ditampilkan oleh setiap pribadi pemegang jabatan. Dan sebaliknya, pada masyarakat yang masih sederhana struktur kekuasaan dalam masyarakat seperti itu
didasarkan pada realitas pribadi tampaknya yang lebih menonjol daripada kekuasaan yang terkandung didalam jabatan itu. Dalam hal ini, pemimpin yang
melaksanakan kekuasaan, khususnya terhadap orang daripada lembaga – lembaga. Efektifitas kekuasaannya terutama berasal dari kualitas pribadi, seperti misalnya
charisma, penampilan diri, asal usul keluarga dan wahyu.
5. Dimensi implisit dan eksplisit, kekuasaan implisit adalah kekuasaan yang tidak dilihat dengan kasat mata akan tetapi dapat dirasakan. Sedangkan kekuasaan
eksplisit adalah pengaruh yang jelas terlihat dan dapat dirasakan. Adanya kekuasaan dimensi eksplisit, menimbulkan perhatian orang pada segi rumit
hubungan kekuasaan yang disebut dengan “azas memperkirakan reaksi dari pihak lain”.
6. Dimensi langsung dan tidak langsung, kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber – sumber kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana
kebutuhan politik dengan melakukan hubungan secara langsung tanpa melalui perantara. Yang termasuk dalam kategori sumber – sumber kekuasaan adalah
sarana paksaan fisik, kekayaan dan harta benda, normatif jabatan, keahlian, status sosial, popularitas abadi, massa yang terorganisasi, senjata, penjara, kerja paksa,
teknologi, aparat yang mengunakan senjata. Sedangkan kekuasaan yang tidak langsung adalah penggunaan sumber – sumber kekuasaan untuk mempengaruhi
pembuat dan pelaksana keputusan politik dengan melalui perantara pihak lain yang diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap pembuat dan
pelaksana keputusan politik”.
12
I.5.2.3 Sumber – Sumber Kekuasaan
Menurut Miriam Budiardjo, sumber – sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Sumber kekuasaan kedudukan misalnya adalah seorang
komandan terhadap anak buahnya atau seorang majikan terhadap pegawainya. Dalam kasus ini bawahan dapat ditindak jika melanggar disiplin kerja. Sumber kekuasaan kekayaan
misalnya seorang pengusaha kaya mempunyai kekuasaan atas seorang politikus atau seorang bawahan yang mempunyai utang yang belum dibayar kembali. Sumber kekuasaan
kepercayaan atau agama misalnya seorang ulama mempunyai kekuasaan atas para umatnya, disini para ulama menjadi pemimpin informal sehingga dianggap perlu diperhitungkan dalam
proses penentuan keputusan di tempat tersebut.
13
1. “Kekuasaan balas jasa, yakni kekuasaan yang legitimasinya bersumber dari sejumlah balas jasa yang sifatnya positif uang, perlindungan, perkembangan
karier, janji positif dan sebagainya yang diberikan kepada pihak penerima guna melaksanakan sejumlah perintah atau persyaratan lain. Faktor ketundukan
Secara formal administratif, sumber kekuasan dapat juga dibagi menjadi enam bagian, yaitu sebagai berikut:
12
Ibid, Hal.75
13
Prof. Miriam Budiardjo. Op.Cit. Hal.62
Universitas Sumatera Utara
seseorang atas kekuasaan dimotivasi oleh hal itu dengan harapan jika telah melakukan sesuatu akan memperoleh seperti yang dijanjikan.
2. Kekuasaan paksaan, berasal dari perkiraan yang dirasakan orang bahwa hukuman dipecat, ditegur, didenda, dijatuhi hukuman fisik dan sebagainya akan diterima
jika mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan. Kekuasaan akan menjadi suatu motivasi yang bersifat represif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk
pada kekuasaan pimpinan itu dan melaksanakan seperti apa yang dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan.
