Penerapan Konsep Entrepreneurship Dalam Kebijakan Pelayanan Kesehatan (Studi Dekriptif Pada Dinas Kesehatan Kota Medan)

(1)

PENERAPAN KONSEP ENTREPRENEURSHIP DALAM KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN

(Studi Dekriptif Pada Dinas Kesehatan Kota Medan)

Proposal Penelitian

Diajukan oleh :

Nama : Selly L.Simarmata Nim : 030903004

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang antara lain diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM, kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dibutuhkan perubahan cara pandang (mindset) dari paradigma sakit ke paradigma sehat, sejalan dengan visi Indonesia Sehat 2010.

Tuntutan yang gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan


(3)

dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, disamping adanya pengaruh globalisasi. Oleh karena itu tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Mencermati banyaknya ide, konsep, pendekatan dan paradigma baru tentang reformasi birokrasi maupun penataan ulang penyelenggaraan pemerintahan yang telah dikemukakan para ahli. Memang diakui telah terjadi

perkembangan diskursus (wacana) mengenai Good Governance dan

Enterpreneurial Government dan menjadi perdebatan oleh banyak kalangan, baik

para politisi, kalangan akademisi, praktisi pemerintahan maupun masyarakat dengan persepsi dan argumen yang berbeda-beda.

Penataan ulang, pembaruan, desain ulang, reformasi sektor pemerintahan dan manajemen pemerintahan baru, atau apapun namanya (Osborne and Plastrik, 2000) merupakan pekerjaan besar dan menuntut adanya pembaharu yang

mempunyai semangat kewirausahaan (entrepreneur) sehingga dapat

mentransformasikan sistem dan organisasi birokratis menjadi organisasi yang bersifat wirausaha. Kesadaran, pemahaman dan pengetahuan yang mendalam dari para elit birokrasi mengenai semangat kewirausahaan di sektor publik dalam rangka mereformasi birokrasi harus menjadi agenda yang penting. Pemahaman yang keliru, parsial, tidak holistik dan tidak komprehensip terhadap hal ini akan menyebabkan timbulnya berbagai masalah dan sikap resistensi yang kuat dari elit birokrasi untuk mempertahankan status quo dan anti akan perubahan yang sebenarnya baik bagi masyarakat.


(4)

Pemerintah Kota Medan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya berupaya melaksanakan pembangunan disegala bidang, salah satu prioritasnya adalah pembangunan di bidang kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan, pemerintah melakukan upaya-upaya pembangunan kesehatan secara merata di seluruh wilayah Pemerintah Kota Medan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Adanya otonomi daerah, di mana bidang kesehatan termasuk ke dalam urusan yang diserahkan kepada daerah dan adanya kebijaksanaan swadana serta masuknya sektor swasta dalam bidang kesehatan akan mendorong kompetisi dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara lebih efisien, sehingga pemberi pelayanan kesehatan harus merubah pandangannya untuk lebih berorientasi pada pasar atau konsumen, dengan melakukan perbaikan mutu pelayanan. Kondisi seperti itu akan menuntut Dinas Kesehatan Kota Medan untuk melaksanakan kinerjanya dengan baik serta menginternalisasikan nilai-nilai ataupun konsep entrepeneur (kewirausahaan) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka penulis merasa penting untuk melaksanakan sebuah penelitian tentang pelaksanaan nilai-nilai / konsep entrepeneur dalam penyelenggaraan pemerintah modern dalam hal ini padaD inas Kesehatan Kota Medan dan menjadikannya sebagai landasan berpijak untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang berorientasi kepada masyarakat.


(5)

1. 2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang menjadi pokok penelitian ini adalah “Bagaimanakah Penerapan Konsep Entrepeneurship Dalam Kebijakan Pelayanan Kesehatan?”

1. 3. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan konsep entrepeneurship dalam

kebijakan pelayanan kesehatan

2. Untuk mengetahaui sejauh mana penerapan konsep entrepeneurship dalam

kebijakan pelayanan kesehatan? 1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat diadakannya penelitian ini bagi penulis adalah :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

khasanah penelitian di FISIP-USU

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan bagi semua kalangan terutama pada organisasi-organisasi pemerintah sebagai pelaksana fungsi pelayanan kepada masyarakat

3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan


(6)

1.5. Kerangka Teori.

1.5.1. Konsep Enterpreneurial Government (Pemerintahan bergaya Wirausaha)

Kewirausahaan dikenal sebagai suatu proses penciptaan nilai dengan menggunakan berbagai sumber daya tertentu untuk mengeksploitasi peluang (Lupiyoadi,1999:10). Konsep kewirausahaan telah mendapat perhatian yang sangat luas dan intensif dikalangan pakar akademis maupun dikalangan praktisi baik ekonomi, manajemen bisnis serta para birokrat yang bergerak disektor publik. Kewirausahaan dianggap sebagai obat yang mujarab dan sesuatu yang manjur pada saat produktifitas, kreatifitas dan performansi dipentingkan (Goodman,1993:42).

Dalam sejarah perkembangan konsep kewirausahaan selalu dikaitkan dengan persoalan ekonomi dan bisnis perusahaan. Dalam bukunya yang berjudul

“The Management Challenge“ James M. Higins (Mutis,1995:10) telah

menguraikan secara historis mengenai konsep kewirausahaan dan dianggap sebagai salah satu fungsi ekonomi. Menurut Hisrich (1986:4) yang dimaksud kewirausahaan adalah,

“Entrepreneurship is the process of creating something different with value by devoting the necessary time ang effort, assuming the accompanying financial, psychological and time risks ang receiving the resulting rewards financially and personal satisfaction”

Selanjutnya Kao (1989) menyatakan bahwa,

“wirausaha adalah usaha untuk menciptakan nilai dengan mengenali peluang bisnis, pengelolaan atas pengambilan resiko peluang dan mela;ui komunikasi serta ketrampilan melakukan mobilitas manusia, finansial dan sumber-sumberyang dibutuhkan agar rencana dapat terlaksana dengan baik”


(7)

Kewirausahaan dalam pendefenisiannya juga difokuskan pada aspek karakter seseorang yaitu, bahwa wirausaha adalah seorang inovator, pemberani dan kreatif. Kewirausahaan sebagai seseorang yang merasakan adanya peluang, mengejar peluang-peluang yang sesuai dengan situasi dirinya dan percaya bahwa kesuksesan merupakan sesuatu hal yang bisa dicapai Jose Carlos dan Jarillo Mossi (Mutis,1995:18). Begitu pula Howard H. Stevenson (Mutis 1995:21) menyatakan bahwa, kewirausahaan merupakan pola tingkah laku manajerial yang terpadu, kewirausahaan juga berarti upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumberdaya yang dimilikinya. Kewirausahaan lebih dari sekadar tingkah laku individu. Lebih jauh Drucker (Osborne, 1995 : xvii) mengatakan bahwa hampir setiap orang bisa menjadi wirausahawan, asalkan organisasinya disusun untuk mendorong kewirausahaan. Sebaliknya setiap wirausahawan bisa berubah menjadi birokrat, andaikan organisasinya mendorong perilaku birokratis. Perkembangan selanjutnya kewirausahaan didefenisikan dalam konteks yang lebih luas, tidak saja menyangkut masalah ekonomi dan manajemen bisnis tetapi meluas kesektor diluar bisnis (public sektor). Hal ini pernah diungkap oleh Good Man (1993:6)

Kewirausahaan juga diartikan sebagai cara pandang baru seperti yang dikemukakan oleh Banfe (Arifuddin,1996:25) yang mengungkapkan bahwa wirausaha adalah pemikiran kembali paradigma konvensional, membuang cara-cara tradisional untuk melakukan sesuatu. Cara kuno dan tradisional mungkin telah terbukti berhasil, tetapi wirausaha memiliki cara baru yang lebih atau membuat produk baru atau yang telah dikembangkan. Menurut J.B. Say (Osborne, 1996 : xvi),


(8)

“ Wirausahawan “ adalah memindahkan berbagai sumber ekonomi dari suatu wilayah dengan produktifitas rendah ke wilayah dengan produktifitas lebih tinggi dan hasil yang lebih besar. Denga kata lain, seorang wirausahawan menggunakan sumberdaya dengan cara baru untuk memaksimalkan produktivitas dan efektifitas”.

Kajian mengenai kewirausahaan saat ini sangat relevan mengingat sumberdaya manusia semakin dilihat sebagai sumber daya utama bagi kemampuan adaptif dan kompetisi organisasi. Kewirausahaan juga dinilai sebagai salah satu teknik manajemen yang baik untuk memperbaiki performance

organisasi. Performance mampu mendorong motivasi para manajer

(Goodman,1993:42). Isu tentang perlunya birokrasi pemerintahan dikelola dengan prinsip kewirausahaan sebenarnya bukan hal baru dalam di dunia. Di Indonesiapun konsep dan gagasan tersebut mulai bergema diera tahun 95-an tatkala beberapa orang pemerhati masalah birokrasi menyuarakan perlunya birokrasi pemerintah merubah orientasi menjadi lembaga yang berjiwa wirausaha. Hal ini dikemukakan oleh Tjokrowinoto (1996:233-234)

David Osborne dan Ted Gaebler (1996) dengan karyanya yang monumental “Reinventing Government, How the Entrepreneurial Spirit is

Transforming the Public Sektor” mencoba untuk menemukan kembali

pemerintahan dengan mengembangkan konsep pemerintahan yang bergaya wirausaha (Enterpreneurial Government). Esensi dasar yang sangat strategis dari pemikiran Osborne dan Ted tersebut berkaitan erat dengan birokrasi pemerintahan yang tidak lagi berorientasi pada budaya sentralisasi, strukturalisasi, formalisasi dan apatistik melainkan pada desentralisasi pemberdayaan, kemitraan, fungsionalisasi dan demokratisasi. Fungsi pemerintahan yang modren strateginya harus diarahkan pada daya dukung dan daya dorong untuk meningkatkan peran


(9)

serta masyarakat dalam dalam proses kebijakan, penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan.

