Kondisi Geografis Daerah Tapanuli Tengah Struktur Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah

Pada tanggal 15 oktober 1945 oleh Gubernur Sumatera Mr. T. Mohd. Hasan menyerahkan urusan pembentukan daerah otonom bawahan dan penyusunan pemerintahan daerah kepada masing – masing residen. Gubernur kemudian dengan keputusan Nomor 1 tahun 1946 mengangkat dan mengukuhkan Z.A Glr Sutan Komala Pontass sebagai Bupati Kabupaten Tapanuli Tengah. Pada tahun 1946 di Tapanuli Tengah mulai dibentuk kecamatan untuk menggantikan sistem pemerintahan Onder Distrik Afdeling pada masa pemerintahan Belanda. Kecamatan pertama sekali dibentuk adalah Kecamatan Sibolga, kemudian Lumut dan Barus, sedang Kecamatan Sorkam ditetapkan kemudian berdasarkan perintah residen Tapanuli pada tahun 1947. Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai daerah otonom dipertegas oleh Pemerintah dengan Undang – Undang Nomor 7 Darurat Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten – Kabupaten dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatera Utara, pasal 1 ayat 8 yang berbunyi: Tapanuli Tengah, dengan nama kabupaten Tapanuli Tengah dengan batas – batas yang meliputi wilayah Afdeling Sibolga dulu Staatsblad 1937 Nomor 563 ditambah dengan wilayah negeri Aek Raisan dan Tukka Holbung, sebagai dimaksud dalam ketetpan Gubernur Provinsi TapanuliSumatera Timur tanggal 18 januari 1950 No. 19pndpdta50, sejak telah ditambah menurut ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tanggal 19 mei 1950 No. 20IPSUJo. Keputusan panitia penyelenggara pembentukan Provinsi Sumatera Utara tanggal19 agustus 1950 No. 4D yang diperbaiki dengan ketetapan Gubernur Sumatera Utara tanggal 31 januari 1952 tidak bernomor, kecuali wilayah yang termasuk Kota besar Sibolga. Sesuai uraian diatas dan tetap dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan adanya penduduk, adanya wilayah dan adanya pemimpin yang menjalankan roda pemerintahan di Kabupaten Tapanuli Tengah serta dengan memperhatikan masukan dari masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah telah ditetapkan hari jadi Kabupaten Tapanuli Tengah adalah tanggal 24 agustus 1945 sesuai peraturan daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor 19 Tahun 2007 tentang hari jadi Kabupaten Tapanuli Tengah.

II.2 Kondisi Geografis Daerah Tapanuli Tengah

Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah adalah salah satu Kabupaten dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara yang berada di wilayah pantai barat Sumatera Utara yang memiliki daerah yang memanjang pada kaki pegunungan Bukit Barisan, berada pada posisi 1°11’00’’ - Universitas Sumatera Utara 2°22’0 LU dan 98°07’ - 98°12’ BT dengan luas wilayah 2.194,98 Km² atau 219.498 Ha yang berada diatas permukaan laut antara 0 – 1.266 m,dengan batas – batas sebagai berikut: Sebelah Timur : Kab. Tapanuli Utara, Kab. Humbang Hasundutan dan Kab. Pakpak Bharat. Sebelah Barat : Samudera Indonesia Sebelah Utara : Kab. Aceh Singkil Prov. Nanggroe Aceh Darussalam Sebelah Selatan : Kab. Tapanuli Selatan II.3 Kondisi Demografi, Ekonomi dan Sosial Budaya II.3.1 Kondisi Demografi Jumlah penduduk di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah penduduk per Kecamatan adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah No Kecamatan Jumlah Penduduk Keterangan 1. Barus 17.821 2. Sorkam 17.786 3. Pandan 52.988 4. Pinangsori 24.600 5. Manduamas 21.771 6. Kolang 19.504 7. Tapian Nauli 20.517 8. Sibabangun 18.985 9. Sosorgadong 14.552 10. Sorkam Barat 16.727 11. Sirandorung 15.267 12. Andam Dewi 15.591 13. Sitahuis 5.890 14. Tukka 12.844 15. Badiri 25.059 16. Pasaribu Tobing 7.427 17. Barus Utara 4.658 Universitas Sumatera Utara 18. Suka Bangun 3.670 19. Lumut 12.658 20. Sarudik 23.976 Jumlah Seluruhnya 352.291 Sumber: Dinas Dukcapil Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2011 Pada tabel tersebut kecamatan Pandan yang merupakan sekaligus ibukota Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki jumlah penduduk paling banyak, disusul oleh kecamatan Badiri. Sedangkan kecamatan yang paling sedikit penduduknya adalah kecamatan Sukabangun disusul kemudian oleh kecamatan Barus Utara.

II.3.2 Kondisi Ekonomi

Secara umum pada tahun 2010 lapangan usaha yang dominan di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah pertanian 41,60, jasa dan industri pengolahan. Masyarakat petani terdiri atas nelayan, petani yang menanam padi, hortikultura dan ternak serta perkebunan rakyat. Lapangan usaha jasa yang dominan merupakan aktifitas perdagangan komoditi unggulan hasil pertanian dan produk kerajinan industri rumah tangga, disamping jasa lainnya seperti pengangkutan, komunikasi dan perbankan lembaga keuangan. Industri pengolahan meliputi industri yang berbasis hasil perikanan tangkap dan perkebunan. Adapun data yang didapatkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda Kabupaten Tapanuli Tengah menyatakan bahwa persentase penduduk miskin di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 16,74 , lebih besar dari nasional 13,33 dan Sumatera Utara 11,31 untuk kondisi tahun 2010. Hal ini disebabkan dari 177 desakelurahan di Kabupaten Tapteng, 85 desa diantaranya masih dalam kategori tertinggal. Ditambah lagi dengan masih terbatasnya produktifitas masyarakat dan belanja pembangunan pemda Kabupaten Tapteng. Pada tahun 2011 – 2012 dengan besarnya alokasi dana pembangunan dan ditambah semakin membaiknya berbagai usaha masyarakat, maka diharapkan persentase penduduk miskin menurun. II.3.3Kondisi Sosial Budaya Penduduk Tapanuli Tengah pada tahun 2011 berjumlah 352.291 jiwa dengan kepadatan penduduk 147 jiwa per km². Laju pertumbuhan penduduk tahun 2000 – 2008 sebesar 2,79 per tahun. Komposisi penduduk di Tapanuli Tengah yaitu 50,24 laki – laki dan 49,76 perempuan. Masih terdapat 16,74 penduduk Kabupaten Tapteng yang hidup Universitas Sumatera Utara dibawah garis kemiskinan. Adapun jumlah penduduk miskin pada tahun 2010 adalah 52.200 jiwa, mengalami penurunan dibandingkan jumlah penduduk miskin tahun 2009 yaitu 57.010 jiwa. Tingkat melek huruf masyarakat Tapanuli Tengah tergolong tinggi, yaitu sebesar 95,32 pada tahun 2010, namun angka ini mengalami penurunan karena pada tahun 2009 angka melek huruf di kabupaten Tapteng adalah 96,22. Masyarakat Kabupaten Tapteng meruapakan masyarakat yang multi etnis terdiri dari berbagai macam etnis dan agama. Adapun etnis – etnis yang mendiami kabupaten Tapteng adalah: Batak, Minang, Jawa, Nias, Bugis, Tionghoa dll, dengan etnis Batak sebagai penduduk dengan jumlah yang paling banyak. Adapun agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Tapteng adalah Kristen Protestan, Katolik dan Islam. Meski terdiri dari berbagai macam agama dan etnis namun masyarakat Tapteng dapat hidup dengan rukun dan damai.

