiap diskusi yang berlangsung di kelas dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Menurut pengamatan penulis apabila guru memberikan stimulus yang membangkitkan siswa dalam belajar diskusi pun akan hidup.

Hal itu ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang mengajukan pertanyaan atau mengangkat tangan. Hampir seluruh siswa mengangkat tangan apabila diberi kesempatan bertanya meskipun pada akhirnya hanya dipilih beberapa saja. b) Keberanian untuk menyangkal pendapat yang tidak sesuai

dengan pemahaman siswa.

Ditunjukkan oleh beberapa orang saja apabila temannya kurang menarik seperti pada pembahasan iman kepada Rasul Allah. Namun pada pembahasan binatang yang halal dan haram banyak siswa yang mengutarakan pendapatnya yang tidak sesuai dengan pendapat yang ada.

Meskipun demikian ada juga siswa yang sama sekali tidak berpendapat. Keadaan demikian sering terjadi mungkin karena jam pelajaran yang diletakkan di jam terakhir sehingga siswa hanya memikirkan pulang saja.

2) Keaktifan siswa dalam diskusi

Sebagus apapun tema yang diangkat oleh guru dalam diskusi tidak akan menciptakan diskusi yang aktif apabila tidak adanya peran langsung dari siswa.


(51)

Keaktifan siswa dalam diskusi menurut penulis dapat diketahui melalui beberapa hal berikut ini, yaitu:

a) Mengutarakan pendapatnya

Meskipun kadang harus ditunjuk terlebih dahulu oleh guru agar siswa mau mengutarakan pendapatnya namun menurut penulis hal itu sudah merupakan salah satu bentuk keikutsertaan siswa atau keaktifan mereka dalam diskusi.

b) Mengungkapkan keberatannya

Ketika diskusi berlangsung biasanya keberatan-keberatan muncul setelah dilontarkan pendapat yang kontraversi. Seperti ketika menurut siswa pendapatnya benar namun disalahkan oleh peserta diskusi yang lain.

c) Mengungkapkan pembelaannya

Siswa berani mengungkapkan pembelaannya ketika pendapatnya disalahkan.

3) Pemahaman siswa terhadap materi

Pemahaman siswa terhadap materi diperlukan untuk mengetahui sejauh manakah pemahaman mereka terhadap materi yang baru saja didiskusikan bersama. Hal itu untuk mengetahui apakah materi yang disampaikan kepada mereka telah tercerna sesuai dengan yang diharapkan.

Untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa terhadap materi, hal-hal yang diteliti oleh penulis adalah sebagai berikut:

a) Argumen yang digunakan siswa untuk mempertahankan pendapatnya.

Apakah argumen tersebut berdasarkan atas referensi yang ada atau pengalaman, atau bahkan merupakan argumen yang tidak berlandaskan apapun juga.

Rata-rata pada setiap diskusi pendapat yang dilontarkan oleh siswa merupakan argumen lepas, meskipun


(52)

kadang-kadang ada sebagian siswa yang menyertakan referensi yang diperolehnya. Hal tersebut biasanya dilakukan oleh siswa yang berprestasi seperti Ajeng Kartini dan lain-lain.2

b) Argumen siswa untuk mengalahkan pendapat yang tidak sesuai dengan pemahamannya.

Hampir sama dengan argumen siswa yang dipergunakan dalam rangka mempertahankan pendapatnya, kebanyakan siswa berpendapat tidak sesuai dengan referensi yang ada atau tidak memiliki rujukan.

c) Kemampuan untuk menjawab pertanyaan atau sanggahan dari peserta diskusi.

Sama seperti argumen-argumen mereka, kemampuan untuk menjawab pertanyaan atau sanggahan dari peserta diskusi ditunjukkan berdasarkan pengalaman para siswa.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode diskusi yang diterapkan di SMP YAPIA Ciputat pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam telah memberikan efektifitasnya yang nyata yaitu sudah dapat mengaktifkan siswa dalam belajar dan lain-lain yang termasuk ke dalam kriteria siswa aktif.

Meskipun kadang diskusi masih dikuasai oleh beberapa siswa atau salah satu dari mereka namun dengan keterampilan yang telah dimiliki oleh guru sudah dapat mengatasi masalah ini.

C. Hasil Belajar Siswa Sebelum dan Sesudah Diterapkan Metode Diskusi Setelah dilakukan pengamatan terhadap proses penggunaan metode diskusi oleh guru di kelas kemudian penulis menguji para siswa dengan ulangan harian yang merupakan hasil belajar mereka dengan menggunakan metode diskusi.

      

2


(1)

Jawaban hasil wawancara

1) Saya mengajar di SMP YAPIA Ciputat ini hampir 10 tahun.

2) Dalam satu minggu saya mengajar 8 jam pelajaran untuk bidang studi pendidikan agama Islam, dari kelas VII A/B dan VIII A/B. Jadi saya mengajar untuk empat kelas.

3) Buku yang dijadikan pedoman bagi siswa dan guru dalam mempelajari pendidikan agama Islam adalah buku paket dan LKS.

4) Selain metode diskusi yang digunakan dalam mengajar pendidikan agama Islam adalah ceramah, demonstrasi, latihan dan pekerjaan rumah (PR).

5) Ibu mengadakan evaluasi untuk mengukur keberhasilan belajar siswa baik secara tulis maupun lisan pada mata pelajaran pendidikan agama Islam dengan menggunakan ulangan harian, tugas dan hafalan.

6) Kendala yang sering saya hadapi adalah siswa kadang-kadang menyimpang ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Misalnya ketika saya menjelaskan materi, siswa ngobrol sendiri dengan teman sebangkunya. Ada juga yang mengantuk dan sering mereka pergi ke luar kelas. Selain itu kurang aktifnya siswa dalam proses belajar mengajar.