Selanjutnya Osborne (1996:23-24) mengungkapkan sesuatu yang perlu menjadi pegangan dalam menerapkan prisip-prinsip kewirausahaan bahwa organisasi bisnis tidak bisa disamakan dengan lembaga pemerintah dan memang terdapat banyak perbedaan satu dengan yang lainnya. Pemerintah tidak dapat dijalankan seperti sebuah bisnis, tentu saja tidak berarti bahwa pemerintah tidak bisa bergaya wirausaha.

Menurut Dwiyanto (1996) Reinventing Government adalah suatu pemikiran dan gerakan untuk mengembangkan pemerintah yang memiliki jiwa dan semangat entrepreneurial. Ciri penting dari pemerintah yang entrepreneurial adalah kemampuannya menggunakan resourses yang ada secara efisien, inovatif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya. Pemerintah hanya akan bisa mengembangkan semangat entrepreneurial jika membuang jauh-jauh sifat dan mental birokratis yang selama ini mengangkanginya. Karakteristik birokrasi pemerintah yang sentralistik, hirarkhis, monopolistik, reaktif dan formalistik harus diganti dengan desentralistik, organik-adaptif, kompetitif, antisipatif dan partisipatif.

Selanjutnya Osborne dan Gaebler (1996) mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip pemerintahan wirausaha yaitu :

1. Pemerintahan Katalis : Mengarahkan ketimbang mengayuh

Pemerintah diibaratkan sebuah perahu, peran pemeritah bisa sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu atau sebagai pendayung yang


(10)

mengayuh untuk membuat perahu bergerak.

Pemerintahan yang lebih banyak mengarahkan dan lebih sedikit mengayuh jelas merupakan pemerintahan yang lebih kuat. Bagaimanapun, mereka yang mengarahkan perahu mempunyai kekuasaan jauh lebih banyak atas tujuannya ketimbang mengayuh.

Pemerintahan yang memfokuskan pada mengarahkan, secara akitif akan membentuk masyarakat , negara dan bangsanya. Mereka membuat lebih banyak keputusan yang menjadi kebijakan. Mereka menggerakkan lebih banyak lembaga social dan ekonomi. Sebagian bahkan lebih banyak mengatur.

2. Pemerintah milik masyarakat : memberi wewenang ketimbang melayani

Dimana upaya pemberdayaan masyarakat akan memberikan hasil yang lebih optimal ketimbang sekedar melayani. Adapun ide dasarnya adalah untuk menjadikan keselamatan umum sebagai tanggung jawab masyarakat, bukan hanya tanggung jawab para profesional. Pemberian wewenang kepada masyarakat tidak hanya mengubah harapan dan membangkitkan kepercayaan, biasanya justru memberikan solusi-solusi yang jauh lebih baik terhadap setiap masalah mereka ketimbang terhadap layanan umum biasa.

3. Pemerintahan yang kompetitif : menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan

Prinsip ini berupaya menciptakan adanya iklim kompetisi bagi organisasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Persoalannya adalah bukan negeri versus swasta, melainkan kompetisi versus monopoli. (John Moffitt). Karena tidak ada kebenaran pada pandangan


(11)

lama bahwa sektor bisnis selalu lebih efisien dibanding pemerintahan. “Di mana ada persaingan, Anda akan memperoleh hasil yang lebih baik, kesadaran akan adanya biaya yang lebih besar, dan pemberian pelayanan yang lebih unggul.”

Kompetisi tidak akan memecahkan semua masalah tetapi mungkin kompetisi memegang kunci pembuka kisi-kisi birokrasi yang melumpuhkan begitu banyak lembaga pemerintah. Ini tidak bermaksud mengesahkan persaingan yang tajam, yang dapat berdampak buruk dan juga baik. Jika kompetisi menghemat uang hanya dengan jalan mengurangi upah dan tunjangan,, misalnya, pemerintah harus mempersoalkan nilainya. Osborne juga mengatakan bahwa dia juga tidak mengesahkan kompetisi antar-individu, melainkan kompetisi antartim – antarorganisasi dapat membangun semangat dan emndorong kreativitas.

4. Pemeritahan yang digerakkan oleh Misi : Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan

Prinsip ini didasarkan pada pandangan bahwa pemerintahan yang digerakan oleh misi akan bekerja lebih efisien dibandingkan pemerintah yang digerakan oleh peraturan semata.

Organisasi yang digerakkan misi memberi kebebasan kepada para karyawannya dalam mencapai misi organisasi dengan metode paling efektif yang dapat mereka temukan. Ada beberapa keunggulan pemerintahan yang digerakkan oleh misi :

a. organisasi yang digerakkan oleh misi lebih efisien ketimbang organisasi yang digerakkan oleh peraturan.


(12)

b. Organisasi yang digerakkan oleh misi juga lebih efektif ketimbang organisasi yang digerakkan oleh peraturan karena lebih mendatangkan hasil yang lebih baik.

c. Organisasi yang digerakkan oleh misi lebih inovatif ketimbang yang

digerakkan oeh peraturan

d. Organisasi yang digerakkan oleh misi lebih fleksibel ketimbang yang

digerakkan oleh peraturan

e. Organisasi yang digerakkan oleh misi mempunyai semangat lebih tinggi

ketimbang yang digerakkan oleh peraturan.

Kejelasan misi mungkin merupakan satu-satunya aset terpenting bagi sebuah organisasi pemerintah. Lembaga pemerintah semakin mencari kejelasan itu dengan membuat berbagai pernyataan misi. Peran sebuah pernyataan misi adalah untuk memfokuskan pada tujuan organisasi, untuk menarik perhatian terhadap hal penting, dan untuk meneteapkan sasaran organisasi guna menyelaraskan setiap praktek organisasi dengan nilai.

5. Pemerintah yang berorientasi hasil : Membiayai hasil, bukan masukan

Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif ini. Para wirausahawan pemerintah tahu bahwa bila lembaga-lembaga dibiayai berdasarkan masukan, maka sedikit sekali alasan mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi ketika mereka dibiayai berdasarkan keluaran, mereka menjadi obsesif dengan prestasi.


(13)

6. Pemerintah berorientasi pelanggan : Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi

Prinsip ini memandang rakyat sebagai pelanggan yang wajib dilayani dengan sebaik-baiknya, sedangkan pemerintah sebagai pelayannya. Pemerintah yang demokratis lahir untuk melayani warganya. Bisnis ada untuk memperoleh profit. Dan oleh karena itulah tugas pemerintah adalah mencari cara untuk menyenangkan warganya. Kebanyakan pemerintah kita buta terhadap pelanggannya sementara bisnis tergerak oleh pelanggan.

Bagaimana logikanya? Sederhana. Sebagian besar badan pemerintah tidak memperoleh dananya dari pelanggan. Bisnis adalah sebaliknya. Jika suatu bisnis menyenangkan pelanggannya, penjualannya akan meningkat; jika pesaing bisa lebih menyenangkan pelanggannya, maka penjualannya akan turun. Badan pemerintah memperoleh sebagian besar dana mereka dari legislatif, dewan kota, dan pejabat yang terpilih. Jadi sementara bisnis bersungguh-sungguh untuk menyenangkan kelompok kepentingan.

Menempatkan sumber daya di tangan pelanggan saja tidaklah cukup. Jika penyedia jasa adalah publik, atau didanai oleh publik, pemerintah wirausaha sering mendapati bahwa mereka menghadapi satu tahap lagi ; mereka harus mengubah birokrasi yang sudah ada.

7. Pemerintahan wirausaha : Menghasilkan ketimbang membelanjakan Seyogyanya pemerintah memfokuskan kemampuannya tidak untuk membelanjakan uang akan tetapi bagaimana menghasilkannya.

Suatu pemerintahan wirausaha mengekspose subsidinya secara terang-terangan kepada publik, mengandalkan tekanan publik untuk menghapuskan


(14)

subsidi dan kemudian menemukan cara untuk mendatangkan uang dari pelayanan yang terkait. Jika kita menginginkan pegawai negeri sipil menjadi “sadar pendapatan,” kita memerlukan insentif yang mendorong mereka untuk menghasilkan uang sebagaimana mereka mengeluarkannya. Penghasilan yang terjamin menciptakan insentif yang keliru. Manajer dari anggaran yang besar yang seluruhnya disuplai oleh badan legislatif akan bertindak seperti remaja dengan benyak kebebasan. Tidak ada yang menghasilkan cara-cara baru untuk mendapatkan dan menghemat uang.

8. Pemerintahan yang antisipatif : Mencegah daripada mengobati

Pemerintahan tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk memerangi masalah. Untuk menghadapi sakit, mereka mendanai pelayanan perawatan kesehatan.

Ada saatnya ketika pemerintah harus lebih memusatkan pada pencegahan : pada pembangunan sistem air dan pembuangan air kotor, untuk mencegah penyakit; pada pengawasan terhadap susu, daging, dan rumah makan juga untuk mencegah sakit.

Tetapi ketika pemerintah mengembangkan kapasitas yang lebih besar lagi untuk menyampaikan pelayanan, perhatian pemeritah bergeser. Ketika departemen pemadam kebakaran menjadi profesional, mereka mengembangkan seni membasmi kebakaran, bukannya pencegahan. Ketika departemen kepolisian menjadi profesional, mereka berkonsentrasi pada penangkapan penjahat, bukannya membantu masyarakat mencegah kejahatan.

