Manfaat Kultur Jaringan Kultur Pucuk

2.2.3 Manfaat Kultur Jaringan

Zulkarnain 2009 menyatakan bahwa aplikasi teknik kultur jaringan tanaman memiliki manfaat utama yaitu perbanyakan klon atau perbanyakan massal dari tanaman. Adapun manfaat-manfaat lain dari kultur jaringan dalam beberapa hal khusus yaitu: 1. Perbanyakan klon secara cepat yang pada prinsipnya setiap sel dapat diinduksi untuk beregenerasi menjadi individu tanaman lengkap. Dalam waktu singkat dapat dihasilkan individu tanaman dalam jumlah yang besar. 2. Kondisi aseptik kultur jaringan tanaman mampu menyediakan bahan tanaman yang bebas patogen dalam jumlah yang besar. Melalui kultur meristem, dapat diregenerasikan tanaman yang bebas virus. 3. Produksi tanaman pada teknik kultur jaringan tidak tergantung pada musim sehingga melalui teknik ini terbuka peluang untuk memperbanyak tanaman di sepanjang tahun. 4. Pelestarian plasma nutfah menggunakan ruang yang kecil dan mudahnya menciptakan kondisi yang sesuai, menjadikan kultur jaringan sebagai suatu cara praktis untuk menyimpan bahan tanaman dari genotipe terpilih baik tanaman pertanian maupun tanaman langka yang terancam punah. 5. Memperbanyak tanaman yang sulit diperbanyak secara vegetatif konvensional, dapat dilakukan dengan manipulasi terhadap lingkungan kultur perlakuan hormon, cahaya, suhu atau dengan menggunakan bahan eksplan yang memiliki daya meristematik tinggi.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Teknik Kultur Jaringan

2.2.4.1 Pemilihan Bahan Tanaman Eksplan

Jaringan sumber eksplan dapat berupa sel meristematik dan embrio yang belum mengalami perubahan bentuk dan kekhususan fungsi. Selain itu, juga dapat digunakan tunas, bunga, daun muda, akar, umbi bagian embrio dan sebagainya. Bagian tanaman yang lebih muda seringkali merupakan sumber eksplan yang lebih baik pada banyak spesies Conger 1981. Soeryowinoto 1977 yang diacu dalam Parera 1997 mengemukakan bahwa bahan-bahan yang digunakan untuk kultur jaringan diambil dari jaringan yang diperkirakan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman. Syarat yang harus dipenuhi dalam memilih bahan yang digunakan untuk kultur jaringan diantaranya jaringan yang sedang aktif pertumbuhannya seperti tunas, daun, mata tunas, tangkai tunas dan ujung akar. Bahan yang diambil semuda mungkin dan dijaga sterilitasnya. Hal ini dikarenakan keberhasilan kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh gagal atau tidaknya menjaga sterilitasnya. Gunawan 1987 menyatakan bahwa tingkat kontaminasi permukaan setiap bahan tanaman berbeda-beda tergantung dari jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, morfologi permukaan misalnya berbulu atau tidak, lingkungan tumbuhnya green house atau lapang, musim waktu mengambil musim hujan atau kemarau, umur tanaman seedling atau tanaman dewasa, dan kondisi tanamannya sehat atau tidak. Menurut Semangun 1989, pengambilan bahan tanaman yang dilakukan pada musim hujan memiliki tingkat kontaminasi yang lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan pada musim hujan terjadi peningkatan kelembaban tanah dan kelebihan air yang cenderung mendukung pertumbuhan jamur maupun bakteri secara cepat pada lingkungan tumbuh tempat pengambilan tanaman.

