Latar Belakang Diferensiasi Sel Darah Putih Domba Bunting Hasil Superovulasi dan Dicekok Ekstrak Temulawak Plus

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sekarang ini, konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Tidak hanya di kawasan Asia, di regional Asia Tenggara saja Indonesia masih berada dalam urutan bawah dalam hal konsumsi protein hewani. Konsumsi daging Indonesia hanya 4,51 kgkapitatahun Matanews 2009 . Jumlah ini masih jauh lebih kecil dibanding negara tetangga seperti Malaysia yang mencapai 46,87 kgkapitatahun, Thailand sebanyak 18 kgkapitatahun , dan Filippina 13 kgkapitatahun Matanews 2009. Bahkan, konsumsi protein hewani dari daging masyarakat Indonesia pada tahun 2009 adalah 2,22 gkapitahari Badan Pusat Statistik 2011. Protein hewani merupakan salah satu bagian penyusun dari setiap sel, jaringan, dan organ tubuh manusia. Protein hewani memiliki kandungan asam amino esensial yang lengkap dibanding protein nabati CDC 2011. Asam amino esensial tidak diproduksi tubuh, melainkan diperoleh dari makanan. Asam amino sebagai pembentuk protein berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan sel tubuh, termasuk sel-sel otak. Dengan demikian, secara tidak langsung pemenuhan protein hewani yang mencukupi akan turut mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia. Salah satu sumber protein hewani yang potensial dikembangkan ialah domba. Kandungan protein hewani yang tinggi terdapat pada dagingnya. Daging domba memiliki banyak keunggulan dari segi nutrisi dan vitamin. Daging domba memiliki kandungan omega 3 dan vitamin B12. Selain itu, ternak domba memiliki kelebihan lain, yaitu mudah berkembang biak, dapat beranak 3 kali dalam 2 tahun, dan waktu reproduksinya yang pendek. Kelebihan lainnya ialah kandungan karkas domba yang dapat mencapai 40-50 dari total bobot tubuh. Di Indonesia, kebutuhan daging domba masih sangat tinggi. Namun, penyediaan daging tersebut tidak mencukupi jumlahnya. Kebutuhan daging domba Indonesia sejumlah 651.717 ton pada tahun 2009 sedangkan produksinya baru mencapai 54.175 ton Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011a. Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan tersebut, negara kita masih mengimpor daging domba ataupun domba hidup dari luar negeri. Jumlah impor domba pada tahun 2009 adalah 120.025 ekor Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011b. Mengingat kondisi yang telah dipaparkan tersebut, perlu segera dicari alternatif solusi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas domba. Salah satu teknologi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas domba adalah superovulasi. Dengan superovulasi, domba akan memiliki jumlah anak yang lebih banyak dari normal dan memiliki bobot lahir yang lebih baik Andriyanto dan Manalu 2010. Akan tetapi, jumlah anak yang lebih banyak ini diduga akan menyebabkan cekaman tersendiri pada domba hasil disuperovulasi Andriyanto dan Manalu 2011. Akibatnya, anak domba yang dihasilkan oleh induk dengan litter size lebih dari tiga menjadi lebih kecil ukurannya dengan tingkat kematian pascakelahiran yang lebih tinggi. Hal ini harus ditanggulangi terutama pada domba dengan litter size lebih dari tiga agar teknologi superovulasi dapat dioptimalkan. Temulawak secara turun temurun telah menjadi tanaman obat yang banyak digunakan masyarakat Indonesia. Temulawak berkhasiat meningkatkan nafsu makan dan memperlancar produksi cairan empedu yang pada akhirnya meningkatkan aktivitas pencernaan ransum Arifin dan Kardiyono 1985. Manfaat lain temulawak, terutama diperoleh dari kurkuminoid, mampu menghambat pertumbuhan bakteri Wiryawan et al. 2005. Pemberian temulawak pada domba diharapkan akan meningkatkan kondisi pertahanan tubuh dan mencegah infeksi bakteri yang masuk pada domba yang disuperovulasi. Selain itu, diharapkan juga dapat mengurangi cekaman pada induk dengan litter size lebih dari tiga. Dengan demikian, domba hasil superovulasi, terutama yang memiliki litter size lebih dari tiga akan mengalami peningkatan kualitas bakalan yang dihasilkan. Sel darah putih merupakan komponen sistem pertahanan tubuh, baik dalam pertahanan seluler maupun humoral suatu organisme terhadap zat-zat asing Zukesti 2003. Diferensial sel darah putih dapat menggambarkan tingkat cekaman. Tingginya hormon kortisol saat terjadi cekaman dapat mempengaruhi jumlah sel darah putih, di antaranya meningkatnya jumlah netrofil serta menurunnya jumlah limfosit dan eosinofil Zahorec 2001.

1.2. Tujuan Penelitian