1. 2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang menjadi pokok penelitian ini adalah “Bagaimanakah Penerapan Konsep Entrepeneurship Dalam Kebijakan Pelayanan
Kesehatan?”
1. 3. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui bagaimana penerapan konsep entrepeneurship dalam kebijakan pelayanan kesehatan
2. Untuk mengetahaui sejauh mana penerapan konsep entrepeneurship dalam
kebijakan pelayanan kesehatan?
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat diadakannya penelitian ini bagi penulis adalah : 1.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian di FISIP-USU
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi semua kalangan terutama pada organisasi-organisasi pemerintah sebagai pelaksana fungsi pelayanan kepada masyarakat
3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
penulis mengenai konsep dan nilai entrepeneur
Universitas Sumatera Utara
1.5. Kerangka Teori. 1.5.1.
Konsep Enterpreneurial Government
Pemerintahan bergaya Wirausaha
Kewirausahaan dikenal sebagai suatu proses penciptaan nilai dengan menggunakan berbagai sumber daya tertentu untuk mengeksploitasi peluang
Lupiyoadi,1999:10. Konsep kewirausahaan telah mendapat perhatian yang sangat luas dan intensif dikalangan pakar akademis maupun dikalangan praktisi
baik ekonomi, manajemen bisnis serta para birokrat yang bergerak disektor publik. Kewirausahaan dianggap sebagai obat yang mujarab dan sesuatu yang
manjur pada saat produktifitas, kreatifitas dan performansi dipentingkan
Goodman,1993:42.
Dalam sejarah perkembangan konsep kewirausahaan selalu dikaitkan dengan persoalan ekonomi dan bisnis perusahaan. Dalam bukunya yang berjudul
“The Management Challenge“ James M. Higins Mutis,1995:10 telah menguraikan secara historis mengenai konsep kewirausahaan dan dianggap
sebagai salah satu fungsi ekonomi. Menurut Hisrich 1986:4 yang dimaksud kewirausahaan adalah,
“Entrepreneurship is the process of creating something different with value by devoting the necessary time ang effort, assuming the accompanying
financial, psychological and time risks ang receiving the resulting rewards financially and personal satisfaction”
Selanjutnya Kao 1989 menyatakan bahwa, “wirausaha adalah usaha untuk menciptakan nilai dengan mengenali
peluang bisnis, pengelolaan atas pengambilan resiko peluang dan mela;ui komunikasi serta ketrampilan melakukan mobilitas manusia, finansial dan
sumber-sumberyang dibutuhkan agar rencana dapat terlaksana dengan baik”
Universitas Sumatera Utara
Kewirausahaan dalam pendefenisiannya juga difokuskan pada aspek karakter seseorang yaitu, bahwa wirausaha adalah seorang inovator, pemberani
dan kreatif. Kewirausahaan sebagai seseorang yang merasakan adanya peluang, mengejar peluang-peluang yang sesuai dengan situasi dirinya dan percaya bahwa
kesuksesan merupakan sesuatu hal yang bisa dicapai Jose Carlos dan Jarillo Mossi Mutis,1995:18. Begitu pula Howard H. Stevenson Mutis 1995:21 menyatakan
bahwa, kewirausahaan merupakan pola tingkah laku manajerial yang terpadu, kewirausahaan juga berarti upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia
tanpa mengabaikan sumberdaya yang dimilikinya. Kewirausahaan lebih dari sekadar tingkah laku individu. Lebih jauh Drucker Osborne, 1995 : xvii
mengatakan bahwa hampir setiap orang bisa menjadi wirausahawan, asalkan organisasinya disusun untuk mendorong kewirausahaan. Sebaliknya setiap
wirausahawan bisa berubah menjadi birokrat, andaikan organisasinya mendorong perilaku birokratis. Perkembangan selanjutnya kewirausahaan didefenisikan
dalam konteks yang lebih luas, tidak saja menyangkut masalah ekonomi dan manajemen bisnis tetapi meluas kesektor diluar bisnis public sektor. Hal ini
pernah diungkap oleh Good Man 1993:6 Kewirausahaan juga diartikan sebagai cara pandang baru seperti yang
dikemukakan oleh Banfe Arifuddin,1996:25 yang mengungkapkan bahwa wirausaha adalah pemikiran kembali paradigma konvensional, membuang cara-
cara tradisional untuk melakukan sesuatu. Cara kuno dan tradisional mungkin telah terbukti berhasil, tetapi wirausaha memiliki cara baru yang lebih atau
membuat produk baru atau yang telah dikembangkan. Menurut J.B. Say Osborne, 1996 : xvi,
Universitas Sumatera Utara
“ Wirausahawan “ adalah memindahkan berbagai sumber ekonomi dari suatu wilayah dengan produktifitas rendah ke wilayah dengan produktifitas lebih
tinggi dan hasil yang lebih besar. Denga kata lain, seorang wirausahawan menggunakan sumberdaya dengan cara baru untuk memaksimalkan produktivitas
dan efektifitas”.