3. Kekuasaan legitimasi, kekuasaan yang berkembang atas dasar dan berangkat dari nilai – nilai intern yang mengemuka dari dan sering bersifat konvensional bahwa
seorang pimpinan mempunyai hak yang sah untuk mempengaruhi bawahannya. Sementara itu dalam sisi yang lain, seseorang mempunyai kewajiban untuk
menerima pengaruh tersebut karena seorang lainnya ditentukan sebagai pimpinannya atau petinggi sementara dirinya seorang bawahan. Legitimasi
demikian dapat diperoleh atas dasar aturan formal akan tetapai bisa juga bersumber pada kekuasaan muncul karena kekuatan alamiah dan kekuatan akses
dalam pergaulan bersama yang mendudukkan seseorang beruntung memperoleh legitimasi suatu kekuasaan.
4. Kekuasaan pengendalian atas informasi, kekuasaan ini ada dan berasal dari kelebihan atas suatu pengetahuan dimana orang lain tidak mempunyai. Cara ini
dipergunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan orang lain maka mau tidak mau harus tunduk secara terbatas pada kekuasaan pemilik
infomasi. Pemilik informasi dapat mengatur sesuatu yang berkenaan dengan perderan informasi, atas legitimasi kekuasaan yang dimilikinya.
5. Kekuasaan panutan, kekuasaan ini muncul dengan didasarkan atas pemahaman secara kutural dari orang – orang dengan yang berstatus sebagai pemimpin.
Masyarakat menjadikan pemimpin itu sebagai panutan simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul dari pemahaman religiositas
direfleksikan pada kharisma pribadi, keberania, sifat simpatik dan sifat – sifat lain yang tidak ada pada kebanyakan orang. Hal itu menjadikan orang lain tunduk pada
kekuasaannya.
6. Kekuasaan keahlian, kekuasaan ini ada dan merupakan hasil dari tempaan yang lama dan muncul karena suatu keahlian atau ilmu pengetahuan. Kelebihan ini
menjadikan seseoarang pemimpin dan secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam bidang keahliannya itu. Seorang pemimpin dapat merefleksikan
kekuasaan dalam batas – batas keahliannya itu dan secara terbatas pula orang lain tunduk pada kekuasaan yang bersumber dari keahlian yang dimilikinya karena ada
kepentingan terhadap keahlian sang pemimpin”.
14
I.5.3Pemerintahan I.5.3.1 Defenisi Pemerintahan
“Pemerintah secara etimologis berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “kubernan” atau sebagai nakhoda kapal. Artinya menatap kedepan, lalu perkataan ‘memerintah” berarti
melihat kedepan, menentukan berbagai kebijakan diselenggarakan untuk mencapai tujuan
14
Samsul Wahidin, Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, Hal 3
Universitas Sumatera Utara
masyarakat atau Negara, memperkirakan arah perkembangan masyarakat masa mendatang dan mempersiapkan langkah – langkah kebijakan untuk menyongsong perkembangan
masyarakat serta mengelola dan mengarahkan masyarakat kepada tujuan yang telah ditetapkan”.
15
Maka dapat disimpulkan bahwa pemerintahan dapat berarti segala kegiatan yang berkaitan erat dengan tugas dan wewenang Negara atau sebagai fungsi Negara, dan yang
melaksanakan tugas dan kewenangan Negara itu adalah pemerintah. Sementara itu istilah pemerintah dan pemerintahan berbeda artinya. Pemerintahan
menyangkut tugas dan kewenangan sedangkan pemerintah merupakan aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan Negara. Yang dimaksud dengan tugas adalah
segala kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Maksudnya, setiap masyarakat- negara memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan sifatnya statis, sedangkan tugas sifatnya
dinamis. Tugas dan kewenangan Negara disebut fungsi negara.
16
1. “Negara dan pemerintahannya yang dipegang oleh hanya satu orang saja, jadi kekuasaan tersebut hanya terpusat pada satu tangan. Dan ini dapat dibedakan lagi
dengan berdasarkan sifatnya yakni, a. Negara yang pemerintahannya dipegang oleh satu orang saja dan pemerintahannya ditujukan untuk kepentingan umum.
Jadi bentuk Negara dan pemerintahannya yang seperti ini adalah yang bersifat baik. Negara dan pemerintahannya disebut sebagai monarki. b. Negara dan
bentuk pemerintahannya dipegang oleh satu orang saja, tetapi pemerintahannya itu ditujukan untuk kepentingan penguasa saja atau tertentu saja. Jadi bentuk Negara
dan pemerintahannya yang seperti ini yang bersifat buruk. Maka Negara dan pemerintahan seperti ini disebut sebagai tyranny.