Model birokratis membawa serta keasyikan dengan penyampaian jasa, dengan mendayung, bukan mengemudikan. Dan organisasi-organisasi yang


(15)

memusatkan energi terbaik mereka pada mendayung dan jarang yang mencurahkan pada mengemudikan. Mereka diprogram oleh profesional danbirokrat untuk berpikir bahwa pemerintahan seperti pelayanan, mereka menunggu sampai suatu persoalan menjadi suatu krisis, kemudian menawarkan pelayanan baru bagi yang terkena pengaruh – tunawisma di jalanan, anak putus sekolah, pemakai obat-obat terlarang. Dengan demikian pemerintah banyak membayar untuk mengatasi gejala – dengan lebih banyak polisi, lebih banyak penjara, lebih banyak tunjangan dan bantuan perawatan yang lebih tinggi, sedangkan strategi pencegahan sangat kurang .

Mengutip ekonom almarhum Ernst Schumacher, orang yang cerdas memecahkan masalah, orang jenius menhindari masalah. Mencegah penyakit lebih mudah dan lebih murah daripada mengobatinya.

9. Pemerintahan Desentralisasi : Dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja

Lima puluh tahun yang lalu lembaga-lembaga yang tersentralisasi sangat diperlukan. Teknologi informasi masihprimitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan tenaga kerja publik relatif belum terdidik.

Tetapi sekarang ini informasi sebenarnya tidak terbatas, komunikasi antar daerah yang terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai yang sudah terdidik, dan kondisi berubah dengan kecepatan yang luar biasa.

Dalam dunia sekarang ini, sesuatu hanya akan berjalan lebih baik jika mereka yang bekerja di organisasi publik—sekolah, pembangunan perumahan umum, taman, program pelatihan—mempunyai otoritas untuk mengambil keputusan sendiri.


(16)

Dalam abad informasi, “tekanan untuk mempercepat pengambilan keputusan mengalahkan kerumitan yang semakin meningkat dan ketidakakraban dengan lingkungan keputusan yang harus diambil,” (Tofler Alvin, Anticipatory

Democracy). Tofller menguraikan dua respon yang mungkin:

Salah satu cara adalah berusaha untuk lebih memperkuat pusat pemerintahan, yang menambah semakin banyak politikus, birokrat, pakar dan komputer dalam keputusan untuk berlari lebih cepat dari akselerasi kompleksitas; cara lain adalah dengan mulai mengurangi beban keputusan dengan membaginya kepada lebih banyak orang, yang memungkinkan lebih banyak keputusan dibuat “ke bawah” atau pada “pinggiran” ketimbang mengkonsentrasikannya pada pusat yang terkena stress dan tidak berfungsi dengan baik.

Para pemimpin yang berjiwa wirausaha secara naluriah mencoba menjangkau pendekatan yang terdesentralisasi. Mereka menggerakkan banyak keputusan ke “pinggiran” – ke tangan pelanggan, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Mereka menekan otoritas keputusan yang lain “ke bawah,” dengan membuat hierarki menjadi datar dan memberi otoritas kepada pegawai-pegawainya.

Lembaga yang terdesentralisasi mempunyai sejumlah keunggulan

Pertama, lembaga yang terdesentralisasi ; lembaga tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah. Kedua, lembaga terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang terdesentralisasi. ketiga, lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif daripada yang terdesentralisasi. keempat, lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen, dan lebih besar produktivitas.


(17)

10. Pemerintah Berorientasi Pasar : Mendongkrak perubahan melalui pasar

Bahwa pemerintah perlu melakukan perubahan organisasi berdasarkan mekanisme pasar. Mekanisme pasar mempunyai banyak keunggulan dibanding mekanisme administratif, pasar didesentralisasikan; mereka (biasanya) kompetitif; mereka mendukung pelanggan untuk membuat pilihan; dan mereka mengaitkan sumber daya secara langsung kepada hasil. Pasar juga memberi respon terhadap perubahan yang cepat dengan segera. Namun mekanisme pasar juga memiliki kelemahan, yang utama adalah kecenderungannya menghasilkan ketimpangan dalam akses terhadap pelayanan. (Osborne, Gaebler, “Mewirausahakan Birokrasi) 1.5.2. Kebijakan Publik

Kebijakan adalah suatu istilah yang menunjukkan adanya proses, karena merupakan hasil keputusan atau perbuatan yang mempunyai sifat untuk dilaksanakan. Kebijakan karena merupakan hasil perbuatan atau pemikiran seseorang, maka mengandung berbagai macam kegiatan dan keputusan lainnya yang berkaitan dengan terealisirnya tujuan kebijakan itu. Dalam hal ini juga, kebijakan publik sering dikenal dengan istilah public policy.

Menurut pendapat H. Hugh Heclo dalam Jones seperti yang dikutip Soenarko (2003 : 40 - 41) menjelaskan sebagai berikut :

- “Policy is a course of action intended to accomplish some end”

(Terjemahan : Kebijakan adalah suatu arah kegiatan yang tertuju kepada

tercapainya beberapa tujuan).

Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt, dalam Jones seperti yang dikutip Soenarko(2003; 41), juga mempunyai pendapat yang senada, ialah :

- “ Policy is defined as a standing decision characterized by behavioral

consistency and repetitiveness on the part of both those who makes it and those who abide by itu”.


(18)

yang siap dilaksanakan dengan ciri adanya kemantapan perilaku dan berulangnya tindakan, baik oleh mereka yang membuatnya maupun oleh mereka yang harus mematuhinya).

Thomas R. Dye dalam Soenarko (2003 : 41) mengatakan :

“ Public Policy is whatever governments choose to do or not to do”.

(Terjemahan : Kebijakan pemerintah itu adalah apa saja yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan).

Dari pengertian diatas, dapat kita simpulkan bahwa kebijakan itu menggambarkan suatu arah kegiatan yang hendak dilakukan demi tercapainya suatu tujuan.

Sedangkan Anderson (1975) dalam Tangkilisan (2003; 2) memberikan definisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Dan perlu diingat bahwa dalam mendefenisikan kebijakan harus tetap mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai persoalan tertentu mengingat


(19)

kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup implementasi dan evaluasi. Oleh karena itu, defenisi mengenai kebijakan publik akan lebih tepat bila defenisi tersebut mencakup pula arah tidakan atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan.

Lebih lanjut, Charles O. Jones (1977) dalam Tangkilisan (2003; 3) menjelaskan bahwa kebijakan terdiri dari komponen-komponen :

1. Goal atau tujuan yang diinginkan.

2. Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan. 3. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan.

4. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program.

5. Efek, yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder).

Mengingat di dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti tentang penerapan konsep entrepreneurship dalam kebijakan pelayanan kesehatan, maka kebijakan yang akan dibahas adalah kebijakan pelayanan kesehatan.

1.5.3. Kebijakan Pelayanan Kesehatan :

1. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2006 - 2010 sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No : 050/2020/SJ Tanggal 11 Agustus 2005.

a. Peningkatan pemerataan dan akses seluruh masyarakat, terhadap

pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama diruang rawat kelas III RSPemerintah, melalui pembebasan biaya pelayanan kesehatan.


(20)

b. Mengintegrasikan pembangunan kesehatan lingkungan, dengan pembangunan sosial dan ekonomi dalam rangka peningkatan kesehatan dan mutu hidup masyarakat, termasuk meningkatkan sosialisasi kesehatan lingkungan serta pola hidup bersih dan sehat.

c. Peningkatan partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesadaran, kemandirian dan membentuk perilaku hidup bersih dan sehat, serta ikut dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan.

d. Peningkatan , pemantapan kerjasama lintas sektoraldalam rangka

mengoptimalkan pelaksanaan pembangunan kota yang berwawasan kesehatan.

e. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan sesuai SPM (Standar Pelayanan

Minimal) bidang kesehatan.

f. Peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang

berdomisili di wilayah lingkar luar atau yang jauh dari sarana pelayanan kesehatan dengan cara mendekatkan pelayanan melalui operasionalisasi puskesmas keliling.

g. Peningkatan upaya pendidikan kesehatan (“Health Education”) kepada

masyarakat sejak usia dini dan mendorong dicantumkannya pendidikan kesehatan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar menengah. h. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan dasar


(21)

2. Program-program Strategis Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2006- 2010

a. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

b. Program Lingkungan Sehat

c. Program Upaya Kesehatan Masyarakat

d. Program Upaya Kesehatan Perorangan

e. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

f. Program Perbaikan Gizi Masyarakat

g. Program Sumberdaya Manusia Kesehatan

h. Program Pengawasan Obat dan Makanan

i. Program Kebijakan dan Manajemen Kesehatan

1.5.4. Pelayanan publik

Pelayanan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1999:571) adalah usaha melayani kebutuhan orang lain sedang pelayan adalah membantu menyiapkan (mengurus apa yang diperlukan seseorang). Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut apakah sudah sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan (J.Supranto,2001)

Sejalan dengan uraian tersebut, maka pengertian pelayanan menurut Munir (2000:27) adalah serangkaian kegiatan karena itu ia merupakan proses, sebagai proses pelayanan langsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat.

Pelayanan publik (public service) oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping


(22)

abdi negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik dumaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara sejahtera (walfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Wasistiono (2001:56) menjelaskan bahwa kegiatan institusi pemerintah dalam memberikan pelayanan umum terutama didorong motif sosial politis ditambah dengan motif-motif ekonomi meskipun relatif terbatas.

Nurmadi (1999:4) mencirikan pelayanan kepada publik sebagai berikut : tidak dapat memilih konsumen, peranannya dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, politik menginstitusionalkan konflik, pertanggung jawaban yang kompleks, sangat sering diteliti, semua tindakan harus mendapat justifikasi, tujuan dan output sulit diukur atau ditentukan.