2.2.4.2 Sterilisasi Eksplan

Sterilisasi bahan tanaman eksplan merupakan langkah awal yang cukup penting dan dapat menentukan keberhasilan penanaman secara in vitro. Eksplan yang akan ditanam pada media tumbuh harus bebas dari mikroorganisme. Sterilisasi eksplan biasanya dilakukan dengan cara merendam eksplan dalam larutan kimia sistemik pada konsentrasi dan waktu perendaman tertentu, baik menggunakan satu macam maupun bermacam-macam sterilan Hobir et al. 1992. Prinsip dasar sterilisasi yaitu mensterilkan eksplan dari berbagai mikroorganisme, tetapi eksplannya tidak ikut mati. Setiap tanaman memerlukan perlakuan khusus sehingga sebelum mengkulturkan tanaman baru perlu dilakukan percobaan sterilisasi Sandra 2003. Hendaryono dan Wijayani 1994 menyatakan bahwa sterilisasi eksplan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara mekanik dan secara kimia. Sterilisasi secara mekanik digunakan untuk eksplan keras atau berdaging, sedangkan sterilisasi secara kimia digunakan untuk eksplan yang lunak jaringan muda seperti daun, tangkai daun, anther dan sebagainya. Bahan-bahan yang digunakan untuk sterilisasi permukaan eksplan diantaranya: 1. Natrium hipoklorit dengan nama dagang Clorox. Konsentrasi untuk sterilisasi tergantung dari kelunakan eksplan, dapat 5 hingga 20 dengan waktu antara 5 sampai 10 menit. 2. Mercuri klorit dengan nama dagang sublimat 0,05. Penggunaan bahan kimia ini harus hati-hati karena bersifat racun. Cara perlakuan sterilisasi sama dengan Natrium hipoklorit, hanya waktu sterilisasinya lebih pendek karena bersifat keras. Bila sterilisasi terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan pada eksplan berwarna cokelat. 3. Alkohol 70 yang dapat menekan pertumbuhan jamur. Gunawan 1987 mengemukakan bahwa bahan tanaman dari lapangan mengandung debu, kotoran-kotoran dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya. Kontaminan hidup dapat berupa cendawan, bakteri, serangga dan telurnya serta spora. Dalam beberapa hari, kontaminan akan memenuhi seluruh botol kultur. Eksplan yang tertutup kontaminan akhirnya mati, sebagai akibat langsung dari serangan cendawanbakteri atau secara tidak langsung akibat persenyawaan racun yang diproduksi cendawanbakteri. Beberapa jenis bahan yang digunakan dalam sterilisasi permukaan adalah kalsium hipoklorit, natrium hipoklorit, hidrogen peroksida, gas klorin, perak nitrat, merkuri klorit, betadine, fungisida, antibiotik dan alkohol. Kisaran konsentrasi dan lama waktu perendaman bahan sterilan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kisaran konsentrasi dan lama waktu perendaman bahan sterilan Sumber : Gunawan 1987 Bahan Konsentrasi Lama Perendaman Kalsium hipoklorit 1 – 10 5 – 30 menit Natrium hipoklorit 1 – 2 7 – 15 menit Hidrogen peroksida 3 – 10 5 – 15 menit Perak nitrat 1 5 – 30 menit Merkuri klorid 0,1 – 0,2 10 – 20 menit Gas klorin - 1 – 4 jam Betadine 10 5 – 10 menit Fungisida 2 gl 20 -30 menit Antibiotik 50 mgl ½ - 1 jam Alkohol 70 ½ - 1 menit Zulkarnain 2009 menyatakan bahwa beberapa sumber kontaminan mikroorganisme pada sistem kultur jaringan yaitu secara internal kontaminan terbawa di dalam jaringan, secara eksternal kontaminan berada di permukaan eksplan akibat prosedur sterilisasi yang kurang sempurna, kondisi eksplan, lingkungan kerja dan pelaksanaan penanaman yang kurang hati-hati dan kurang teliti, medium sebagai akibat proses strilisasi yang tidak sempurna serta dari serangga atau hewan kecil yang berhasil masuk ke dalam botol kultur setelah diletakkan di dalam ruang kultur ataupun ruang stok. Sumber kontaminan yang paling sulit diatasi adalah yang berasal dari eksplan. Oleh karena itu, dalam memilih suatu metode sterilisasi harus selektif.

2.2.4.3 Faktor Lingkungan

Hal-hal yang mutlak harus terkendali dalam kultur jaringan yaitu lingkungan yang mempengaruhinya kelembapan, temperatur, cahaya, serta kondisi yang steril Santoso dan Nursandi 2003. Menurut Zulkarnain 2009, kelembapan relatif di dalam ruang kultur sekitar 70, namun kebutuhan kelembapan didalam wadah kultur mendekati 90. Kisaran temperatur optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tidak selalu sama untuk setiap spesies tanaman. Santoso dan Nursandi 2003 menyatakan temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang optimum yaitu berkisar 20 °C hingga 30°C. Untuk pengaturan pencahayaan yang harus diperhatikan yaitu periodisasi pencahayaan dan intensitas pencahayaan.

