Proses Produksi Live-Virus Vaksin

22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sel, protein telur, ragi, antibiotik, atau agen penginaktif. Biasanya, hanya sedikit sekali zat ini terdeteksi dalam produk akhir sediaan vaksin.

2.3.4 Proses Produksi Live-Virus Vaksin

Dalam memproduksi live-virus vaksin, terdapat beberapa unsur signifikan yang harus dilakukan. Pada umumnya, proses manufaktur vaksin ini dibagi menjadi dua proses utama yaitu proses produksi bulk vaksin dari pemanenan virus tunggal single virus harvest dan proses produksi produk obat, dalam hal ini adalah vaksin. Pemanenan virus tunggal dimaksudkan untuk memisahkan virus yang akan digunakan dalam pembuatan vaksin dan virus strain lain yang mungkin hidup bersama dalam suatu kultur induk. Setiap pemanenan virus tunggal, perlu dilakukan uji untuk kontrol setiap batch sel virus yang dihasilkan. Masing-masing virus tunggal diuji secara individu dan disimpan beku pada temperatur yang rendah sampai terformulasi menjadi produk akhir. Stabilitas data dari bulk vaksin biasanya memungkinkan dapat disimpan 18 hingga 36 bulan sehingga memudahkan proses produksi menjadi produk akhir, uji klinis, dan distribusi komersial PATH, 2006. Dalam proses kultur virus tunggal, setidaknya terdapat beberapa tahap utama sebelum akhirnya diperoleh bulk vaksin, yaitu PATH, 2006: 1. Resusitasi sel Resusitasi sel adalah proses reaktifasi sel dari keadaan inaktif karena pembekuan pada temperatur sangat rendah. Resusitasi bertujuan untuk menjaga viabilitas sel. Sel yang digunakan dalam kultur sel dapat berupa sel diploid dan sel kontinu. Sel diploid adalah sel yang dibuat dari embrio hewan, tanaman, atau manusia yang telah diisolasi dan menyediakan lingkungan pertumbuhan yang ideal. Sel kontinu bersifat lebih tahan lama karena diturunkan dari sel tumor. Contoh dari jenis kultur sel ini adalah sel HeLa dan sel vero. Sel ini telah kehilangan banyak sifat aslinya seperti tidak lagi bersifat diploid karena telah kehilangan banyak kromosom. Sel continous menyediakan medium kultur jaringan manusia semistandar untuk studi terkait metabolisme sel, penuaan, dan infeksi sel Bauman, 2012. 23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dalam proses resusitasi biasanya dibutuhkan medium contoh DMEM atau Dulbeccos modiļ¬ed Eagles medium, serum contoh BCS atau Bovine Calf Serum, NaHCO 3 , dan antibiotik. Semua bahan tersebut dicampurkan dengan takaran tertentu dan didistribusikan ke dalam T-flasks. Kemudian sel beku yang digunakan untuk kultur dicairkan, dan dimasukkan ke dalam T- flasks yang berisi medium. Kemudian dilakukan observasi sel dengan menggunakan mikroskop untuk memastikan keadaan sel dan dilakukan inkubasi pada temperatur 37 o C Freshney, 2005. 2. Pasase sel Pasase adalah proses subkultur sel. Pasase dilakukan ketika sel sudah mencapai kondisi konfluen kondisi meratanya sel sebagai sel monolayer sampai menutupi wadah kultur. Pada proses pasase, medium pertumbuhan dikeluarkan dari T-flasks, kemudian sel dicuci dengan menggunakan PBS phosphate buffer saline tanpa Ca 2+ dan Mg 2+ . PBS akan menghilangkan serum yang terkandung di dalam medium. Serum harus dihilangkan agar tidak menganggu kerja tripsin. Setelah sel dicuci dengan PBS, ditambahkan tripsin untuk melepas sel dari permukaan T-flasks. Tripsin memiliki aktivitas proteolitik yang dapat menyebabkan kerusakan protein pada membran sel. Inkubasi suspensi tripsinisasi dilakukan selama 5-8 menit. Waktu inkubasi yang terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan membran sel akibat degradasi membran protein oleh tripsin Hsiang et al, 2010. Pada proses pasase, dilakukan transfer sel ke medium baru. Medium yang digunakan menyediakan nutrisi esensial yang dibutuhkan untuk pembelahan sel seperti asam amino, asam lemak, ion, vitamin, dan kofaktor. Beberapa komponen seperti natrium bikarbonat digunakan sebagai sumber karbonat dan berperan penting dalam menjaga pH dan osmolaritas sel Mather, 1998. Serum digunakan sebagai asupan asam amino, faktor pertumbuhan, vitamin, protein, hormon, lipid, dan mineral. Fungsi utama dari serum adalah menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas selular yang melibatkan hormon dan faktor pertumbuhan, meningkatkan adhesi selular melalui protein spesifik, dan menyediakan protein untuk transport hormon, mineral, dan lipid. Antibiotik yang ditambahkan ke dalam medium kultur berperan untuk 24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mencegah pertumbuhan mikroba. Antibiotik yang diberikan ada dalam jumlah sedikit karena bersifat sitotoksik. Setelah dilakukan penambahan medium baru, sel tersebut diinkubasi kembali pada suhu 37 o C Freshney, 2005. 