Thery (dalam Toha, 1996:14) menggolongkan lima unsur pelayanan yang memuaskan, yaitu : merata dan sama, diberikan tepat pada waktunya, memenuhi jumlah yang dibutuhkan, berkesinambungan, dan selalu meningkatkan kualitas serta pelayanan (proggresive service). Setiap orang mengharapkan pelayanan yang unggul, yaitu suatu sikap atau cara pegawai dalam melayani pelanggan secara memuaskan.

Moenir ( 1992:41) menyatakan kualitas pelayanan yang baik adalah sebagai berikut : kemudahan dalam pengurusan kepentingan, mendapatkan


(23)

pelayanan yang wajar, mendapatkan pelayanan yang sama tanpa pilih kasih dan mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang.

Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Efektif lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran.

Bila jasa/layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa/layanan yang dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya bila jasa/layanan yang diterima lebih rendah dari pada diharapkan, maka kualitas/layanan akan dipersepsikan buruk.

Dengan demikian, baik atau buruknya kualitas jasa/layanan tergantung kepada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten dan berakhir pada persepsi pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang penyelenggara, tetapi harus dilihat dari sudut pandang atau persepsi pelanggan.

Kotler (1994:62) mengemukakan bahwa pelangganlah yang mengkomsumsi dan menikmati jasa layanan sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa layanan. Persepsi pelanggan terhadap jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Namun perlu diperhatikan bahwa jasa seringkali tidak konsisten, sehingga pelanggan menggunakan isyarat intrinsik dan destrinsik jasa sebagai acuan.


(24)

Ndraha (seperti dikutip oleh Djaenuri, 1997:14) memberikan batasan pengertian pelayanan sebagai berikut :”Pelayanan (service) meliputi jasa dan pelayanan. Jasa adalah komoditi, sedangkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat terkait dengan suatu hak dan lepasa dari persoalan apakah pemegang hak itu dapat dibebani suatu kewajiban atau tidak. Dalam kaitan ini dikenal adanya “hak bawahan” (sebagai manusia) dan hak pemberian.

Salah satu semangat reformasi adalah menghilangkan kekuasaan yang tidak berpihak kepada rakyat, semangat untuk meningkatkan sektor pelayanan kepada publik. Jadi kalau pada era reformasi sekarang ini ternyata pelayanan kepada publik masih juga belum tergarap dengan baik, itu berarti pengingkaran terhadap nilai-nilai reformasi. Itulah sebabnya lembaga pelayanan publik yang terpilih memegang mandat untuk memperbaiki palayanan kepada masyarakat dan keberhasilan meraka adalah untuk mendekatkan harapan dan kenyataan tersebut.

Dengan semangat reformasi saat ini diharapkan aparatur dapat memberikan pelayanan cepat, murah dengan prosedur yang jelas dan menyentuh kehidupan masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Tjahya Supriatna (2000), bahwa pelayanan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Tangibles, yaitu fasilitas secara fisik, peralatan dan penampilan dari personil

2. Reliability, yaitu kemampuan untuk merealisasikan apa yang telah

dijanjikan oleh penyedia jasa secara mandiri dan akurat.

3. Responsivines, yaitu adanya keinginan untuk membantu konsumen dan


(25)

4. Assurance, yaitu pemahaman dan sikap karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan konsumen.

5. Emphaty, yaitu dapat merasakan apa yang konsumen rasakan sehingga

dapat melayani dengan baik.

Bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis pelayanan yaitu :

1. Pelayanan Pemerintahan, yaitu merupakan pelayanan masyarakat yang erat

dalam tugas-tugas umum pemerintahan seperti pelayanan Kartu Keluarga/KTP, IMB, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Imigrasi.

2. Pelayanan Pembangunan, merupakan pelayanan masyarakat yang terkait

dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam aktifitasnya sebagai warga masyarakat, seperti penyediaan jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya.

3. Pelayanan Utilitas merupakan penyediaan utilitas seperti listrik, air, telepon, dan transportasi.

4. Pelayanan Kebutuhan Pokok, merupakan pelayanan yang menyediaan

bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah.

5. Pelayanan Kemasyarakatan, merupakan pelayanan yang berhubungan dengan

sifat dan kepentingan yang lebih ditekankan kepada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu dan lainnya.


(26)

1.5.5. Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan (health service) merupakan salah satu komponen penentu derajat kesehatan masyarakat, disamping faktor lingkungan, perilaku dan keturunan. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, ,kelompok, ataupun masyarakat. (Azwar 1996:1)

Namun masih sering dijumpai kesalahan persepsi dan pemahaman orang terhadap pelayanan kesehatan yaitu hanya berupa pelayanan yang diberikan oleh seorang dokter terhadap pasien. Oleh karena itu menurut azwar, pengertian pelayanan kesehatan harus diasosiasikan kepada pelayanan medis dan pelayanan kedokteran komuniti, pengelolaan kesehatan lingkungan hidup, upaya

pengumpulan data kesehatan, bahkan tata administrasi pelayanan kesehatan itu sendiri.

Dengan demikian terdapat perbedaan pelayanan kesehatan dengan pelayanan medis.Benyamin Lumenta mengemukakan bahwa pelayanan medis adalah segala upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit serta semua upaya dan kegiatan peningkatan dan pemulihan kesehatan yang

dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara para ahli pelayanan medis dengan individu yang membutuhkannya. jadi ruang lingkupnya masih bersifat mikrososial. Sedangkan pelayanan kesehatan bersifat mikrososial dalam arti merupakan upaya atau kegiatan pencegahan, pengobatan,pemulihan, dan


(27)

peningkatan derajat kesehatan yang dilaksanakan terhadap masyarakat secara keseluruhan.

2. Sasaran Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan dapat dibagi menjadi dua bagian utama jika dilihat berdasarkan sasarannya :

1. pelayanan kesehatan personal (personal health services).

Sasaran pelayanan kesehatan ini adalah unuk pribadi atau perorangan. 2. pelayanan kesehatan lingkungan (environmental health services) Sasaran pelayanan kesehatan ini adalah lingkungan, kelompok, atau masyarakat.

(Hodgetts dan Cascio dalam Azwar 1996:36) c. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang baik memiliki berbagai persyaratan pokok, syarat pokok yang dimaksud adalah:

a. tersedia dan berkesinambungan

syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat

berkesinambungan. Artinya, semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.

b. dapat diterima dan wajar

pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, dan kepercayaan


(28)

masyarakat, serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

c. mudah dicapai

pengertian ketercapaian yang dimaksud adalah terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi pada perkotaan saja dan tidak ditemukan di daerah pedesaan bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

d. mudah dijangkau

pengertian mudah dijangkau yang dimaksud adalah dilihat dari segi biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan

kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan hanya bias dijangkau oleh sebagian masyarakat bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

(Azwar 1996:38)

2. Kualitas Pelayanan Kesehatan

Definisi kualitas pelayanan kesehatan banyak menjadi kajian para ahli. Tracendi, (1988:91-94) mengemukakan bahwa salah satu isu yang paling kompleks dalam dunia pelayanan kesehatan adalah penilaian kualitas. Ruang lingkupnya sangat luas, mulai dari kemungkinan derajat kesempurnaan (perfectability) teknik intervensi klinik sampai peranannya dalam menurunkan angka mortalitas. Ada yang berpendapat bahwa kualitas pelayanan kesehatan di


(29)

rumah sakit dapat dinilai dari mortalitas operasi atau dari angka infeksi nosokomial. Ada pula yang berpegang dari derajat pemanfaatan tempat tidur atau jumlah kunjungan ke poliklinik.

Anthony dan Herzlinger menyatakan bahwa organisasi nirlaba, seperti halnya rumah sakit, adalah suatu organisasi yang tujuannya bukanlah semata-mata mencari keuntungan bagi pemiliknya, melainkan memberikan pelayanan sesuai dengan misi yang diembannya (lihat Massie, 1987:262-264). Pada organisasi nirlaba seyogianya pihak manajemen berupaya agar dapat memberi pelayanan semaksimal mungkin dengan sumber daya yang tersedia. Suksesnya organisasi nirlaba dapat dinilai dari seberapa besar dan berapa baik pelayanan yang diberikan.

Menurut Aditama (2000:149-150) disebutkan bahwa banyak aspek yang dapat digunakan untuk menilai mutu pelayanan kesehatan. Misalnya, dapat dinilai dari struktur pelayanan itu sendiri dan bagaimana bentuk pelayanan yang diberikan. Hal ini meliputi ruang lingkup pelayanan, tingkat pendidikan, dan proses pemberian pelayanan kesehatan.

2. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan a. Pengertian SPM bidang Kesehatan

Makna dari Standar Pelayanan Minimal adalah suatu nilai acuan terendah yang harus dilampaui dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar pelayanan tersebut memenuhi persyaratan dan kepuasan/kelayakan yang diinginkan atau agar fungsi pelayanan dapat berlangsung sebagaimana mestinya.


(30)

tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang mencakup jenis pelayanan, indikator, dan nilai (bencmark).

Tujuan penyusunan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota Medan adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas serta akuntabilitas pembangunan bidang kesehatan, pemukiman melalui penyusunan pedoman dan titik acuan yang terukur dan disepakati bersama. Melalui adanya SPM ini diharapkan terjadi keseragaman nilai dan dapat mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di Kota Medan.

b. Tujuan dan Manafaat Tujuan

Tujuan pembuatan SPM ini adalah tersusunnya data Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota Medan dan Indikator Indonesia Sehat 2010.

Manfaat

1. terevaluasinya data SPM bidang kesehatan Kota Medan.

1. terevaluasinya data indikator Indonesia Sehat 2010.