Kajian mengenai kewirausahaan saat ini sangat relevan mengingat sumberdaya manusia semakin dilihat sebagai sumber daya utama bagi
kemampuan adaptif dan kompetisi organisasi. Kewirausahaan juga dinilai sebagai salah satu teknik manajemen yang baik untuk memperbaiki performance
organisasi. Performance
mampu mendorong motivasi para manajer Goodman,1993:42. Isu tentang perlunya birokrasi pemerintahan dikelola dengan
prinsip kewirausahaan sebenarnya bukan hal baru dalam di dunia. Di Indonesiapun konsep dan gagasan tersebut mulai bergema diera tahun 95-an
tatkala beberapa orang pemerhati masalah birokrasi menyuarakan perlunya birokrasi pemerintah merubah orientasi menjadi lembaga yang berjiwa wirausaha.
Hal ini dikemukakan oleh Tjokrowinoto 1996:233-234 David Osborne dan Ted Gaebler 1996 dengan karyanya yang
monumental “Reinventing Government, How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sektor” mencoba untuk menemukan kembali
pemerintahan dengan mengembangkan konsep pemerintahan yang bergaya wirausaha Enterpreneurial Government. Esensi dasar yang sangat strategis dari
pemikiran Osborne dan Ted tersebut berkaitan erat dengan birokrasi pemerintahan yang tidak lagi berorientasi pada budaya sentralisasi, strukturalisasi, formalisasi
dan apatistik melainkan pada desentralisasi pemberdayaan, kemitraan, fungsionalisasi dan demokratisasi. Fungsi pemerintahan yang modren strateginya
harus diarahkan pada daya dukung dan daya dorong untuk meningkatkan peran
Universitas Sumatera Utara
serta masyarakat dalam dalam proses kebijakan, penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan.
Selanjutnya Osborne 1996:23-24 mengungkapkan sesuatu yang perlu menjadi pegangan dalam menerapkan prisip-prinsip kewirausahaan bahwa
organisasi bisnis tidak bisa disamakan dengan lembaga pemerintah dan memang terdapat banyak perbedaan satu dengan yang lainnya. Pemerintah tidak dapat
dijalankan seperti sebuah bisnis, tentu saja tidak berarti bahwa pemerintah tidak bisa bergaya wirausaha.
Menurut Dwiyanto 1996 Reinventing Government adalah suatu pemikiran dan gerakan untuk mengembangkan pemerintah yang memiliki jiwa
dan semangat entrepreneurial. Ciri penting dari pemerintah yang entrepreneurial adalah kemampuannya menggunakan resourses yang ada secara efisien, inovatif
dan responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya. Pemerintah hanya akan bisa mengembangkan semangat entrepreneurial jika membuang jauh-jauh sifat dan
mental birokratis yang selama ini mengangkanginya. Karakteristik birokrasi pemerintah yang sentralistik, hirarkhis, monopolistik, reaktif dan formalistik harus
diganti dengan desentralistik, organik-adaptif, kompetitif, antisipatif dan partisipatif.
Selanjutnya Osborne dan Gaebler 1996 mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip pemerintahan wirausaha yaitu :
1. Pemerintahan Katalis : Mengarahkan ketimbang mengayuh
Pemerintah diibaratkan sebuah perahu, peran pemeritah bisa sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu atau sebagai pendayung yang
Universitas Sumatera Utara
mengayuh untuk membuat perahu bergerak. Pemerintahan yang lebih banyak mengarahkan dan lebih sedikit mengayuh
jelas merupakan pemerintahan yang lebih kuat. Bagaimanapun, mereka yang mengarahkan perahu mempunyai kekuasaan jauh lebih banyak atas tujuannya
ketimbang mengayuh. Pemerintahan yang memfokuskan pada mengarahkan, secara akitif akan
membentuk masyarakat , negara dan bangsanya. Mereka membuat lebih banyak keputusan yang menjadi kebijakan. Mereka menggerakkan lebih banyak lembaga
social dan ekonomi. Sebagian bahkan lebih banyak mengatur.
2. Pemerintah milik masyarakat : memberi wewenang ketimbang melayani
Dimana upaya pemberdayaan masyarakat akan memberikan hasil yang lebih optimal ketimbang sekedar melayani. Adapun ide dasarnya adalah untuk
menjadikan keselamatan umum sebagai tanggung jawab masyarakat, bukan hanya tanggung jawab para profesional. Pemberian wewenang kepada masyarakat tidak
hanya mengubah harapan dan membangkitkan kepercayaan, biasanya justru memberikan solusi-solusi yang jauh lebih baik terhadap setiap masalah mereka
ketimbang terhadap layanan umum biasa.
