IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Umum Hutan Pendidikan Gunung Walat HPGW 1. Letak dan Luas
Secara admnistratif pemerintahan Hutan Pendidikan Gunung Walat HPGW termasuk dalam Kecamatan Cikembar dan Cibadak Kabupaten
Sukabumi Propinsi Jawa Barat. HPGW berjarak 55 Km dari Bogor dan 15 Km dari Sukabumi. Tepatnya secara geografis terletak antara 06º 53 ’35’’ –
06 º55’ 10’’ Lintang Selatan LS dan 106º 47’ 50’’ - 106º 51’ 30’’ Bujur Timur BT. Berdasarkan pembagian wilayah kehutanannya, HPGW
termasuk dalam BKPH Cikawung KPH Sukabumi. Luas HPGW seluruhnya 359 Ha yang terbagi menjadi 3 blok dalam
pengelolaannya, yaitu : 1. Blok I Cikatomas , merupakan areal sebelah timur dengan luas sekitar
120 ha. 2. Blok II Cimenyan, merupakan areal sebelah barat dengan luas sekitar
125 ha. 3. Blok III Tangkalak, merupakan areal bagian tengah dengan luas
sekitar 114 ha. Fahutan – IPB, 2001 dalam Buliyansih 2005.
2. Iklim dan Curah Hujan
HPGW, menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk ke dalam tipe iklim B Q = 18,42 yaitu daerah basah dengan vegetasi
masih hutan hujan tropika. Berdasarkan data curah hujan distribusi curah hujan HPGW, DAS Cipeureu, Sukabumi tahun 1999 sd 2004, diketahui
bahwa curah hujan rata-rata tertinggi jatuh pada bulan Desember yaitu sebesar 453,4 mm dan curah hujan rata-rata terendah jatuh pada bulan Juli
dan Agustus dengan masing-masing nilainya yaitu sebesar 53,18 mm dan 53,52 mm. Selanjutnya, untuk nilai rata-rata bulan basah diperoleh sebesar
289,56 mm dan rata-rata bulan kering sebesar 53,35 mm Lab. Pengaruh Hutan-Fahutan IPB, 2004 dalam Buliyansih 2005.
3. Topografi
HPGW berada pada ketinggian 500 – 700 mdpl dengan topografi yang beragam, berupa bukit memanjang ke arah timur garis punggung
bukit membelah wilayah menjadi dua bagian yang mengarah ke utara dan selatan. Wilayah utara 30 umumnya berlereng curam, sedangkan di
wilayah selatan terdiri dari daerah curam 30 dan daerah landai 70. Di bagian tengah terdapat puncak dengan ketinggian 676 mdpl pada titik
triangulasi KQ 2212 dan bagian barat dengan ketinggian 726 mdpl pada titik KQ 2213. HPGW dilintasi beberapa aliran sungai yang umumnya
mengalir sepanjang tahun, antara lain sungai Cipereu, sungai Citangklak, sungai Cikabayan, sungai Cikatomas dan sungai Legok Pusar Fahutan-
IPB, 2001dalam Buliyansih, 2005.
4. Vegetasi dan Fauna
Keadaan HPGW pada tahun 1958 yaitu seluas 100 ha yang ditanami untuk hutan tanaman dan sisanya ditumbuhi semak, alang-alang
dan beberapa pohon yang sangat jarang. Sejak ditunjuk sebagai hutan pendidikan pada tahun 1969 luasnya menjadi 359 yang berupa tegakan
Agathis loranthifolia damar seluas 125 Ha, Pinus merkusii seluas 100 Ha, mahoni Swietenia macrophylla, beberapa jenis pinus Pinus oocarpa,
Pinus caribaea, Pinus insularis, sonokeling Dalbergia latifolia, rasamala Altingia excelsa, cendana Santalum album, puspa Schima wallichii,
sengon Paraserianthes falcataria, jenis-jenis acacia A. Auriculiformis dan A. Mangium.
Selain pepohonan, terdapat pula jenis paku-pakuan, epifit dan berbagai vegetasi tumbuhan bawah berupa tanaman perdu dan herba serta
rerumputan liar. Tumbuhan bawah serta semak herba dan perdu yang terdapat di HPGW antara lain alang-alang Imperata cylindrica, harendong
Melastoma malabathricum, beberapa jenis paku-pakuan seperti paku pakis areuy Nekania scanden, rane Selaginella plana, serta jenis-jenis
rerumputan seperti antaran Viola odorata, jampang Phastrophus compressus, jukut ki pait Paspalum conjugatum, teki Kyllinga
monocephala, dan lain sebagainya. Untuk tumbuhan bawah yang masuk jenis tumbuhan obat banyak ditemui jenis kayu manis Cinnamomum
zeylanicum, jahe Zingiber officinale, kencur Capparis microcantha,
temulawak Curcuma zanthorriza, serta jenis kapulaga Amomum cardamomum Fahutan-IPB, 2001 dalam Buliyansih.
Jenis satwa liar yang ditemui di HPGW antara lain musang Paradoxurus hemaphroditus, monyet ekor panjang Macaca fascicularis,
kelinci liar Nesclagus sp, bajing Callossiurus sp, babi hutan Sus crofa. Disamping itu ada beberapa jenis burung seperti kutilang Pycononotus
aurigaster, perkutut Goepelia striata, burung madu Nectarinia jugularis pectolaris, serta burung srengenge Anthreptes malaccensis mystacalis.
Di HPGW terdapat pula berbagai jenis-jenis reptil seperti ular piton Pyton molurus, biawak Varanus salvator dan berbagai jenis reptil kecil seperti
kadal, tokek dan bunglon Fahutan-IPB, 2001 dalam Buliyansih, 2005.