2.2.4.4 Media Kultur

Media kultur dasar yang sering digunakan adalah media Murashige and Skoog yang memiliki keistimewaan yaitu memiliki kandungan nitrat, kalium dan amonium yang tinggi. Selain itu, media MS mengandung jumlah hara organik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur Gunawan 1987. Hendaryono dan Wijayani 1994 mengemukakan bahwa kondisi media tempat tumbuh yang harus terkendali yaitu kondisi keasaman atau pH. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan memiliki toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal pH yaitu antara 5,0 dan 6,0. Media kultur jaringan mengandung bahan-bahan essensial yaitu garam-garam anorganik, sumber karbon dan energi, vitamin dan zat pengatur tumbuh tanaman dan komponen-komponen pengoptimal pertumbuhan yaitu N-organik, asam organik, substrat komplek, arang aktif, dan lain-lain. Dalam kultur jaringan, beberapa garam organik yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak unsur makro diantaranya N, K, P, S anion, Ca, dan Mg kation, sedangkan garam organik yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit unsur mikro yaitu Fe, Mn, Zn, B, Cu dan Mo. Sumber karbon yang dianggap standar adalah sukrosa dan glukosa. Sumber karbon yaitu fruktosa juga dapat digunakan namun memiliki tingkat efektifitas yang kurang dibandingkan sukrosa dan glukosa. Vitamin dibutuhkan dalam jumlah kecil dan memiliki fungsi katalitik pada sistem enzim. Vitamin yang dianggap essensial yaitu tiamin vitamin B 1 . Pemberian tiamin mampu memberikan pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan tidak ditambahkan tiamin. Beberapa vitamin lain yang ditambahkan yaitu asam p-aminobenzoat, asam askorbat vitamin C, biotin, kolin klorida, vitamin B 12 , asam folat, kalsium pantotenat, dan riboflavin vitamin B 2 Gamborg Shyluk 1981 dalam Santoso Nursandi 2003. Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah 1mM dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman Moore 1979 dalam Purba 2009. Menurut Zulkarnain 2009, auksin merupakan sekelompok senyawa yang fungsinya merangsang pemanjangan sel-sel pucuk yang spektrum aktivitasnya menyerupai IAA indole-3-acetic acid. Auksin yang sering ditambahkan dalam medium adalah indole-3- acetic acid IAA, α- naphthalenacetic acid α-NAA, dan 2,4-dichlorophenoxyacetic acid 2,4-D. Menurut Hendaryono dan Wijayani 1994, peran auksin dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman menunjukkan indikasi auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel dengan diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai kenaikan volume sel. Dengan adanya kenaikan sintesa protein maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan. Sitokinin merupakan senyawa yang dapat meningkatkan pembelahan sel pada jaringan tanaman, serta dapat mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, sitokinin juga terlibat di dalam kontrol perkecambahan pucuk, mempengaruhi absisi daun, transport auksin, memungkinkan bekerjanya giberelin dengan menghilangkan penghambat tumbuh dan menunda penuaan. Sitokinin yang paling banyak digunakan yaitu kinetin, benziladenin BAP dan zeatin Kyte 1983 dalam Hendaryono Wijayani 1994. Peran sitokinin yang lain yang dikemukakan oleh Santoso dan Nursandi 2003 yaitu pemecahan dormansi, mendorong proses morfogenesis, pembungaan, pertunasan, pembentukan kloroplas dan pembukaan stomata. Huetteman dan Preece 1993 menyatakan bahwa BAP 6-benzyl amino purine dan TDZ Thiadiazuron merupakan dua jenis sitokinin dengan tipe urea yang berbeda. Sitokinin tipe urea seperti TDZ memiliki aktivitas lebih kuat dibanding tipe adenin atau purin seperti BAP. TDZ merupakan sitokinin yang juga bersifat merangsang multiplikasi pucuk dalam konsentrasi rendah dan dapat menghasilkan tunas kerdil dengan kualitas rendah pada konsentrasi yang tinggi. Menurut Devilana 2005, dalam kultur jaringan Nenas, TDZ dengan konsentrasi 1x10 -1 ppm menghasilkan jumlah tunas aksilar dan tunas adventif tertinggi pada lima minggu setelah tanam. Sukmadjaja et al. 2007 yang diacu dalam Isnaeni 2008 menyatakan bahwa penggunaan TDZ dan BAP sebagai salah satu zat pengatur tumbuh pada komoditas pisang dengan pemberian 0,1 ppm TDZ tanpa penambahan BAP serta pemberian BAP pada konsentrasi rendah 0,5 ppm yang dikombinasikan dengan TDZ 1,5 ppm merupakan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan hasil penambahan jumlah tunas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya.