II.4 Struktur Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah

Pada tahun 2011 yang lalu masyarakat baru saja menyelesaikan pesta Demokrasi yaitu Pemilihan Umum Kepala Daerah Pemilukada di Tapteng. Adapun pesta demokrasi itu berlangsung dengan tertib dan aman tanpa ada keributan. Pada pemilukada tersebut, pasangan Raja Bonaran Situmeang, SH, Mhum dan H. Sukran Jamilan Tanjung, SE keluar sebagai Bupati dan Wakil Bupati Terpilih dengan meraih suara sebesar 62 . Mereka kemudian sah menjadi Bupati dan Wakil Bupati setelah dilantik oleh Plt. Gubernur Sumatera Utara. Selama periode menjadi kepala daerah, Bupati dan Wakil Bupati Tapteng telah mengangkat beberapa orang untuk duduk dalam posisi strategis didalam lingkungan Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal ini bertujuan untuk membantu Bupati dalam menjalankan roda pembangunan dan juga pemerintahan. Adapun berikut merupakan struktur Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah: Tabel 1.2 Susunan Organisasi Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah NO NAMA JABATAN KET 1. Raja Bonaran Situmeang, SH, M. Hum Bupati Tapanuli Tengah 2. H. Sukran Jamilan Tanjung, SE Wakil Bupati Tapanuli Tengah 3. Baharuddin Manik, SE Sekretaris Daerah 4. Alfoncius R. Purba, SH, MM Asisten Pemerintahan dan Universitas Sumatera Utara Kesmas 5. Ir. Aris Sutrisno Asisten Ekonomi dan Pembangunan 6. Drs. Hendri Susanto L. Tobing Asisten Administrasi Umum 7. Drs. Surung Pardede, M.IP Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintahan 8. Drs. Purba Siahaan Staf Ahli Bupati Bidang Pembanguna 9. Drs. H. Usman Batubara Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan 10. Ir. R. Panahatan Hutabarat Staf Ahli Bupati Bidang Hukum dan Politik 11. Oliver Sipahutar, BE Staf Ahli Bupati Bidang Ekonomi dan Keuangan 12. Ir. Harmi. P. Marpaung, M.Eng Kepala BAPPEDA 13. Drs. Rahman Situmeang Kepala BKD 14. Drs. Singwani Siregar Sekretaris DPRD 15. Samosir Pasaribu, SIP Inspektur Kabupaten 16. Tioprida Sitompul, SE Kepala BAPEDALDA 17. Ir. Suroto Kaban Kesbang Linmas 18. Ir. Bonaparte Manurung, MM Kaban Penanggulangan Bencana Daerah 19. Drs. Sokhizaro Laia Kadis Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah 20. Ir. Darmi Siahaan, MM Kadis Kehutanan dan Perkebunan 21. Jhonson, ST, M.Si Kadis Pekerjaan Umum 22. H. Edy Supian Damanik, A.Md Kadis Sosial, Naker dan Transmigrasi 23. Dr.Margan R.P. Sibarani, M. Kes Kadis Kesehatan 24. Drs. Rustam Manalu Kadis Pendidikan 25. Budiman Ginting, SH Kadis Pariwisata dan Budaya 26. Ali Amsyah Sitompul, SE Kadis Kelautan dan Perikanan 27. Zafril Abdi, SE, M.Si Kadis Pertambangan dan Energi 28. Drs. Sunaryo Sipahutar, MM Kadis Duk Capil dan KB Universitas Sumatera Utara 29. Dompak Simanjuntak, SP, MM Kadis Pertanian dan Peternakan 30. Drs. Surya Darma Kadis Perdagangan, Koperasi, Industri dan P. Modal 31. Drs. Erwin Marpaung Kadis Pertanahan 32. Drs. Bitton Simorangkir, MM Kadis Perhubungan, Informasi dan Komunikasi 33. Drs. Piktor Sitanggang Kadis Kebersihan, Pertamanan dan Damkar 34. Drs. Anita M. Situmorang Kakan Pemberdayaan Masy Desa dan Perempuan 35. Arta Siregar, S.Pd Kakan Diklat 36. Masdaruddin Siregar, SP Kakan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 37. Drs. Rastim Bondar Kakan Pemuda dan Olahraga 38. Parulian Sitompul, SH Kakan Pelayanan Terpadu 39. Ir. Sunanto Kepala BPS Kab. Tapteng 40. Ir. Edy Nurhadi Kepala BPN Kab. Tapteng 41. Drs. Sarmadan Nur Siregar, MA Kakan Kementerian Agama Kab. Tapteng 42. Drs. Antonius Simanjuntak Kabag Tata Pemerintahan 43. Sanggam Panggabean, S.Sos Plt. Kabag Kesejahteraan Masyarakat 44. Berlin Doloksaribu Kabag Ekbang 45. Iwan. RM. Sinaga, SH Kabag Humasy 46. Dedy Syafei, SH Kabag Hukum dan Ortala 47. Ricky Hasoloan Purba, SE Plt. Kabag Umum 48. Sudieli Hulu, S. Sos Camat Sukabangun 49. Melky Dayan Panggabean, S.Sos Camat Sibabangun 50. Dra. Yanti Nilasari Hasibuan Camat Lumut 51. Erman Syahrin Lubis, S.Sos, MAP Camat Pinangsori 52. Saeran, S.Ag, S.Sos Camat Badiri 53. Ashari Panggabean, SE Camat Pandan Universitas Sumatera Utara 54. Maharni Sitompul, SH Camat Tukka 55. Drs. Parbuntian Silaban Camat Sarudik 56. Sunardi, S.Sos Camat Sitahuis 57. Juminta Sirait, SH Camat Tapian Nauli 58. Rinaldy Siregar, S.Sos Camat Kolang 59. Rais Kari, AP Camat Sorkam 60. Drs. Jhonny Aritonang Camat Sorkam Barat 61. Drs. Haliman Hutagalung, MH Camat Pasaribu Tobing 62. Sapwan Pohan, SE Camat Sosor Gadong 63. Drs. Herman Suwito Camat Barus 64. Todo Marihot Sipahutar, S.Sos Camat Barus Utara 65. Drs. Rudolf Sihotang Camat Andam Dewi 66. Drs. Zet Achram Simanjuntak Camat Sirandorung 67. Drs. Yusman Hutabarat Camat Manduamas Sumber: Sekretariat Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah II. 5 Potensi Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah II. 5.1 Potensi Bidang Kelautan dan Perikanan Sebagai Kabupaten yang terdapat di daerah pesisir pantai, kabupaten Tapteng juga memiliki potensi di bidang kelautan dan perikanan yang cukup besar. Tercatat pada tahun 2009 produksi perikanan di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah sebesar 22. 329, 40 ton,meliputi produksi tangkap di laut 20.731,60 ton, produksi perairan umum di darat 463,5 ton, produksi budidaya di laut 714,20 ton, dan produksi budidaya di darat 420, 10 ton. Dalam mendukung produksi perikanan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Berbagai Perusahaan Swasta di Pondok Batu, kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah bergerak dibidang Industri cold storage, Pabrik es, Pabrik Tepung Ikan, pengemasan ikan hasil tangkap, pengasinan ikan, dan perdagangan meliputi perdagangan dalam negeri dan Ekspor – Impor hasil perikanan tangkap . dengan berbagai aktifitas ini maka diharapkan potensi perikanan di kabupaten Tapanuli Tengah dapat terserap dengan maksimal.

II. 5.2 Potensi Bidang Kehutanan dan Perkebunan

Secara umum potensi perkebunan dan kehutanan di kabupaten Tapanuli Tengah meliputi produksi perkebunan rakyat dan perkebunan perusahaan untuk jenis komoditi Universitas Sumatera Utara unggulan daerah seperti karet, kelapa sawit, kakao, kopi dan kelapa. Jumlah luasan perkebunan dan jenis produk perkebunan lainnya, serta keberadaan industri dan berbasis komoditi perkebunan dan kehutanan. Tanaman perkebunan karet merupakan karet rakyat di kabupaten Tapanuli Tengah. Luas tanaman karet rakyat di Tapanuli Tengah pada tahun 2009 adalah 31.846, 50 Ha dengan produksi 18.065,47 ton. Pada tahun 2010, luas tanaman karet rakyat di kabupaten Tapanuli Tengah adalah 31.909 Ha dengan produksi 19.160 ton. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan di kabupaten Tapanuli tengah . Luas tanaman Kelapa sawit tanaman perkebunan rakyat di Tapanuli Tengah pada tahun 2009 adalah 2.753 Ha dengan produksi 29.456 ton. Pada tahun 2010, Luas tanaman kelapa sawit rakyat adalah 2.914 Ha dengan produksi 26.980 ton. Coklat atau kakao merupakan salah satu komoditas unggulan di kabupaten Tapanuli Tengah. Pada tahun 2009, luas areal perkebunan kakao di tapanuli Tengah 2.659 Ha dengan produksi 1.697,31 ton, dan masih diusahakan oleh perkebunan rakyat. Pada tahun 2010, luas areal perkebunan kakao di perkebunan di kabupaten Tapanuli Tengah adalah 2.728,50 Ha dengan produksi 1.636 ton. Kopi merupakan salah satu komoditi yang masih terbatas produksinya di kabupaten Tapanuli Tengah. Pada tahun 2009, luas tanaman kopi di Tapanuli Tengah adalah 150 Ha dengan produksi 66 ton. Penghasil komoditi terbesar kopi di kawasan barat Sumatera Utara adalah kabupaten Dairi, kabupaten Tapanuli Utara, kabupaten Tapanuli Utara, kabupaten Humbang Hasundutan, disusul oleh kabupaten Tapanuli Selatan dan kabupaten Mandailing Natal. Pada tahun 2010 luas tanaman kopi di kabupaten Tapanuli Tengah adalah 5.504 Ha dan Produksinya 5.055 ton. Produksi perkebunan lainnya pada tahun 2009 adalah kemiri 117,89 ton, aren 59,90 ton, pinang 14,83 ton, kulit manis 4,20 ton, gambir 3,65 ton, kemenyan 1,42 ton, lada 8,36 ton, pala 10,75 ton, cengkeh 22,42 ton dan kapuk 45,05 ton. Pada tahun 2010, luas tanaman lada di kabupaten Tapanuli Tengah adalah 12,50 Ha dengan produksi 10,8 ton, luas tanaman cengkeh adalah 112 Ha dengan produksi 10,8 ton, luas tanaman cengkeh adalah 112 Ha dengan produksi 15,10 ton.

