Penerjemahan Pentingnya Makna Kontekstual Dalam Terjemahan

28 menjelaskan dan menerangkan tuturan, baik penjelasan itu sama dengan tuturan yang dijelaskannya maupun berbeda. Adapun secara terminologis, menerjemah didefinisikan sebagai mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu. Takrif di atas mengandung beberapa kata kunci yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Kata mengungkapkan merupakan padanan untuk al-ta bîr yang asal katanya adalah abara, yaitu melewati atau melintasi, misalnya abara al-sabîl berarti melintas jalan. Karena itu, air mata yang melintas di pipi disebut abarah. Nasihat atau pelajaran yang diperoleh melalui suatu peristiwa atau kejadian dikenal dengan ibarah. Konsep yang terkandung dalam kata al-tabîr yang dipadankan dengan mengungkapkan menunjukan bahwa ujaran atau nas itu merupakan sarana yang dilalui oleh seorang penerjemah untuk memperoleh makna yang terkandung dalam nas itu. Oleh karena itu, yang diungkapkan oleh penerjemah adalah makna nas, sedangkan nas itu sendiri hanya merupakan sarana, bukan tujuan. Kata kunci lainnya ialah makna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa makna berarti segala informasi yang berhubungan dengan suatu ujaran. Makna ini bersifat objektif. Artinya, informasi itu hanya diperoleh dari ujaran tersebut tanpa melihat penuturnya. Adapun istilah maksud merujuk pada informasi yang 29 diperoleh menurut pandangan penutur. Dengan demikian, maksud itu bersifat subjektif. Menurut takrif di atas seorang penerjemah dituntut memenuhi seluruh makna dan maksud nas yang diterjemahkan. Namun, karena masalah makna ini sangat luas cakupannya dan memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan penerjemahan, maka ihwal makna akan dibahas dalam bab tersendiri. Kata kunci terakhir ialah bahwa terjemahan itu bersifat otonom. Artinya, terjemahan dituntut untuk dapat menggantikan nas sumber. Namun, sifat otonom ini tidak dapat diberlakukan kepada seluruh nas terjemahan, misalnya terhadap terjemahan Alquran. Masalah ini akan dikaji dalam bab tersendiri tentang hokum menerjemahkan nas keagamaan. Demikian, takrif diatas menunjukan bahwa penerjemahan merupakan kegiatan komunikasi yang kompleks dengan melibatkan a penulis yang menyampaikan gagasannya dalam bahasa sumber, b penerjemah yang mereproduksi gagasan tersebut di dalam bahasa penerima, c pembaca yang memahami gagasan melalui penerjemahan, dan d amanat atau gagasan yang menjadi fokus perhatian pihak ketiga. 41

1. Model Penerjemahan Alquran

Alquran biasa didefinisikan sebagai firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat jibril sesuai redaksi-Nya kepada nabi Muhammad s.a.w., dan diterima oleh umat islam secara tawatur. 42 41 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, h. 8-10. 42 M.Qurais Shihab, Mukjizat Al-Qur an, Bandung: Mizan, 1998, cet. Ke-3, h. 43. 30 Dibandingkan dengan menerjemahkan teks teks lainnya, menerjemahkan teks Alquran sangat sulit karena mukjizatnya. Karenanya, banyak sekali terjadi kesalahan dalam terjemahan-terjemahan Alquran. 43 Pada dasarnya, model penerjemahan Alquran menurut Manna Khalil Qaththan dapat digunakan pada dua arti, yaitu: a. Terjemahan Harfiyah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari satu bahasa ke dalam lafadz-lafadz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa pertama, 44 atau memindahkan suatu kalimat dari satu bahasa ke bahasa lainnya dengan tetap menjaga kesesuaian makna dan runtutannya serta menjaga makna-makna asli dari kalimat yang dipindah. 45 b. Terjemahan Tafsiriyah Maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya, 46 atau penjelasan kalimat dengan mengunakan bahasa yang lain tanpa adanya batasan untuk menjaga runtutan dan makna-makna kalimat asal. Proses dari terjemahan ini adalah dengan memahami makna dari kalimat asal untuk kemudian disusun dan diungkapkan dengan runtutan bahasa lain yang isi dan maksudnya dengan asalnya. 47 43 M. Hadi Ma rifat, Sejarah al-Qur an, Jakarta: al-Huda,2007 h. 268. 44 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, h. 69. 45 Tim Raden, al-Qur an Kita, h. 194. 46 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, h. 69. 47 Tim Raden, al-Qur an Kita, h. 194. 31 Dalam hal ini, model penerjemahan Alquran lebih terarah kepada terjemahan harfiyah dan terjemahan tafsiriyah maknawiyah. Bahwa menafsirkan Alquran dengan memakai bahasa sumber untuk orang yang memahaminya. Model penerjemahan ini juga sama dengan menguraikan kandungan sebagian makna dan maksud ayat-ayat Alquran secara utuh, hal ini berarti sama dengan yang dilakukan oleh mufassir terbatas sesuai dengan kemampuan manusia sendiri. Sedangkan menurut Ahmad Hasan al-Zayyat Khaursyid,1985: 10, tokoh penerjemah modern, menegaskan bahwa metode penerjemahan yang diikutinya ialah yang memadukan kebaikan metode harfiyah dan tafsiriyah. Langkah-langkah yang di laluinya sebagai berikut: Pertama, menerjemahkan nas sumber secara harfiyah dengan mengikuti struktur dan urutan nas sumber. Kedua, mengalihkan terjemahan harfiyah ke dalam struktur bahasa penerima yang pokok. Di sini terjadilah proses transposisi tanpa menambah atau mengurangi. Ketiga, mengulangi proses penerjemahan dengan menyelami perasaan dan spirit penulis melalui penggunaan metafora yang relevan. 48 Kiranya metode yang diterapkan oleh al-Zayyat ini dapat diistilahkan dengan metode eklektik, karena metode tersebut mengambil dan mengaplikasikan kebaikan yang terdapat dalam metode harfiyah dan metode tafsiriyah. 49 Dalam hal ini, seorang penerjemah harus lebih berhati-hati dalam menerjemahkan suatu teks. Karena menerjemahkan bukanlah sekedar mencari 48 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, H. 70. 49 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, H. 70.