Tempat Penelitian Analisis Trend

3.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk yang berlokasi di Menara Bank Danamon Jl. Prof. Dr. Satrio Kav. E4 No 6 Mega Kuningan Jakarta. Penelitian ini menganalisis tingkat kesehatan bank tersebut dengan menggunakan pendekatan metode CAMELS.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan studi literatur dan dokumentasi laporan keuangan. Data yang digunakan pada penelitian adalah data sekunder berupa laporan keuangan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk periode 2006-2010. Data sekunder tersebut diperoleh dari publikasi PT Bank Danamon Indonesia, Tbk di situs www.danamon.co.id. Data sekunder yang lain digunakan sebagai penunjang dalam penelitian seperti studi literatur melalui internet dan bahan pustaka. 3.4. Alat Analisis Pada penelitian ini, data diolah secara kuantitatif menggunakan perangkat lunak seperti Microsoft excel dan Minitab 14. Berdasarkan laporan keuangan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk , dihitung rasio-rasio keuangan yang termasuk pada faktor CAMELS untuk menilai tingkat kesehatan bank tersebut. Rasio-rasio keuangan tersebut adalah CAR, NPA, ROA, ROE, NIM, BOPO, dan LDR. Hasil perhitungan kemudian dianalisis secara deskriptif. Kemudian dilakukan analisis trend untuk mendapatkan proyeksi kinerja bank di masa yang akan datang.

3.4.1 Penilaian faktor Permodalan Capital :

Penilaian pada faktor permodalan Capital adalah dengan memperhitungkan Capital Adequecy Rasio CAR. CAR merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktivitas bank yang mengandung resiko kredit,penyertaan,surat berharga,tagihan pada bank lain ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman utang, dan lain-lain. Berdasarkan SE BI No.330DPNP tanggal 14 Desember 2001, rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor permodalan pada Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004, standar untuk KPMM Kecukupan Pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum adalah sebagai berikut : Peringkat 1 : Rasio KPMM lebih tinggi sangat signifikan dibandingkan dengan rasio KPMM yang ditetapkan dalam ketentuan. Peringkat 2 : Rasio KPMM lebih tinggi cukup signifikan dibandingkan dengan rasio KPMM yang ditetapkan dalam ketentuan. Peringkat 3 : Rasio KPMM lebih tinggi secara marjinal dibandingkan dengan rasio KPMM yang ditetapkan dalam ketentuan 8 ≤ KPMM ≤ 9. Peringkat 4 : Rasio KPMM di bawah ketentuan yang berlaku. Peringkat 5:Rasio KPMM dibawah ketentuan yang berlaku dan bank cenderung menjadi tidak solvable.

3.4.2 Penilaian Faktor Kualitas Aset Asset Quality

Parameter pada penilaian faktor kualitas asset Asset Quality adalah rasio NPA atau rasio aktiva produktif bermasalah. Rasio ini menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktif bermasalah terhadap total aktiva produktif. Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas aktiva produktif yang menyebabkan PPAP yang tersedia semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermaslah semakin besar. Aktiva produktif bermasalah adalah aktiva produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet Hariani Iswi, 2010. Berdasarkan SE BI No.330DPNP tanggal 14 Desember 2001, rasio NPA didapatkan dari rumus sebagai berikut : CAR = Modal Bank : Total ATMR x 100 ………………………………1 NPA = Aktiva Produktif Bermasalah : Total Aktiva Produktif x 100 ………………………….2 Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor kualitas asset pada Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004, standar untuk rasio NPA didapatkan sebagai berikut : Peringkat 1 : Perkembangan rasio sangat rendah. Peringkat 2 : Perkembangan rasio rendah. Peringkat 3 : Perkembangan rasio moderat atau rasio berkisar antara 5 persen sampai dengan 8 persen. Peringkat 4 : Perkembangan rasio cukup tinggi. Peringkat 5 : Perkembangan rasio tinggi.

