Filosofi Filosofi dan Teknik Dalam Jujutsu

19 istilah atau nama dari suatu perguruan beladiri atau aliran beladiri saja tetapi Jujutsu adalah nama dari berbagai aliran beladiri tangan kosong yang sudah ada di negara Jepang sejak tahun 1100, yaitu dipelopori oleh perguruan Daito-ryu Aiki Jujutsu ( 大 東 流 合 気 柔 術 ) yang didirikan Shinra Saburo Minamoto Yoshimitsu seorang bangsawan dari kaum Samurai. Jujutsu adalah istilah generik atau istilah umum yang dipakai oleh beberapa perguruan sekaligus, sama dengan istilah karate dan pencak silat. Sebagaimana karate yang terdiri atas bermacam- macam perguruan Wado-ryu, Shito-ryu, Goju-ryu, Shotokan, Kyokushin dan sebagainya dan pencak silat yang juga terdiri atas bermacam-macam perguruan Merpati Putih, Harimurti, Nusantara, Setia Hati, Tapak Suci, Perisai Sakti dan sebagainya maka jujutsu pun terdiri atas bermacam-macam perguruan seperti Kito-ryu, Tenjin Shinyo-ryu, Daito-ryu, Yoshin-ryu, Hakko-ryu, Takenouchi-ryu, sosuishi-ryu, Ryoishinto-ryu, Kokodo-ryu, Shindo Yoshin-ryu, Takagi Yoshin-ryu, Araki-ryu dan lain-lain. Jujutsu disebut sebagai seni yang “halus” atau “lentur” karena seorang praktisi Jujutsu mempunyai “kebebasan”, baik untuk membunuh lawannya dengan tangan kosong, atau hanya sekedar melumpuhkan dan menangkapnya. Selain itu, Jujutsu disebut sebagai seni yang “halus” atau “lentur” karena pendekatan seni Jujutsu yang lebih banyak memanfaatkan jurus menghindar dan memanfaatkan tenaga lawan daripada jurus saling mengadu tenaga dengan lawan.

2.3.1 Filosofi

Sekte Zen sangat berpengaruh dalam semua aspek mental dan spiritual masyarakat Jepang yang otomatis memiliki peran penting yang turut memberi Universitas Sumatera Utara 20 warna terhadap esensi murni yang menjadi dasar seni beladiri Jepang (武道) khususnya Jujutsu. Menurut Arifin, ajaran pokok Zen bertujuan untuk mencapai pencerahan jiwa lewat usaha sendiri secara tekun dan ia bisa diterima dengan mudah oleh orang Jepang yang sebelumnya telah mengenal ajaran Shinto karena Zen bisa mengakomodasi nilai-nilai budaya asli orang Jepang ke dalam penafsiran khusus ajaran Budha. Menurut buku Jepang Dewasa Ini, ada sebelas periode utama dalam sejarah budaya Jepang : 1. Periode Jomon 8000 SM – 300 SM 2. Periode Yayoi 300 SM – 300 M 3. Periode Yamato 300 – 593 4. Periode Asuka 593 – 710 5. Periode Nara 710 – 794 6. Periode Heian 794 – 1192 7. Periode Kamakura 1192 – 1338 8. Periode Muromachi 1338 – 1573 9. Periode Edo 1603 – 1868 10. Periode Modern 1868 – sekarang Bentuk awal Shinto mungkin dimulai pada periode Jomon, sedangkan kontak budaya dan perdagangan dengan Cina dan Korea dimulai luas termasuk penggunaan aksara Kanji dan kemudian disusul masuknya agama Budha pada periode Asuka. Sekte Chan dari agama Budha Mahayana untuk pertama kalinya dibawa oleh pendeta Eisai aliran rinzai pada periode Heian bersamaan dengan munculnya sebuah kelas baru dalam strata sosial Jepang, yaitu samurai, golongan Universitas Sumatera Utara 21 prajurit yang awalnya berasal dari kalangan petani. Sekte Chan gelombang kedua dibawa oleh Dogen aliran soto dan kemudian bertransformasi setelah