2. sinkronisasi data Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Kota Medan

3. sinkronisasi data indikator Indonesia Sehat 2010

4. memperoleh kejelasan sumber data SPM Bidang Kesehatan Kota


(31)

5. Memperoleh kejelasan pengisian format profil dengan indikator SPM

1.6. Defenisi Konsep

Konsep adalah abstraksi yang dibentuk untuk menggeneralisasikan hal-hal yang bersifat khusus. Singarimbun menyatakan bahwa kerangka konsep merupakan defenisi untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun alami . ( Singarimbun, 1989 : 24) Berdasarkan kerangka teori yang ada, dapat disusun defenisi konsep sebagai berikut :

1) Enterpreneurial Government adalah suatu birokrasi pemerintahan yang memiliki jiwa dan semangat kewirausahaan dengan karakteristik berorientasi pada kebutuhan masyarakat (customer

oriented), efisien, inovatif, responsive dan kompetitif dalam rangka

penyelenggaraan tugas dan fungsinya.

2) Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, ,kelompok, ataupun masyarakat.

1.7. Defenisi Operasional

Defenisi operasional dalah suatu batasan yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersiapkan, memberikan suatu petunjuk operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel-variabel tertentu. (Singarimbun, 1989, 46)


(32)

1. Enterpreneurial Government

Variabel Enterpreneurial Government dapat diukur dengan menggunakan indikator:

1. Berorientasi pada masyarakat (customer oriented)

a. Ada tidaknya mekanisme mendengarkan suara dan keluhan masyarakat seperti customer carter

b. Kebebasan masyarakat dalam memilih penyedia jasa dibidang

sosial dan ada tidaknya peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan pemerintah

c. Ada tidaknya keikutsertaan masyarakat dan swasta dalam kegiatan pelayanan publik seperti kemitraan dan privatisasi.

2. Efisiensi dalam penggunaan anggaran

a. Ada tidaknya pengukuran kinerja dari dinas dan kantor yang ada b. Alokasi anggaran yang didasarkan pada kinerja dinas atau kantor c. Sistem insentif berdasarkan pada kinerja dari dinas maupun kinerja

pegawai

3. Inovasi dan kreatifitas

a. Pengembangan alternatif sumber pelayanan yang dilakukan untuk

masyarakat seperti kemitraan dengan pihak swasta.

b. Ada tidaknya penerapan Manajemen Strategis dalam kebijakan,

program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah seperti penyusunan rencana strategis disetiap unit organisasi pemda.


(33)

work yang dilakukan pemda terutama dalam penyusunan struktur

organisasi pemda diera otonomi.

d. Kegiatan pemerintah daerah dalam mencari profit dan sumber

pendapatan yang baru.

4. Kompetitif dalam penyelenggaraan pelayanan publik

a. Ada tidaknya kompetisi antar berbagai pelaku dan tingkatan yang terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan masyarakat

b. Ada tidaknya kebijakan dan program pemerintah yang mendorong


(34)

1.8. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, serta sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Dalam bab ini bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini disajikan disajikan gambaran umum lokasi penelitian seperti sejarah singkat, perincian tugas, dan struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Bab ini memuat analisa data secara mendalam berkaitan dengan masalah yang diteliti.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan saran.


(35)

BAB II

METODE PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif kualitatif yaitu yang dapat diartikan sebagai pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang nampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1993 : 63).

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Dinas Kesehatan Kota Medan 3. Populasi

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah stakeholder/pihak-pihak yang terlibat dan mengetahui tentang penerapan konsep entrepreneurship dalam kebijakan pelayanan kesehatan.

4. Sampel

Teknik penentuan sampel yang ditentukan adalah sampel bertujuan. Karena metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, maka dalam penelitian ini yang merupakan sampel adalah

informan. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Informan dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar peneltian setempat


(36)

Atas dasar pertimbangan tersebut maka ditentukanlah informan penelitian yaitu :

1. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan ( Informan Kunci)

3. Sub Dinas Bina Program (Informan Kunci)

4. Sub Dinas Pelayanan Kesehatan (Informan Kunci)

6. Sub Dinas Promosi Kesehatan (Informan Kunci) 4. Tehnik Pengumpulan data

Data - data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, dengan perincian sebagai berikut:

1 Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian.

Wawancara mendalam (depth-interview), dengan mengadakan tanya

jawab secara terbuka dengan key informan tentang objek permasalahan yang diteliti. Di sini, materi wawancara dipandu oleh instrumen penelitian (interview guide).

2 Data Sekunder, yaitu data yang tidak diperoleh langsung dari objek

penelitian.

Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari sejumlah buku, tulisan serta karangan ilmiah yang memiliki relevansi dengan masalah yang sedang diteliti, dan observasi.


(37)

5. Tehnik Analisa Data

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Data-data yang terkumpul baik lewat studi kepustakaan dan kuisioner akan disusun dan kemudian disajikan dalam bentuk analisa tabel tunggal.

Teknik analisa data yang dipergunakan adalah teknik analisa data deskriptif kualitatif, yaitu data yang didapat melalui teknik pengumpulan data, selanjutnya diberi interpretasi yang secukupnya sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. hasil data yang diperoleh secara wawancara akan diuraikan secara deskriptif dan dianalisa secara kualitatif.


(38)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Gambaran umum Kota Medan A. Sejarah Singkat Kota Medan

Kota Medan sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia yang merupakan pusat pemerintahan propinsi Sumatera Utara, dulunya adalah merupakan sebuah kampung kecil yang berada di atas tanah datar atau medan diantara sungai babura dengan sungai deli. Yang pada waktu itu dikenal dengan nama “medan Putri”, yang sekarang kita kenal dengan Jalan Putri Hijau. Menurut Tengku Lukman, SH, dalam bukunya yang berjudul “Riwayat Hamparan Perak”(1971), yang mendirikan kampung medan adalah, Raja Guru Patimpus, nenek moyang Datuk hamparan perak (duabelas Kuta) dan Datuk Suka Piring yaitu dua dari empat kepala suku Kesultanan Deli.

Menurut John Anderson seorang pegawai pemerintahan inggris yang berkedudukan di penang pernah berkunjung ke medan tahun 1982, dalam bukunya yang berjudul “Mission to the Eastcoast Of Sumatera”edisi Edinburg 1826 menuliskan bahwa kota Medan dulunya adalah perkampungan kecil berpenduduk 200 orang. Dalam masa kurang dari 80 tahun berkembang menjadi sebuah kota yang sekarang kita kenal dengan nama Kota Medan.sesuai dangan keputusan DPRD tingkat II Kota madya Medan No.4/DPRD/1975 tanggal 26 Maret 1975, 1 juli ditetapkan menjadi hari jadi Kota Medan.kemudian melalui Peraturan Pemerintah RI No. 35 tahun 1992 tentang pembentukan beberapa kecamatan di


(39)

Sumatera Utara termasuk dua kecamatan pemekaran di kota Medan maka kecamatan di Kota Medan menjadi duapuluh satu (21) Kecamatan, yaitu:

No Nama Kecamatan Luas Kecamatan (km²)

Jumlah Kelurahan

1 Medan Tuntungan 20,68 9

2 Medan Johor 12,81 6

3 Medan Amplas 14,58 7

4 Medan denai 11,59 6

5 Medan Area 9,05 12

6 Medan Kota 7,99 12

7 Medan Maimun 5,27 6

8 Medan Polonia 5,25 5

9 Medan baru 5,84 6

10 Medan Selayang 9,01 6

11 Medan Sunggal 2,98 6

12 Medan Helvetia 15,44 7

13 Medan Petisah 13,16 7

14 Medan Barat 6,82 6

15 Medan Timur 5,33 11

16 Medan Perjuangan 7,76 9

17 Meadn Tembung 4,09 7

18 Medan Deli 20,84 6

19 Medan Labuhan 36,67 6

20 Medan Marelan 23,82 5

21 Medan Belawan 26,25 6

TOTAL 265,10 151

B. Kota Medan Secara Geografis

Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2 ) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring keutara dan berada pada


(40)

ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut.

Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

C. Kota Medan Secara Demografis

Berdasarkan data kependudukan tahun 2004, penduduk Kota Medan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.006.142 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk commuters. Dengan demikian Kota Medan Merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.

Dilihat dari struktur umur penduduk, Kota Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat


(41)

pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian Kota Medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur

D. Kondisi Pembangunan Di Kota Medan

Secara kasat mata pembangunan kota medan secara keseluruhan sangat berkembang pesat, terutama dalam pembangunan fisik (infrastruktur). Hal ini dapat kita lihat dengan berbagai sarana yang tersedia diseluruh penjuru kota Medan. Namun demikian kalau kita lihat masih banyak masalah yang perlu mendapat perhatian pemerinytah kota medan, diantaranya mengenai pemukiman masyarakat yang masih kumuh.

E. Kota Medan Secara Kultural

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan.


(42)

Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme yang dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.

F. Kota Medan Secara Ekonomi

Kota Medan mengemban fungsi regional yang luas, baik sebagai pusat pemerintahan maupun kegiatan ekonomi dan sosial yang mencakup bukan hanya Propinsi Sumatera Utara tetapi juga wilayah propinsi (Sumbagut). Adanya fungsi regional yang luas tersebut, ternyata telah menjadikan Kota Medan dapat menyelenggarakan aktifitas ekonomi dalam volume yang besar. Kapasitas ekonomi yang besar tersebut ditunjukan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai Kota Medan, yang selalu berada diatas pertumbuhan ekonomi daerah – daerah sekitarnya, termasuk dibandingkan dengan dicapai oleh Provinsi Sumatera Utara maupun Nasional.

Walaupun Kota Medan sempat mengalami pertumbuhan ekonomi negatif tahun 1998 (- 20%), namun selama tahun 2000 – 2004, ekonomi Kota Medan dapat tumbuh kembali rata – rata sebesar 5,19%. Ini merupakan indikasi bahwa betapapun beratnya (dalamnya), krisis ekonomi yang melanda ekonomi Indonesia dan Kota Medan khususnya, namun secara bertahap pada dasarnya Indonesia dan Kota Medan memiliki kemampuan untuk sembuh dan keluar dari krisis yang sangat berat tersebut.