I.5.3.2Bentuk Pemerintahan
Aristoteles 384-322 membagi beberapa bentuk Negara dan pemerintahan menjadi tiga yaitu:
2. Negara dan pemerintahannya yang dipegang oleh beberapa orang saja. Jadi, oleh sekelompok orang atau segolongan kecil orang saja. Kekuasaan Negara dan
pemerintahan yang seperti ini juga dapat dikategorikan sebagai Negara yang dipusatkan tidak pada tangan satu orang saja, melainkan pada satu organ atau
badan yang terdiri dari beberapa orang. Bentuk Negara dan pemerintahan yang seperti ini dibedakan lagi berdasarkan sifatny, yaitu a. Negara yang dipegang
sifat yang baik karena pemerintahannya ditujukan untuk kepentingan umum. Negara dan pemerintahan seperti ini disebut sebagai aristokrasi. b. Negara dan
pemerintahannya dipegang oleh beberapa orang akan tetapi sifatnya yang buruk karena pemerintahannya hanya ditujukan untuk kepentingan Negara yang seperti
ini disebut sebagai Negara dan pemerintahannya disebut oligarki.
3. Negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat. Maksudnya adalah bahwa yang memegang kekuasaan pemerintahan pada prinsipnya adalah rakyat itu
15
P. Antonius Sitepu, Teori – Teori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, Hal. 147
16
Ibid Hal. 148
Universitas Sumatera Utara
sendiri. Atau setidak – setidaknya, oleh segolongan besar rakyat. Bentuk Negara dan pemerintahannya seperti ini selanjutnya dibedakan lagi dengan berdasarkan
sifatnya: a. Negara dan pemerintahannya yang dipegang oleh rakyat dan sifat pemerintahannya adalah baik karena pemerintahannya memperhatikan
kepentingan umum. Negara dan bentuk pemerintahan semacam ini disebut sebagai Republik atau Republik Konstitusional. b. Negara dan pemerintahannya yang
dipegang oleh rakyat, akan tetapi sifat pemerintahannya adalah buruk karena pemerintahannya hanya ditujukan untuk pemegang kekuasaan saja. Atau dengan
kata lain bahwa pada prakteknya pemerintahan itu hanya dipegang oleh orang – orang tertentu saja. Negara dan pemerintahan ini disebut sebagai pemerintahan
demokrasi”.
17
I.5.4Legitimasi dan kewenangan
Konsep legitimasi merupakan salah satu yang dianggap penting dalam suatu sistem politik. Keabsahan adalah keyakinan anggota – anggota masyarakat bahwa wewenang juga
pada seseorang, kelompok, atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati. Kewajaran ini berdasarkan persepsi bahwa pelaksanaan wewenang itu sesuai dengan asas – asas dan
prosedur yang sudah diterima secara luas dalam masyarakat dan sesuai dengan ketentuan – ketentuan dan prosedur yang sah. Jadi, mereka yang diperintah menganggap bahwa sudah
wajar peraturan – peraturan dan keputusan – keputusan yang dikeluarkan oleh penguasa dipatuhi. David Easton mengatakan bahwa keabsahan adalah: “keyakinan dari pihak anggota
masyarakat bahwa sudah wajar baginya untuk menerima baik dan mentaati penguasa dan memenuhi tuntutan dari rezim itu”.
18
Yang menjadi objek legitimasi bukan hanya pemerintahan, tetapi juga unsur – unsur sistem politik lainnya. Jadi legitimasi dalam artian luas berarti dukungan masyarakat terhadap
sistem politik, sedangkan dalam arti sempit, merupakan dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang berwenang. Menurut Easton, terdapat tiga objek dalam sistem politik yang
memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tidak hanya berlangsung secara terus Berdasarkan pengertian legitimasi dapat dibedakan pengertian kekuasaan,
kewenangan, dan legitimasi. Apabila kekuasaan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan sumber – sumber dan yang mempengaruhi proses politik, sedangkan
kewenangan merupakan hak moral untuk menggunakan sumber – sumber yang membuat dan melaksanakan keputusan politik hak memerintah. Adapun legitimasi merupakan
penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral tersebut.
I.5.4.1 Objek legitimasi