Kesadaran yang Nyata Pandangan Dunia

kesadaran yang nyata dan kesadaran yang mungkin dari individu-individu dalam memahami keterbatasannya. Hal ini membatasi kemampuan manusia untuk menyadari secara lengkap dan menyeluruh tentang makna dan arah dari seluruh aspirasi, perilaku, dan emosi kolektif masyarakatnya Faruk, 1999:16:17. Pandangan dunia dalam SAZZ dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu pandangan dunia, manusia, dan Tuhan. Kesadaran yang nyata dan kesadaran yang mungkin dalam memandang dunia, manusia, dan Tuhan dapat dilihat dari tema keinginan memiliki seorang keturunan sehingga melakukan segala cara agar mendapatkan keturunan. Keinginan mempunyai sang anak membuat tokoh Bu Nauli lebih mendekatkan diri pada Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Novel SAZZ memiliki pandangan dunia yang besar dari kesadaran yang mungkin dan pandangan tentang manusia. Kesadaran yang mungkin itu merupakan kritik sosial yang berbicara mengenai manusia.

5.3.1 Kesadaran yang Nyata

Kesadaran yang nyata dalam SAZZ karya Maulana Syamsuri adalah tema dari novel. Kedudukan pandangan dunia dari kesadaran yang nyata dalam novel bertemakan keluarga memiliki konsistensi dengan fakta kemanusiaan dan subjek kolektif. Hal ini dapat ditelusuri dari kesejajaran antara kesadaran yang nyata dengan fakta individual dan subjek individual dalam kategori fakta kemanusiaan dan subjek kolektif. Kesejajaran ini telah menempatkan pandangan dunia individu-individu dalam kelompok masyarakat akan terus-menerus terikat oleh aspirasi, perilaku, dan emosi kolektif yang mendasari kehidupannya. Aspirasi, perilaku, dan emosi individu-individu yang dimiliki oleh kesadaran yang nyata dalam SAZZ karya Maulana Syamsuri hanya ditujukan kepada manusia dan Tuhan. Kesadaran nyata berupa gambaran mengenai pelaku-pelaku dalam novel. Para pelaku Universitas Sumatera Utara terutama terdiri dari pelaku utama dan pelaku sampingan. Para pelaku berperan secara tidak seimbang dalam rumah tangga yang disadari oleh istri telah menanggung semuanya akibat tidak dapat memberi keturunan kepada suaminya. Oleh sebab itu, tokoh utama bernama Bu Nauli menderita kesedihan dan kepasraan akibat gagal mewujudkan obsesi yang sempurna dalam berumah tangga. Gambaran rumah tangga dalam novel SAZZ dilihat dari usaha yang selalu dilakukan pasangan suami-istri Bu Nauli dan Bang Lindung untuk memperoleh keturunan. Pada novel ditemukan posisi suami yang bertindak sebagai kepala rumah tangga yang ingin sempurna di rumah tangganya. Akan tetapi, keinginan itu tidak tidak sesuai dengan keadaan suami sehingga pelacakan terhadap kemampuan suami mempertahankan keutuhan rumah tangga hanya ditopang oleh ketulusan cinta dan keegoisan. Suami dan istri dalam SAZZ memang ditampilkan Maulana Syamsuri sebagai pecinta sejati. Suami ditampilkan lebih agresif dan isteri lebih banyak memaklumkan kondisi sosial yang dihadapi rumah tangganya. Pada posisi ini mulai diperlihatkan superioritas suami dalam menghadapi persoalan rumah tangga. Sikap ini melahirkan optimisme dan pesimisme sekaligus sebab optimis yang dibangun selalu berakhir dengan kegagalan. Hal itu terlihat dari kekecewaan suami yang tidak memperoleh anak dari hasil perkawinannya. Kondisi ini disadari oleh suami dapat menghancurkan keutuhan rumah tangga sehingga suami memilih untuk menikah lagi. Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini, “Bagaimana dengan Kak Nauli?. Apakah dia akan menganggap diriku telah merenggut kebahagiaan miliknya. Apakah Kak Nauli akan beranggapan bahwa aku merenggut Bang Lindung dari sisinya?” “Dia tidak akan menuduh seperti itu.” “Kenapa?” “Karena dia sudah memaklumi dirinya, suatu saat aku akan mengawini perempuan lain karena dia seorang perempuan mandul. Laki-laki harus punya anak dari perkawinan yang syah dan aku tidak mendapatkannya dari Nauli. Dia sudah menduga hal ini pasti akan terjadi.” SAZZ, 2005:61 Universitas Sumatera Utara Kekecewaan suami dalam mewujudkan obesesi yang sempurna mengurangi keteguhan hatinya mempertahankan rumah tangga. Pengaruh keluarga dan pengaruh adat istiadat membuat suami menikah lagi dengan wanita lain agar memperoleh keturunan. Namun, kecintaannya kepada istri membuat suami tetap mempertahankan rumah tangga sebab perceraian dianggap sesuatu yang haram dan dilarang agama. Istri ternyata memiliki pandangan dunia yang mengagungkan kesakralan perkawinan dengan cara menciptakan kesejukan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, istri terus-menerus menyembunyikan kesedihan akibat tidak dapat memberikan anak pada suami. Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini, “Bu Nauli mash selalu sering termenung dan terkadang air matanya berderia-derai seperti hujan lebat yang membasahi bumi Mandailing. Namun, Bu Nauli hanya pasrah kepada Tuhan bila malam sepi, meskipun dingin dan sepi dia selalu bangun dan melaksanakan solat tahajud. Di tengah malam yang sepi dan dingin itu, Bu Nauli memohon kepada Tuhan untuk mendapat ketenangan dalam rumah tangganya.”SAZZ, 2005:58 Kesadaran suami dan istri untuk mempertahankan rumah tangga tidak muncul secara lengkap dan menyeluruh. Kesadaran itu muncul secara bertahap. Mula-mula dari gagasan mengajak istri untuk mempertahankan cinta sejati dalam keluaga. Itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini, “Aku tidak akan membuat hati isteriku hancur. Aku tidak akan membuat dada isteriku perih. Tidak akan membuat hidupnya penuh dengan rintihan dan air mata.” “Demi Tuhan, begitu?” “Demi, Tuhan” “Oh, Bang Lindung, aku sangat mencintaimu...” Tiba-tiba saja Bu Nauli merebahkan kepalanya di lengan Bang Lindung yang masih mengemudikan mobil Tuanya. “Aku tidak ingin kehilangan dirimu.” “Aku juga tidak berpikir untuk menikah lagi. Aku tidak tega menyakiti hati isteriku yang cantik dan karirrnya sebagai guru, orang yang paling dihormati di desa kita. Aku bangga kawin dengan seorang guru.” SAZZ, 2005:35 Gagasan ini menjadi pengendali emosi akibat kegagalan melahirkan anak. Itu dapat dilihat dari . Dari kondisi ini terjadi perubahan perilaku dalam bentuk bercinta kembali antara Universitas Sumatera Utara sesama kekasih. Kemudian secara berturut-turut muncul godaan untuk membagi cinta. Kesadaran individu-idividu mempertahankan rumah tangga tanpa anak semakin diperjelas dalam novel yang menceritakan segala cara telah ditempuh untuk memperoleh keturunan. Novel SAZZ melahirkan pandangan dunia suami sebagai laki-laki yang mendambakan anak dari hasil perkawinannya. Anak dipandang sebagai bukti kejantanan dan kebahagiaan berumah tangga. Status sosial inilah yang tidak dimiliki sehingga menimbulkan kekecewaan suami. Akan tetapi, kekecewaan itu dapat dikendalikan dengan rasa cinta yang tulus dan tanpa pamrih. Kesadaran yang nyata yang dimiliki individu-individu dalam rumah tangga telah melahirkan suami sebagai laki-laki yang memiliki hubungan kompleks dengan masyarakat. Pertama, sikap optimis dalam memandang diri dan orang lain. Kedua, sikap intropeksi dalam menyelesaikan persoalan hidup. Sikap ini memberi kesempurnaan perilaku optimistik subjek individual sehingga tidak memiliki ketergantungan dengan orang lain. Pandangan dunia dari kesadaran yang nyata semakin disempurnakan dalam kepercayaan tokoh terhadap ketuhanan. Kesadaran individu-individu memandang cinta, anak, dan individualitas dipertajam dalam percintaan yang terjalin antara tokoh. Cinta, anak, dan individualitas dipandang sebagai hasil interaksi manusia yang memiliki kedudukan tinggi dan hanya dapat dikalahkan oleh kemahatinggian Tuhan. Oleh karena itu, manusia ditempatkan sebagai pemimpin bumi. Kepemimpinan inilah yang tidak disadari secara menyeluruh sehingga mengakibatkan manusia selalu terjebak dalam aktivitas yang dilarang oleh Tuhan. Tuhan dalam novel SAZZ dipandang sebagai sesuatu yang mahaagung. Oleh karena itu, manusia wajib takwa dan tawakhal kepada Tuhan. Proses pengakuan ketuhanan ini diperlihatkan dalam perilaku riligius manusia yang sadar telah gagal menjalankan fungsi kekhalifahannya di bumi. Perilaku tersebut dapat dilihat dari ketidakberdayaan seorang perempuan soleha yang bernama Nauli dihadapan kemahaagungan Tuhan. Universitas Sumatera Utara

5.3.2 Kesadaran yang Mungkin