19
Oleh karna itu, pada makna sebuah kata baik kata dasar maupun kata jadian, sering sangat tergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi maka makna
gramatikal ini sering juga disebut makna kontekstual atau makna situasional.
26
3. Makna Kontekstual Makna Kontekstual adalah teori yang berasumsi bahwa sistem bahasa itu
saling berkaitan satu sama lain di antara unit-unitnya, dan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Karena itu, dalam menentukan makna, diperlukan
adanya penentuan berbagai konteks yang melingkupinya. Teori yang
dikembangkan oleh Wittgenstein ini menegaskan bahwa makna suatu kata dipengaruhi oleh empat konteks, yaitu : a konteks kebahasaan, b Konteks
emosional, c konteks situasi dan kondisi. Dan d konteks sosio-kultural.
27
3. Teori Makna
Makna merupakan pertautan yang ada di antara unsur-unsur suatu bahasa terutama kata-kata. Menurut Palmer makna hanya menyangkut intrabahasa
sedangkan menurut Lyons mengkaji makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat
kata tersebut berbeda dari kata-kata lainnya. Dalam hal isi komunikasi ini menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu sendiri. Makna mempunyai tiga
tingkat keberadaan, yakni : 1.
Pertama, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan. 2.
Kedua, makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.
26
Abdul Chaer, Pengantar Semantik, cet 2, h. 62.
27
Moh.Matsna, Orientasi Semantik , h, 21.
20
3. Ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan
informasi tertentu. Sehubungan
dengan tiga
tingkat keberadaan
makna, samsuri
mengungkapkan adanya garis hubungan antara makna, ungkapan dan kembali ke makna.
Pada hakekatnya mempelajari makna berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa saling mengerti. Makna sebuah kalimat sering tidak tergantung
pada system gramatikal dan leksikal saja, tetapi tergantung pada kaidah wacana. Makna sebuah kalimat yang baik pilihan katanya dan susunan gramatikalnya
sering tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat lain dalam sebuah wacana.Selain itu, dalam suatu bahasa faktor ekstralinguistik
sosial dapat mempengaruhi dalam penentuan makna kalimat, contohnya dalam bahasa Sunda dan Jawa. Masalah ini termasuk sosiolinguistik bukan masalah
leksikal. Filosof dan Linguis mencoba menjelaskan tiga hal yang berhubungan degan makna, yakni :
1. Makna kata secara alamiah
2. Mendeskripsikan makna kalimat secara alamiah
3. Menjelasakan proses komunikasi.
Suatu kata akan mempunyai makna yang beragam bila dihubungkan dengan makna lain. Hal tersebut mengakibatkan suatu kata A bila dihubungkan dengan
21
kata B akan memiliki jenis hubungan yang berbeda bila A dihubungkan dengan C.
28
Konteks kebahasaan berkaitan dengan struktur kata dalam kalimat yang dapat menentukan makna yang berbeda, seperti taqdim posisi didahulukan dan
ta khir diakhirkan, seperti: berbeda dengan
. Konteks emosional dapat menentukan makna bentuk kata dan strukturnya dari segi kuat dan lemahnya muatan emosional, seperti dua kata yang berarti
membunuh , yaitu:
ﻞ ﺘ
dan
ﻞ ﺘ ﻗ
yang pertama digunakan dalam pengertiaan membunuh orang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dan dengan
motif politis, sedangkan yang kedua membunuh secara membabi buta dan ditujukan kepada orang yang tidak memiliki status sosial yang tinggi. Konteks
situasi adalah situasi eksternal yang membuat suatu kata berubah maknanya karena adanya perubahan situasi. Sedangkan konteks kultural adalah nilai-nilai
sosial-kultural yang mengitari kata yang menjadikannya mempunyai makna yang berbeda dari makna leksikalnya.
Menurut J.R. Firth, teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam pendekatan semantik bandingan antar bahasa. Makna sebuah kata terikat oleh
lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu. Teori ini juga mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau simbol tidak mempunyai makna jika ia
terlepas dari konteks. Namun demikian, ada yang berpendapat bahwa setiap kata mempunyai makna dasar atau premier yang terlepas dari konteks situasi. Kata
28
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Pengantar ke arah Ilmu Makna Bandung: PT Refika Aditama, 1999, cet 2, h. 5-6.