31
Dalam hal ini, model penerjemahan Alquran lebih terarah kepada terjemahan harfiyah dan terjemahan tafsiriyah maknawiyah. Bahwa menafsirkan
Alquran dengan memakai bahasa sumber untuk orang yang memahaminya. Model penerjemahan ini juga sama dengan menguraikan kandungan sebagian makna dan
maksud ayat-ayat Alquran secara utuh, hal ini berarti sama dengan yang dilakukan oleh mufassir terbatas sesuai dengan kemampuan manusia sendiri. Sedangkan
menurut Ahmad Hasan al-Zayyat Khaursyid,1985: 10, tokoh penerjemah modern, menegaskan bahwa metode penerjemahan yang diikutinya ialah yang
memadukan kebaikan metode harfiyah dan tafsiriyah. Langkah-langkah yang di laluinya sebagai berikut:
Pertama, menerjemahkan nas sumber secara harfiyah dengan mengikuti struktur dan urutan nas sumber.
Kedua, mengalihkan terjemahan harfiyah ke dalam struktur bahasa penerima yang pokok. Di sini terjadilah proses transposisi tanpa menambah atau mengurangi.
Ketiga, mengulangi proses penerjemahan dengan menyelami perasaan dan spirit penulis melalui penggunaan metafora yang relevan.
48
Kiranya metode yang diterapkan oleh al-Zayyat ini dapat diistilahkan dengan metode eklektik, karena metode tersebut mengambil dan mengaplikasikan
kebaikan yang terdapat dalam metode harfiyah dan metode tafsiriyah.
49
Dalam hal ini, seorang penerjemah harus lebih berhati-hati dalam menerjemahkan suatu teks. Karena menerjemahkan bukanlah sekedar mencari
48
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, H. 70.
49
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, H. 70.
32
padanan kata yang umumnya dilakukan dengan cara membuka kamus, tetapi harus pula dapat mencerminkan bahan yang diterjemahkan.
50
2. Memperhatikan Tujuan Kalimat
Memperhatikan tujuan bahasa Alquran yang beragam sangat membantu penerjemah untuk menerjemahkan ayat-ayat Alquran, seperti kata
ijtinâbun dalam ayat pengharaman khamar. Banyak orang beranggapan kata
tersebut tidak mengandung tahrim jazim keharaman yang pasti, seperti pengharaman bangkai, darah, daging babi yang mengunakan kata
ﺖ ﻣ ﺮ ﺣ
hurmatun.
Jika diteliti kata
ijtinâbun atau kata yang berasal darinya,
selalu dibarengi dengan kata syirik, dosa-dosa besar, atau perbuatan-perbuatan yang menyebabkan dosa besar, seperti terdapat pada surat an-Nahl, 36; al-Hajj,
30; an-Nisa, 31. Dari beberapa ayat disurah-surah itu dan maksud penggunaan kata
tersebut, kata lebih berat daripada
ﱘ ﺮ ﲢ
tahrîmun.
51
3. Memperhatikan Konteks Kalimat
Salah satu aturan untuk menerjemahkan Alquran adalah harus memperhatikan konteks ayat, konteks kalimat yang berhubungan dengan
maksud ayat. Imam al-Zarkasy dalam al-Burhan, seperti dikutip al-Qordhawy. Hal ini penting untuk menentukan arti, seperti
al-kitâbun dalam
50
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, cet. Ke-1, H. 70.
51
Sa adah, Analisis semantik Kontekstual atas penerjemahan Kata Arab serapan, h. 18.
33
Alquran mengandung banyak arti, diantaranya mengandung arti
al- Qur ânu seperti dalam surah al-Baqarah, 2; al-An am, 165; al-Hadid, 25.
52
52
Sa adah, Analisis semantik Kontekstual atas penerjemahan Kata Arab serapan, h. 18.
34
BAB III Biografi Abu Bakar Ba asyir dan Gambaran Umum Buku Tadzkiroh
Karya Abu Bakar Ba asyir
A. Riwayat Hidup
Abu Bakar yang bernama lengkap Abu Bakar bin Abud Baamualim Ba asyir dilahirkan pada tanggal 12 Dzulhijjah 1356, bertepatan dengan tanggal 17
Agustus 1938 di Mojo Agung, kota kecil yang masuk dalam Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Ayah dan kakeknya asli Hadramaut, Yaman, yang telah menetap dan
menjadi warga negara Indonesia. Ibunda Abu Bakar juga keturunan Arab, sedang neneknya orang Jawa asli.
53
Abu Bakar Ba asyir sepanjang masa kecilnya hidup di lingkungan yang sangat agamis. Ba asyir sudah ditinggal oleh ayahnya sekitar umur sepuluh tahun.
Sepeninggal ayahnya, Ba asyir diasuh ibundanya dengan menanamkan nilai-nilai agama.
54
Ibunya tidak bersekolah formal tetapi pandai mengaji, dengan berbekal ilmu agama itulah dia membimbing dan menanamkan nilai-nilai alquran kepada
putra-putrinya dengan kasih sayang. Ibunya meninggal dunia pada tahun 1980 ketika diberi kabar sewaktu Ba asyir berada di penjara pada saat rezim Soeharto
berkuasa.
53
Fauzan al-Anshari, Hari-Hari Abu Bakar Ba asyir di Penjara, Saya difitnah Jakarta:Qalammas, 2006, h. 3.
54
Fauzan al-Anshari, Hari-Hari Abu Bakar Ba asyir di Penjara, h. 3.