3. Pemerintahan yang kompetitif : menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan
Prinsip ini berupaya menciptakan adanya iklim kompetisi bagi organisasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Persoalannya adalah bukan negeri versus swasta, melainkan kompetisi versus monopoli. John Moffitt. Karena tidak ada kebenaran pada pandangan
Universitas Sumatera Utara
lama bahwa sektor bisnis selalu lebih efisien dibanding pemerintahan. “Di mana ada persaingan, Anda akan memperoleh hasil yang lebih baik, kesadaran akan
adanya biaya yang lebih besar, dan pemberian pelayanan yang lebih unggul.” Kompetisi tidak akan memecahkan semua masalah tetapi mungkin
kompetisi memegang kunci pembuka kisi-kisi birokrasi yang melumpuhkan begitu banyak lembaga pemerintah. Ini tidak bermaksud mengesahkan persaingan
yang tajam, yang dapat berdampak buruk dan juga baik. Jika kompetisi menghemat uang hanya dengan jalan mengurangi upah dan tunjangan,, misalnya,
pemerintah harus mempersoalkan nilainya. Osborne juga mengatakan bahwa dia juga tidak mengesahkan kompetisi antar-individu, melainkan kompetisi antartim –
antarorganisasi dapat membangun semangat dan emndorong kreativitas.
4. Pemeritahan yang digerakkan oleh Misi : Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan
Prinsip ini didasarkan pada pandangan bahwa pemerintahan yang digerakan oleh misi akan bekerja lebih efisien dibandingkan pemerintah yang
digerakan oleh peraturan semata. Organisasi yang digerakkan misi memberi kebebasan kepada para
karyawannya dalam mencapai misi organisasi dengan metode paling efektif yang dapat mereka temukan. Ada beberapa keunggulan pemerintahan yang digerakkan
oleh misi : a.
organisasi yang digerakkan oleh misi lebih efisien ketimbang organisasi yang digerakkan oleh peraturan.
Universitas Sumatera Utara
b. Organisasi yang digerakkan oleh misi juga lebih efektif ketimbang
organisasi yang digerakkan oleh peraturan karena lebih mendatangkan hasil yang lebih baik.
c. Organisasi yang digerakkan oleh misi lebih inovatif ketimbang yang
digerakkan oeh peraturan d.
Organisasi yang digerakkan oleh misi lebih fleksibel ketimbang yang digerakkan oleh peraturan
e. Organisasi yang digerakkan oleh misi mempunyai semangat lebih tinggi
ketimbang yang digerakkan oleh peraturan. Kejelasan misi mungkin merupakan satu-satunya aset terpenting bagi
sebuah organisasi pemerintah. Lembaga pemerintah semakin mencari kejelasan itu dengan membuat berbagai pernyataan misi. Peran sebuah pernyataan misi
adalah untuk memfokuskan pada tujuan organisasi, untuk menarik perhatian terhadap hal penting, dan untuk meneteapkan sasaran organisasi guna
menyelaraskan setiap praktek organisasi dengan nilai.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil : Membiayai hasil, bukan masukan
Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif ini. Para wirausahawan pemerintah tahu bahwa bila lembaga-lembaga
dibiayai berdasarkan masukan, maka sedikit sekali alasan mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi ketika mereka dibiayai
berdasarkan keluaran, mereka menjadi obsesif dengan prestasi.
Universitas Sumatera Utara
6. Pemerintah berorientasi pelanggan : Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi
Prinsip ini memandang rakyat sebagai pelanggan yang wajib dilayani dengan sebaik-baiknya, sedangkan pemerintah sebagai pelayannya. Pemerintah
yang demokratis lahir untuk melayani warganya. Bisnis ada untuk memperoleh profit. Dan oleh karena itulah tugas pemerintah adalah mencari cara untuk
menyenangkan warganya. Kebanyakan pemerintah kita buta terhadap pelanggannya sementara bisnis tergerak oleh pelanggan.
Bagaimana logikanya? Sederhana. Sebagian besar badan pemerintah tidak memperoleh dananya dari pelanggan. Bisnis adalah sebaliknya. Jika suatu bisnis
menyenangkan pelanggannya, penjualannya akan meningkat; jika pesaing bisa lebih menyenangkan pelanggannya, maka penjualannya akan turun. Badan
pemerintah memperoleh sebagian besar dana mereka dari legislatif, dewan kota, dan pejabat yang terpilih. Jadi sementara bisnis bersungguh-sungguh untuk
menyenangkan kelompok kepentingan. Menempatkan sumber daya di tangan pelanggan saja tidaklah cukup. Jika
penyedia jasa adalah publik, atau didanai oleh publik, pemerintah wirausaha sering mendapati bahwa mereka menghadapi satu tahap lagi ; mereka harus
mengubah birokrasi yang sudah ada.