3. Inokulasi dan kultivasi virus Kultivasi virus dilakukan setelah dilakukan pergantian medium kultivasi. Sebelumnya sel dicuci kemudian virus dimasukkan ke dalam kultur agar dapat menginfeksi sel. Infeksi sel ini akan mengakibatkan CPE cytopathic effect. CPE ditandai dengan adanya perubahan bentuk sel, pelepasan sel dari subtrat, lisis, dan apoptosis. Khusus untuk sel vero yang diinfeksi oleh virus, sel akan terlepas dari substrat Freshney, 2005. 4. Pemanenan virus yang menginfeksi kultur sel Setelah proses inokulasi dan penginfeksian virus pada sel kultur, dapat dilakukan pemanenan virus dengan cara menghilangkan medium, mencuci sel terinfeksi tersebut, kemudian dilakukan tripsinasi dengan tripsin atau EDTA. Didiamkan beberapa saat untuk memberikan waktu kerja dari proses tripsinasi. Terakhir dilakukan pengendapan dan pencucian sel dengan resuspensi dan sentrifugasi Freshney, 2005. 5. Proses downstream purifikasi dan karakterisasi Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengembangan strategi pengolahan hilir downstream, dengan pemahaman bahwa setiap langkah pengolahan yang termasuk di dalamnya mengakibatkan hilangnya viabilitas virus. Tujuan pengolahan hilir di antaranya harus dapat menghilangkan puing-puing sel pada proses pemanenan, mengurangi atau menghilangkan impurities, menghasilkan konsentrat virus, menambahkan virus stabilizer, mensterilkan virus, dan meningkatkan potensi agen adventif PATH, 2006. Penghapusan puing sel dapat dicapai dengan klarifikasi filtrasi atau low-speed sentrifugasi. Bila menggunakan sel vero, asam nukleat dapat dikurangi ukurannya dengan benzonase kemudian dihilangkan melalui ultrafiltrasi menggunakan 50.000 MW membran atau dengan menggunakan kromatografi penukar ion. Hal ini tidak perlu dilakukan bila sel yang digunakan adalah sel diploid. Menghasilkan konsentrat virus diperlukan bila 25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta titer virus dalam pemanenan terlalu rendah untuk diformulasikan menjadi produk akhir atau untuk menghilangkan air yang dapat mengurangi volume penyimpanan. Konsentrat tersebut dapat diperoleh dengan ultrafiltrasi atau ultrasentrifugasi. Larutan virus stabilizer yang biasanya mengandung sukrosa ditambahkan untuk membantu mempertahankan kestabilan virus selama proses penyimpanan -60 o C sebagai konsentrat vaksin monovalen. Terakhir, preparasi vaksin harus dilakukan sterilisasi menggunakan filtrasi PATH, 2006. Dalam hal karakterisasi, ada enam persyaratan utama yang perlu dilakukan dan diperhatikan, yaitu demonstrasi dalam hal tidak adanya kontaminasi silang, konfirmasi spesies atau strain, korelasi dengan jaringan asal, penentuan apakah virus mengalami perubahan atau transformasi, indikasi apakah virus rentan terhadap ketidakstabilan genetik dan variasi fenotipik, terakhir adalah mengidentifikasi virus tertentu dalam kelompok yang sama strain yang bebeda Freshney, 2005. Setelah serangkaian proses produksi virus tunggal tersebut selesai, dilakukan proses pembekuan sehingga diperoleh bulk vaksin monovalen beku yang stabil agar dapat disimpan sebelum diformulasikan menjadi produk akhir. Proses manufaktur vaksin dilanjutkan dengan proses produksi produk akhir dimulai dengan mencairkan sejumlah bulk vaksin beku. Kemudian dicampurkan konsentrat vaksin tersebut ke dalam mixing vessel. Konsentrat vaksin kemudian dilarutkan dengan pelarut yang sesuai dan ditambahkan dengan virus stabilizer dan eksipien lain sesuai dengan kekuatan dan potensi yang diinginkan. Formula vaksin tersebut kemudian diisi sesuai dengan dosis akhir kemasan. Dilakukan lypophilize vial apabila proses ini dibutuhkan. Setelah itu sediaan vaksin diberi label dan dievaluasi. Sediaan akhir vaksin disimpan pada temperatur yang sesuai untuk menjaga viabilitas virus PATH, 2006.

2.3.5 Vaksin Rotavirus