(43)

G. Kota Medan Secara Sosial

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya .

Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi dimensional yang penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat .

Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin


(44)

INDIKATOR SOSIAL KOTA MEDAN

KETERANGAN TAHUN 2004

Jumlah penduduk (jiwa) APK

SD / MI (%) SMP / MTs (%) SMA / MA(%) APM

SD / MI (%) SMP / MTs (%) SMA / MA(%)

Umur harapan hidup Laki-laki

Perempuan

Angka kelahiran kasar Angka kematian kasar TPAK (%)

Pengangguran Terbuka (%)

Penduduk Miskin (%)

2.006.142 112,40 101,60 76,05 90,00 74,83 62,45 69 71 2,26 1,70 52,92 13,01 7,13

H. Kondisi Kesehatan Kota Medan

Meskipun derajat kesehatan masyarakat Kota Medan relatif meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antara tingkat sosial ekonomi masih ada. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk lebih tinggi pada kelompok masyarakat dengan status tingkat pendidikan rendah, dimana pada umumnya mereka bertempat tinggal di wilayah lingkar luar kota Medan dan daerah kumuh perkotaan


(45)

Selain gizi pada balita, pola penyakit yang diderita penduduk kota Medan umumnya menderita penyakit ISPA (126.021 orang), TB Paru (1.911 orang), diare dan penyakit kulit, namun demikian dalam waktu bersamaan terjadi pula peningkatan penyaklit menular dan tidak menular seperti DBD, HIV/AIDS, penyakit jantung dan Diabetes Militus.

Kondisi kesehatan kota medan juga ditandai dengan perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat, rendahnya kualitas pelayanan, rendahnya kondisi kesehatan lingkungan, krisis ekonomi, dan bertambahnya jumlah penduduk.

Permasalahan ini harus diselesaikan jika menginginkan kondisi masyarakat yang sehat dan sejahtera.

3.2 Dinas Kesehatan Kota Medan

A Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Kota Medan.

Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas di lingkungan Kota Medan, maka Dinas Kesehatan adalah salah satu dari unit kerja pemerintahan Kota Medan yang merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kota medan dalam bidang kesehatan.

B Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan.

Dalam menjalankan suatu perusahaan baik instansi pemerintah maupun swasta membutuhkan adanya suatu struktur organisasi untuk uraian tugas yang jelas. Demikian pula dengan Dinas Koperasi Kota Medan, sejalan dengan


(46)

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Medan yang sesuai dengan Peraturan Daerah Kota medan Nomor 4 tahun 2001, Dinas Koperasi dan UKM Kota Medan memiliki susunan Organisasi sebagai berikut:

1. Kepala Dinas

2. Bagian Tata Usaha, yang membawahi 4 sub bagian, terdiri dari: a. Sub Bagian Perlengkapan

b. Sub Bagian Kepegawaian.

c. Sub Bagian Keuangan.

d. Sub Bagian Umum

3. Sub Dinas Bina Program, membawahi 4 seksi, terdiri dari: a. Seksi Perencanaan dan Program

b. Seksi Data Informasi Laporan Kesehatan c. Seksi Analisa Sumber Daya

d. Seksi Akreditasi dan Perizinan

4. Sub Dinas Pelayanan Kesehatan, membawahi 4 seksi, terdiri dari:

a. Seksi Bina Puskesmas dan Rumah Sakit

b. Seksi Kefarmasian

c. Seksi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

d. Seksi Sarana Kesehatan lain

5. Sub Dinas Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, membawahi 4

seksi, terdiri dari:

a. Seksi Pengamatan Penyakit


(47)

c. Seksi Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (P2ML) d. Seksi Imunisasi

6. Sub Dinas Promosi Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan,

membawahi 4 seksi, terdiri dari:

a. Seksi Peran Serta Masyarakat dan Penyluhan Kesehatan

b. Seksi Penyerahan Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan

Makanan

c. Seksi Pencegahan Pencemaran dan Dampak lingkungan

d. Seksi Penyehatan Lingkungan Pemukiman.

7. Sub Dinas Pembinaan Kesehatan Keluarga, membawahi 4 seksi, terdiri dari:

a. Seksi Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana b. Seksi Kesehatan Sekolah.

c. Seksi Pangan dan Gizi d. Seksi Usia Lanjut


(48)

Gambar 1.1

Struktur Organisasi Dinas kesehatan Kota medan SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN SUB BAGIAN PERLENGKAPAN SUB BAGIAN UMUM KEPALA DINAS BAGIAN TATA USAHA KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SUBDIS BINRAM SEKSI RENRAM SEKSSI ANALIS SB. DAYA SEKSI DASILAPKES SEKSSI ANALIS SB. DAYA SUBDIS YANKES SEKSI JPKM SEKSI KEFARMASIAN SEKSI BINPUS DAN RS

SEKSI SARANA KES. LAIN

SUBDIS P2 PENYAKIT

SEKSI P2B2 SEKSI PENGAMATAN PENYAKIT SEKSI P2ML SEKSI IMUNISASI SEKSI PENYEHATAN TTU DAN PM SEKSI PSM DAN

PENYULUHAN KESEHATAN

SUBDIS PKPL

SEKSI PENC. DAN DAMPAK LINGK. SEKSI PENYEHATAN LINGK. SUBDIS KESGA SEKSI KES. SEKOLAH SEKSI KES. IBU / ANAK DAN KB

SEKSI PANGAN DAN GIZI

SEKSI USIA LANJUT

UPTD LAB. KESEHATAN LINGKUNGAN UPTD

PUSKESMAS UPTD LAB. KESEHATAN LINGKUNGAN

UPTD GUDANG FARMASI

UPTD KLINIK SPESIALIS


(49)

C. Tugas Pokok dan Fungsi

Sesuai dengan Keputusan Walikota Meda Nomor 4 Tahun 2001 tentang Tugas pokok dan Fungsi, Dinas Kesehatan Kota Medan, adapun yang menjadi tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan kota medan adalah sebagai berikut: a. Tugas Pokok

Tugas Pokok Dinas Kesehatan Kota Medan adalah melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang kesehatan untuk menunjang tercapainya usaha kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

b. Fungsi Dinas Kesehatan Kota Medan

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Dinas Kesehatan Kota Medan mempunyai fungsi sebagai berikut:

 Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang kesehatan;

 Merencanakan dan melaksanakan kegiatan, pemberantasan, pengawasan

penyakit menular dan penelitian kemungkinan terjadinya wabah penyakit

 Melaksanakan pelayanan umum bidang kesehatan

 Melaksanakan pemberian perizinan bidang kesehatan

 Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang

tugasnya


(50)

D. Personil Dinas Kesehatan Kota Medan 1. Susunan Kepegawaian

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan Kota Medan, didukung dengan pegawai sebanyak 1.701 orang, dengan komposisi sebagai berikut :

a. Berdasarkan Jabatan / Eselon

No. Uraian Jabatan / Eselon Julah (orang)

1. Kepala Dinas / Eselon II 1

2. Kepala Bagian – Sub Dinas / Eselon III 6

3. Kepala Sub Bagian – Seksi / Eselon IV 24

4. Jabatan Fungsional 1.549

5. Non Jabatan / Staf 121

Jumlah 1.701

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Medan, 2006

b. Berdasarkan Golongan Kepangkatan

No. Uraian Jabatan / Eselon Julah (orang)

1. Golongan IV 152

2. Golongan III 1.156

3. Golongan II 388

4. Golongan I 5

Jumlah 1.701


(51)

c. Berdasarkan Jenjang Pendidikan

No. Uraian Jabatan / Eselon Julah (orang)

1. Magister (S-2) 9

2. Sarjana (S-1) 274

3. Sarjana Muda (D-3) 212

4. D-1 83

5. SLTA 1.113

6. SLTP 9

7. SD 1

Jumlah 1.701


(52)

d. Tenaga Kesehata pada Unit Kerja Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2005

No. Jenis Tenaga Jumlah Unit kerja Puskes

. / Pustu Kantor Dinas Gudg. Farmasi Lab. Keliling Klinik Bestari 1. M edi s

S-2 5 5 0 0 0 0

2. Dokter Spesialis

5 0 0 0 5 0 3. Dokter

Umum

149 9 0 0 7 133 4. Dokter Gigi 110 13 0 0 0 97 5. P ar am edi s P er aw at an

Akbid 363 9 0 0 2 352 6. Akper 91 12 0 0 2 77 7. SPK/SPRA 398 10 0 0 6 382 8. P. Perawat 21 - 0 0 0 21 9. P ar am edi s N on P er aw at an

Apoteker 6 5 1 0 0 0 10. SKM 22 12 0 2 0 8

11. SST 9 1 0 0 0 8

12. AKZI 15 3 0 0 1 11 13. APK/AKL 15 6 0 0 0 9

14. APRO 3 0 0 0 2 1

15. AKNES 2 1 0 0 1 0 16. AKFIS 4 0 0 0 0 4 17. AKFAR 1 0 0 0 1 0

18. AAK 1 0 0 0 0 0

19. SPPH 38 8 0 1 0 27 20. SPRG 66 2 0 3 0 64 21. SPAG 46 5 0 0 0 41 22. SMAK 48 0 0 0 4 52 23. SAA/SMF 155 3 6 0 1 145 24. LCPK 32 2 0 0 0 30

25. SPPM 7 3 0 0 0 4

26.

