Maslahah berdasarkan tujuan zamannya waktu

43 Ketiga, maslahah universal kulliyyah adalah maslahah yang diterima secara umum. Hal ini sesuai dengan sifat syariah yang dimaksudkan Tuhan untuk berlaku secara umum menurut kondisi manusia. Keempat, kaidah-kaidah pokok maslahah universal bersifat tegas dan pasti, bukan bersifat samar atau tidak pasti. Al-Syâthibî berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kaidah-kaidah pokok di sini adalah kaidah dalam teologi us ȗl al-dîn dan usȗl al- fiqh. Kelima, kaidah- kaidah maslahah universal tidak berlaku padanya naskh pembatalan. Naskh hanya terjadi pada kaidah-kaidah parsial. Bahkan, para ahli us ȗl mengakui bahwa maslahah dar ȗriyyât tetap terpelihara dalam setiap agama meski dengan cara yang berbeda sesuai dengan ajarannya masing-masing. 69

D. Pembagian Mashlahah

Pembagian maslahah dapat ditinjau dari beberapa segi, banyak perbedaan pendapat ulama dalam pembagian maslahah ini, agar tidak terlalu melebar pembahasannya maka hemat penulis, maslahah dibagi menjadi dua macam, yaitu; 1 berdasarkan tujuan zamanwaktunya, 2 berdasarkan tingkat kebutuhannya.

1. Maslahah berdasarkan tujuan zamannya waktu

Maslahah berdasarkan tujuan zamannya terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu; maslahah dunia dan akhirat. Maslahah dunia adalah kewajiban atau syarak yang terkait dengan hukum-hukum mu’âmalah interaksi sosial dan ekonomi. Sedangkan maslahah akhirat adalah kewajiban atau aturan syarak yang terkait dengan hukum-hukum tentang aqidah tauhid dan ibadah mahdohmurni. 69 . Ibid, h. 83. 44 a. Dalam kitabnya al-Syâthibî memandang maslahah duniawi dari dua sisi: 1 kemaslahatan yang ada , 2 dari segi khitob syar‟i Pandangan pertama, 70 ia mengatakan bahwasanya maslahah duniawi tidak hanya sekedar maslahah, yang dimaksud dengan maslahah ialah yang kembali kepada kehidupan manusia dan kesempurnaan hidupnya, dan ini tidak akan didapat karena maslahah itu disertai dengan kesulitan-kesulitan dan pembebanan- pembebanan, sedikit atau banyaknya, seperti makan, minum, nikah, tempat tinggal, maka semua ini tidak didapat kecuali dengan usaha. Seperti halnya kerusakan duniawi, bukan hanya kerusakan dari segi wujudnya saja tetapi tergantung kepada adat, karena di dunia ini terdiri dari dua hal maslahah dan mafsadah, dan barang siapa yang hanya ingin salah satu dari keduanya maka tidak akan bisa. Maslahah dan mafsadah yang ada di dunia dilihat dari yang paling nampak, jika dari segi maslahah yang lebih nampak, maka itulah maslahah yang dipahami secara „urfadat. Dan jika dari segi mafsadahnya yang lebih nampak, maka itulah mafsadah yang dipahami secara „urf, maka dari itu semua ini dilihat dari yang paling nampakjelas, jika jelas maslahah maka dibutuhkan maslahah tersebut. Pandangan ini hanya dari segi wujudnya saja, belum sepenuhnya mengaitkan syariah di dalamnya. Pandangan kedua, 71 dari segi keterkaitan khitob syar‟i, maslahah jika lebih nampakjelas dari pada mafsadah , maka itulah yang dimaksud secara syar‟i atau yang murni, maka seorang hamba dituntut untuk menuju sebuah kemaslahatan, serta agar berjalannya peraturan-peraturan, dan juga agar lebih sempurna dan 70 . Ab ȗ Ishâq Al-Syâthibî, Al-Muwâfaqât fî Us ȗ l Al-Syarî ’ah, jilid 2, T.tp., Dar al- Hadits, 2006, h. 277. 71 . Ibid h. 278. 45 dekat dalam mendapatkan apa yang dimaksudkan dari kebiasaan-kebiasaanadat yang ada di dunia. Maka jika tercampur dengan mafsadah, itu bukanlah tujuanmaksud dari tuntutan secara syar‟i. Begitupun dengan mafsadah, jika mafsadah lebih nampakjelas maka itulah yang dimaksud secara syar‟i atau murni, tapi untuk mafsadah ada pelarangan tidak seperti maslahah yang dibutuhkandituntut, dan jika diiringi dengan maslahah sesuatu yang nikmat maka itu bukan maksud dari pelarangan terhadap pekerjaan tersebut, tetapi yaang lebih nampaklah yang dimaksud. b. Begitupun dengan maslahah dan mafsadah ukhrowiakhirat, Al-Syâthibî membagi menjadi dua bagian, yaitu: 72 Pertama, kemaslahatan dan mafsadah harus murni tidak tercampur satu dengan yang lainnya, seperti azab bagi para penghuni neraka, kenikmatan bagi penghuni surga, neraka itu untuk ahli neraka. Kedua, yang tercampur antara keduanya, seperti neraka untuk orang yang beriman, orang yang mukmin tapi masuk neraka, mereka mendapatkan mafsadah yaitu masuk neraka. Tapi mafsadahnya tidak selamanya, karena ketika mereka masuk surga di kemudian hari, akhirnya mereka mendapatkan maslahah.

2. Maslahah berdasarkan tingkat kebutuhannya