7. Pemerintahan wirausaha : Menghasilkan ketimbang membelanjakan
Seyogyanya pemerintah memfokuskan kemampuannya tidak untuk membelanjakan uang akan tetapi bagaimana menghasilkannya.
Suatu pemerintahan wirausaha mengekspose subsidinya secara terang- terangan kepada publik, mengandalkan tekanan publik untuk menghapuskan
Universitas Sumatera Utara
subsidi dan kemudian menemukan cara untuk mendatangkan uang dari pelayanan yang terkait. Jika kita menginginkan pegawai negeri sipil menjadi “sadar
pendapatan,” kita memerlukan insentif yang mendorong mereka untuk menghasilkan uang sebagaimana mereka mengeluarkannya. Penghasilan yang
terjamin menciptakan insentif yang keliru. Manajer dari anggaran yang besar yang seluruhnya disuplai oleh badan legislatif akan bertindak seperti remaja dengan
benyak kebebasan. Tidak ada yang menghasilkan cara-cara baru untuk mendapatkan dan menghemat uang.
8. Pemerintahan yang antisipatif : Mencegah daripada mengobati
Pemerintahan tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk memerangi masalah. Untuk menghadapi sakit, mereka mendanai
pelayanan perawatan kesehatan. Ada saatnya ketika pemerintah harus lebih memusatkan pada pencegahan :
pada pembangunan sistem air dan pembuangan air kotor, untuk mencegah penyakit; pada pengawasan terhadap susu, daging, dan rumah makan juga untuk
mencegah sakit. Tetapi ketika pemerintah mengembangkan kapasitas yang lebih besar lagi
untuk menyampaikan pelayanan, perhatian pemeritah bergeser. Ketika departemen pemadam kebakaran menjadi profesional, mereka mengembangkan
seni membasmi kebakaran, bukannya pencegahan. Ketika departemen kepolisian menjadi profesional, mereka berkonsentrasi pada penangkapan penjahat,
bukannya membantu masyarakat mencegah kejahatan. Model birokratis membawa serta keasyikan dengan penyampaian jasa,
dengan mendayung, bukan mengemudikan. Dan organisasi-organisasi yang
Universitas Sumatera Utara
memusatkan energi terbaik mereka pada mendayung dan jarang yang mencurahkan pada mengemudikan. Mereka diprogram oleh profesional
danbirokrat untuk berpikir bahwa pemerintahan seperti pelayanan, mereka menunggu sampai suatu persoalan menjadi suatu krisis, kemudian menawarkan
pelayanan baru bagi yang terkena pengaruh – tunawisma di jalanan, anak putus sekolah, pemakai obat-obat terlarang. Dengan demikian pemerintah banyak
membayar untuk mengatasi gejala – dengan lebih banyak polisi, lebih banyak penjara, lebih banyak tunjangan dan bantuan perawatan yang lebih tinggi,
sedangkan strategi pencegahan sangat kurang . Mengutip ekonom almarhum Ernst Schumacher, orang yang cerdas
memecahkan masalah, orang jenius menhindari masalah. Mencegah penyakit lebih mudah dan lebih murah daripada mengobatinya.
9. Pemerintahan Desentralisasi : Dari hierarki menuju partisipasi
dan tim kerja
Lima puluh tahun yang lalu lembaga-lembaga yang tersentralisasi sangat diperlukan. Teknologi informasi masihprimitif, komunikasi antar berbagai lokasi
masih lamban, dan tenaga kerja publik relatif belum terdidik. Tetapi sekarang ini informasi sebenarnya tidak terbatas, komunikasi antar
daerah yang terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai yang sudah terdidik, dan kondisi berubah dengan kecepatan yang luar biasa.
Dalam dunia sekarang ini, sesuatu hanya akan berjalan lebih baik jika mereka yang bekerja di organisasi publik—sekolah, pembangunan perumahan
umum, taman, program pelatihan—mempunyai otoritas untuk mengambil keputusan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Dalam abad informasi, “tekanan untuk mempercepat pengambilan keputusan mengalahkan kerumitan yang semakin meningkat dan ketidakakraban
dengan lingkungan keputusan yang harus diambil,” Tofler Alvin, Anticipatory Democracy. Tofller menguraikan dua respon yang mungkin:
Salah satu cara adalah berusaha untuk lebih memperkuat pusat pemerintahan, yang menambah semakin banyak politikus, birokrat, pakar dan
komputer dalam keputusan untuk berlari lebih cepat dari akselerasi kompleksitas; cara lain adalah dengan mulai mengurangi beban keputusan dengan membaginya
kepada lebih banyak orang, yang memungkinkan lebih banyak keputusan dibuat “ke bawah” atau pada “pinggiran” ketimbang mengkonsentrasikannya pada pusat
yang terkena stress dan tidak berfungsi dengan baik.