7) Ibu pernah mengikuti seminar salah satunya adalah MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran).

8) Pelaksanaan metode diskusi di kelas sudah berjalan dengan baik dan hasilnya cukup memuaskan.

9) Penggunaan metode diskusi di kelas dalam pembelajaran pendidikan agama Islam hampir efektif.


(2)

10) Respon siswa siswi ketika menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam Alhamdulillah mau dan bisa mengikuti dengan baik dan lancar.

Ciputat, 20 Maret

2010

Interviewer Interviewee

Halimatus Sadiyah Sulha Saidah, S.Ag

PANDUAN DAN BERITA WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH DI SMP YAPIA CIPUTAT

1. Wawancara ke : I

2. Hari/tanggal : Sabtu, 20 Maret 2010 3. Tempat wawancara : ruang kepala sekolah 4. Responden : Badri, S. Ag

5. Jabatan : kepala sekolah

Daftar pertanyaan!

1. Kapan sejarah berdirinya SMP YAPIA Ciputat?

2. Berapa jumlah guru, pegawai dan siswa SMP YAPIA Ciputat pada tahun ajaran sekarang (2009/2010) ?

3. Apa saja usaha yang telah dilakukan sehubungan dengan peningkatan mutu pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam?

4. Bagaimana cara mengembangkan metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)?


(3)

5. Apakah penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam sudah efektif?

6. Pelatihan apa saja yang pernah diikuti untuk meningkatkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

7. Apa saja sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMP YAPIA Ciputat?

Jawaban hasil wawancara

1) SMP YAPIA Ciputat tepat berdiri dan operasional sejak tahun 1983. Sekolah ini sekarang telah memiliki fasilitas-fasilitas yang cukup lengkap dengan jumlah siswa yang terus berkembang. SMP YAPIA Ciputat yang awalnya berada di daerah yang sekarang telah menjadi pusat perbelanjaan Ciputat telah memiliki tempat sendiri. Di Jalan. RE. Martadinata No. 7 Cipayung Ciputat Tangerang.

2) Jumlah guru ada 24 orang, pegawai yang didalamnya termasuk TU dan seksi keamanan ada 4 orang serta memiliki jumlah siswa siswi sebanyak 300 orang. 3) Usaha yang telah dilakukan yang berkaitan dengan peningkatan mutu

pendidikan khususnya pendidikan agama Islam adalah: a. Memperingati hari-hari besar Islam.

b. Dibentuknya organisasi ROHIS yang diharapkan membantu siswa dalam memperdalam keislaman.

4) Cara mengembangkan metode diskusi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam adalah dengan mempersiapkan bahan yang akan didiskusikan, memberi dorongan kepada siswa untuk aktif dan terlibat, berani berpendapat dan jangan malu-malu atau takut.

5) Penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam telah menunjukkan keefektifannya.


(4)

6) Pelatihan yang telah diikuti adalah salah satunya MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran).

7) Sarana dan prasarana yang ada di SMP YAPIA Ciputat adalah sebagai berikut:

a. Ruang Belajar g. perpustakaan

b. Ruang Kepala Sekolah h. lab. komputer

c. Ruang guru i. lapangan olagraga

d. Masjid j. kantin

e. Ruang tata usaha k. WC Guru dan siswa f. parkir

Ciputat, 21 Maret 2010

Interviewer Interviewee

Halimatus Sadiyah Badri, S. Ag PANDUAN DAN BERITA WAWANCARA DENGAN

SISWA-SISWI DI SMP YAPIA CIPUTAT

1. Wawancara ke : III

2. Hari/tanggal : Senin, 15 Maret 2010 3. Tempat wawancara : ruang kelas VIII B 4. Responden : siswa/siswi

Daftar pertanyaan!

1. Apa saja metode yang dipakai guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam pembelajaran di kelas ?

Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran pendidikan agama Islam adalah diskusi, ceramah, demonstrasi, penugasan, latihan dan PR.

2. Metode apa saja yang paling kamu sukai dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya ?

Metode yang saya suka ceramah, diskusi dan latihan.

3. Apakah kamu senang ketika guru Pendidikan Agama Islam dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi?


(5)

4. Apakah kamu merasa metode diskusi lebih baik daripada metode yang lain dalam pembelajaran khususnya Pendidikan Agama Islam ?

Tidak karena semua metode baik untuk digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.

5. Bagaimana hasil belajar yang kamu peroleh ketika metode diskusi digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam ?

Cukup baik dan memuaskan.

Ciputat, 17 Maret 2010

Interviewer Interviewee


(6)

CURRICULUM VITAE

Nama : Halimatus Sadiyah

Tempat Tanggal Lahir : Bangkalan, 17 Agustus 1988

Alamat : Jl. Raja Kecik No. 87 RT. 03 RW. 04 Dusun Demak Kuantan Desa Teluk Merbau Afd VIIIB Kec. Dayun Kab. Siak Pekanbaru Riau 28656

No Telp : 081932810423 Email : diahe88@yahoo.com Fak/ Jur : FITK/ PAI

Nama Ayah : Sobirin Nama Ibu : Nurjanah Nama adik-adik : 1. Kutsiyah

2. Ahmad Hasanudin 3. Baldatun Toybah Pengalaman Belajar:

Tahun 1994-2000 : SD Negeri 046 Sei Buatan Riau

MDA. Hidayatunnajah Riau

Tahun 2000-2003 : SMP Negeri 7 Bangkalan

Pon-Pes Miftahul Ulum Bangkalan Tahun 2003-2006 : MA. Hidayatunnajah Riau

Tahun 2006- 2010 : UIN Syarif Hidayatulah Jakarta FITK Pendidikan Agama Islam