14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rotavirus juga sangatlah penting. Dari hasil studi-studi epidemiologi diawal tahun 1990 menunjukkan dominasi dari rotavirus strain G1-G4, tetapi setelah itu strain
P[8]G9 atau P[6]G9 muncul di seluruh dunia dan rotavirus strain G9 terdeteksi sebanyak 4,1 dari seluruh isolat dalam studi baru-baru ini. Seperti yang telah
dilaporkan oleh dunia, di Indonesia distribusi penyebaran genotip rotavirus tipe G dan tipe P pun sama, yakni tipe G1, G2, G3, G4, G9 dan tipe P[4], P[6], P[8],
dengan rotavirus tipe G1 dan tipe P[8] adalah strain yang paling sering muncul Radji, et al., 2010. Strain baru G12, terdeteksi pula di India baru-baru ini dan
frekuensi kemunculannya meningkat, dimana hal ini merepresentasikan kemungkinan kemunculan genotip rotavirus yang lain dan menjadi tantangan saat
ini dan masa depan, terkait vaksin rotavirus Angel, et al., 2007. Infeksi simtomatik merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada
anak-anak antara umur 6 bulan sampai 2 tahun, dan penularan tampaknya terjadi melalui jalur fekal-oral. Infeksi nosokomial juga sering terjadi. Menjelang umur 3
tahun, 90 anak-anak mempunyai antibodi serum terhadap satu tipe rotavirus atau lebih. Manusia dan hewan dapat terinfeksi sekalipun memiliki antibodi.
Reinfeksi rotavirus umum terjadi, di mana bayi dapat mengalami reinfeksi sampai 5x sampai umur 2 tahun. Faktor-faktor imun lokal, misalnya IgA sekretorik atau
interferon, penting dalam perlindungan terhadap infeksi rotavirus. Selain itu reinfeksi bila ada antibodi yang beredar dapat menggambarkan adanya serotipe
ganda virus. Infeksi asimtomatik sering terjadi pada bayi sebelum berumur 6 bulan, di saat antibodi protektif ibu didapat secara pasif oleh bayi yang baru lahir.
Infeksi neonatal semacam itu tidak mencegah reinfeksi. Antibodi rotavirus telah dideteksi dalam susu ibu sampai 9 bulan setelah melahirkan. Imunitas yang
didapatkan sewaktu anak-anak ini menyebabkan infeksi rotavirus relatif jarang terjadi pada orang dewasa Brooks, 2007.
2.2.3 Respon Imun Tubuh
Efektor imunologi yang dapat mencegah penyakit yang disebabkan oleh rotavirus sebagian telah dapat diidentifikasi, terutama melalui studi dengan
menggunakan model hewan. Meskipun demikian, respon imun pada manusia masih kurang dapat dipahami Ward, et al., 2008. Beberapa hasil studi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengemukakan bahwa infeksi akut rotavirus di dalam tubuh dapat menimbulkan respon imun humoral yang terdiri dari antibodi imunoglobulin IgM, IgG, dan
IgA, dan respon imun rotavirus-spesifik sel T sitotoksik pada lamina propria jaringan usus Desselberger, 2000. Mekanisme respon imun pada tubuh manusia
secara umum diasumsikan bahwa efektor imunologi tersebut aktif di mukosa usus. Hal ini dikarenakan rotavirus bereplikasi di dalam enterosit usus, sehingga respon
imun paling nyata pada tubuh manusia terhadap rotavirus adalah sekresi IgA pada usus. Pada tubuh manusia, titer IgA rotavirus serta IgG rotavirus dilaporkan
terdeteksi pada serum dan berkolerasi terhadap perlindungan rotavirus setelah terjadi infeksi alami rotavirus Ward, et al., 2008.
Protein rotavirus yang memiliki sifat imunogenik terbesar adalah VP6, namun protein ini tidak menstimulasi netralisasi serum antibodi tubuh. Meskipun
telah dilaporkan demikian, antibodi IgA dengan protein VP6 secara langsung dapat memberikan perlindungan dengan mekanisme yang belum dapat dipahami
secara jelas yang diduga melibatkan inhibisi replikasi intraseluler rotavirus dalam enterosit yang terinfeksi selama antibodi berjalan menuju lumen usus. Sedangkan
antibodi yang ditujukan langsung pada protein VP4 atau VP7 dapat merangsang netralisasi virus serum antibodi dan diyakini memberikan perlindungan dengan
mekanisme netralisasi klasik. Kedua protein tersebut juga dapat menginduksi respon serotipe, baik serotipe spesifik maupun serotipe silang Ward, et al., 2008.
Studi pada bayi dengan infeksi alami rotavirus sangat penting untuk memahami kekebalan tubuh terhadap rotavirus. Tingkat serum spesifik IgA
rotavirus terdeteksi setelah infeksi alami pada anak-anak yang berkorelasi dengan tingkat IgA usus, sehingga beberapa penelitian mengemukakan bahwa tingkat
serum IgA memberikan korelasi terhadap respon perlindungan. Setelah terjadi respon antibodi IgA dalam tubuh, perkembangan sistem proteksi antibodi tubuh
terhadap rotavirus dilanjutkan dengan respon sel T terhadap rotavirus Angel, et al., 2007.
Studi respon sel T spesifik rotavirus pada manusia, menggunakan uji flow- cytometry sitokin intraseluler dan ELISPOT, menunjukkan bahwa baik pada tubuh
yang sehat maupun tubuh yang terinfeksi rotavirus pada manusia dewasa, memiliki sel T spesifik rotavirus CD4
+
dan CD8
+
dengan frekuensi relatif rendah
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang mensekresikan interferon IFN- , bukan interleukin IL-13 atau IL-4.
Sedangkan pada anak-anak dengan gastroenteritis akibat rotavirus, jumlah sel-sel tersebut sangat rendah atau tidak terdeteksi. Akibatnya, pola sitokin yang
disekresikan oleh CD4
+
sel T spesifik rotavirus pada anak-anak tidak dapat jelas digambarkan, bisa hanya berupa campuran T-helper1 T
h
1 dan T
h
2 Angel, et al., 2007.
Studi terbaru yang membandingkan pola ekspresi gen dalam sel mononuklear darah perifer pada anak dengan penyakit diare akibat infeksi
rotavirus dan anak yang sehat menunjukkan bahwa pada anak dengan infeksi rotavirus mengalami peningkatan ekspresi gen yang terlibat dalam diferensiasi,
pematangan, aktivasi, dan ketahanan sel B, tetapi terjadi penurunan mRNA untuk gen yang terlibat dalam berbagai tahap perkembangan sel T. Selain itu, studi ini
juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah limfosit total dan penurunan proporsi jumlah sel T CD4
+
dan CD8
+
pada sel mononuklear darah perifer, sehingga diketahui bahwa rotavirus dapat mengubah homeostasis sel T. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa respon sel T terhadap rotavirus pada anak yang terinfeksi rotavirus memiliki intensitas yang rendah, namun respon sel T terhadap
rotavirus lebih kuat pada orang dewasa yang sehat Angel, et al., 2007.
2.3 Vaksin