II. 5.3 Potensi Bidang Pertanian dan Peternakan

Secara umum potensi pertanian dan peternakan di kabupaten Tapanuli Tengah meliputi produksi tanaman pangan padi, palawija dan hortikultura serta produksi peternakan. Pada tahun 2009 luas panen tanaman padi di kabupaten Tapanuli Tengah adalah 29.053 Ha, Universitas Sumatera Utara yang terdiri atas padi sawah 29.053 Ha dan padi ladang 2.609 Ha. Produksi tanaman padi adalah 117.290 ton yang terdiri atas padi sawah 117. 290 ton dan padi ladang 7.643 ton. Pada tahun 2010 luas panen tanaman padi di kabupaten Tapanuli Tengah adalah 30.804 Ha, yang terdiri atas padi sawah 28.193 Ha dan padi ladang 2.611 Ha dengan produksi 122.838 ton yang terdiri atas padi sawah 115.90 ton dan padi ladang 7.648 ton. Produksi jagung di kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2010 adalah 5.090 ton dengan luas panen 1.851 Ha . Produksi dan luas panen kedelai, kacang tanah dan ubi kayu pada tahun 2010 adalah berturut – turut 131 ton dengan 144 Ha, 796 ton dengan 600 Ha, dan 16.739 ton dengan 1.215 Ha.Adapun untuk komoditi buah – buahan, yang menjadi unggulan di kabupaten Tapanuli Tengah adalah durian, jeruk, mangga, manggis, pisang, duku, rambutan, sawo, pepaya, alpokat dan jambu air. Buah durian menjadi komoditi unggulan paling banyak hasil produksinya yakni sebanyak 24.880 ton pada tahun 2010 disusul oleh buah jeruk dengan hasil produksi sebanyak 4.444 ton. Potensi di bidang produksi tanaman sayur – sayuran juga tidak kalah dengan komoditi lainnya. Untuk sayur – sayuran, yang menjadi produk unggulan kabupaten Tapanuli Tengah adalah Cabai, ketimun, terong, kacang panjang, bayam dan kangkung. Ketimun menjadi komoditas sayur – sayuran yang paling banyak hasil produksinya yakni sebanyak 4.035 ton, disusul oleh cabai dengan hasil produksi 547 ton. Di bidang peternakan, hewan ternak yang dominan di kabupaten Tapanuli Tengah meliputi sapi, kerbau, kambing, domba, babi, itik manila, ayam kampong, ayam ras petelur dan ayam ras pedaging. Dari sekian banyak hewan ternak yang diusahakan, ternak ayam kampong menjadi komoditi penghasil daging terbesar sebanyak 309.081 ekor disusul oleh ternak babi sebanyak 25.250 ekor.

II. 5.4 Potensi Bidang Pertambangan dan Energi

Potensi pertambangan pada umumnya di kabupaten Tapnuli Tengah belum tereksploitasi dengan maksimal. Komoditi bahan tambang yang menjadi andalan masih merupakan bahan tambang golongan C yang meliputi granit, pasir dan sirtu, kuarsa, lempung, tras, batu gamping, batu apung, andesit – basal. Sedangkan untuk bahan galian golongan A, seperti batubara dan emas, masih dibutuhkan eksplorasi lebih lanjut untuk mengetahui potensinya. Untuk bidang energi, saat ini di Tapanuli Tengah terdapat dua stasiun pembangkit listrik besar yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU Batubara Labuan Angin dengan kapasitas daya listrik 2 x 115 MW di kawasan Labuan Angin, Kecamatan Tapian Nauli Universitas Sumatera Utara kabupaten Tapanuli Tengah dan Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTA Sipan Sihaporas dengan kapasitas daya listrik 50MW di Sipan Sihaporas, Kecamatan Pandan, kabupaten Tapanuli Tengah. Disamping kedua stasiun pembangkit tadi, masih ada stasiun pembangkit listrik lain yang berskala kecil yang tersebar dibeberapa daerah di Tapanuli Tengah. Namun potensi belum maksimal diusahakan. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya daerah – daerah di Tapanuli Tengah yang belum dialiri oleh listrik. Bahkan beberapa desa di kawasan Labuan Angin yang berdekatan dengan PLTU Labuan Angin belum dialiri listrik. Hal inilah yang salah satu nya menjadi penyebab ketertinggalan di daerah pedesaan ini.

II. 5.5 Potensi Bidang Industri

Potensi industri di kabupaten Tapanuli Tengah belum dapat dimaksimalkan dengan baik dan masih dalam tahap pengembangan kea rah yang lebih baik. Tercatat beberapa industri yang berbasis komoditas unggulan di Tapanuli Tengah seperti pabrik Crumb Rubber di kecamatan Sarudik, pabrik minyak kelapa sawit PMKS di kecamatan Sirandorung, pabrik tepung ikan di kecamatan Sarudik, pabrik Cold Storage di kecamatan Sarudik, pabrik es balok di kecamatan Sarudik dan Tapian Nauli, Pemprosesan Packing ikan hasil tangkap di kecamatan Sarudik, Stone Crusher dan Asphalt Mixing di kecamatan Badiri dan Pinangsori. Berdasarkan data BPS Kabupaten Tapanuli Tengah untuk keadaan tahun 2010 bahwa IKM di bidang perikanan pengolahan pasca perikanan tangkap yaitu pengasinan ikan berkembang lebih besar sebanyak 197 perusahaan. Di tahun 2010, indusri yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah industri kilang Es Batu yang menyerap tenaga kerja sebanyak 1.120 orang.

II. 6 Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Tapanuli Tengah

Sebagai salah satu kabupaten yang termasuk dalam kategori tertinggal, kabupaten Tapanuli Tengah saat ini gencar melakukan berbagai pembangunan dan juga perbaikan – perbaikan guna mengejar ketertinggalan dan keluar dari golongan daerah tertinggal. Berbagai pengembangan dan pembangunan sedang diupayakan di segala bidang untuk mewujudkan hal tersebut. Di bidang pekerjaan umum yang mencakup infrastruktur jalan dan jembatan dan pembangunan sarana publik saat ini, pemerintah kabupaten Tapanuli Tengah sedang melaksanakan peningkatan dan pelebaran jalan nasiona. Selain itu beberapa jalan kabupaten yang dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dalam waktu dekat akan diperbaiki dengan Universitas Sumatera Utara memakai dana APBD. Namun khusus jalan Negara dan jalan Provinsi yang juga saat ini butuh perhatian serius dari pemerintah karena sudah dalam kondisi memprihatinkan, masih menunggu respon dari pemerintah pusat karena kewenangannya bukan dari pemerintah Kabupaten, hal ini sebenarnya jika dibiarkan terlalu lama dapat menganggu aktivitas ekonomi masyarakat. Di bidang ekonomi, saat ini pemerintah Kabupaten Tapteng sedang melaksanakan program peningkatan produksi pertanian dan peternakan. Untuk mendorong peningkatan produksi pertanian misalnya, pemerintah Kabupaten Tapteng melaksanakan perbaikan jaringan irigasi seluas 2.483 Ha, yang berada di tujuh daerah irigasi dengan sumber dana DAK bidang pertanian. Selain itu dibidang kelautan dan perikanan, sebagai sektor unggulan, pemerintah berupaya mengembangkan SDA dan SDM yang sudah ada, selain itu pemerintah juga memberikan bantuan kepada nelayan kelompok nelayan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan. Bantuan ini berupa pengadaan sarana alat tangkap ikan, penyediaan benih ikan dan lain – lain. Bidang perdagangan dan investasi, pemerintah Kabupaten Tapteng saat ini tengah mengupayakan pembangunan infrastruktur perdagangan berupa pembangunan pasar yang lebih representatif di 20 kecamatan di kabupaten Tapteng. Hal ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi seperti kegiatan jual – beli tanpa harus jauh – jauh ke kecamatan terdekat. Pada tahun 2011 di kecamatan Sorkam Barat telah di bangun satu unit pasar dengan menggunakan dana APBN kementerian PDT dan pengembangan lanjutan Pasar Barus yang menggunakan DAK Kementerian Perdagangan. Sedangkan untuk investasi, untuk mempromosikan daerah Tapnuli Tengah pemerintah kabupaten Tapanuli Tengah telah melakukan berbagai upaya seperti mengikuti kegiatan promosiexpopameran di daerah lain, media surat kabar dan lainnya. Selain itu dengan adanya pembuatan Film berjudul MURSALA yang pengambilan filmnya berlokasi di Tapteng diharapkan nantinya mampu menjadi sarana promosi kekayaan potensi dan juga peluang investasi di kabupaten Tapanuli Tengah. Di bidang industri, pertumbuhan industri lebih difokuskan kepada industri yang bergerak di bidang komoditi unggul seperti kelapa sawit, karet dan Perikanan. Industri kelapa sawit dan karet misalnya, pemerintah kabupaten memfokuskan pada peningkatan pertumbuhan industri kecil yang dikelola masyarakat agar memiliki daya saing yang kuat. Sedangkan perikanan, untuk memningkatkan pertumbuhan industri maka saat ini sedang dibangun dan dikembangkan industri perikanan di komplek Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Sibolga di kecamatan Sarudik kabupaten Tapanuli Tengah. Diharapkan dengan Universitas Sumatera Utara pembangunan dan pengembangan industri perikanan dapat memaksimalkan potensi perikanan di kabupaten Tapanuli Tengah. Di bidang energi dan pertambangan, sedang dioptimalkan kegiatan eksplorasi terhadap kandungan bahan tambang seperti emas dan batu bara di Kabupaten Tapteng. Selain itu khusus pertambangan galian C sedang dilakukan inventarisasi berbagai pertambangan galian C yang berpotensi dapat merusak lingkungan hidup. Di bidang energi, guna mengatasi kebutuhan listrik, maka di beberapa tempat yang tidak dialiri listrik, telah tersedia Pembangkit Listrik Tenaga Surya di beberap puskesmas, yang tujuannya untuk pengkatan pelayanan kesehatan. Untuk kehutanan dan perkebunan, pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah di bidang kehutanan telah meningkatkan perlindungan kawasan hutan dengan cara melaksanakan gerakan penanaman pohon dan pengendalian pemanfaatan hasil hutan berupa kayu dan hasil hutan bukan kayu, serta pengawasan illegal logging. Untuk perkebunan guna membantu perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh kabupaten Tapteng, maka pemerintah Kabupaten telah memberikan berbagai bibit perkebunan yang nantinya dipakai para petani perkebunan rakyat untuk meningkatkan produktifitas. Di bidang sosial kemasyarakatan, pemerintah kabupaten Tapanuli Tengah telah melakukan beberapa terobosan baru yaitu, diberlakukannya Peraturan daerah Perda No.3 tahun 2011 tentang pengurusan Akte kelahiran dan Kartu Keluarga dan KTP dilakukan secara gratis. Dengan penerapan perda ini maka masyarakat diharapkan dapat mudah dan nyaman dalammengurus administrasi kependudukan. Selain itu di kecamatan Barus, Puskesmas rawat inap Barus dinaikkan statusya menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Barus hal ini bertujuan untuk mempermudah akses masyarakat dalam merasakan pelayanan kesehatan. Khususnya kecamatan – kecamatan yang berdekatan dengan kecamatan Barus seperti Sosorgadong, Barus Utara, Manduamas, Sirandorung dan Andam Dewi yang memang jauh dari pusat pemerintahan kabupaten di kecamatan Pandan. Dengan demikian maka pelayanan kesehatan di seluruh kecamatan di Tapteng dapat dengan tersebar secara merata di kabupaten Tapanuli Tengah. Universitas Sumatera Utara