Para pemimpin yang berjiwa wirausaha secara naluriah mencoba menjangkau pendekatan yang terdesentralisasi. Mereka menggerakkan banyak
keputusan ke “pinggiran” – ke tangan pelanggan, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Mereka menekan otoritas keputusan yang lain “ke bawah,”
dengan membuat hierarki menjadi datar dan memberi otoritas kepada pegawai- pegawainya.
Lembaga yang terdesentralisasi mempunyai sejumlah keunggulan Pertama, lembaga yang terdesentralisasi ; lembaga tersebut dapat
memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah. Kedua, lembaga terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang
terdesentralisasi. ketiga, lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif daripada yang terdesentralisasi. keempat, lembaga yang terdesentralisasi
menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen, dan lebih besar produktivitas.
Universitas Sumatera Utara
10. Pemerintah Berorientasi Pasar : Mendongkrak perubahan
melalui pasar
Bahwa pemerintah perlu melakukan perubahan organisasi berdasarkan mekanisme pasar. Mekanisme pasar mempunyai banyak keunggulan dibanding
mekanisme administratif, pasar didesentralisasikan; mereka biasanya kompetitif; mereka mendukung pelanggan untuk membuat pilihan; dan mereka mengaitkan
sumber daya secara langsung kepada hasil. Pasar juga memberi respon terhadap perubahan yang cepat dengan segera. Namun mekanisme pasar juga memiliki
kelemahan, yang utama adalah kecenderungannya menghasilkan ketimpangan dalam akses terhadap pelayanan. Osborne, Gaebler, “Mewirausahakan Birokrasi
1.5.2. Kebijakan Publik
Kebijakan adalah suatu istilah yang menunjukkan adanya proses, karena merupakan hasil keputusan atau perbuatan yang mempunyai sifat untuk
dilaksanakan. Kebijakan karena merupakan hasil perbuatan atau pemikiran seseorang, maka mengandung berbagai macam kegiatan dan keputusan lainnya
yang berkaitan dengan terealisirnya tujuan kebijakan itu. Dalam hal ini juga, kebijakan publik sering dikenal dengan istilah public policy.
Menurut pendapat H. Hugh Heclo dalam Jones seperti yang dikutip Soenarko 2003 : 40 - 41 menjelaskan sebagai berikut :
- “Policy is a course of action intended to accomplish some end”
Terjemahan : Kebijakan adalah suatu arah kegiatan yang tertuju kepada tercapainya beberapa tujuan.
Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt, dalam Jones seperti yang dikutip Soenarko2003; 41, juga mempunyai pendapat yang senada, ialah :
- “ Policy is defined as a standing decision characterized by behavioral
consistency and repetitiveness on the part of both those who makes it and those who abide by itu”.
Terjemahan : Kebijakan dapatlah diberi definisi sebagai suatu keputusan
Universitas Sumatera Utara
yang siap dilaksanakan dengan ciri adanya kemantapan perilaku dan berulangnya tindakan, baik oleh mereka yang membuatnya maupun oleh
mereka yang harus mematuhinya. Thomas R. Dye dalam Soenarko 2003 : 41 mengatakan :
“ Public Policy is whatever governments choose to do or not to do”. Terjemahan : Kebijakan pemerintah itu adalah apa saja yang ditetapkan
oleh Pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
Dari pengertian diatas, dapat kita simpulkan bahwa kebijakan itu menggambarkan suatu arah kegiatan yang hendak dilakukan demi tercapainya
suatu tujuan. Sedangkan Anderson 1975 dalam Tangkilisan 2003; 2 memberikan
definisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan- badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah:
1 kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan- tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2 kebijakan publik berisi tindakan-
tindakan pemerintah; 3 kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan
untuk dilakukan; 4 kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau
bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5 kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang
positif didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Dan perlu diingat bahwa dalam mendefenisikan kebijakan harus tetap mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada
apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai persoalan tertentu mengingat
Universitas Sumatera Utara
kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup implementasi dan evaluasi. Oleh karena itu, defenisi mengenai kebijakan publik akan lebih tepat bila defenisi
tersebut mencakup pula arah tidakan atau apa yang dilakukan dan tidak semata- mata menyangkut usulan tindakan.
Lebih lanjut, Charles O. Jones 1977 dalam Tangkilisan 2003; 3 menjelaskan bahwa kebijakan terdiri dari komponen-komponen :
1. Goal atau tujuan yang diinginkan. 2. Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan.
3. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan. 4. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan,
membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program. 5. Efek, yaitu akibat-akibat dari program baik disengaja atau tidak, primer atau
sekunder. Mengingat di dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti tentang
penerapan konsep entrepreneurship dalam kebijakan pelayanan kesehatan, maka kebijakan yang akan dibahas adalah kebijakan pelayanan kesehatan.