3.4.3. Penilaian Faktor Rentabilitas Earnings

Empat rasio yang digunakan sebagai acuan penilaian faktor Rentabilitas Earnings adalah rasio ROA, ROE, NIM dan BOPO. Faktor Rentabilitas merupakan faktor yang menentukan laba yang diperoleh oleh bank. 1. Return On Assets ROA Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan laba secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset. Rasio ROA dirumuskan berdasarkan SE BI No.330DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut : Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan faktor rentabilitas pada Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004, standar untuk rasio ROA adalah sebagai berikut : Peringkat 1 : Perolehan laba sangat tinggi. Peringkat 2 : Perolehan laba tinggi. Peringkat 3 : Perolehan laba cukup tinggi, atau rasio ROA berkisar antara 0,5 persen sampai dengan 1,25 persen. ROA = Laba Sebelum Pajak : Rata-rata Total Aset x 100 …………….3 Peringkat 4 : Perolehan laba bank rendah atau cenderung mengalami kerugian ROA mengarah negatif Peringkat 5 : Bank mengalami kerugian yang besar ROA negatif 2. Return On Equity ROE ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio ROE banyak diamati oleh para pemegang saham bank serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan. Dengan demikian, rasio ROE ini merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Berdasarkan SE BI No.330DPNP tanggal 14 Desember 2011, rumus ROE didapatkan sebagai berikut : Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor rentabilitas pada Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk rasio ROE sebagai berikut : Peringkat 1 : Perolehan laba sangat tinggi. Peringkat 2 : Perolehan laba tinggi. Peringkat 3 : Perolehan laba cukup tinggi, atau rasio ROE berkisar antara 5 persen sampai dengan 12,5 persen. Peringkat 4 : Perolehan laba bank rendah atau cenderung mengalami kerugian ROE mengarah negatif. Peringkat 5 : Bank mengalami kerugian yang besar ROE negatif 3. Net Interest Margin NIM Net Interest Margin adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola Aktiva Produktif untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka semakin ROE = Laba Setelah Pajak : Rata-rata Ekuitas x 100 ………………4 meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin kecil Hariani Iswi, 2010. Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No.330DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut: Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan faktor rentabilitas pada Surat Edaran Bank Indonseia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk NIM sebagai berikut : Peringkat 1 : Marjin bunga bersih sangat tinggi. Peringkat 2 : Marjin bunga bersih tinggi. Peringkat 3 : Marjin bunga besih, atau rasio NIM berkisar antara 1,5 persen sampai dengan 2 persen. Peringkat 4 : Marjin bunga bersih rendah mengarah negatif. Peringkat 5 : Marjin bunga bersih sangat rendah atau negatif. 4. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional BOPO BOPO adalah rasio efisiensi. Rasio ini mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No.330DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut : Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor rentabilitas pada Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk rasio BOPO sebagai berikut : Peringkat 1 : Tingkat efisiensi sangat baik. Peringkat 2 : Tingkat Efisiensi baik. NIM = Pendapatan Bunga Bersih : Aktiva Produktif x 100 ………… 5 BOPO = Biaya Operasioanal : Pendapatan Operasional x 100 ………6 Peringkat 3 : Tingkat efisiensi cukup baik atau rasio BOPO berkisar antara 94 persen sampai dengan 96 persen. Peringkat 4 : Tingkat efisiensi buruk. Peringkat 5 : Tingkat efisiensi sangat buruk.

3.4.4. Penilaian Faktor Likuiditas Liquidity

Penilaian faktor likuiditas Liquidity didasarkan pada perhitungan rasio LDR atau Loan to Deposit Rasio. LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank dan menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No.330DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut : Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor likuiditas pada Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk rasio LDR sebagai berikut : Peringkat 1 : 50 persen Rasio ≤ 75 persen. Peringkat 2 : 75 persen Rasio ≤ 85 persen. Peringkat 3 : 85 persen Rasio ≤ 100 persen atau Rasio ≤ 50 persen. Peringkat 4 : 100 persen Rasio ≤ 120 persen. Peringkat 5 : Rasio 120 persen.

