yaitu bahasa Hokkien, Teo-Chiu, Hakka dan bahasa Kanton yang tergabung dalam golongan Timur Asing lebih menguntungkan daripada golongan
Bumiputera. Sebagai salah satu sebab politiknya adalah golongan Tionghoa mendapat fasilitas-fasilitas tertentu yang memungkinkan mereka menduduki
lapisan lebih tinggi di atas rakyat Indonesia. Ini dimungkinkan oleh peraturan-peraturan yang mengangkat mereka secara ekonomis menjadi
lebih kuat. Fakta-fakta lain yang mempertajam masalah ini adalah sewaktu
perang kemerdekaan nasional, di mana tidak banyak orang Tionghoa yang memihak Indonesia, namun lebih memilih memihak Belanda.
II.3 Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana adalah salah satu dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Kalau analisis isi kuantitatif
lebih menekankan pada pertanyaan “apa” what, analisis wacana lebih melihat pada “bagaimana” how dari pesan atau teks komunikasi. Lewat
analisis wacana kita bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora
macam apa suatu berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang
tersembunyi dari suatu teks Eriyanto, 2001:15. Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana menurut
Eriyanto 2001:4-6, pertama positivisme-empiris yang melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-
pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui
Universitas Sumatera Utara
penggunaan bahasa tanpa ada kendala atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan memakai pernyataan-pernyataan yang logis, sintaksis dan memiliki
hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas.
Kedua disebut konstruktivisme yang memandang bahasa diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan
pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna dari sang pembicara. Bahasa tidak lagi dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif
belaka. Konstruktivis menganggap subjek adalah faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.
Pandangan ketiga disebut pandangan kritis. Pandangan ini menyempurnakan pandangan konstruktivis yang masih belum menganalisis
faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu
berikut perilakunya. Analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaranketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti
pada analisis konstruktivis. Analisis wacana paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan
yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa di sini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara.
Tetapi merupakan representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu maupun strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana
dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa:
Universitas Sumatera Utara
batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang harus dipakai dan topik apa yang dibicarakan.
Dalam Analisis Wacana Kritis Critical Discourse AnalysisCDA, wacana di sini tidak dipahami sebagai studi bahasa. Bahasa di sini dianalisis
bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Artinya, bahasa dipakai untuk tujuan dan
praktek tertentu termasuk di dalamnya praktek kekuasaan dalam melihat ketimpangan yang terjadi.
Dalam Eriyanto 2001:8-13 mengutip Fairclough dan Wodak, Analisis Wacana Kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok
sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Karakteristik Analisis Wacana Kritis menurut Teun A. van Dijk, Fairclough
dan Wodak adalah : 1. Tindakan
Wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana tidak ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Ada beberapa
konsekuensi yang harus dipandang. Pertama wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan. Apakah untuk mempengaruhi,
membujuk, merayu, mendebat, bereaksi. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan
sesuatu yang di luar kendali. 2. Konteks
Analisis Wacana Kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana diproduksi,
Universitas Sumatera Utara
dimengerti dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Menurut Guy Cook, analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi; siapa
yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; bagaimana perbedaan tipe dari
perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk masing-masing pihak. Ada tiga hal sentral yang harus ada dalam wacana teks, konteks
dan wacana. 3. Historis
Salah satu aspek penting untuk mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu dimana
wacana itu diciptakan. Pemahaman akan wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberi konteks historis di mana teks itu
diciptakan. 4. Kekuasaan
Setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan atau apapun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan
netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Kekuasaan berhubungan dengan kontrol kekuasaan. Bisa berupa kontrol atas teks
atau mengontrol struktur wacana. 5. Ideologi
Teori-teori klasik tentang ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan
mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa
Universitas Sumatera Utara
dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium melalui mana
kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka
miliki, sehingga tampak absah dan benar. Menurut Eriyanto 2001: 15-17, ada beberapa pendekatan dalam
analisis wacana kritis yaitu : 1.
Analisis Bahasa Kritis Critical Linguistik Critical Linguistik ini dibangun oleh sekelompok pengajar di
Universitas East Anglia tahun 1970-an. Memusatkan analisis wacana pada bahasa dan menghubungkannya dengan ideologi. Inti dari
gagasan Critical Linguistik adalah melihat gramatika bahasa membawa posisi dan makna ideologi tertentu. Artinya aspek ideologi diamati
dengan melihat pilihan bahasa dan struktur bahasa yang digunakan. 2.
Analisis Wacana Pendekatan Prancis French Discourse Analysis
Pendekatan Pecheux ini banyak dipengaruhi oleh teori ideologi Althusser dan teori wacana Foucolt. Dalam pandangan Pecheux,
bahasa dan ideologi bertemu dalam pemakaian bahasa, dan materialisasi bahasa pada ideologi. Keduanya, kata yang digunakan
dan makna dari kata-kata menunjukkan posisi seseorang dalam kelas tertentu. Bahasa adalah medan pertarungan melalui mana berbagai
kelompok dan kelas sosial berusaha menanamkan keyakinan dan pemahamannya.
Universitas Sumatera Utara
3. Pendekatan Kognisi Sosial
Dikembangkan oleh pengajar di Universitas Amsterdam Belanda dengan tokohnya Teun A. van Dijk. Wacana disini dilihat bukan hanya
dari struktur wacana, tetapi juga menyertakan bagaimana wacana itu diproduksi. Proses produksi ini menyertakan suatu proses yang disebut
kognisi sosial. 4.
Pendekatan Perubahan Sosial Social Cultural Change Approach
Analisis wacana memusatkan perhatian pada bagaimana wacana dan perubahan sosial. Farclough banyak dipengaruhi oleh Foucoult
dan pemikiran intertekstualitas Julia Kristeva dan Bakhtin. Wacana di sini dipandang sebagai praktek sosial, ada hubungan dialektis antara
praktek diskursif tersebut dengan identitas dan relasi sosial. 5.
Pendekatan Wacana Sejarah Discourse Historical Approach Dikembangkan oleh sekelompok pengajar di Vienna di bawah
Ruth Wodak. Penelitian terutama ditujukan untuk menunjukkan bagaimana wacana seksisme, antisemit, rasialisme dalam masyarakat
kontemporer. Menurut Wodak, wacana harus menyertakan konteks sejarah bagaimana wacana tentang suatu realitas digambarkan.
Selain itu Fairclough mensyaratkan beberapa hal penting dalam analisis wacana kritis. Pertama analisis wacana membutuhkan analisis
yang multidimensi. Kedua dengan model multidimensi, analisis
Universitas Sumatera Utara
wacana kritis butuh analisis yang multifungsi. Ketiga membutuhkan metode untuk analisis historis. Dan keempat, membutuhkan metode
kritis Dina Listiorini dalam Birowo, 2004: 68.
II.3 Representasi