Latar Belakang Masalah Cara Penulisan Kata

3                              Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam; Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dalam ayat 257 Surah al-Baqarah, Allah Swt berfirman:                             Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kekafiran kepada cahaya iman. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan kekafiran. mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya . kata tâghût berasal dari kata ﻲ ﻐ ﻃ yang berarti melewati batas dalam bermaksiat. 6 Penyebutan dan perubahan kata derivasi-nya dalam Alquran ada 39 kali; adapun 6 Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufrodaat fi Gharib Al-Qur an. BeirutDamaskus, Dar Al- QalamDar Asy-Syamiyyah, 1412 H, h. 520. 4 dengan bentuknya kata tâghût ada 8 kali. 7 Imam al-Raghib menjelaskan bahwa thaghut adalah ungkapan bagi setiap yang melewati batas. Seperti; penyihir, peramal, jin durhaka, dan siapapun yang memalingkan diri dari jalan kebaikan. 8 Penulis Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid, memberikan beberapa definisi tentang makna tâghût. Kata tâghût diambil dari tughyân yang berarti melampaui batas. Kata tâghût menurut Quraish Shihab adalah melampui batas, maksud melampaui batas disini adalah melampui batas dalam segala macam kebatilan baik dalam bentuk berhala, ide-ide yang sesat, manusia durhaka, atau siapa pun yang mengajak kepada perbuatan yang menyesatkan. Ada lagi yang memahami kata tâghût dalam arti hukum-hukum yang berlaku pada masa jahiliyah, yang telah dibatalkan dengan kehadiran Islam. 9 Dalam memahami suatu makna kata, kita harus melihat kamus jika ingin mengetahui makna tersebut. Namun, dalam kehidupan sehari-hari orang tidak selamanya membuka kamus jika ada kata yang tidak dimengerti maknanya, dan juga orang tidak harus membuka kamus kalau akan berkomunikasi. Sulit memang jika memberikan batasan tentang makna, akan tetapi ilmu linguistik memberikan batasan makna sesuai dengan bidang ilmu yang merupakan 7 A.D. Muhammad Zaki Muhammad Khidr, Mu jam Kalimat Al-Qur an Al-Karim. Maktabah Syamilah Versi 3.51, h. 225. 8 Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufrodaat, h. 520. 9 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur an: Vol. 1 Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2006, h.465. 5 keahliannya. Jadi tidak mengherankan, kata dan kalimat yang mengandung makna adalah milik pemakai bahasa. Hal ini karena pemakai bahasa bersifat dinamis yang kadang-kadang memperluas makna sesuatu kata ketika ia berkomunikasi sehingga makna kata dapat saja berubah. 10 Dalam linguistik umum karangan Abdul Chair disebutkan bahwa untuk melihat makna kata bisa menggunakan berbagai jenis pendekatan makna, di antaranya: makna leksikal, gramatikal, kontekstual dan referensial. 11 Pemaknaan yang dilakukan oleh Abu Bakar Ba syir tentang tâghût lebih dekat menggunakan teori makna yang hanya bersandarkan kamus, atau bisa juga berdasaran makna referensial sesuai dengan pengetahuan-pengetahuannya tentang tâghût. Dari permasalahan ini, penulis mencoba menganalisa makna tâghût yang digunakan oleh Abu Bakar Ba asyir. Sejauh mana pengaruh objek kajian semantik memandang pemaknaan kata tâghût dalam buku Tadzkiroh Peringatan dan Nasehat Karena Allah Karya Abu Bakar Ba asyir. Jika ayat-ayat yang terdapat pada buku Tadzkiroh dimaknai seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Ba asyir, pandangan peneliti ke depannya adalah agama islam akan saling mengafirkan satu sama lain karena tunduk terhadap tâghût yang menurut pandangan golongan mereka. Berdasarkan persoalan-persoalan di atas, peneliti mengambil judul skripsi Penerjemahan kata tâghût: Studi Terjemahan Ayat-Ayat Alquran dalam buku Tadzkiroh Karya Abu Bakar Ba asyir 10 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, Jakarta: Rineka Cipta 2001, cet 1, h. 84. 11 Abdul Chair, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, cet II, h. 284. 6