2.2.5 Kultur Pucuk

Armini et al. 1991 menyatakan bahwa eksplan yang diambil dari tanaman herbasius, baik dari pucuk apikal maupun pucuk lateral mengandung jaringan meristematik. Tanaman berkayu seringkali mengeluarkan senyawa fenolik bila jaringannya diisolasi dibandingkan tanaman herbasius. Kesulitan dalam mengkulturkan pucuk dari tanaman berkayu adalah sulitnya mendapatkan eksplan steril. Menurut Gunawan 1987, pucuk yang berisi meristem dan jaringan-jaringan yang lebih mudah diisolasi. Dalam kultur pucuk, ukuran 0,3 - 1,0 cm digunakan sebagai bahan awal. Pada umumnya, pertumbuhan pucuk memerlukan zat pengatur tumbuh dalam media. Tahapan pertumbuhan dan tipe pertumbuhan menentukan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diperlukan. Kisaran konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur pucuk Zat Pengatur Tumbuh Media I mgl Media II mgl Media III mgl Auksin NAA 0.05 – 1.0 0.05 – 0.2 0.1 – 5.0 IBA 0.01 – 1.0 0.05 – 2.0 0.3 – 2.0 IAA 0.05 – 1.0 0.05 – 1.5 0.3 – 5.0 Sitokinin BAP 0.2 – 3.0 0.1 – 5.0 - Kinetin 0.3 – 2.0 0.3 – 2.0 - ZiP 0.75 – 3.0 2 - Giberelin GA 3 0.01 – 0.1 0.2 - Sumber : George dan Sherrington 1984 dalam Gunawan 1987

BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor PPLH IPB. Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Maret 2011 sampai bulan Agustus 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam persiapan bibit yaitu polybag, kertas koran, kardus, gunting stek, paranet dan plastik. Dalam pembuatan media, alat- alat yang digunakan yaitu gelas piala, gelas ukur biasa, pipet volumetrik, neraca analitik, pH meter, panci, pengaduk, autoklaf, karet gelang dan plastik. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan sterilisasi dan penanaman yaitu spatula, cawan petri, skalpel, pisau, pinset, lampu bunsen, laminar air flow cabinet, stopwatch, aluminium foil, plastik wrap dan handsprayer; serta alat tulis dan kamera digital untuk kegiatan pengamatan. Bahan yang digunakan dalam persiapan bibit yaitu kompos, pasir, sekam padi, serbuk gergaji dan cocopeat. Dalam kegiatan sterilisasi dan penanaman, bahan-bahan yang digunakan yaitu fungisida, bakterisida, hormon tunas, Hyponex hijau, alkohol 70, deterjen, air steril, HgCl 2 , Clorox, antiseptik betadine dan eksplan tumih bagian pucuk, sedangkan dalam pembuatan media, bahan-bahan yang diperlukan yaitu larutan stok media MS Murashige dan Skoog, agar-agar, gula pasir, air steril, antibiotik ppm, BAP 6-benzyl amino purine dan TDZ Thiadiazuron.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Persiapan Bibit Tumih

Anakan tumih diambil dengan menggunakan metode puteran dan cabutan. Lokasi pengambilan anakan tumih yaitu Kelurahan Kereng Bangkirai, Kecamatan Sabangau, Propinsi Kalimantan Tengah. Kriteria pengambilan anakan tumih yaitu anakan yang memiliki tinggi 10 cm hingga 50 cm, pucuk yang masih menguncup, anakan yang belum memiliki kayu dan memiliki pertumbuhan yang baik.