1.5.3. Kebijakan Pelayanan Kesehatan :
1. Rencana Strategis Renstra Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2006 - 2010 sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
No : 0502020SJ Tanggal 11 Agustus 2005. a.
Peningkatan pemerataan dan akses seluruh masyarakat, terhadap pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan pelayanan kesehatan rujukan
tingkat pertama diruang rawat kelas III RSPemerintah, melalui pembebasan biaya pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
b. Mengintegrasikan pembangunan kesehatan lingkungan, dengan
pembangunan sosial dan ekonomi dalam rangka peningkatan kesehatan dan mutu hidup masyarakat, termasuk meningkatkan sosialisasi kesehatan
lingkungan serta pola hidup bersih dan sehat. c.
Peningkatan partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemandirian dan membentuk perilaku hidup
bersih dan sehat, serta ikut dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan.
d. Peningkatan , pemantapan kerjasama lintas sektoraldalam rangka
mengoptimalkan pelaksanaan pembangunan kota yang berwawasan kesehatan.
e. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan sesuai SPM Standar Pelayanan
Minimal bidang kesehatan. f.
Peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang berdomisili di wilayah lingkar luar atau yang jauh dari sarana pelayanan
kesehatan dengan cara mendekatkan pelayanan melalui operasionalisasi puskesmas keliling.
g. Peningkatan upaya pendidikan kesehatan “Health Education” kepada
masyarakat sejak usia dini dan mendorong dicantumkannya pendidikan kesehatan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar menengah.
h. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan dasar
“Primary Health Care”.
Universitas Sumatera Utara
2. Program-program Strategis Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2006- 2010
a. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
b. Program Lingkungan Sehat
c. Program Upaya Kesehatan Masyarakat
d. Program Upaya Kesehatan Perorangan
e. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
f. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
g. Program Sumberdaya Manusia Kesehatan
h. Program Pengawasan Obat dan Makanan
i. Program Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
1.5.4. Pelayanan publik
Pelayanan menurut kamus besar Bahasa Indonesia 1999:571 adalah usaha melayani kebutuhan orang lain sedang pelayan adalah membantu
menyiapkan mengurus apa yang diperlukan seseorang. Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh
jasa tersebut apakah sudah sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan J.Supranto,2001
Sejalan dengan uraian tersebut, maka pengertian pelayanan menurut Munir 2000:27 adalah serangkaian kegiatan karena itu ia merupakan proses, sebagai
proses pelayanan langsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh
kehidupan orang dalam masyarakat.
Pelayanan publik public service oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping
Universitas Sumatera Utara
abdi negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik dumaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat warga negara dari suatu negara sejahtera walfare
state. Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara 1998 diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negaradaerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Wasistiono 2001:56 menjelaskan bahwa kegiatan institusi pemerintah
dalam memberikan pelayanan umum terutama didorong motif sosial politis ditambah dengan motif-motif ekonomi meskipun relatif terbatas.
Nurmadi 1999:4 mencirikan pelayanan kepada publik sebagai berikut : tidak dapat memilih konsumen, peranannya dibatasi oleh peraturan perundang-
undangan, politik menginstitusionalkan konflik, pertanggung jawaban yang kompleks, sangat sering diteliti, semua tindakan harus mendapat justifikasi, tujuan
dan output sulit diukur atau ditentukan. Thery dalam Toha, 1996:14 menggolongkan lima unsur pelayanan yang
memuaskan, yaitu : merata dan sama, diberikan tepat pada waktunya, memenuhi jumlah yang dibutuhkan, berkesinambungan, dan selalu meningkatkan kualitas
serta pelayanan proggresive service. Setiap orang mengharapkan pelayanan yang unggul, yaitu suatu sikap atau cara pegawai dalam melayani pelanggan
secara memuaskan. Moenir 1992:41 menyatakan kualitas pelayanan yang baik adalah
sebagai berikut : kemudahan dalam pengurusan kepentingan, mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
pelayanan yang wajar, mendapatkan pelayanan yang sama tanpa pilih kasih dan mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang.
Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan
aparatur pemerintah. Efektif lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran.
Bila jasalayanan yang diterima perceived service sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasalayanan yang dipersepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya bila jasalayanan yang
diterima lebih rendah dari pada diharapkan, maka kualitaslayanan akan dipersepsikan buruk.