BAB III Analisis Data Tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Kekuasaan

Kepala Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah Dibentuknya sebuah Undang – Undang yang mengatur Otonomi daerah pada dasarnya adalah untuk tujuan pemerataan pembangunan daerah yang tersebar luas di Indonesia. Disamping itu, dengan diberlakukannya otonomi daerah maka daerah dituntut untuk mandiri dalam mengembangkan pembangunan di daerah. Artinya adalah, pemerintah harus memberikan kebebasan yang luas terhadap daerah dalam mengatur sendiri daerahnya. Namun kenyataannya tidak sesuai dengan yang diinginkan, UU tentangotonomidaerahsaat ini justru menunjukkan kecenderungan adanya penyimpangan dalam hal mengenai pembagian kewenangan dan kekuasaan antara pusat dan daerah. Misalnya adalah kasus kenaikan BBM beberapa waktu yang lalu. Banyak peristiwa dimana masyarakat mendesak kepala daerah masing – masing untuk menolak kebijakan ini, namun apa daya, kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyatnya sendiri tidak berdaya untuk melawan pemerintah pusat yang menjadi atasannya. Ada beberapa yang memang berani melawan, namun pada akhirnya mereka terkena sanksi bahkan ada yang terkena sanksi dipecat. Dalam melihat fenomena seperti ini saya melakukan penelitian di lingkungan pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah dengan objek penelitian adalah para pimpinan SKPD. Sebagai Kabupaten yang terletak di Pantai Barat Sumatera, saat ini Kabupaten Tapanuli Tengah Tapteng, tengah bergiat dalam pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain. Tak bisa dibantah lagi, jika Kabupaten Tapteng termasuk dalam Kabupaten kategori tertinggal di seluruh Indonesia. Sehingga untuk menanggalkan status tersebut maka Kabupaten Tapteng saat ini berusaha dengan keras untuk membangun dan mengembangkan potensinya. Dari hasil penelitian saya, pimpinan SKPD di jajaran pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah adalah sebanyak 67 orang dengan rinciannya berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut: Tabel 1.3: jumlah dan persentase pimpinan SKPD berdasarkan tingkat pendidikannya Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase S1,S2,S3 67 orang 100 Universitas Sumatera Utara D1,D2,D3 Tidak ada Tidak ada Sumber : Data Kuesioner penelitian tahun 2012 Dari tabel diatas dapat saya simpulkan bahwa dari tingkat pendidikan, para pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki kompetensi dan kemampuan yang baik karena dari 67 orang pimpinan SKPD, semuanya merupakan lulusan dari Perguruan Tinggi dengan gelar strata 1 S1. Tingkat pendidikan yang tinggi memang diperlukan, apalagi oleh para pimpinan SKPD karena dengan demikian mereka paling tidak sudah paham atau mengerti dengan permasalahan yang ada di masing – masing badan atau dinas yang mereka bawahi sesuai dengan spesialisasi masing – masing. Namun sebagai pimpinan SKPD apakah mereka juga cukup tahu mengenai otonomi daerah? Hal ini penting mengingat mereka harus paham konsep otonomi daerah, desentralisasi dan pembagian wewenang antara pusat dan daerah dalam menjalankan tugas mereka sebagai pimpinan SKPD. Jika mereka tidak tahu ketiga hal ini maka dalam menjalankan berbagai kebijakan akan tidak berjalan dengan semestinya. Berikut adalah persentase jumlah pimpinan SKPD yang mengerti tentang konsep otonomi daerah, konsep desentralisasi dan mengetahui tentang pembagian wewenang antara pusat dan daerah berdasarkan UU No.32 Tahun 2004: Tabel 1.4: jumlah dan persentase pimpinan SKPD yang tahu maupun yang tidak tidak tahu tentang konsep otonomi daerah. Pertanyaan Tahu Tidak Tahu Apakah anda tahu tentang Konsep Otonomi Daerah? 57 orang 10 orang Jumlah 67 orang Persentase 86 14 Sumber : Data kuesioner penelitian tahun 2012 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas pimpinan SKPD tahu mengenai konsep otonomi daerah. Hal ini tentu saja sesuatu yang positif, karena dengan mengetahui konsep otonomi daerah, para pimpinan SKPD paling tidak sudah mengerti arti sebenarnya dari konsep otonomi daerah. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan kerangka otonomi daerah seharusnya sudah berjalan dengan baik, karena sekitar 86 pimpinan SKPD di jajaran pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah mengetahui tentang konsep otonomi daerah. Universitas Sumatera Utara Tabel 1.5; jumlah dan persentase pimpinan SKPD yang tahu maupun tidak tahu tentang konsep desentralisasi. Pertanyaan Tahu Tidak Tahu Apakah anda tahu tentang Konsep desentralisasi? 52 orang 15 orang Jumlah 67 orang Persentase 77 23 Sumber: Data kuesioner penelitian tahun 2012 Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas para pimpinan SKPD juga sudah tahu mengenai konsep desentralisasi. Konsep desentralisasi sendiri adalah proses penyerahan sebagian besar wewenang pusat kepada daerah untuk melakukan pengembangan ataupun pembangunan yang dilakukan dengan azas perbantuan. Dengan demikian dari hasil tabel diatas seharusnya penyelenggaraan desentralisasi di Kabupaten Tapanuli Tengah sudah berjalan dengan baik karena sekitar 77 jajaran SKPD di pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah sudah paham dengan konsep desentralisasi Tabel 1.6: jumlah dan persentase pimpinan SKPD yang tahu maupun yang tidak tahu mengenai pembagian wewenang antara pusat dengan daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004. Pertanyaan Tahu Cukup Tahu Tidak Tahu Apakah anda mengetahui tentang pembagian wewenang antara pusat dengan daerah berdasarkan isi UU No. 32 tahun 2004? 44 orang 16 orang 7 orang Jumlah 67 orang Persentase 67 22 11 Sumber: Data kuesioner penelitian tahun 2012 Dalam hal pembagian wewenang antara pusat dengan daerah yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004, mayoritas para pimpinan SKPD di pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah mengetahui mengenai aturan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan para Universitas Sumatera Utara pimpinan SKPD sudah mengetahui dan memahami apa – apa saja wewenang yang diberkan pusat kepada daerah dalam menjalankan berbagai kebijakan di daerah. Dari tiga tabel awal terkait dengan pemahaman tentang otonomi daerah mayoritas para pimpinan SKPD pada dasarnya mengerti dan memahami arti dan konsep dari otonomi daerah dan juga mengetahui apa yang menjadi wewenang daerah yang diberikan oleh pusat. Memang pada tiga tabel diatas masih ada sebagia kecil yang menyatakan tidak memahami dan ini sangat disayangkan namun paling tidak mayoritas para pimpinan SKPD di jajaran pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah mengetahui arti dan konsep dari otonomi daerah. III.1 Kondisi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mengkedepankan pelayanan kepada masyarakat, transparansi dan akuntabilitas. Disamping itu penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah apabila peraturan yang membawahinya tidak tumpang tindih atau menyimpang dari yang seharusnya. Dalam melihat kondisi penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Tapteng saya mengambil lima indikator penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diambil dari UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Adapun indikator tersebut adalah sebagai berikut. III.1.1 Hak dan Kewajiban Daerah Hak dan kewajiban daerah yang ditetapkan dalam UU otonomi daerah selalu menjadi hal yang menjadi polemik dalam fenomena pemerintahan lokal di daerah. Tidak jarang banyak daerah yang mengeluh bahwa hak mereka tidak sebanding dengan kewajiban yang diberikan oleh pusat kepada daerah. Seperti misalnya dalam hal pemanfaatan potensi sumber daya alam. Tidak jarang pemerintah pusat melalui departemen terkait mengambil alih pengelolaan sumber daya alam tersebut dengan alasan sudah dimasukkan dalam rencana strategi pembangunan nasional. Bagaimana tanggapan para pimpinan SKPD Kabupaten Tapteng terkait hal ini? Berikut tanggapan mereka yang saya susun dalam bentuk kuesioner Tabel 1.7: Pertanyaan Belum Sudah Apakah menurut anda hak – hak yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah sudah mencerminkan semangat dari otonomi daerah tentang 48 orang 19 orang Universitas Sumatera Utara pemerataan pembangunan? Jumlah 67 orang Persentase 71 29 Sumber: Data kuesioner penelitian tahun 2012 Dari pertanyaan diatas, mayoritas para pimpinan SKPD sepakat bahwa hak yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah belum mencerminkan semangat otonomi daerah tentang pemerataan pembangunan. Hal ini diamini oleh Sekretaris daerah Kabupaten Tapanuli Tengah beliau mengatakan “hak daerah yang berkaitan dengan pemerataan pembangunan belum mencerminkan semangat otonomi daerah, contoh yang paling baru adalah masalah perbaikan jalan Negara maupun provinsi yang rusak di kabupaten Tapteng yang direspon lama oleh pemerintah pusat dalam hal ini gubernur, padahal pihak pemerintah kabupaten sudah memberikan laporannya sejak lama, akibatnya aktifitas dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi lambat. Memang benar laporannya sudah direspon namun kondisi jalan yang sudah sangat parah saya pesimis dengan ketahanan jalan nantinya apabila sudah siap” tegas beliau. 