3.5. Analisis Trend

Analisis trend didapatkan dengan menentukan tahun dasar sebagai pembanding, kemudian dicari angka indexnya. Rumus untuk mencari Angka Index adalah sebagai berikut Kasmir, 2008: LDR = Total Kredit : Total Dana Pihak Ketiga x 100 ……………………7 Angka Index = Tahun pembanding Tahun dasar X 100...................................8 Pengolahan data pada analisis trend dilakukan dengan menggunakan bantuan software minitab 14. Analisis trend dilakukan terhadap empat model yaitu Linier, Quadratic, Exponensial Growth, dan S-Curve. Pemilihan model didasarkan pada pemilihan nilai MAPE, MAD, dan MSD yang paling kecil. Penjelasan MAPE, MAD, dan MSD adalah sebagai berikut : • MAPE Mean Absolute percentage Error Merupakan pengukuran ketelitian dengan cara rata-rata presentase kesalahan absolut yang menunjukkan rata-rata kesalahan absolut prakiraan dalam bentuk presentasenya terhadap data aktual. • MAD Mean Absolute Deviation Merupakan penjumlahan kesalahan tanpa menghiraukan tanda aljabarnya dibagi dengan banyaknya data yang diamati. • MSD Mean Squared Deviation Merupakan rata-rata dari nilai kuadrat simpangan yang memperkuat pengaruh angka-angka kesalahan besar, tapi memperkecil angka kesalahan prakiraan yang kecil kurang dari satu unit. MSD = ∑ � � 2 �

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

PT Bank Danamon Indonesia, Tbk didirikan pada tahun 1956 sebagai Bank Kopra Indonesia. Di tahun 1976 nama tersebut kemudian diubah menjadi PT Bank Danamon Indonesia. Di tahun 1988, Bank Danamon menjadi bank devisa dan setahun kemudian mencatatkan diri sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta. Sebagai akibat dari krisis keuangan Asia di tahun 1998, pengelolaan Bank Danamon dialihkan di bawah pengawasan Bandan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN sebagai BTO Bank Taken Over. Di tahun 1999, Pemerintah Indonesia melalui BPPN, melakukan rekapitalisasi sebesar 32,2 triliun dalam bentuk obligasi pemerintah. Sebagai bagian dari program restrukturisasi, di tahun yang sama PT Bank PDFCI, sebuah BTO yang lain, dilebur menjadi bagian dari Bank Danamon. Kemudian di tahun 2000, delapan BTO lainnya Bank Tiara, PT Bank Duta Tbk, PT Bank Rama Tbk, PT Bank Tamara Tbk, PT Bank Nusa Nasional Tbk, PT Bank Pos Nusantara, PT Jayabank Internasional, dan PT Bank Risjad Salim Internasional dilebur ke dalam Bank Danamon. Sebagai bagian dari paket merger tersebut, Danamon menerima program rekapitalisasinya yang ke dua dari Pemerintah melalui injeksi modal sebesar Rp 28,9 triliun. Sebagai survivingentity, Bank Danamon bangkit menjadi salah satu bank swasta terbesar di Indonesia. Selanjutnya, Bank Danamon terus melakukan upaya restrukturisasi yang mencakup aspek manajemen, karyawan, organisasi, sistem, dan identitas perusahaan. Upaya tersebut berhasil meletakkan landasan dan insfrastruktur yang baru guna mendukung pertumbuhan berdasarkan prinsip transparansi, tanggung jawab, integritas dan profesionalisme. Di tahun 2003, Asia Financial Indonesia Pte. Ltd mengakuisisi Danamon, melalui konsorsium Fullerton Financial Holdings, anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Temasek Holdings dan Deutsche Bank AG yang merupakan pemegang saham pengendali. Setelah melakukan evaluasi menyeluruh di bawah manajemen yang baru, visi baru diluncurkan dan strategi baru dikembangkan dengan model bisnis spesifik untuk masing-masing segmen pasar. Sejalan dengan arahnya yang baru, pada tahun