Riwayat Hidup Memperhatikan Konteks Kalimat

36 mengkritik pemerintah yang menurutnya telah menghalangi syariat Islam diterapkan dalam ruang legalitas kenegaraan. Akibat dari apa yang diperjuangkan tersebut, Ba asyir telah merasakan masuk penjara berulangkali dengan berbagai tuduhan yang ditujukan kepadanya. 57

B. Latar Belakang Pendidikan

Abu Bakar Ba asyir adalah seorang tokoh keturunan Arab yang tinggal di sebuah desa bernama Mojo Agung. Sebelum memulai pendidikannya di Pondok Modern Gontor, Ponorogo, Ba asyir membantu keluarganya dengan bekerja selama setahun di perusahaan tenun. 58 Setelah menamatkan sekolah di Pesantren Gontor Modern atas biaya kakaknya, Ba asyir melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di Universitas Al- Irsyad, Surakarta, dengan mengambil jurusan Dakwah pada tahun 1963. Ba asyir mulai ikut dalam organisasi kemasyarakatan di Gerakan Pemuda Islam Indonesia GPPI tingkat kecamatan, langsung sebagai ketua organisasi pada tahun 1961. Ba asyir juga menjadi ketua GPII Cabang Pondok Modern Gontor. Pada tahun 1966 Ba asyir kembali dipercaya sebagai ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam LDMI cabang Surakarta pada tahun 1966. Keikutsertaan terakhir Ba asyir di dalam organisasi kemasyarakatan adalah dengan memegang amanah dalam organisasi Islam sebagai Sekretaris Umum Pemuda Al-Irsyad cabang Solo. 59 57 Fauzan al-Anshari, Hari-Hari Abu Bakar Ba asyir di Penjara, h. 4. 58 Irfan Suryahardy Awwas, ed., Dakwah Jihad Abu Bakar Baasyir Jogjakarta: Wihdah Press, 2003, h. 5. 59 Irfan Suryahardy Awwas, ed., Dakwah Jihad, h. 5. 37 Pada usianya yang menginjak umur 31, bersama Abdullah Sungkar dan Hasan Basri, Ba asyir mendirikan sebuah radio dakwah yang diberi nama Radio Dakwah Islamiyah ABC Al-Irsyad Broadcasting Commission pada tahun 1967. Saat itu rezim Soeharto yang masih kuat berkuasa menutup radio tersebut. Namun Ba asyir menempuh usaha selanjutnya dengan mendirikan satu lagi pemancar radio bernama Radio Dakwah Islamiyah Surakarta RADIS pada tahun 1969 masih bersama Abdullah Sungkar. 60

C. Aktifitas Dakwah dan Politik

Nama Abu Bakar Baasyir tentu tak asing bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia Islam, politik, dan hukum. Besarnya pengaruh dia di negara ini tidak bisa dipungkiri lagi, walaupun cenderung pada arah yang negatif. Berbagai badan intelijen serta PBB yang mengklaim bahwa dia adalah pemimpin Jamaah Islamiyah JI, suatu aliran agama Islam yang sangat liberal dan memiliki hubungan dengan Al-Qaeda, yang disinyalir merupakan penanggung jawab berbagai aksi terorisme berbasis agama Islam. Menerima tuduhan,diadili, dan menjadi buronan sepertinya bukan hal yang aneh bagi pria keturunan Arab ini. Tahun 1983, Abu Bakar Baasyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar oleh pemerintah Orde Baru karena asas tunggal Pancasila dan melarang santrinya melakukan hormat bendera karena hal itu termasuk perbuatan syirik. Keduanya pun divonis 9 tahun penjara. Namun 60 Irfan Suryahardy Awwas, ed., Dakwah Jihad , h. 6. 38 pada tahun 1985, kedua tokoh itu melarikan diri ke Malaysia saat mereka dikenai tahanan rumah. Di Malaysia, pada tahun 1985 sampai 1999 aktivitasnya hanya berdakwah menurut ajaran Al Quran dan Hadits setiap sebulan sekali dalam sebuah forum tanpa organisasi. Tetapi pemerintah Amerika Serikat memasukkan nama Baasyir sebagai salah satu teroris karena keterkaitannya dengan jaringan Al-Qaeda. Sekembalinya dari Malaysia, Baasyir langsung aktif di Majelis Mujahidin Indonesia MMI yang merupakan salah satu dari Organisasi Islam baru yang bergaris keras dengan tujuan menegakkan Syariah Islam di Indonesia. Pada bulan Februari 2002, Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew, menyatakan bahwa Indonesia, terutama kota Solo sebagai sarang teroris dengan salah satu pentolannya adalah Abu Bakar Baasyir. Pada tanggal 19 April 2002, Abu Bakar Baasyir menolak eksekusi atas putusan Mahkamah Agung MA untuk menjalani hukuman pidana selama 9 tahun atas dirinya dalam kasus penolakannya terhadap Pancasila sebagai asas tunggal pada tahun 1982 karena menganggap Amerika Serikat mendalangi eksekusi yang sudah kadaluwarsa itu. Kemudian pada bulan April 2002, dia meminta perlindungan hukum kepada pemerintah atas dasar putusan kasasi MA tahun 1985, sebab dasar hukum untuk penghukuman Baasyir, yaitu UU Nomor 11PNPS1963 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Subversi sudah tidak berlaku lagi dan pemerintah pun sudah memberi amnesti serta abolisi kepada tahanan dan narapidana politik dari masa itu. Pada tanggal 8 Mei 2002, Kejaksaan