28 Pertanyaan Dari sini dapat saya ambil kesimpulan bahwa hak – hak daerah dalam hal pemerataan pembangunan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Masih terjadi perlakuan “anak tiri” terhadap daerah – daerah yang dinilai tidak penting oleh pemerintah pusat. Bagaimana dengan keseimbangan antara hak dengan kewajiban daerah? Ternyata hasilnya tidak jauh berbeda dengan hasil diatas sebagai berikut: Tabel 1.8: Belum Sudah Apakah menurut anda kewajiban yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah sudah seimbang dengan hak yang diberikan kepada daerah? 47 orang 20 orang Jumlah 67 orang Persentase 71 29 Sumber: Data kuesioner penelitian tahun 2012 Terkait dengan perimbangan antara hak dan kewajiban yang diberikan pusat kepada daerah, para pimpinan SKPD juga ternyata mayoritas sepakat bahwa belum ada 28 Wawancara dengan Sekretaris Daerah kabupaten Tapanuli Tengah Baharuddin Manik SE tanggal 15 oktober 2012 Universitas Sumatera Utara keseimbangan antara hak dan kewajiban daerah yang diberikan oleh pusat. Pimpinan SKPD di kabupaten Tapteng menilai kewajiban yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah tidak sepadan dengan hak – hak yang diberikan kepada daerah seperti misalnya pembagian kewenangan dalam hal pemanfaatan sumber daya alam di daerah. Terkait dengan hak dan kewajiban daerah, saya mengambil contoh kasus, di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pihak pemerintah daerah diwajibkan menyusun Rancangan Jangka Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD dan wajib melaporkannya kepada pemerintah pusat dalam hal ini Gubernur dalam jangka waktu tertentu, dan jika terlambat akan dikenakan sanksi. Menurut pandangan saya peraturan ini cenderung keluar dari prinsip desentralisasi dikarenakan masih adanya kontrol pusat atas daerah. Hal ini kemudian dalam kuesioner saya tanyakan kepada para objek kuesioner dan hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel 1.9: Pertanyaan Setuju Tidak Setuju Pemerintah daerah diwajibkan menyusun Rancangan Jangka Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD dan wajib melaporkannya kepada pemerintah pusat dalam hal ini Gubernur dalam jangka waktu tertentu, dan jika terlambat akan dikenakan sanksi. Apakah anda setuju bahwa peraturan ini cenderung keluar dari prinsip desentralisasi? 34 orang 33 orang Jumlah 67 orang Persentase 51 49 Sumber: Data kuesioner penelitian tahun 2012 Hasil yang saya dapatkan diatas cukup mengejutkan bagi saya, karena ternyata pendapat dari para pimpinan SKPD terpecah – pecah dan hanya berbeda sedikit. Yang menyatakan setuju bahwa pelaporan dan penerapan sanksi dikarenakan keterlambatan RPJMD merupakan bentuk peraturan yang keluar dari prinsip desentralisasi beralasan bahwa hal itu tidak diperlukan dikarenakan RPJMD merupakan hak prerogatif dari daerah dan tidak perlu diberikan waktu tenggat bahkan sanksi. Sedangkan yang tidak setuju bahwa aturan itu cenderung keluar dari prinsip desentralisasi menyatakan bahwa peraturan itu diperlukan agar pemerintah daerah tidak lambat menyusun RPJMD , dengan adanya tenggat waktu maka Universitas Sumatera Utara pemerintah daerah tidak lagi bersantai – santai tetapi langsung menyusun RPJMD sehingga tidak terkena sanksi dari pemerintah pusat. III.1.2 Tugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala Daerah Terkait dengan tugas dan wewenang serta kewajiban kepala daerah, yang ideal itu adalah yang sesuai dengan semangat otonomi daerah mengenai pembagian kekuasaan yang seimbang antara daerah dan pusat. Pemerintah pusat seharusnya berada diposisi sebagai Pembina dan bukan sebagai pihak yang mengkontrol daerah, dengan demikian kebijakan desentralisasi dapat berjalan dengan baik, dan bukan malah menjadi ke arah sentralisasi. Dan bagaimanakah pandangan para pimpinan SKPD di kabupaten Tapteng terkait dengan tugas dan wewenang serta kewajiban kepala daerah. Didalam pasal 27 ayat 2 UU No. 32 tahun 2004, kepala daerah diwajibkan untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah pusat hal ini kemudian saya tanyakan dalam kuesioner penelitian dan hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel 1.10: Pertanyaan Perlu Tidak perlu Didalam pasal 27 ayat 2 UU No. 32 tahun 2004, kepala daerah diwajibkan untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah pusat apakah menurut anda hal ini diperlukan oleh daerah? 54 orang 13 orang Jumlah 67 orang Persentase 82 18 Sumber : Data kuesioner penelitian tahun 2012 Dari hasil kuesioner diatas terkait dengan kewajiban melaporkan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah pusat, para pimpinan SKPD menyatakan bahwa hal ini diperlukan. Sekretaris daerah kabupaten Tapteng menyatakan bahwa “ laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah memang seharusnya rutin dilaporkan kepada pemerintah pusat, hal ini tidak keluar dari prinsip otonomi daerah, karena hal ini hanya sebatas sebagai laporan tentang perkembangan pembangunan di daerah, disamping itu Universitas Sumatera Utara laporan ini bisa menjadi laporan mengenai permasalahan yang terjadi di daerah agar ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat” tegasnya. 29 Pertanyaan Dari mayoritas para pimpinan SKPD yang mengatakan perlunya melaporkan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pusat, memiliki berbagai macam alasan dan hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel 1.11 Untuk mengawasi kinerja pemerintah daerah Mendapatkan petunjuk dari pemerintah pusat Sebagai bahan evaluasi pemerintah daerah Tidak tahu Jika perlu apa alasan anda? 26 orang 10 orang 11 orang 7 orang Jumlah 54 orang Persentase 49 20 19 12 Sumber: Data kuesioner penelitian tahun 2012 Dari 54 orang yang mengatakan perlu adanya kewajiban melaporkan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sekitar 26 orang memilih alasan untuk mengawasi kinerja pemerintahan di daerah. Didalam menjalankan pemerintahan daerah memang tetap dibutuhkan pengawasan dari pemerintah pusat kepada daerah agar pemerintahan daerah tetap pada jalurnya dalam mengembangkan daerahnya. Disamping itu pengawasan ini juga untuk mencegah munculnya kekuasaan yang absolut dari kepala daerah. Namun patut diperhatikan bahwa pengawasan ini hanya sebatas mengawasi dan membina pemerintah daerah dan bukan malah dipergunakan oleh pemerintah pusat untuk mengintervensi pemerintahan di daerah. Terkait dengan pengawasan, saya juga menanyakan tentang keberadaan pasal 24 ayat 4 UU No. 32 tahun 2004 tentang evaluasi dan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Jika dilihat, isi dari pasal ini menunjukkan masih adanya kontrol atas pemerintah daerah oleh pusat, hal ini kemudian ditanyakan didalam kuesioner dan hasilnya sebagai berikut: Tabel 1.12 Pertanyaan Ya Tidak Apakah menurut anda pasal 24 ayat 4 UU No.32 tentang evaluasi dan pembinaan penyelenggaraan pemerintah daerah menunjukkan bahwa pemerintah 50 orang 17 orang 29 Wawancara dengan Sekretaris Daerah kabupaten Tapanuli Tengah Baharuddin Manik SE tanggal 15 oktober 2012 Universitas Sumatera Utara