5. Kelembagaan dan Sejarah HPGW
HPGW dibangun sebagai manifestasi piagam kerjasama antara IPB dengan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan Direktorat Jenderal
Kehutanan Republik Indonesia yang dipergunakan oleh Fakultas Kehutanan IPB dengan status pinjaman. Biaya pembangunan terutama
diperoleh dari Direktorat Jenderal dan IPB dicantumkan dalam anggaran pembangunan Pelita Fahutan-IPB, 2001 dalam Wahidiat, 2002.
Pada tahun 1967 dilakukan penjajagan oleh IPB untuk mengusahakan hutan Gunung Walat, kemudian dengan Surat Keputusan
SK Kepala Jawatan Kehutanan Propinsi Jawa Barat tanggal 14 Oktober 1969 No. 7041IV69 HPGW seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan
Pendidikan. Dalam surat keputusan tersebut pengelolaan, pengamanan, dan segala sesuatu yang menyangkut kawasan tersebut merupakan
tanggungjawab Fakultas Kehutanan IPB Fahutan-IPB 2001 dalam Febriani, 2003. Sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Pertanian RI No.
008kptsdjI73, maka HPGW diserahkan kepada IPB dengan status hak pakai Fahutan-IPB dalam Wahidiat, 2002.
Dalam pelaksanaan pengelolaannya IPB mengangkat seorang Kepala Kebun Percobaan membawahi tiga orang staf pembantu sesuai
dengan Surat Keputusan Dekan Fakultas Kehutanan No. 11Kpts-111992 meliputi staf perencanaan, staf teknik lapangan dan staf pengendalian.
Perkembangan pengelolaannya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687Kpts-111992 tentang penunjukan kompleks HPGW sebagai hutan
pendidikan. Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan kawasan
HPGW seluas 359 Ha sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas Kehutanan IPB dengan Pusat Pendidikan Latihan atau
Balai Latihan Kehutanan BLK Bogor. Keputusan tersebut berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993 Fahutan-IPB, 2001 dalam Febriani, 2003.
HPGW selanjutnya ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus, menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 188Menhut-
112005 tanggal 8 Juli 2005 tentang penunjukan dan penetapan kawasan Hutan Gunung Walat seluas 359 Ha di Kecamatan Cibadak Kabupaten
Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus HDTK untuk Pendidikan dan Latihan Fakultas Kehutanan IPB
yang pengelolaannya diserahkan secara penuh kepada Fakultas Kehutanan IPB.
6. Pengembangan Pola-Pola Agroforestry di HPGW
Sejak terjadi krisis pada tahun 1997 terjadi aksi perambahan hutan secara besar-besaran. Hal ini juga terjadi di HPGW dengan pelakunya
adalah masyarakat sekitar hutan. Hampir 20 75 ha dari total luas HPGW yang dirambah oleh masyarakat sehingga perlu adanya pemulihan
kondisi hutan. Pada tahun 2001 telah dikembangkan konsep agroforestry untuk mempertahankan dan mengembalikan kondisi HPGW dengan
mendapat bantuan dana dari AKECU ASEAN-Korea Enviromental Cooperation Unit dalam rangka proyek restorasi hutan tropis di Asia
Tenggara. Ada beberapa pola agroforestry yang dikembangkan di HPGW,
yang telah teridentifikasi yaitu tiga pola agroforestry AF yang di desain untuk kondisi tegakan hutan saat ini. Pola pertama di desain untuk
memulihkan areal hutan yang benar-benar tidak tertanami pohon atau istilahnya tegakan hutan yang gundul dengan jumlah pohon yang tersisa
kurang dari 25 pohonha. Kondisi di lapangan dapat dilihat pada Gambar 2. Jenis tanaman kehutanannya adalah Paraserianthes falcataria
sengon dan Agathis loranthifolia damar, sedangkan untuk tanaman pertaniannya adalah padi, jagung, pisang, nanas, singkong, kapulaga dan
kopi Gambar 3.
Gambar 2. Pola Agroforestry I
Gambar 3. Layout Pola Agroforestry I dan II Pola kedua merupakan modifikasi dari pola pertama dan jika
kondisi hutan sudah agak gundul atau jumlah pohon yang tersisa dari 25 – 100 pohonha, kondisi di lapangan dapat dilihat pada Gambar 4.
Sedangkan komposisi tanamannya sama dengan pola AF I Gambar 3.
Gambar 4. Pola Agroforestry II Apabila kondisi hutannya masih cukup rapat atau jumlah pohon
yang tersisa lebih dari 100 pohonha merupakan pola III Gambar 5. Pada pola ini tidak dilakukan penanaman kembali jenis pohon tetapi hanya
penataan dan penanaman tanaman pertanian yang tahan naungan, seperti kopi, kapulaga dan pisang. Di areal dimana terdapat cukup cahaya dapat
⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ ∗••••••••••∗ ⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ •••••••••• •••••••••• ••••••••••
© ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © •••••••••• •••••••••• ••••••••••
⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ ∗••••••••••∗ ⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ •••••••••• •••••••••• ••••••••••
© ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © •••••••••• •••••••••• ••••••••••
⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ ∗••••••••••∗ ⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ •••••••••• •••••••••• ••••••••••
© ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © •••••••••• •••••••••• ••••••••••
Keterangan : ⊗ Damar
© Sengon ⊕ Pisang
Nanas ∗ Cabe
•••• Padijagung kacang tanah
ditanami dengan singkong, padi gogo, jagung atau kacang tanah. Pola tanaamn pertanian dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 5. Pola Agroforestry III
Gambar 6. Layout Pola Agroforestry III
B. Keadaan Umum Desa Hegarmanah 1. Kondisi Bio-fisik