Aplikasi Ijarah dalam Pembiayaan Multijasa di BMT Ubasyada
b. Pasal 2. Pasal ini membahas tentang harga yang disewakan. Biaya yang
diberikan oleh BMT diperuntukan untuk apa oleh nasabah. c.
Pasal 3. Pasal ini membahas mengenai jasa atau tempat yang disewakan oleh BMT kepada nasabah.
d. Pasal 4. Pasal ini mengenai nasabah mengakui dengan ini mempunyai
hutang kepada BMT. e.
Pasal 5. Pasal ini membahas tentang nasabah membayar hutang tersebut kepada BMT dengan jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak. f.
Pasal 6. Pasal ini membahas tentang cara dan jumlah pembayaran, berapa jumlah tiap angsuran yang dibayarkan oleh nasabah dan bagaimana
caranya. Bisa secara langsung datang ke BMT dan dana dijemput oleh petugas yang menangani pembiayaan dari BMT.
g. Pasal 7. Pasal ini mengenai tentang pembayaran hutang tersebut sesuai
dengan tanggal jatuh tempo setiap bulannya. h.
Pasal 8. Pasal ini berisi tentang biaya administrasi yang dibebankan pada nasabah tersebut.
i. Pasal 9. Pasal ini Berisikan tentang jaminan pembiayaan. Jaminan ini
untuk menjaga amanah dimana spesifkasi bentuk jaminan dilampirkan. j.
Pasal 10. Pasal ini berisi tentang nasabah memberikan izin, hak, dan kuasa kepada BMT untuk menyita atau menjual harta benda yang
dijadikan jaminananggunan oleh nasabah pada pasal 9, apabila nasabah tidak dapat membayar hutang tersebut.
k. Pasal 11. Pasal ini mambahas tentang segala biaya yang timbul akibat dari
proses penyitaan barang jaminan sampai penjualan barang jaminan sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah.
l. Pasal 12. Pasal ini mengenai penyelesaian. Dalam hal ini ahli waris
nasabah mengetahui dan menyetujui isi akad ijarah ini serta ikut bertanggung jawab atas hutang yang harus dibayar anggota ke BMT.
Dalam penjelasan diatas, maka dapat dilihat dari hasil penelitian. Dalam prakteknya, pembiayaan multijasa pada BMT Ubasyada melakukan
dua kali akad aitu akad wakalah dan akad ijarah.
Gambar : 5 Skema Pembiayaan Multijasa
Sumber : Wawancara Manager BMT Ubasyada. Keterangan :
1. Nasabah yang datang ke BMT Ubasyada untuk mengajukan permohonan
pembiayaan dengan memberikan spesifikasi jasa apa yang dibutuhkan, 1.
Pengajuan Pembiayaan
BMT Nasabah
2. Akad Wakalah
3. Pembayaran Tunai Pihak Ketiga
4. Akad Ijarah
dan melengkapi seluruh persyaratan kelengkapan yang ditentukan oleh BMT Ubasyad.
2. Setelah terjadi kesepakatan, maka pihak BMT memberikan uang tunai
kepada nasabah dalam rangka memenuhi kebutuhan nasabah akan jasa, dengan menggunakan akad wakalah. Dalam hal ini BMT menjadi pihak
yang mewakilkan. 3.
Setelah memperoleh dana dari pihak BMT selanjutnya nasabah membayar uang tunai kepada pihak ketiga sekolah, rumah sakit, ruko, dan lain-lain.
Dalam hal ini nasabah menjadi pihak yang diwakilkan oleh BMT. 4.
Nasabah melakukan akad ijarah dengan pihak BMT sesuai dengan jasa yang telah diterimanya yaitu pemenuhan kebutuhan akan jasa, sebagai
imbalannya BMT mendapatkan upah atas jasa tersebut berupa margin keuntungan.
Berdasarkan skema transaksi pembiayaan multijasa diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada aplikasinya BMT Ubasyada melakukan dua
kali akad, yaitu:
12
a. Akad wakalah yang terjadi antara BMT dengan nasabah dengan cara
BMT memberikan sejumlah uang tunai dalam rangka memenuhi kebutuhan nasabah tersebut.
b. Akad ijarah yang terjadi antara BMT dengan nasabah dimana BMT
berhak mendapatkan ujrahimbalan atas jasanya yang memenuhi kebutuhan nasabah.
12
Ibid.
Mengenai penggunaan akad wakalah pada aplikasinya, penulis melihat hai ini sebagai kecendrungan bahwa : Pertama, terbatasnya kemampuan
BMT dalam rangka mengembangkan produk pembiayaan multijasa, hal ini diperkuat juga dari praktek yang penulis temukan dilapangan bahwa sistem
operasional transaksi yang berhubungan dengan pembiayaan ijarah multijasa masih tercampur sistem pada pembiayaan murabahah, mengingat bahwa
jumlah pembiayaan di BMT didominasikan oleh pembiayaan murabahah. Kedua, Belum adanya jaringan kerja sama yang luas dari pihak BMT dengan
pihak-pihak yang dapat bermitra untuk pembiayaan multijasa ini, seperti lembaga pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan.
Selain itu, penggunaan akad wakalah sebenarnya belum tepat jika digabungkan dengan akad ijarah yang mana dalam hal ini objeknya adalah
manfaat atas jasa karena jika BMT sebagai pihak yang mewakilkan kepada nasabah untuk pembayaran kebutuhan jasa pendidikan, maka secara logika
BMT lah yang mempunyai kebutuhan akan jasa pendidikan tersebut. Untuk itu akad yang tepat diterapkan adalah akad ijarah saja. Akan tetapi karena
keterbatasan dan kendala yang ada sehingga memungkinkan BMT untuk menerapkan akad wakalah dalam skim pembiayaan multijasa tersebut.