pusat masih memegang kontrol atas pemerintah daerah? Jumlah 67 orang Persentase 75 25 Sumber: Data kuesioner penelitian tahun 2012 Hasil diatas menunjukkan bahwa mayoritas para pimpinan SKPD di jajaran pemerintahan Kabupaten Tapteng menanggap bahwa isi pasal 24 ayat 4 UU No. 32 tahun 2004 tentang evaluasi dan pembinaan penyelenggaraan pemerintah daerah merupakan sebuah bentuk kontrol pemerintah pusat. Hal ini bisa dimaklumi melihat memang bahasa dari pasal tesebut menunjukkan bahwa pemerintah pusat memang masih memegang kontrol atas daerah. Namun harus dipahami bahwa kontrol pusat atas daerah seharusnya hanya sebatas sebagai evaluasi dan memberikan rekomendasi kepada daerah apabila ada masalah di daerah dan bukannya mengintervensi pemerintahan di daerah. Dari indikator tentang tugas dan wewenang serta kewajiban kepala daerah dapat saya ambil kesimpulan bahwa sikap para pimpinan SKPD di jajaran pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah pada umumnya tidak mempermasalahkan isi dari pasal – pasal yang ada, bahkan mereka menganggap pasal – pasal tersebut diperlukan sejauh memang dipakai sebagaimana mestinya tanpa harus mengikis kewenangan daerah dalam mengelola wilayahnya. Didalam pelaksanaan otonomi daerah memang diperlukan pengawasan dan pembinaan dari pemerintah pusat. Hal ini guna melihat dan memantau bagaimana perkembangan di tiap – tiap pemerintahan di daerah apakah sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut atau malah tidak sama sekali. Namun disini pemerintah pusat harus tahu memposisikan dirinya, pemerintah pusat dalam menjalankan fungsi pengawasannya harus memahami apa yang dibutuhkan daerah dan ketika ada beberapa kebijakan daerah yang dianggap pusat tidak cocok, maka pemerintah pusat harus mendengarkan daerah alasannya menerapkan kebijakan tersebut bukannya menerapkan sanksi secara sepihak. III.1.3 Kepegawaian Daerah Masalah kepegawaian di daerah dalam penyelenggaran pemerintahan daerah merupakan masalah yang sangat penting dan strategis dalam pemerintahan daerah. Hal ini menyangkut dengan bagaimana pengelolaan kepegawaian setiap daerah karena Pegawai Negeri Sipil PNS merupakan tulang punggung dalam pembangunan daerah terutama dalam hal birokrasi daerah. Universitas Sumatera Utara Masalah dalam kepegawaian daerah saat ini adalah menyangkut dengan manajemen kepegawaian daerah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa manajemen kepegawaian pemerintah khususnya yang berada di daerah, jauh dari kata memuaskan. Banyak masalah yang menyebabkan hal ini bisa terjadi, diantaranya adalah disebabkan oleh tidak profesionalnya kepala daerah dalam hal manajemen kepegawaian daerah maupun dikarenakan peraturan perundang – undangan yang menyebabkan kacaunya manajemen kepegawaian daerah. Terkait dengan manajemen kepegawaian daerah , memang sudah diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 bahwa pemerintah menyatukan secara nasional tentang manajemen pegawai negeri sipil, namun ada beberapa hal yang cukup sulit nantinya apabila penyelenggaraan manajemen pegawai dilakukan secara nasional yaitu bahwa kenyataan dilapangan masalah manajemen pegawai berbeda – beda di setiap daerah. Ini kemudian saya tanyakan dalam kuesioner saya sehingga muncul lah hasil sebagai berikut. Tabel 1.13 Pertanyaan Diberikan kepada masing – masing daerah Disatukan secara nasional Apakah anda setuju bahwa penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil disatukan secara nasional atau diberikan kepada masing – masing daerah? 38 orang 29 orang Jumlah 67 orang Persentase 57 43 Sumber: Data kuesioner penelitian tahun 2012 Dari data kuesioner diatas, mayoritas sepakat bahwa penyelenggaraan manajemen kepegawaian daerah seharusnya diberikan kepada masing – masing daerah untuk menyelenggarakannya, hal ini dikarenakan tiap – tiap daerah memiliki masalah – masalah yang berbeda terkait dengan penyelenggaraan kepala daerah. Seperti yang dijelaskan oleh Kepala BKD Tapteng, beliau mengatakan “penyelenggaran manajemen kepegawaian daerah seharusnya diberikan kepada daerah itu sendiri, disamping karena daerah lebih mengetahui Universitas Sumatera Utara permasalahan terkait manajemen kepegawaian daerah, hal ini lebih efektif karena masalah dapat dengan cepat teratasi” ujarnya. 30 Pertanyaan Memang jika dilihat dari segi negatif, penyelenggaraan manajemen kepegawaian daerah jika diberikan kepada masing – masing daerah belum tentu mengatasi masalah manajemen kepegawaian daerah bahkan bisa jadi menambah persoalan semakin rumit. Namun disinilah pemerintahan daerah dituntut bekerja secara profesional dan bertanggung jawab dalam mengelola manajemen kepegawaiannya dengan baik, dengan demikian maka akan tercipta sebuah birokrasi yang baik sesuai dengan ciri khas masing – masing daerah. Disamping itu mengenai pengangkatan maupun pemberhentian pejabat dalam tingkat eselon II, didalam UU No. 32 tahun 2004 telah ditetapkan bahwa dalam hal mengenai pengangkatan dan pemberhentian pejabat daerah setingkat eselon II, kepala daerah dalam hal ini Bupati Tapanuli Tengah diwajibkan untuk berkonsultasi dulu dengan pimpinan provinsi dalam hal Gubernur Sumatera Utara. Dibeberapa kasus di berbagai daerah di Indonesia, seringkali aturan ini dilanggar oleh kepala daerah. Mereka dengan sesuka hati mengganti pejabat eselon II tanpa berkonsultasi dengan Gubernurnya. Hal ini kemudian saya tanyakan dalam kuesioner saya apakah dalam hal pengangkatan atau pemberhentian pejabat eselon II Bupati Tapanuli Tengah selalu berkonsultasi dengan Gubernur Sumatera Utara, dan hasilnya sebagai berikut. Tabel 1.14 Ya Tidak Pernah Apakah dalam pengangkatan atau pemberhentian pejabat eselon II Bupati Tapanuli Tengah selalu melakukan konsultasi sebelumnya kepada Gubernur? 44 orang 23 orang Jumlah 67 orang Persentase 67 33 Sumber: Data hasil kuesioner penelitian tahun 2012 30 Wawancara dengan Kepala BKD Kabupaten Tapteng Drs. Rahman Situmeang pada tanggal 17 oktober 2012 Universitas Sumatera Utara Dari hasil kuesioner diatas, mayoritas menjawab bahwa Bupati Tapanuli Tengah selalu melakukan konsultasi terlebih dahulu kepada Gubernur Sumatera Utara dalam melakukan pengangkatan dan pemberhentian pejabat eselon II. Hal ini cukup baik dan harus dipertahankan oleh Bupati, mengingat pengangkatan maupun pemberhentian pejabat setingkat eselon II haruslah melihat potensi strategisnya, apakah ini merugikan dan dapat mengganggu penyelenggaraan pemerintah daerah atau tidak. Disamping itu hal ini juga bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya Nepotisme dalam hal pemilihan pejabat di tingkat eselon II. Terlepas dari peraturan cenderung menunjukkan kontrol atas pemerintah daerah, namun dari sisi positifnya, terdapat komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat yang diwakilkan oleh Gubernur di daerah dalam hal pengangkatan dan pemberhentian pejabat Eselon II, tentau saja tanpa intervensi dari pemerintah pusat. III.I.4 Pembinaan dan Pengawasan Terkait dengan pembinaan dan pengawasan saya memfokuskan kepada siapakah yang seharusnya memegang kedua peran ini. Berdasarkan pada UU No. 32 tahun 2004 pemerintah pusat memegang kedua peran ini sekaligus. Hal ini sebenarnya menjukkan bahwa kontrol pusat kepada daerah yang masih kental terasa. Terkait dengan fungsi tersebut, pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana dengan fungsi DPRD setempat? Dengan pemerintah pusat memegang dua fungsi ini sekaligus maka DPRD justru ditempatkan sebagai Mitra pemerintah daerah dalam hal menyusun anggaran dan peraturan daerah. Hal ini jelas menyimpang dari tujuan otonomi daerah seperti yang dikatakan oleh Ryass Rasyid yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga legislatif dalam pemerintahan daerah dan memberdayakan mereka sebagai lembaga pengawas demi terciptanya pengelolaan pemerintahan daerah yang lebih demokratis. Jadi posisi DPRD di daerah seharusnya bukan hanya sebagai mitra dalam hal menyusun anggaran dan Perda tetapi sebagai juga lembaga pengawasan bagi pemerintahan daerah. Mengenai hal ini saya menanyakannya dalam kuesioner yang saya sebarkan dan hasilnya