BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan tentang pengamatan histologis yang meliputi tebal kulit, jumlah latisifer dan diameter latisifer dan pengamatan
fisiologis yang meliputi kandungan fosfat, kandungan sukrosa dan produksi karet pada tanaman karet Hevea brasiliensis didapatkan hasil sebagai berikut:
4.1 Analisis Histologi 4.1.1 Tebal Kulit
Pengukuran tebal kulit tanaman dilakukan secara mikroskopis menggunakan mikroskop cahaya. Klon PB 260 merupakan tipe klon penghasil lateks dengan
tingkat metabolisme yang tinggi. Sedangkan klon IRR 42 merupakan tipe klon penghasil lateks dan kayu dengan tingkat metabolisme yang cenderung lebih
rendah jika dibandingkan dengan klon PB260. Hasil data perhitungan dan sidik ragam menunjukkan bahwa tebal kulit tanaman dipenaruhi oleh jenis klon
Lampiran 18, 19. Pengaruh faktor perlakuan jenis klon berpengaruh nyata terhadap tebal
kulit tanaman Tabel 1. Secara visual terlihat bahwa klon IRR 42 pada umumya memiliki ukuran lilit batang yang lebih besar dibandingkan klon PB 260. Tebal
kulit tanaman ini mungkin disebabkan oleh perbedaan genetik antara kedua klon dan ukuran lilit batang pada masing-masing klon. Terjadi pengalihan substansi-
substansi tanaman tertentu kedalam mekanisme pembentukan sel-sel pada jaringan kulit sehingga terjadi penebalan pada bagian kulit.
Pada pengaruh faktor perlakuan jenis zat pengatur tumbuh JA, NAA dan kombinasinya tidak berpengaruh nyata terhadap tebal kulit tanaman karet.
Pemberian JA pada klon PB 260 dan IRR 42 justru menyebabkan penurunan tebal kulit tanaman. JA diduga mengalihkan proses metabolik tanaman dalam
pembentukan sel-sel kulit kedalam proses diferensiasi kambium menjadi latisifer.
Tabel 1. Pengaruh pemberian JA, NAA dan kombinasinya terhadap tebal kulit tanaman pada klon karet PB 260 dan IRR 42.
Perlakuan KLON
Rataan PB 260 IRR 42
Kontrol 880,54
1601,23 1240,89a
JA 860,64
1199,63 1030,13a
NAA 917,26
1450,39 1183,82a
JA+NAA 892,44
1440,94 1166,69a
Rataan 887,72a
1423,05b 1155,38
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kelompok perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncans Multiple Range Test pada
taraf α 5
Karakteristik pada kulit karet yang memiliki pengaruh terhadap potensi produksi lateks adalah tebal kulit dan jumlah cincin pembuluh lateks Dalin et al.,
2010. Kulit merupakan faktor yang sangat penting diamati terutama ketebalannya karena latisifer yang mengandung lateks terdapat pada kulit Woelan dan
Sayurandi, 2009. Jumlah baris latisifer berkurang seiring dengan peningkatan pengambilan
sampel dengan jarak yang tidak teratur. Baris-baris latisifer yang satu dengan yang lain memiliki korelasi positif terhadap ketebalan kulit tanaman Gomez,
1982. Biasanya pertumbuhan tebal kulit akan mengikuti pertumbuhan lilit batang Woelan dan Sayurandi, 2009.
Kulit berkembang dengan cara yang sama dalam setiap kasus meskipun kecepatannya berbeda dibawah pengaruh intensitas stimulasi ethrel dan auksin
2,4 D d’Auzac et al, 1989. Pada penelitian ini, auksin dalam bentuk NAA pada konsentrasi 1000 ppm juga menghasilkan pertambahan tebal kulit paling
besar meskipun dengan perbedaan yang tidak nyata jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain pada klon PB 260. Auksin secara eksogen akan
mempengaruhi kadar auksin endogen. Pemberian ZPT pada konsentrasi tertentu akan menstimulasi pertumbuhan tanaman, karena meningkatkan level hormon
endogen Wattimena, 1982. Auksin dalam bentuk IAA pada konsentrasi 50 ppm menyebabkan pertambahan tebal kulit yang nyata pada klon PB 260 tanaman
Hevea brasiliensis Koryati, 2004. Dibutuhkan konsentrasi zpt yang tepat untuk
dapat menginduksi suatu proses pertumbuhan dan perkembangan. Mungkin
diperlukan beberapa tingkatan konsentrasi NAA untuk menghasilkan pertambahan tebal kulit yang lebih besar.
