3.4.2.6 Perhitungan Konsentrasi Sukrosa
Konsentrasi sukrosa dihitung dengan menggunakan rumus:
3.4.2.7 Analisis Produksi KaretSadapTunas Lateral
Analisis produksi karet dilakukan dengan menggunakan metode Balai Penelitian Sungei Putih yang telah dimodifikasi. Tunas lateral tanaman disayat
pada bagian yang diberi perlakuan. Tetesan lateks yang keluar ditampung menggunakan kertas saring yang telah ditimbang beratnya hingga lateks berhenti
mengalir. Lateks yang tertampung diatas kertas saring ditimbang untuk mendapati berat basah lateks. Lateks yang tertampung pada kertas saring dikeringkan
didalam oven selama 1 jam pada suhu 100-105ÂșC. Ditimbang berat kering lateks dan dipersentasekan kandungan karet yang terdapat pada lateks.
3.4.2.8 Persentase Produksi KaretSadapTunas Lateral
Persentase produksi karet dihitung dengan menggunakan rumus: Produksi Karet = Berat kering Berat basah X 100
Konsentrasi Sukrosa mM = Abs
627 nm
X 0,46 mM X Faktor pengenceran
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan tentang pengamatan histologis yang meliputi tebal kulit, jumlah latisifer dan diameter latisifer dan pengamatan
fisiologis yang meliputi kandungan fosfat, kandungan sukrosa dan produksi karet pada tanaman karet Hevea brasiliensis didapatkan hasil sebagai berikut:
4.1 Analisis Histologi 4.1.1 Tebal Kulit
Pengukuran tebal kulit tanaman dilakukan secara mikroskopis menggunakan mikroskop cahaya. Klon PB 260 merupakan tipe klon penghasil lateks dengan
tingkat metabolisme yang tinggi. Sedangkan klon IRR 42 merupakan tipe klon penghasil lateks dan kayu dengan tingkat metabolisme yang cenderung lebih
rendah jika dibandingkan dengan klon PB260. Hasil data perhitungan dan sidik ragam menunjukkan bahwa tebal kulit tanaman dipenaruhi oleh jenis klon
Lampiran 18, 19. Pengaruh faktor perlakuan jenis klon berpengaruh nyata terhadap tebal
kulit tanaman Tabel 1. Secara visual terlihat bahwa klon IRR 42 pada umumya memiliki ukuran lilit batang yang lebih besar dibandingkan klon PB 260. Tebal
kulit tanaman ini mungkin disebabkan oleh perbedaan genetik antara kedua klon dan ukuran lilit batang pada masing-masing klon. Terjadi pengalihan substansi-
substansi tanaman tertentu kedalam mekanisme pembentukan sel-sel pada jaringan kulit sehingga terjadi penebalan pada bagian kulit.
Pada pengaruh faktor perlakuan jenis zat pengatur tumbuh JA, NAA dan kombinasinya tidak berpengaruh nyata terhadap tebal kulit tanaman karet.
Pemberian JA pada klon PB 260 dan IRR 42 justru menyebabkan penurunan tebal kulit tanaman. JA diduga mengalihkan proses metabolik tanaman dalam
pembentukan sel-sel kulit kedalam proses diferensiasi kambium menjadi latisifer.