N

on M

edi

s

S.Psi 1 1 0 0 0 0 27. S-1 23 16 0 0 0 7

28. D-3 0 0 0 0 0 0

29. SLTA 57 28 0 0 0 28

30. SLTP 7 3 0 0 0 4

31. SD 1 0 0 0 0 1

Total 1.701 157 7 6 32 1.507


(53)

2. Susunan perlengkapan

Sarana dan Prasara untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dab fungsi Dinas Kesehatan kota medan adalah sebagi berikut :

a. Bangunan Kantor

Bangunan gedung kantor Dinas Kesehatan kota medan adalah bangunan permanen yang kondisinya baik

b. Kendaraan Dinas Kesehatan

Kendaraan Roda 4 : 26 unit

Kendaraan Roda 2 : 139 unit

c. Puskesmas, berjumlah 39 unit, diantaranya 11 unit Puskesmas Rawat Inap, serta 40 unit Puskesma Pembantu

3.3 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kota Medan A. Visi Dinas Kesehatan Kota Medan

Merupakan gambaran, sikap mental dan cara pandang jauh kedepan kemana Dinas Kesehatan Kota Medan harus dibawa untuk dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Berdasarkan gagasan ini maka visi Dinas Kesehatan Kota Medan adalah:

“Masyarakat Medan Sehat Sejahtera.”

Untuk mencegah munculnya persepsi yang berbeda bagi semua pihak, maka perlu dijelaskan makna dari kalimat visi tersebut. Adapun makna dari kalimat visi tersebut diatas adalah :

Masyarakat Medan, mengandung arti bahwa sasaran kerja dari Dinas Kesehatan kota Medan adalah seluruh masyarakat yang berada di wilayah kerja pemerintah


(54)

Kota Medan.

Sehat, diartikan sebagai cara berpikir masyarakat kota Medan yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai kesehatan yang pada akhirnya mewujudkan lingkungan yang sehat serta perilaku hidup bersih dan sehat.

Sejahtera, mengandung arti bahwa masyarakat kota Medan dengan cara berpikir yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai kesehatan, akan memperoleh kesejahteraan, terutama dibidang kesehatan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pencapaian derajat kesejahteraan secara umum.

B. Misi Dinas Kesehatan Kota Medan

Misi Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan pernyataan yang memberikan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Adanya misi diharapkan sekaligus memperkenalkan semua kontribusi kepada semua anggota organisasi, termasuk peran yang harus diambil, apa program yang harus dilaksanakan dan apa hasil yang ingin diwujudkan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan

Berdasarkan pemahaman tersebut dan berdasarkan visi yang telah dirumuskan di atas, maka misi Dinas Kesehatan Kota Medan adalah:

1. Menggerakkan Pembangunan Kota Berwawasan Kesehatan

2. Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat

3.4 Kebijakan Dinas Kesehatan Kota Medan

Kebijakan Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan pedoman berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional Dinas Kesehatan. Dengan kata lain, kebijakan Dinas Koperasi merupakan himpunan keputusan mengenai cara


(55)

pelaksanaan strategi, mekanisme tindakan lanjutan untuk pencapaian tujuan dan sasaran, serta kondisi-kondisi yang dapat mendukung implementasi keputusan yang ditetapkan Dinas Koperasi. Bertolak dari hal ini, maka kebijakan-kebijakan Dinas Koperasi adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan pemerataan dan akses seluruh masyarakat, terhadap

pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama diruang rawat kelas III RS Pemerintah, melalui pembebasan biaya pelayanan kesehatan.

2. Mengintegrasikan pembangunan kesehatan lingkungan, dengan

pembangunan sosial dan ekonomi dalam rangka peningkatan kesehatan mutu hidup masyarakat, termasuk meningkatkan sosialisasi kesehatan lingkungan serta pola hidup bersih dan sehat.

3. Peningkatan partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesadaran, kemandirian dan membentuk perilaku hidup bersih dan sehat, serta ikut dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan.

4. Peningkatan, pemantapan kerjasama lintas sektoral dalam rangka

mengoptimalkan pelaksanaan pembangunan kota yang berwawasan kesehatan.

5. peningkatan mutu pelayanan kesehatan sesuai engan SPM (Standar

Pelayanan minimal).

6. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang

berdomisili di wilayah lingkar luar atau jauh dari sarana pelayanan kesehatan.


(56)

7. Peningkatan upaya pendidikan kesehatan (Health Education) kepada masyarakat sejak usia dini dan mendorong dicantumkannya pendidikan kesehatan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar menengah. 8. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan dasar

(Primary Health Care)

3.5 Program Strategis Dinas Kesehatan Kota Medan

Program merupakan proses penentuan jumlah dan jenis sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu rencana kegiatan berdasarkan penghitungan yang realistik terhadap kemampuan daerah. Adapun yang menjadi program prioritas dari Dinas Koperasi Kota Medan antara lain:

1. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan masyarakat.

a. Peningkatan promosi kesehatan melalui penyuluhan di media

cetak, elektronik, dan running text.

b. Pengadaan sarana promosi kesehatan TV dan DVD player

c. Pengadaan radio tape recorder, megaphone dan infocus untuk

penyuluhan

d. Penyuluhan langsung tentang penyakit berbasis lingkungan

e. Lomba sekolah sehat tingkat kecamatan

f. Lomba sekolah sehat tingkat kota Medan

g. Pembinaan posyandu, lomba posyandu, toga, dan pembinaan

kader

h. Revitalisasi posyandu


(57)

j. Pameran kesehatan pada event rutin k. Pelatihan perilaku hidup bersih dan sehat

l. Pemberdayaan kembali dasawisma kerjasama dengan PMD

untuk Desa Siaga

m. Sosialisasi dan pelatihan fasilitator desa siaga n. Sosialisasi kanker dan kesehatan reproduksi o. Pertemuan evaluasi kegiatan desa siaga

p. Pertemuan rutin dua bulanan dengan lintas sektor q. Seminar kesehatan usia lanjut

r. Pelatihan kader PKK untuk penjaringan ibu hamil resiko tinggi

s. Pelatihan UKS kepada guru TK dan guru SD

t. Pelatihan UKS kepada guru SMP dan guru SMA

u. Pembentukan dokter kecil tingkat SD dan dokter remaja tingkat SMP dan SMA

v. Seminar kesehatan remaja

w. Penyuluhan kesehatan di sekolah

x. Pembinaan sekolah percontohan

y. Bintek desa siaga dengan patroli kesehatan

z. Rapat kerja TP-UKS kecamatan

aa. Rapat kerja TP-UKS tingkat kota

bb. Kunjungan supervisi TP-UKS kecamatan ke sekolah

cc. Kunjungan supervisi UKS kota Medan ke sekretaris

TP-UKS kecamatan


(58)

2. Program lingkungan sehat

a. Surveilans penyehatan kualitas air bersih diperkotaan

b. Pendataan, pemeriksaan, pembinaan dan pengawasan sanitasi

penyehatan tempat-tempat umum

c. Pengawasan sanitasi kolam renang di kota Medan

d. Upaya pencegahan pencemaran lingkungan

e. Pembinaan kelurahan sehat

f. Pengembangan kawasan sehat berupa pembinaan dan

pengembangan DPLS oleh Dinas Kesehatan Kota dan Puskesmas

g. Pengembangan wilayah/kawasan sehat berupa pembinaan,

pelatihan, monitoring dan evaluasi Daerah Percontohan Lingkungan Sehat / dan Lokakarya Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (DPLS/PHBS)

3. Program Upaya Kesehatan Masyarakat

a. Pengadaan mobil operasional DBD dan mobil penyuluhan

keliling lengkap sarana, serta roda 4 dan roda 2

b. Pengadaan biaya pengurusan BPKB kendaraan roda 2 bantuan

Depkes RI

c. Pengadaan alat kesehata / laboratorium/reagensia d. Pemeliharaan alat kesehatan/kedokteran/laboraturium e. Pengadaan dan pendistribusian buku KIA


(59)

g. Pengadaan dan pendistribusian Kartu Menuju Sehat (KMS) Usila

h. Pengadaan dan pendistribusian UKS Kit

i. Pengadaan dan pendistribusian Kartu Menuju Sehat (KMS)

murid TK dan SD

j. Pengadaan obat generik dan essensial

k. Sosialisasi peningkatan program kesehatan jiwa l. Sosialisasi peningkatan program kesehatan kerja

m. Pemeriksaan paps smear bagi sejumlah ibu-ibu P2WKSS

n. Bakti sosial dalam rangka HUT Usila o. Penjaringan kesehatan

p. Asuransi untuk kesehatan masyarakat kota Medan

q. Pembinaan Puskesmas QA, dokter, dan paramedis teladan

r. Pendataan Usila di Puskesmas

s. Pembinaan Puskesmas

t. Sosialisasi Askes Medan Sehat

u. Peningkatan pelayanan terhadap Usila melalui pembentukan

Puskesmas santun

v. Supervisi dan pertemuan evaluasi pelaksanaan Askes Medan

Sehat

w. Peningkatan manajemen program kesehatan ibu melalui


(60)

x. Peningkatan data Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) melalui pembuatan MOU dengan lintas sektor

y. Peningkatan kegiatan Laboraturium Kesehatan lingkungan

z. Peningkatan pelayanan kesehatan melalui kerjasama Mebidang

(Medan, Binjai, Deli Serdang)

aa. Pengembangan puskesmas perkotaan

bb. Peningkatan pelayanan KB

cc. Pengadaan sarana Public Safety Center

dd. Dana pendamping pengadaan puskel roda 2 dari propinsi

4. Program Upaya Kesehatan Perorangan

a. Peningkatan sistem rujukan gawat darurat melalui MOU dengan

lintas sektor terkait terutama gawat darurat ibu bersalin b. Peningkatan pelayanan kesehatan ibu hamil

c. Penanggulangan dan pencegahan infeksi bayi baru lahir

d. Pengembangan SIK Rumah Sakit berupa verivikasi data

penyakit dari RS dan pelaporan rutin

e. Kunjungan rumah untuk ANC kepada ibu hamil dari gakin

f. Kunjungan bayi baru lahir (KN) dari gakin oleh petugas

5. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

a. Pengadaan bahan untuk penanggulangan TBC

b. Pengadaan kaporit c. Pembelian vaksin rabies


(61)

e. Perawatan alat Fogging

f. Pengadaan bahan fogging untuk penanggulangan DBD

g. Perawatan lemari (Cold chain) h. Sosialisasi penggunaan kondom

i. Pembinaan waria

j. Sero survey ELISA pada waria

k. Sero survey Pekerja Seks Komersil dan narapidana l. Sosialisasi pencegahan penyakit TBC

m. Sosialisasi TBC pada institusi pendidikan, industri, toma, dan pesantren

n. Pertemuan lintas sektor program NAPZA

o. Monitoring dan evaluasi program NAPZA

p. Penyuluhan dan pemantauan NAPZA

q. Pertemuan pemberdayaan Pokjnal Kecamatan

r. Pertemuan Juru Pemantau Jentik s. Bulan imunisasi anak sekolah

t. Surveilans epidemiologi penanggulangan diare dan ISPA u. Surveilans epidemiologi penanggulangan diare

v. Surveilans epidemiologi penanggulangan ISPA

w. Surveilans aktif AFP ke rumah sakit

x. Pelacakan kasus anak lumpuh kayu mendadak (AFP)

y. Pemantauan/Pelacakan kartu kewaspadaan kesehatan jemaah

Haji (K3JH)