Dengan demikian, baik atau buruknya kualitas jasalayanan tergantung kepada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara
konsisten dan berakhir pada persepsi pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang penyelenggara, tetapi harus dilihat
dari sudut pandang atau persepsi pelanggan. Kotler 1994:62 mengemukakan bahwa pelangganlah yang
mengkomsumsi dan menikmati jasa layanan sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa layanan. Persepsi pelanggan terhadap jasa merupakan
penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Namun perlu diperhatikan bahwa jasa seringkali tidak konsisten, sehingga pelanggan menggunakan isyarat
intrinsik dan destrinsik jasa sebagai acuan.
Universitas Sumatera Utara
Ndraha seperti dikutip oleh Djaenuri, 1997:14 memberikan batasan pengertian pelayanan sebagai berikut :”Pelayanan service meliputi jasa dan
pelayanan. Jasa adalah komoditi, sedangkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat terkait dengan suatu hak dan lepasa dari persoalan apakah pemegang
hak itu dapat dibebani suatu kewajiban atau tidak. Dalam kaitan ini dikenal adanya “hak bawahan” sebagai manusia dan hak pemberian.
Salah satu semangat reformasi adalah menghilangkan kekuasaan yang tidak berpihak kepada rakyat, semangat untuk meningkatkan sektor pelayanan
kepada publik. Jadi kalau pada era reformasi sekarang ini ternyata pelayanan kepada publik masih juga belum tergarap dengan baik, itu berarti pengingkaran
terhadap nilai-nilai reformasi. Itulah sebabnya lembaga pelayanan publik yang terpilih memegang mandat untuk memperbaiki palayanan kepada masyarakat dan
keberhasilan meraka adalah untuk mendekatkan harapan dan kenyataan tersebut. Dengan semangat reformasi saat ini diharapkan aparatur dapat
memberikan pelayanan cepat, murah dengan prosedur yang jelas dan menyentuh kehidupan masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan Parasuraman, Zeithaml
dan Berry dalam Tjahya Supriatna 2000, bahwa pelayanan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tangibles, yaitu fasilitas secara fisik, peralatan dan penampilan dari
personil 2.
Reliability, yaitu kemampuan untuk merealisasikan apa yang telah dijanjikan oleh penyedia jasa secara mandiri dan akurat.
3. Responsivines, yaitu adanya keinginan untuk membantu konsumen dan
pelayanan yang cepat.
Universitas Sumatera Utara
4. Assurance, yaitu pemahaman dan sikap karyawan dan kemampuan mereka
untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan konsumen. 5.
Emphaty, yaitu dapat merasakan apa yang konsumen rasakan sehingga dapat melayani dengan baik.
Bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat menurut Lembaga Administrasi Negara 1998 dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis
pelayanan yaitu : 1.
Pelayanan Pemerintahan, yaitu merupakan pelayanan masyarakat yang erat dalam tugas-tugas umum pemerintahan seperti pelayanan Kartu
KeluargaKTP, IMB, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Imigrasi. 2.
Pelayanan Pembangunan, merupakan pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada
masyarakat dalam aktifitasnya sebagai warga masyarakat, seperti penyediaan jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya.
3. Pelayanan Utilitas merupakan penyediaan utilitas seperti listrik, air, telepon,
dan transportasi. 4.
Pelayanan Kebutuhan Pokok, merupakan pelayanan yang menyediaan bahan- bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan seperti
penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah. 5.
Pelayanan Kemasyarakatan, merupakan pelayanan yang berhubungan dengan sifat dan kepentingan yang lebih ditekankan kepada kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
1.5.5. Pelayanan Kesehatan 1. Pengertian Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan health service merupakan salah satu komponen penentu derajat kesehatan masyarakat, disamping faktor lingkungan, perilaku dan
keturunan. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, ,kelompok, ataupun masyarakat. Azwar 1996:1
Namun masih sering dijumpai kesalahan persepsi dan pemahaman orang terhadap pelayanan kesehatan yaitu hanya berupa pelayanan yang diberikan oleh
seorang dokter terhadap pasien. Oleh karena itu menurut azwar, pengertian pelayanan kesehatan harus diasosiasikan kepada pelayanan medis dan pelayanan
kedokteran komuniti, pengelolaan kesehatan lingkungan hidup, upaya pengumpulan data kesehatan, bahkan tata administrasi pelayanan kesehatan itu
sendiri. Dengan demikian terdapat perbedaan pelayanan kesehatan dengan
pelayanan medis.Benyamin Lumenta mengemukakan bahwa pelayanan medis adalah segala upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit serta
semua upaya dan kegiatan peningkatan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara para ahli pelayanan medis
dengan individu yang membutuhkannya. jadi ruang lingkupnya masih bersifat mikrososial. Sedangkan pelayanan kesehatan bersifat mikrososial dalam arti
merupakan upaya atau kegiatan pencegahan, pengobatan,pemulihan, dan
Universitas Sumatera Utara
peningkatan derajat kesehatan yang dilaksanakan terhadap masyarakat secara keseluruhan.