bersinkretisme dengan Shinto menjadi apa yang disebut dengan Zen pada periode Kamakura. Zen ( 禅 ) mencapai puncak perkembangannya pada periode Edo dibawah pengaruh besar Takuan pendeta yang juga ahli pedang ternama. Menurut legenda, ia adalah guru dari Miyamoto Musashi, samurai terbesar Jepang pada masa feodal Shogun. Takuan mendirikan kuil Tokaiji di Shinagawa, tempat ia sering menerima para ahli dari banyak jenis ilmu beladiri yang ingin mencapai kesempurnaan jiwa secara Zen. Sebelumnya semua jenis teknik pertempuran di Jepang disebut Bugei, yang hanya berisikan konsep disiplin fisik tanpa etika moral apapun . Dari sinilah ia lalu menulis dua buah buku yang berjudul “Hontai” dan “Seiko” yang keduanya berisi tuntunan nilai filosofis tingkat tinggi yang dikemudian hari dipakai sebagai semacam kitab induk semua perguruan Budo seni beladiri yang mendasarkan ajarannya pada disiplin jiwa, moral, maupun fisik. Kedisiplinan, rasa hormat pada orang lain, sifat pantang menyerah adalah beberapa dari filosofi Zen yang kelak menjadi semacam pedoman tidak tertulis yang membentuk keunikan karakteristik sosial masyarakat Jepang di semua bidang kehidupan sampai saat ini. Hal ini sangat didukung oleh langkah politik keshogunan Tokugawa yang menerapkan politik isolasi total mulai tahun 1639 sampai 265 tahun berikutnya. Saat itu mereka benar-benar menutup seluruh pintu utama pelabuhan laut Jepang bagi dunia luar yang hal ini dilakukan untuk membendung pengaruh negara-negara kolonial besar Eropa yang pada abad ke-16 mulai masuk dan mencoba mempengaruhi masyarakat Jepang terutama dengan Universitas Sumatera Utara 22 pengenalan senjata api dan penyebaran agama Kristen, dua potensi asing yang dianggap sangat berbahaya bagi kelestarian struktur sosial budaya asli ala Shintoisme yang selama ribuan tahun dianut bangsa Jepang. Berikut adalah beberapa prinsip utama dari sekian banyak kode etik Zen yang diajarkan Takuan: a. Zen (禅)selalu menekankan pada pengetahuan atas Satori intuisi dan menolak dengan tegas kepatuhan akan seluruh aspek ritual keagamaan Budha asli India seperti patung, gambar, upacara dan lain-lain. Ajaran utama Zen menyatakan bahwa manusia terpisah dari semua benda tetapi pada saat yang bersamaan ada pada segala realitas. Dalam Go Rin No Sho, Musashi menjelaskan esensi Zen dalam pemahamannya sebagai seorang samurai: “Anda boleh saja menghormati Budha, namun Anda tidak boleh tergantung padanya.” b. Mutekatsu ( 無 手 勝 つ ) adalah ajaran awal Takuan yang berbunyi: “Memukul adalah tidak memukul, sebagaimana membunuh adalah tidak untuk membunuh”, yang mungkin bisa dijelaskan sebagai prinsip yang menuntun seseorang untuk menaklukkan musuhnya dengan cara menghindari sejauh mungkin sebuah pertarungan atau pertarungan tanpa tangan maupun senjata. Mutekatsu sebenarnya berasal dari Muto, sebuah doktrin pertarungan spiritual “tanpa pedang” karya Yagyu Tajima dari periode Azuchi Momoyama. c. Mushotoku ( 無 所 得 ) adalah ajaran yang mengutamakan pelaksanaan sebuah tindakan tanpa mengharapkan pamrih apa pun. Universitas Sumatera Utara 23 d. Fudoshin (不動心)berarti keabadian dalam