Ketebalan kulit bertambah seiring dengan pertambahan usia tanaman. Pertumbuhan tebal kulit merupakan karakteristik spesifik pada klon tertentu.
Tujuan melakukan evaluasi ketebalan kulit adalah untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai kulit yang cukup tebal sehingga diharapkan menghasilkan baris-
baris latisifer yang lebih banyak. Tanaman dengan kulit yang terlalu titpis tidak diharapkan karena berpotensi besar untuk terjadi pelukaan kambium pada saat
penyadapan Kurnia, 2011. Menurut Woelan dan Sayurandi 2009, anatomi kulit saat tanaman belum
menghasilkan juga perlu diketahui. Kesalahan dalam mengeksploitasi kulit akan mengganggu produksi lateks selama umur ekonomi tanaman.
4.1.2 Jumlah Latisifer
Analisis histologi latisifer pada klon PB 260 dan IRR 42 dilakukan pada tunas lateral berumur 50 hari dari tanaman muda usia 4 tahun. Diferensiasi latisifer
dapat dilihat dari pertambahan jumlah latisifer yang dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor musim, faktor genetik dan zat pengatur tumbuh. Hasil
analisis data penghitungan dan hasil sidik ragam jumlah latisifer Lampiran 14, 15 menunjukkan bahwa faktor perlakuan jenis klon dan faktor perlakuan jenis zat
pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap jumlah latisifer. Jenis klon dan zat pengatur tumbuh yang diberikan berpengaruh nyata
terhadap jumlah latisifer Tabel 2. Respon klon PB 260 terhadap perlakuan berbeda nyata dengan klon IRR 42 dan perlakuan JA, NAA dan kombinasinya
berbeda nyata terhadap kontrol perlakuan. JA, NAA dan kombinasinya menyebabkan pertambahan jumlah latisifer pada kedua klon. Perlakuan yang
paling baik dalam menginduksi diferensiasi latisifer pada kedua klon adalah kombinasi JA+NAA diikuti oleh JA dan NAA dengan jumlah latisifer berturut-
turut 31,39, 24,78 dan 19,45. Pertambahan jumlah pembuluh lateks mengindikasikan terjadinya peningkatan aktivitas diferensiasi sel-sel parenkim
atau sel-sel floem menjadi latisifer.
Tabel 2. Pengaruh pemberian JA, NAA dan kombinasinya terhadap diferensiasi latisifer pada klon karet PB 260 dan IRR 42.
Perlakuan KLON
Rataan PB 260
IRR 42
Kontrol 16,78
13,22 15,00 d
JA 27,45
22,11 24,78 b
NAA 21,11
17,78 19,45 c
JA+NAA 36,11
26,67 31,39 a
Rataan 25,36a
19,95b 22,65
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kelompok perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Duncans Multiple Range Test pada
taraf α 5
Pada Hevea, latisifer diketahui terdapat didalam semua organ tanaman termasuk batang, daun, bunga dan buah Gomez, 1982. Latisifer pada Hevea
brasiliensis tergolong kedalam tipe saluran getah berbuku dan beranastomosis
yang saling berartikulasi dengan susunan yang spesifik dimana masing-masing saluran getah berbuku mengadakan hubungan lateral satu sama lain dan
membentuk stuktur seperti jala atau retikulum Setjo dkk, 2004; Priyadarshan, 2011; Gomez, 1982. Pada sayatan melintang kulit dari hevea, latisifer memiliki
bentuk agak bundar yang terletak berdekatan dengan parenkim. Latisifer disusun pada baris-baris yang teratur sejajar dengan kambium. Hevea memiliki cincin
latisifer yang konsentris. Masing-masing cincin atau baris dipisahkan oleh sieve elements
dan parenkim floem Gomez, 1982. Berdasarkan penelitian Hao Wu 2000 dan Wijayati 2005, JA dan
auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang menginduksi pertambahan jumlah sel-sel sekretori tanaman. Kombinasi JA dan auksin dalam konsentrasi 1000 ppm
merupakan kombinasi yang bekerja secara searah dan memberikan respon balik yang positif terhadap pertambahan jumlah latisifer pada tanaman Hevea
brasiliensis .
Menurut Hao Wu 2000, pada batang aplikasi JA menginduksi pembentukan baris-baris latisifer pada floem sekunder. Ini membuktikan bahwa
laju diferensiasi latisifer dari kambium vaskuler dipengaruhi oleh JA. Hao Wu melakukan penelitian lanjutan menggunakan JA dalam beberapa tingkatan
konsentrasi dan beberapa tingkatan pertumbuhan batang dan daun. Diketahui bahwa, JA menginduksi diferensiasi latisifer primer dan sekunder pada masing-