2. Sasaran Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat dibagi menjadi dua bagian utama jika dilihat berdasarkan sasarannya :
1. pelayanan kesehatan personal personal health services. Sasaran pelayanan kesehatan ini adalah unuk pribadi atau perorangan.
2. pelayanan kesehatan lingkungan environmental health services Sasaran pelayanan kesehatan ini adalah lingkungan, kelompok, atau
masyarakat. Hodgetts dan Cascio dalam Azwar 1996:36
c. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang baik memiliki berbagai persyaratan pokok, syarat pokok yang dimaksud adalah:
a. tersedia dan berkesinambungan
syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat
berkesinambungan. Artinya, semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya
dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan. b.
dapat diterima dan wajar pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan
kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, dan kepercayaan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
c. mudah dicapai
pengertian ketercapaian yang dimaksud adalah terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan
kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi pada
perkotaan saja dan tidak ditemukan di daerah pedesaan bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
d. mudah dijangkau
pengertian mudah dijangkau yang dimaksud adalah dilihat dari segi biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus
diupayakan biaya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal
dan hanya bias dijangkau oleh sebagian masyarakat bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
Azwar 1996:38
2. Kualitas Pelayanan Kesehatan
Definisi kualitas pelayanan kesehatan banyak menjadi kajian para ahli. Tracendi, 1988:91-94 mengemukakan bahwa salah satu isu yang paling
kompleks dalam dunia pelayanan kesehatan adalah penilaian kualitas. Ruang lingkupnya sangat luas, mulai dari kemungkinan derajat kesempurnaan
perfectability teknik intervensi klinik sampai peranannya dalam menurunkan angka mortalitas. Ada yang berpendapat bahwa kualitas pelayanan kesehatan di
Universitas Sumatera Utara
rumah sakit dapat dinilai dari mortalitas operasi atau dari angka infeksi nosokomial. Ada pula yang berpegang dari derajat pemanfaatan tempat tidur atau
jumlah kunjungan ke poliklinik. Anthony dan Herzlinger menyatakan bahwa organisasi nirlaba, seperti
halnya rumah sakit, adalah suatu organisasi yang tujuannya bukanlah semata-mata mencari keuntungan bagi pemiliknya, melainkan memberikan pelayanan sesuai
dengan misi yang diembannya lihat Massie, 1987:262-264. Pada organisasi nirlaba seyogianya pihak manajemen berupaya agar dapat memberi pelayanan
semaksimal mungkin dengan sumber daya yang tersedia. Suksesnya organisasi nirlaba dapat dinilai dari seberapa besar dan berapa baik pelayanan yang
diberikan. Menurut Aditama 2000:149-150 disebutkan bahwa banyak aspek yang
dapat digunakan untuk menilai mutu pelayanan kesehatan. Misalnya, dapat dinilai dari struktur pelayanan itu sendiri dan bagaimana bentuk pelayanan yang
diberikan. Hal ini meliputi ruang lingkup pelayanan, tingkat pendidikan, dan proses pemberian pelayanan kesehatan.
2. Standar Pelayanan Minimal SPM Bidang Kesehatan
a. Pengertian SPM bidang Kesehatan
Makna dari Standar Pelayanan Minimal adalah suatu nilai acuan terendah
yang harus dilampaui dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar pelayanan tersebut memenuhi persyaratan dan kepuasankelayakan yang
diinginkan atau agar fungsi pelayanan dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Standar Pelayanan Minimal merupakan suatu standar dengan batas-batas
Universitas Sumatera Utara
tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang mencakup jenis
pelayanan, indikator, dan nilai bencmark. Tujuan penyusunan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota
Medan adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas serta akuntabilitas pembangunan bidang kesehatan, pemukiman melalui penyusunan pedoman dan
titik acuan yang terukur dan disepakati bersama. Melalui adanya SPM ini diharapkan terjadi keseragaman nilai dan dapat mendukung peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan di Kota Medan.
b. Tujuan dan Manafaat
Tujuan
Tujuan pembuatan SPM ini adalah tersusunnya data Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota Medan dan Indikator Indonesia Sehat 2010.
Manfaat
1. terevaluasinya data SPM bidang kesehatan Kota Medan. 1.
terevaluasinya data indikator Indonesia Sehat 2010. 2.
sinkronisasi data Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota Medan
3. sinkronisasi data indikator Indonesia Sehat 2010
4. memperoleh kejelasan sumber data SPM Bidang Kesehatan Kota
Medan
Universitas Sumatera Utara
5. Memperoleh kejelasan pengisian format profil dengan indikator
SPM
1.6. Defenisi Konsep