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan masalah dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan judul yang akan diajukan yaitu Penerjemahan kata Tâghût: Studi Terjemahan Ayat-Ayat Alquran dalam buku Tadzkiroh Karya Abu Bakar Ba asyir. Adapun pembagian masalahnya sebagai berikut: 1. Apakah pengunaan kata makna tâghût dalam terjemahan ayat-ayat Alquran di buku Tadzkiroh sudah sesuai dengan terjemahan Kemenag RI? 2. Apakah dari terjemahan yang sama terjadi pemahaman yang sama atau tidak? 3. Apakah kata tâghût dalam pemahaman umat Islam memiliki konsekuensi teologis?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan masalah yang peneliti uraikan di atas, tujuan penulisan judul ini secara umum adalah guna mengetahui makna-makna yang terkandung dalam kata tâghût dalam terjemahan Alquran yang ditelaah melalui kajian semantik. Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini antara lain: 1. Untuk mengetahui kesesuaian kata makna tâghût dalam terjemahan ayat- ayat Alquran di buku Tadzkiroh dengan Alquran terjemahan Kemenag RI. 2. Untuk mengetahui pemahaman yang terjadi pada terjemahan yang sama atau tidak. 7 3. Untuk mengetahui konsekuensi teologis kata tâghût pada pemahaman umat Islam.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah peneliti mencari dan menelaah berbagai karya-karya ilmiah baik melalui perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun kajian tentang kata tâghût, peneliti menemukan pada sebuah skripsi yang berjudul Konsep tâghût dalam Alquran sebuah analisis makna tâghût dalam Alquran serta korelasinya terhadap berbagai penyimpangan akidah dalam realitas sosial yang ditulis oleh Andriansyah. Pada skripsi tersebut peneliti menganalisis makna tâghût terfokus menurut kacamata akidah saja, sedangkan pada skripsi ini penulis membandingkan penerjemahan kata tâghût pada ayat-ayat Alquran yang terdapat pada buku Tadzkiroh 12 dan Alquran Terjemahan Kemenag RI.

E. Metodologi Peneltian

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian qualitatif dengan model penulisan deskriptif analitis. Maksudnya, penelitian ini dilakukan berangkat dari studi pustaka, pengamatan, dan telaah dengan objek yang akan diteliti, yakni buku Tadzkiroh. Setelah itu, sumber data yang diperoleh dikualifikasi validitasnya. Data-data ini nantinya ada yang masuk 8 dalam kategori data pokok primer seperti kajian buku yang ditulis oleh Abu Bakar Ba asyir Tentang tâghût yang sudah lama dibicarakan oleh umat Islam. Data seperti ini bisa diambil melalui literatur-literatur terkait, karya ilmiah, media elektronik, atau internet yang memiliki hubungan erat dengan judul skripsi ini, guna mengumpulkan sebanyak mungkin data-data yang diperlukan. Pengolahan data dalam penelitian skripsi ini menggunakan teori semantik kontekstual, yaitu makna sebuah kata terikat oleh lingkungan kultural atau ekologis pemakai bahasa tertentu. 12 Pengumpulan datanya dengan cara selective coding, yaitu memilih secara selektif kasus-kasus yang sesuai topik pembahasan terhadap semua data. Kemudian setelah data-data itu dikualifikasikan, langkah berikutnya menelaah dan menganalisanya lalu, dideskripsikan dengan cara interpretasi peneliti melalui analisis morfologi, semantik, dan penerjemahan. Kemudian dalam penyusunan dan tehnik penulisan skripsi, Penulis berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh Center Of Quality Development and Assurance CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 12 Moh.Matsna, Orientasi Semantik al-Zamakhsyari Jakarta: Anglo Media, 2006, h. 21.