sebagai berikut. Tabel 1.15 Pertanyaan DPRD Pemerintah Pusat Gubernur Masyarakat Menurut anda siapakah yang seharusnya memiliki 41 orang 8 orang 14 orang 4 orang Universitas Sumatera Utara kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintahan daerah? Jumlah 67 orang Persentase 62 12 21 5 Sumber: Data hasil Kuesioner penelitian tahun 2012 Dari hasil kuesioner, ternyata mayoritas sepakat bahwa fungsi pengawasan seharusnya ditangan lembaga DPRD, hanya delapan orang yang memilih pemerintah pusat yang memiliki fungsi mengawasi pemerintah daerah. Hal ini memang menjadikan lembaga DPRD begitu lemah kedudukannya didalam daerah. Disamping tidak memiliki wewenang lagi dalam mengawasi kinerja pemerintahan daerah, lembaga DPRD saat ini cenderung hanya sebagai lembaga seremonial saja. Hal ini diamini oleh Ketua Komisi B DPRD Tapanuli Tengah beliau mengatakan “ Dengan adanya ketentuan seperti ini maka kami sebagai representasi masyarakat kabupaten Tapanuli Tengah di lembaga DPRD tidak mampu berbuat banyak ketika ada kebijakan – kebijakan yang merugikan masyarakat, kami hanya sebatas memberikan saran dan pendapat kepada pemerintahan daerah untuk tindak lanjut lainnya pemerintah pusatlah yang memiliki kewenangan” ujar beliau. 31 Bagaimana dengan kewenangan dalam melakukan pembinaan? Seperti yang dijelaskan diatas, fungsi pembinaan juga dipegang oleh pemerintah pusat. hal ini dilatarbelakangi bahwa pemerintah daerah tidak terlepas dari pemerintah pusat secara struktural karena dibawahi langsung dalam hal ini kementerian dalam negeri. Mengenai Dari sini dapat dikatakan bahwa seharusnya aturan mengenai fungsi dan kedudukan DPRD harus di tinjau ulang kembali terkait dengan fungsi pengawasannya yang diambil alih oleh pemerintah pusat. Memang benar dengan kembalinya fungsi pengawasan kepada DPRD belum tentu kinerja DPRD menjadi lebih baik bahkan bisa saja terjadi penyimpangan wewenang. Namun disini paling tidak yang dilihat bahwa DPRD harus memiliki fungsi dan kinerja yang nampak, dan tidak hanya duduk manis di kursi empuk tanpa berperan aktif dalam mengawasi pemerintahan. Dengan kembalinya fungsi pengawasan mereka, paling tidak mereka dapat bekerja dan tidak memiliki alasan untuk bermalas – malasan. 31 Wawancara dengan ketua Komisi B DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah Jhonny Lumbantobing SE tanggal 17 oktober 2012 Universitas Sumatera Utara pembinaan, memang seharusnya yang memiliki kewenangan dalam melakukannya adalah pemerintah pusat, dikarenakan pemerintah pusat merupakan lembaga yang kompeten untuk melakukan hal tersebut sepanjang memang pemerintah pusat menjalankan fungsinya untuk membina dan bukan malah mengintervensi. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yang disebarkan, yang hasilnya sebagai berikut. Tabel 1.16 Pertanyaan DPRD Pemerintah Pusat Bawasda Gubernur Siapakah yang seharusnya memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah daerah? 13 orang 25 orang 12 orang 17 orang Jumlah 67 orang Persentase 19 38 17 26 Sumber: Data kuesioner Penelitian tahun 2012 Berbeda dengan fungsi pengawasan, fungsi pembinaan dapat dikatakan cocok bila kewenangannya diambil alih oleh pemerintah pusat. Dikarenakan seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintah pusat merupakan pihak yang berkompeten dalam melakukan pembinaan terhadap pemerintahan daerah. Dengan adanya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap daerah, maka kinerja pemerintahan daerah dapat berjalan dengan baik. Tentu saja pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada daerah tidak serta merta menyimpang dari semangat otonomi daerah. Pemerintah pusat harus menempatkan dirinya sebagai Pembina yang baik bagi daerah dan bukannya memaksa daerah dengan mengintervensi mereka untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemerintah pusat. Dengan kata lain, pemerintah pusat wajib melakukan pembinaan kepada daerah meskipun kita sudah menerapkan otonomi daerah. Namun pemerintah pusat harus melihat koridor – koridor dalam melakukan pembinaan agar nantinya tidak dituduh mengintervensi wewenang dari pemerintahan yang ada didaerah. Universitas Sumatera Utara III.2 Positif dan Negatif Pengaruh UU No.32 Tahun 2004 Terhadap Kekuasaan Kepala Daerah Dalam Menjalankan Pemerintahannya Didalam pelaksanaan otonomi daerah di seluruh wilayah yang tergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, para kepala daerah khususnya yang setingkat Bupati dan Walikota dituntut untuk lebih peka terhadap permasalahan di daerahnya. Hal ini disebabkan oleh kenyataan di lapangan bahwa permasalahan di daerah – daerah begitu kompleks dan beragam. Inilah alasan mengapa pemerintah pusat memberikan wewenang penuh kepada daerah untuk mengelola sendiri daerahnya, karena begitu kompleks dan beragamnya masalah dan kebutuhan di daerah. Untuk mengakomodasi pemberian wewenang tersebut, maka disusunlah peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang otonomi daerah. Mulai dari UU No.22 Tahun 1999 yang kemudian di revisi kembali menjadi UU No.32 tahun 2004. Tujuan dari revisi ini sendiri dilakukan dengan alasan karena UU No. 22 dinilai terlalu memberikan kebebasan kepada daerah dan menimbulkan munculnya “raja – raja lokal” di daerah. Disamping itu, ketika UU No. 22 tahun 1999 berlaku, banyak timbul friksi atau konflik antara kepala daerah dengan lembaga DPRD. Dengan munculnya revisi UU No. 32 tahun 2004, maka diharapkan problem – problem diatas tidak muncul lagi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun hadirnya UU No. 32 tahun 2004 pun ternyata tidak menyelesaikan permasalahan di daerah. Yangterjadi justru permasalahan baru muncul dengan berlakunya Undang – Undang ini. Permasalahan yang kemudian muncul adalah, adanya kecenderungan UU No. 32 tahun 2004 adalah bentuk resentralisasi sistem pemerintahan daerah. Terdapat perbedaan mendasar antara UU No.22 tahun 1999 dengan UU No.32 tahun 2004 saat ini yang berkaitan dengan kekuasaan kepala daerah yaitu sebagai berikut: Tabel 1.17 No Kategori UU No 32 Tahun 2004 UU No. 22 Tahun 1999 1 Kedudukan dan kewenangan daerah 1. Daerah provinsi merupakan daerah otonom sebagai wakil pemerintah di daerah yang membawahi daerah kabupatenkota, bertanggung jawab 1. Daerah provinsi sebagai wilayah administratif, wakil pemerintah, bukan sebagai atasan dari pemerintah Universitas Sumatera Utara ke pemerintah pusat 2. Daerah kabupatenkota sebagai daerah otonom yang membawahi desakelurahan, bertanggungjawab kepada daerah provinsi 3. Desa kelurahan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang otonom bertanggungjawab kepada kabupatenkota kabupatenkota, memiliki kewenangan atas lintas kabupatenkota 2. Daerah kabupatenkota sebagai daerah otonom 3. Desa sebagai wilayah kesatuan hukum yang memiliki otonomi asli 2 Kedudukan dan kewenangan kepala daerah Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; mengajukan raperda dan menetapkan raperda yang telah mendapat persetujuan DPRD; pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dibawahnya Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai kepala eksekutif 3 Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah pusat melakukan: 1. Koordinasi pemerintahan antar- susunan 1. Pemerintah hanya memfasilitasi penyelenggaraan otonomi daerah Universitas Sumatera Utara pemerintahan 2. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan 3. Bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan 4. Pendidikan dan pelatihan 5. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan 6. Pengawasan atas pelaksanaan 7. Pengawasan terhadap perda dan peraturan kepala daerah 8. Memberi penghargaan dan sanksi kepada daerah 9. Menunjuk aparat pengawas intern pemerintah 10. Membentuk dewan pertimbangan kebijakan otonomi daerah, pembinaan dan pengawasan dilakukan secara 2. Pengawasan terhadap perda disampaikan selambat – lambatnya lima belas hari setelah ditetapkan 3. Membentuk dewan pertimbangan otonomi daerah 4. Pemerintah diatasnya hanya akan berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan mediator Universitas Sumatera Utara hirarki dari atas ke bawah hingga desa Dari tabel diatas tampak bahwa terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara UU No.32 tahun 2004 dengan UU No.22 tahun 1999. Perbedaan yang sangat mencolok adalah terdapat pada kedudukan dan kewenangan daerah. Jika pada UU No.22 tahun 1999 dikatakan bahwa “Daerah provinsi sebagai wilayah administratif, wakil pemerintah, bukan sebagai atasan dari pemerintah kabupatenkota, memiliki kewenangan atas lintas kabupatenkota” yang artinya pemerintah provinsi sebagai wakil pusat hanya memiliki wewenang diluar dari wilayah kabupatenkota sehingga tidak boleh ikut campur dengan wewenang di dalam daerah, hal ini mengingat bahwa Bupati dan Walikota bukanlah bawahan langsung dari Gubernur tetapi merupakan mitra Gubernur di daerah. Namun pada UU No. 32 tahun 2004 justru sebaliknya, dikatakan bahwa “Daerah provinsi merupakan daerah otonom sebagai wakil pemerintah di daerah yang membawahi daerah kabupatenkota, bertanggung jawab ke pemerintah pusat” yang artinya Gubernur mempunyai kuasa di daerah dan berhak ikut campur terhadap masalah yang terjadi di daerah. Disamping itu Bupati dan Walikota bukan lagi diposisikan sebagai mitra, namun diposisikan langsung sebagai bawahan pemerintan pusat dan bertanggung jawab kepada presiden melalui Kementerian Dalam Negeri. Sesungguhnya ini sungguh dilematis bagi daerah khususnya bagi kepala daerah. Sebagai penguasa yang mendapatkan legitimasinya dari masyarakat, kepala daerah harus menerima kenyataan bahwa dirinya mendapati kekuasaannya sudah “dikikis” oleh pemerintah pusat. sehingga tidak bisa leluasa mengeluarkan kebijakan daerah yang dapat berguna bagi daerahnya. Disamping itu fungsi pengawasan yang dimiliki oleh pemerintah pusat semakin menunjukkan bahwa pemerintah pusat ingin kembali menunjukkan kontrolnya kepada daerah. Memang benar fungsi pengawasan dan pembinaan itu ada baiknya, namun lebih baik jika fungsi pengawasan diberikan saja kepada DPRD daerah terkait dan bukan malah pemerintah pusat yang memegang hak tersebut. Pemerintah pusat sudah cukup disibukkan dengan urusan yang berskala nasional. Terkadang akibat dari adanya kontrol pemerintah pusat atas daerah adalah ketergantungan daerah kepada pusat semakin menjadi – jadi. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip otonomi daerah yang menyatakan bahwa otonomi daerah memiliki tujuan agar pemerintah daerah dapat menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dan mengelola serta menggali potensi daerah yang dapat dipergunakan untuk membangun daerah. Universitas Sumatera Utara Sedangkan pemerintah pusat hanya berkedudukan sebagai fasilitator, secara terbatas mengawasi dan memberikan sekedar arahan dan petunjuk kepada daerah. Disamping itu akibat lainnya adalah adanya ketakutan daerah ketika ingin mengeksekusi sebuah kebijakan strategis. Hal ini disebabkan pemerintah daerah takut terkena sanksi dari pemerintah pusat apabila kebijakan itu dinilai salah oleh pemerintah pusat. Sehingga sebelum melaksanakan sebuah kebijakan, kepala daerah tidak jarang harus terbang ke pusat pemerintahan hanya untuk melakukan semacam lobi kepada pemerintah pusat agar kebijakan daerah tidak dibatalkan oleh pemerintah pusat. Bukankah ini sebuah ironi dan mencederai semangat otnomi daerah itu sendiri. Lebih tragisnya lagi adalah bukan hanya berlaku bagi kepala daerah saja, tetapi juga bagi lembaga DPRD di daerah. Akibat dari penerapan UU No. 32 tahun 2004 ini, kedudukan dan wewenang yang dimiliki oleh lembaga ini menjadi berkurang. Dengan alasan bahwa kepala daerah dipilih langsung dan tidak lewat mekanisme dipilih oleh lembaga DPRD, sehingga pemerintah daerah bertanggung jawab kepada pusat dan bukannya kepada DPRD. Bahkan lebih miris lagi adalah kedudukan DPRD sesungguhnya berada sedikit dibawah pemerintah daerah, hal ini dibuktikan dengan bahwa tugas kepala daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 adalah memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah, sementara DPRD adalah salah satu unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga dapat dikatakan posisi DPRD dibawah pemerintahan daerah. Fungsi pengawasan DPRD tidak ada lagi dikarenakan fungsi ini sudah diambil oleh pemerintah pusat. seperti yang saya jelaskan di halaman sebelumnya, DPRD hanya lembaga seremonial yang tidak memiliki pengaruh besar didalam pemerintah daerah. Sehingga tidaklah heran jika kinerja anggotanya tidak signifikan dalam posisi mereka sebagai perwakilan rakyat daerah. Alasan bahwa kepala daerah tidak dipilih lewat mekanisme pemilihan di DPRD tidak bisa dijadikan acuan bahwa kepala daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD. Lembaga DPRD merupakan lembaga representasi dari masyarakat sehingga sebagai wakil dari masyarakat di parlemen daerah maka sewajarnyalah pemerintah daerah bertanggung jawab kepada lembaga DPRD dan bukan kepada pemerintah pusat. Hubungan kepada pusat haruslah sebatas hubungan pelaporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah disamping juga pembinaan kepada daerah secara terbatas. Mengatasi berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh penerapan UU No. 32 tahun 2004 cukup sulit dan kompleks. Namun meskipun demikian masih bisa diperbaiki. Kepala daerah seharusnya diberikan kebebasan lebih dalam mengelola daerahnya. Biarkan daerah Universitas Sumatera Utara mengimprovisasi sendiri kebijakan nya sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut, dan disini pemerintah pusat bertugas mengawasi dan ketika daerah melakukan kebijakan yang tidak sesuai maka pemerintah pusat boleh mengingatkan. Disamping itu pemerintah pusat harus mengembalikan wewenang DPRD dalam hal pengawasan terhadap kinerja daerah. Karena berdasarkan semangat otonomi daerah pun sudah dijelaskan bahwa posisi DPRD selain fungsi anggaran dan fungsi legislasi, ada juga fungsi pengawasannya, karena DPRD merupakan lembaga yang menjadi perwakilan masyarakat di daerah. Memang benar jika DPRD diberikan kembali fungsi pengawasannya, maka pertentangan dengan kepala daerah berpotensi muncul kembali. Namun disini pemerintah seharusnya dapat menempatkan pertentangan tersebut sebagai dinamika pengembangan atau penguatan daerah di hadapan pemerintah, dan bukan malah memandangnya sebagai konflik antar pemerintahan di daerah. Konsep otonomi sendiri diwujudkan bukan untutk mendirikan Negara dalam Negara melainkan semata mempercepat laju kesejahteraan daerah melalui pemberdayaan daerah. Konsep ini juga menekankan pengurangan peran sentral pemerintah dalam mengatur segala urusan penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang selama pemerintahan orde baru justru menyebabkan terjadinya pola ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Pembagian kewenangan diatur antara daerah dengan pemerintah sepanjang tidak mengurangi prinsip – prinsip desentralisasi. Prinsip desentralisasi yang dimaksud adalah membuka ruang kepada daerah untuk merumuskan, membuat, melaksanakan serta mempertanggung jawabkan kebijakannya sendiri didaerahnya sendiri. Termasuk salah satunya dalam hal menentukan kepala daerahnya melalui pemilihan yang diselenggarakansecara langsung oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat daerah, seperti telah diatur dalam UU No.32 tahun 2004. Hanya saja, UU itu kemudian dapat dikatakan cacat karena adanya kontradiksi antara penjelasan dengan isi, serta antar pengaturan pasal – pasal dalam isinya. Dijelaskan, demi peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah, maka daerah diberi otonomi seluas – luasnya namun tetap memiliki hubungan dengan pemerintah, baik dalam soal pengelolaa, pertanggungjawaban, maupun pembinaan dan pengawasan. Kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, namun pertanggung jawabannya ke pemerintah yang diatasnya. Hal ini kemudian yang dikhawatirkan akan menjadi “cacat” UU No. 32 tahun 2004, karena ada ketidaksesuaian antara semakin dalam penjelasan dengan pasal – pasal pengaturannya. Sehingga harus ada revisi UU tentang otonomi daerah dalam hal ini pemerintahan daerah. Universitas Sumatera Utara

BAB IV Penutup

IV.1 Kesimpulan