Jumlah Latisifer Prosedur Penelitian .1 Analisis Histologi

Tabel 2. Pengaruh pemberian JA, NAA dan kombinasinya terhadap diferensiasi latisifer pada klon karet PB 260 dan IRR 42. Perlakuan KLON Rataan PB 260 IRR 42 Kontrol 16,78 13,22 15,00 d JA 27,45 22,11 24,78 b NAA 21,11 17,78 19,45 c JA+NAA 36,11 26,67 31,39 a Rataan 25,36a 19,95b 22,65 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kelompok perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncans Multiple Range Test pada taraf α 5 Pada Hevea, latisifer diketahui terdapat didalam semua organ tanaman termasuk batang, daun, bunga dan buah Gomez, 1982. Latisifer pada Hevea brasiliensis tergolong kedalam tipe saluran getah berbuku dan beranastomosis yang saling berartikulasi dengan susunan yang spesifik dimana masing-masing saluran getah berbuku mengadakan hubungan lateral satu sama lain dan membentuk stuktur seperti jala atau retikulum Setjo dkk, 2004; Priyadarshan, 2011; Gomez, 1982. Pada sayatan melintang kulit dari hevea, latisifer memiliki bentuk agak bundar yang terletak berdekatan dengan parenkim. Latisifer disusun pada baris-baris yang teratur sejajar dengan kambium. Hevea memiliki cincin latisifer yang konsentris. Masing-masing cincin atau baris dipisahkan oleh sieve elements dan parenkim floem Gomez, 1982. Berdasarkan penelitian Hao Wu 2000 dan Wijayati 2005, JA dan auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang menginduksi pertambahan jumlah sel-sel sekretori tanaman. Kombinasi JA dan auksin dalam konsentrasi 1000 ppm merupakan kombinasi yang bekerja secara searah dan memberikan respon balik yang positif terhadap pertambahan jumlah latisifer pada tanaman Hevea brasiliensis . Menurut Hao Wu 2000, pada batang aplikasi JA menginduksi pembentukan baris-baris latisifer pada floem sekunder. Ini membuktikan bahwa laju diferensiasi latisifer dari kambium vaskuler dipengaruhi oleh JA. Hao Wu melakukan penelitian lanjutan menggunakan JA dalam beberapa tingkatan konsentrasi dan beberapa tingkatan pertumbuhan batang dan daun. Diketahui bahwa, JA menginduksi diferensiasi latisifer primer dan sekunder pada masing- masing tingkatan pertumbuhan batang dan daun pada konsentrasi 0,005. Penelitian yang hampir serupa dilakukan oleh Wei-Min et al 2003, aplikasi JA menginduksi baris latisifer sekunder pada floem sekunder yang dilukai. Baris latisifer sekunder yang terbentuk sangat dekat dengan kambium, berjumlah lebih banyak, berukuran lebih kecil dan berisi sedikit karet yang ditandai dengan warna coklat yang terang. Dari berbagai proses, jasmonat eksogen juga menghambat perkecambahan biji, pertumbuhan kalus, pertumbuhan akar, fotosintesis, dan biosintesis dari ribulosabifosfat karboksilase. Beberapa efek mungkin terjadi karna respon stres akibat pemberian jasmonat dengan konsentrasi yang terlalu tinggi. Sifat sistemik Jasmonat pada tanaman masih belum dapat dijelaskan secara pasti. Jasmonat mungkin merupakan salah satu substansi yang diangkut dalam tanaman. Tidak diketahui apakah jasmonat mengalami mobilisasi atau tidak didalam tubuh tumbuhan Davies, 1995. Inisiasi latisifer dari kambium pada pohon yang matang sadap merupakan suatu proses yang teratur Gomez, 1982. Menurut Wattimena 1988, auksin berperan pada pertumbuhan sekunder tanaman termasuk pembelahan sel-sel didaerah kambium. Ditambahkan dalam penelitian wijayati 2005, konsentrasi auksin dalam bentuk IAA sebesar 300 ppm memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah sel sekretori pada rimpang C. domestica yang terletak menyebar baik diantara jaringan dasar dari parenkim korteks maupun jaringan dasar stele.

4.1.3 Diameter Latisifer

Pengukuran diameter latisifer dilakukan pada penampang melintang kulit batang tanaman. Besarnya diameter diukur searah dengan sintesis latisifer dari kambium menuju bagian epidermis. Hasil analisis data penghitungan dan hasil sidik ragam diameter latisifer Lampiran 16, 17 menunjukkan bahwa faktor perlakuan jenis zat pengatur tumbuh berpengaruh terhadap diameter latisifer. Jenis klon yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap diameter latisifer, sedangkan jenis perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap diameter latisifer Tabel 3.. Respon perlakuan JA, NAA dan JA+NAA berbeda nyata terhadap kontrol perlakuan. Perlakuan kontrol memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan perlakuan JA, NAA dan kombinasinya pada kedua klon. Jika dikaitkan dengan parameter sebelumnya, perlakuan kontrol memiliki jumlah latisifer yang sedikit dan memiliki diameter yang besar. Dengan demikian induksi zat pengatur tumbuh yang diberikan mengakibatkan pertambahan jumlah latisifer dan membuat ukurannya semakin kecil. Diameter latisifer yang bertambah kecil diduga karena aktifitas pembelahan sel-sel latisifer yang meningkat. Tabel 3. Pengaruh pemberian JA, NAA dan kombinasinya terhadap ukuran diameter pada klon karet PB 260 dan IRR 42. Perlakuan KLON Rataan PB 260 IRR 42 Kontrol 36,09 44,43 40,26a JA 30,79 32,21 31,50b NAA 30,53 33,23 31,88b JA+NAA 27,07 31,77 29,42b Rataan 31,12a 35,41a 33,26 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kelompok perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncans Multiple Range Test pada taraf α 5 Parameter-parameter histologi merupakan komponen yang penting untuk menentukan karakter produksi pada beberapa progeni tanaman Hevea brasiliensis. Menurut Sethuraj Mathew 1992, salah satu parameter histologi yang juga penting adalah diameter latisifer. Besaran diameter pembuluh lateks sangat dipegaruhi oleh umur tanaman Woelan dan Sayurandi, 2009. Menurut Evans et al. 1984, dua hormon yang digabungkan dan diaplikasikan mungkin bekerja secara masing-masing atau mungkin berinteraksi dalam mempengaruhi proses yang sama. Ketika dua hormon memberikan pengaruh yang sebanding saat diperlakukan secara tunggal, dapat diartikan bahwa gabungan dari kedua hormon tersebut bekerja secara masing-masing dalam mempengaruhi suatu proses, tetapi ketika gabungan hormon menunjukkan hasil yang lebih besar atau lebih sedikit dibandingkan jumlah respon yang ditimbulkan pada masing-masing hormon maka proses tersebut dipengaruhi oleh interaksi dari kedua hormon. Karakteristik auksin terhadap jaringan batang adalah sebagai promotor pemanjangan sel dalam 10 sampai 20 menit setelah aplikasi yang diikuti dengan peningkatan pembentukan dinding sel, perenggangan dinding sel dan sekresi ion

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 64 58

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Pada Komposisi Media Dan Genotipe Berbeda

0 43 86

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus Di Desa Huta II Tumorang, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun)

2 56 84

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 65 57

Analisis Histologi Dan Fisiologi Latisifer Pada Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis)

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) 2.1.1. Biologi Karet - Analisis Histologi Dan Fisiologi Latisifer Pada Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis)

0 1 8