Jumlah eosinofil cenderung lebih besar pada akhir kebuntingan dibandingkan dengan awal dan pertengahan kebuntingan pada kelompok domba
perlakuan, yaitu superovulasi dan pemberian ekstrak temulawak plus. Sementara itu, kelompok domba kontrol mempunyai jumlah eosinofil yang tinggi pada
pertengahan kebuntingan dibanding awal dan akhir kebuntingan Gambar 8. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ullrey et al. 1965 yang menunjukkan
tingginya jumlah eosinofil pada pertengahan kebuntingan. Pada ruminansia, jumlah eosinofil meningkat karena adanya infeksi parasit dan dapat menurun jika
terjadi cekaman atau pemberian kortikosteroid Tornquist dan Rigas 2010.
4.4. Limfosit
Kadar limfosit dalam darah relatif lebih tinggi pada akhir kebuntingan bulan ke-5 dengan jumlah yang hampir sama untuk setiap perlakuan. Tidak ada
interaksi superovulasi dan pemberian ekstrak temulawak plus pada jumlah limfosit. Pemberian ekstrak temulawak plus menurunkan limfosit pada bulan ke-4
kebuntingan saja. Pada bulan ini, jumlah limfosit lebih rendah pada domba yang diberikan ekstrak temulawak plus, baik yang di superovulasi SO+TM maupun
tidak TM, dibandingkan dengan yang tidak diberi ekstrak temulawak plus KO dan SO. Perlakuan superovulasi tidak mempengaruhi jumlah limfosit. Jumlah
limfosit tidak berbeda nyata dari setiap perlakuan dengan jumlah terendah 35,00±4,08×50mm
3
dan tertinggi 50,00±9,13×50mm
3
. Sementara itu, domba yang tidak bunting memiliki jumlah limfosit sebanyak 40,80±5,63×50mm
3
. Jumlah limfosit domba tidak bunting lebih tinggi dari hasil penelitian Javed et al.
2010 yang mendapatkan limfosit dengan jumlah 35,18±0,43×50mm
3
. Limfosit dapat menjadi parameter adanya cekaman. Dalam kondisi
cekaman, kadar limfosit dalam darah akan menurun Zahorec 2001; Tornquist dan Rigas 2010. Jumlah limfosit yang tinggi mengindikasikan terjadinya
peradangan Maheshwari et al. 2001. Jumlah limfosit berada dalam kisaran normal, yaitu pada kisaran 2.000
–9.000µl Jain 1993. Dengan demikian, dapat dikatakan domba-domba tersebut tidak mengalami peradangan jika dilihat dari
gambaran limfosit. Selanjutnya, jumlah rataan limfosit disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan jumlah limfosit lima bulan kebuntingan pada kelompok domba kontrol dan yang diberi ekstrak temulawak plus baik yang tidak maupun yang
disuperovulasi ×50mm
3 Bulan
ke- KO
TM SO
TM SOTM
KO n=4 SO n=4
KO n=4 SO n=4
1 40,00 ± 10,46
38,00 ± 6,73 35,00 ± 4,08
43,75 ± 4,79 -
- -
2 41,25 ± 13,15
43,75 ± 4,79 41,25 ± 8,54
45,00 ± 8,16 -
- -
3 38,75 ± 8,54
36,25 ± 6,29 35,00 ± 4,08
40,00 ± 7,07 -
- -
4 50,00 ± 4,08
46,25 ± 8,54 40,00 ± 4,08
38,75 ± 4,79 -
- 5
50,00 ±7,07 50,00 ± 9,13
46,25 ± 6,29 48,75 ± 4,79
- -
- Ket: KO = Kontrol; SO = Superovulasi; TM = Ekstrak temulawak plus; = berpengaruh signifikan P0,05
Jumlah limfosit lebih tinggi pada akhir kebuntingan untuk setiap kelompok domba Tabel 5. Hal ini berlawanan dengan hasil yang diperoleh Maheshwari et
al. 2001 yang menunjukkan rendahnya jumlah limfosit pada akhir kebuntingan. Pada akhir kebuntingan, terutama menjelang kelahiran tingkat cekaman cukup
tinggi. Hal ini diakibatkan sekresi kortisol dari korteks adrenal fetus yang mengalami cekaman. Tingginya kortikosteroid dan kortisol saat terjadi cekaman
mengakibatkan jumlah limfosit menurun Tornquist dan Rigas 2010. Sementara itu, limfositosis pada ruminansia dapat terjadi pada infeksi virus yang kronis,
trypanosomiasis kronis, dan peradangan kronis yang lain yang menyebabkan pelepasan epinefrin Tornquist dan Rigas 2010.
Pemberian ekstrak temulawak plus berpengaruh menurunkan jumlah limfosit pada bulan ke-4 kebuntingan Tabel 5. Dalam ekstrak temulawak plus
terdapat beberapa zat yang terkandung, di antaranya kurkumin, minyak atsiri, serta vitamin. Minyak atsiri dapat berkhasiat sebagai antimikroba, sehingga
jumlah limfosit tidak mengalami peningkatan yang signifikan karena domba penelitian tidak mengalami peradangan. Vitamin yang terkandung di dalamnya
juga berkhasiat dalam meningkatkan sistem imun Fatmah 2006. Vitamin A berperan dalam pematangan sel-sel T dan merangsang fungsi sel T. Vitamin B6
dapat memperbaiki respons limfosit dalam sistem imun, vitamin B12 dapat meningkatkan jumlah sel darah putih, dan vitamin D yang dapat menghambat
respons limfosit Th-1 Fatmah 2006. Limfosit Th-1 dapat memperantarai terjadinya autoimmune hemolytic anemia Day 2010.
4.5. Monosit