hati. Keadaan di mana pikiran seorang petarung tidak dihantui oleh ketakutan akan bahaya atau serangan apa pun. Oleh Musashi diibaratkan sebagai iwa ni mi atau tubuh seperti batu. e. Hontai (本体)adalah keadaan sadar dan waspada penuh dengan pikiran dan emosi yang tetap terkontrol baik dari seseorang dalam sebuah pertarungan. f. Hyoho (兵法)adalah metode strategi bertarung yang ditulis oleh Musashi yang menekankan pada kondisi yang ia sebut sebagai “menikmati sebuah pertarungan”. Bertujuan agar kesempurnaan kepercayaan diri bisa dicapai dengan menemukan hubungan antara pikiran dengan kemampuan bertempur. g. Musha-Shugyo (武者修行)adalah prinsip yang bermaksud “pemahaman sempurna akan sesuatu dicapai lewat banyak pengalaman”, dilaksanakan dalam bentuk menimba ilmu ke banyak guru yang berbeda-beda. Di masa lampau untuk mengatasi seorang yang belajar ilmu beladiri Budoka yang kerap melakukan musha-shugyo agar tidak mengungguli teknik sebuah ryu tempat ia belajar, maka ryu tersebut akan membuat Densho dokumen rahasia yang berisikan Gokuhi teknik-teknik simpanan khusus tertinggi yang tidak akan diberikan pada orang yang tidak diyakini kesetiaannya pada ryu yang bersangkutan. h. Mizu-Nagare (水流れ)adalah prinsip yang berarti “mengalir bagai air”, sering diterjemahkan sebagai posisi tubuh yang ideal bak air yang mengalir lancar melewati tubuh untuk dapat menghasilkan kesempurnaan dari gerakan. i. Zanshin (斬新)adalah prinsip kewaspadaan akan segala hal yang akan mungkin terjadi setelah dilakukannya sebuah serangan dalam pertarungan. Universitas Sumatera Utara 24 j. No aru taka wa tsume o kakusu のある鷹は爪を隠すadalah prinsip yang berarti “rajawali tidak pernah menunjukkan cakarnya”, lebih mengacu pada konteks kerendahan hati yang akan membawa kepada kemenangan. Dianalogikan bahwa orang yang cerdas tidak akan pernah menyebut dirinya cerdas pada orang lain. k. Do (道)yang berarti jalan merupakan konsep moral, etika dan sekaligus estetika yang menuntun pengikutnya pada keharmonian spiritual dan material. Dalam hubungan dengan beladiri ia digunakan sebagai kode disiplin wajib yang membedakan Budo dengan Jutsu. l. Ai (愛)yang berarti cinta atau kasih merupakan konsep dasar dari seluruh jenis Budo di Jepang, dan menurut Zen ia dipakai sebagai pengenalan dasar oleh manusia dalam mengatur alam semesta agar menjadi kekuatan untuk menjaga keharmonisannya. m. Gi shin fuki (技心不羈)berarti teknik dan pikiran tidak dapat dipisahkan. n. Do mu kyoku berari tidak ada pembatasan bagi kehidupan, lebih dimaksudkan sebagai pantang menyerah pada situasi dan kondisi apa pun. o. Myo wa kyo-jitsu no kan ni ari berarti esensi murni sebuah teknik terletak diantara serangan dan pertahanan. p. Bushi no nasake (武士の情け)berarti manusia paling kuat dan berani haruslah juga menjadi manusia yang paling sopan. q. Bushido (武士道)yang berarti “jalan atau pedoman kesatriaan” memiliki tempat tertinggi dalam tradisi Budo seni beladiri kuno. Seorang Budoka baru bisa disebut sebagai Bushi ksatria apabila ia sudah memahami dan melaksanakan Bushido dalam kehidupan sosialnya. Universitas Sumatera Utara 25

2.3.2 Teknik-Teknik Jujutsu