Al-Ghozâlî Abd al-Wahâb Khallâf

33

a. Al-Ghozâlî

Al-Ghozâlî mengemukakan bahwa prinsipnya maslahah adalah “mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan- tujuan syarak .” Ada lima sasaran hukum syarak yaitu: pertama, agar memelihara agama, diri, akal, keturunan, dan harta. Maka semua hal yang meliputi dalam menjaga kelima usul di sebut dengan maslahah. 46 Hal ini ditempuh melalui berbagai ragam ibadah yang disyariatkan, yang kesemuanya dimaksudkan untuk membersihkan jiwa serta memperkokoh kesetiakawanan sosial. 47 Namun yang dimaksud dengan maslahah di sini oleh al-Ghozâlî bukan dalam pengertian kebahasaan yang biasa dipakai dalam masyarakat atau menurut „urf kebiasaan, yakni berarti manfaat, melainkan dalam pengertian syarak, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda. Maka suatu kemaslahatan menurut al-Ghozâlî harus sejalan dengan hukum syarak, meskipun harus atau bertentangan dengan kepentingan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan akal manusia dalam mendeskripsikan sebuah kemaslahatan, belum lagi pengaruh hawa nafsu yang terkadang bahkan seringkali mendominasi dan mengalahkan pertimbangan akal manusia. Dengan demikian jika bertentangan dengan syarak, maka tidak dapat disebut dengan al-Maslahah, melainkan sebuah mafsadah.

b. Abd al-Wahâb Khallâf

Menurutnya, maslahah adalah tujuan utama al-Syâ ri‟ dalam mensyariatkan hukum untuk kemaslahatan manusia di kehidupan ini, yang mendatangkan 46 . Ab ȗ Hamid Muhammad Bin Muhammad al-Ghazâlî, Al-Mustasfa min i’lmi al-Us ȗ l T.tp., Dar al-Fikri, t.th.,, jilid I, h. 286. 47 . Muhammad Ab ȗ Zahrah, h. 574. 34 manfaat, menjaga dari kemudaratan karena maslahah manusia terdiri dari perkara- perkara dar ȗriyyât, hâjiyyât, dan tahsîniyyât, maka jika perkara-perkara ini terjaga, akan terlaksana pula maslahah mereka. Bukti bahwasanya maslahah manusia tidak terlepas dari tiga perkara ini adalah perasaan dan penglihatanpengamatan, karena maslahah setiap diri manusiasecara keseluruhan terdiri dari perkara-perkara dar ȗriyyât, hâjiyyât, dan tahsîniyyât, seperti kebutuhan dar ȗriyyât mengenai tempat tinggal manusia yang melindungi dari panasnya matahari, lalu kebutuhan hâjiyyât berupa jendela yang bisa dibuka dan ditutup sesuai keperluan, dan tahsîniyyât yaitu dengan menghias, dan menyiapkan perangkat-perangkat untuk istirahat. 48

c. Muhammad Ab