(62)

aa. Monitoring dan evaluasi petugas TBC Puskesmas pembantu bb. Supervisi pengelolaan program TBC Puskesmas pembantu

cc. Pengambilan Obat anti TBC petugas puskesmas ke Dinas

Kesehatan Kota Medan

dd. Pengambilan Obat anti TBC petugas Dinkes ke gudang farmasi Belawan

ee. Penanggulangan DBD

ff. Monitoring dan evaluasi program imunisasi

gg. Monitoring dan evaluasi surveilans epidemiologi puskesmas / pustu

hh. Pemantauan/Pelacakan kejadian ikutan pasca pemberian imunisasi (KIPI)

6. Program perbaikan gizi masyarakat

a. Penanggulangan gizi buruk

b. Penanggulangan kekurangan vitamin A

c. Penanggulangan Anemia gizi besi pada bumil dan bufas

d. Pengadaan dan pendistribusian timbangan Dacin dan KMS di

posyandu kota Medan

e. Pengadaan dan pendistribusian alat ukur tingg badan / panjang badan set

f. Pelatihan revitalisasi KP-KIA Kelurahan g. Penyuluhan keluarga sadar gizi

h. Pengumpulan data PSG dan PKG


(63)

j. Pelatihan kader UPGK

k. Pelatihan pembuatan MP-ASI berbasis bahan pangan lokal

l. Pembentukan pos gizi buruk di kawasan lingkar luar

7. Program Sumber Daya Manusia Kesehatan

a. Pelatiahn Asuhan Persalinan Normal pada petugas Puskesmas

b. Pelatihan petugas puskesmas rawat inap untuk mampu

melakukan pelayanan Obsetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED)

c. Pelatihan petugas medical record rumah sakit d. Pelatihan kader posyandu

e. Pembinaan PMO

f. Supervisi kegiatan KP-KIA

g. Sosialisasi kepada petugas pelaksanaan kegiatan serta analisa hasil sosialisasi kepada lintas sektoral terkait

h. Pertemuan suveilans epidemiologi puskesmas dan pustu

i. Pelatihan petugas TBC Puskesmas Pembangtu

j. Pembinaan simpus/SP2TP dan SP2RS

k. Pembinaan pengelolaan obat di Puskesmas

l. Pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sehat (MTBS) untuk

petugas Puskesmas

m. Pelatihan pola asuh anak bagi petugas puskesmas n. Pelatihan kesehatan sekolah bagi petugas puskesmas

o. Studi banding petugas Sistem Informasi Kesehatan (SIK) keluar propinsi Sumatera Utara.


(64)

p. Training Need Assesment untuk Capacity Building

q. Training Bidang Administrasi/Keuangan

r. Pemilihan dokter, paramedis teladan dan penampilan puskesmas

s. Pelatihan Kegawatdaruratan Medis bagi Dokter Puskesmas

t. Operasi Tim Akreditasi Pegawai dan Penerbitan Penetapan

Angka Kredit (PAK) Pegawai.

u. Pembinaan sarana pelayanan kesehatan swasta

v. Pengadaan operasional peningkatan Quality Assurance (QA) di

Puskesmas

w. Peningkatan penampilan mobiler puskesmas dan sarana

penunjang lainnya

x. Peningkatan kegiatan Tim Emergency Kota

y. Analisa Kebutuhan SDM Puskesmas berdasarkan distribusi,

jenis dan jumlah

z. Penyusunan informasi (data base) kepegawaian aa. Pembinaan perizinan seluruh jenis sarana kesehatan bb. Peningkatan operasional akreditasi perizinan

cc. Pelatihan pemantapan KB dan pola asuh anak untuk petugas

Puskesmas

dd. Sosialisasi pelaksanaan SPM

ee. Peningkatan Total Quality Management di Dinas Kesehatan kota Medan


(1)

10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan)

Pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar sebagai dasar untuk alokasi sumberdaya yang dimilikinya. Pemerintah wirausaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.

Dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Medan harus melalui rencana strategisnya menentukan perlunya penyediaan pelayanan kesehatan yang kompetitif baik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, privat sektor , maupun menyerahkan pada mekanisme pasar.Jadi dalam hal ini pelayanan kedepannya akan diarahkan kepada pelayanan yang betul-betul mampu menyediakan, memnuhi dan memuaskan kebutuhan masyarakat. Kedepannya juga Dinas Kesehatan kota Medan akan mengembangkan kebijakan pemberian ruang gerak bagi pihak lain diluar pemerintah untuk lebih berperan aktif dalam dunia pelayanan kesehatan serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang kebebasan pemilihan sarana kesehatan dengan tetap melaksanakan system pengawasan demi terlindunginya hak-hak masyarakat.


(2)

membutuhkan arah yang jelas dan political will yang kuat dari pemerintah dan dukungan masyarakat. Selain itu, yang terpenting adalah adanya perubahan pola pikir dan mentalitas baru di tubuh birokrasi pemerintah itu sendiri karena sebaik apapun konsep yang ditawarkan jika semangat dan mentalitas penyelenggara pemerintahan masih menggunakan paradigma lama, konsep tersebut hanya akan menjadi slogan kosong tanpa membawa perubahan apa-apa.


(3)

BAB VI PENUTUP

KESIMPULAN

1. Dinas Kesehatan Kota Medan secara telah menerapkan konsep kewirausahaan dalam menjalankan fungsi pelayanan walaupun pada dasarnya apabila di bandingkan dengan esensi sebenarnya menurut pendapat Osborn masih ada beebrapa point nilai-nilai kewirausahaan yang belum dapat dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan

2. Adapun nilai penting yang terkandung dalam penerapan semangat entrepreneur adalah dimana dalam sistem pelayanan kesehatan dioperasikan dalam lingkungan yang berorientasi pada bisnis dan ditandai dengan kompetisi berfokus pada pasar, biaya, serta pendapatan organisasi .

3. Melalui semangat entrepeneurship maka misi-misi pelayanan diarahkan kepada paradigma sehat, dimana dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Medan memberikan pengutamaan pada upaya kesehatan masyarakat yang dipadukan secara serasi dan seimbang dengan upaya kesehatan perorangan.


(4)

SARAN

1. Agar kedepannya pihak Dinas Kesehatan lebih berbenah diri dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan lebih mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan sesuai dengan konsep yang ada guna pencapaian kualitas pelayanan yang maksimal dan berorientasi kepuasan dan kebutuhan masyarakat.

2. Agar kiranya pemerintah membuat kebijakan dimana konsep entrepreneur ini menjadi konsep wajib untuk diterapkan pada semua organisasi-organisasi pemerintahan yang ada di Indonesia.guna pencapaian sistem pemerintahan yang berpihak kepada rakyat .


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agung kurniawan, 2005, Transformasi Pelayanan Publik, Pembaharuan Jogjakarta

Arikunto, Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,, Rineka Cipta, Jakarta.

Dwiyanto, Agus, 1996, Reinventing Government:Pokok-Pokok Pikiran dan Relevansinya di Indonesia, Makalah Pada Pelatihan Manajemen Strategik bagi Direktur RSUD oleh Magister Manajemen Rumah Sakit, Yogyakarta.

Dwiyanto, Agus, dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.

Dwiyanto, Agus. 2005. Mengapa Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Lembaga Administrasi Negara, 2000, Akuntabilitas dan Good Governance, Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Jakarta.

Moenir,H.A.S, 2000, Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.


(6)

menuju pemerintahan wirausaha (terjemahan), PPM, Jakarta,.

Pemerintah Kota Medan, 2006, Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2006 – 2010, Medan

Rasyid, Ryaas, Muhammad, 1997, Makna Pemerintahan Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan. Yarsif Watampone, Jakarta.

Siagian, P, Sondang, Patologi Birokrasi, Analisis, Identifikasi dan Terapinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian, 1995, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta.

Thoha, Miftah, 1997, Restrukturisasi dan Revitalisasi Administrasi Negara Dalam Menyongsong Era Globalisasi, Orasi Ilmiah pada Program Pasca UNPAD, Bandung.

Tjokroamidjojo, Bintoro, 2001, Good Governance (Paradigma Baru Manajemen Pembanginan), Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Keputusan Walikota Meda Nomor 4 Tahun 2001 tentang Tugas pokok dan Fungsi, Dinas Kesehatan Kota Medan

Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas di lingkungan Kota Medan

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No : 050/2020/SJ Tanggal 11 Agustus 2005 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Website