Unsur Pembentuk Puisi Puisi

yang besinonim, berantonim, metafora, atau personifikasi akan membantu mewujudkan hal itu. c. Kata Konkret. Yang dimaksud kata konkret ialah kata yang sebenarnya menggambarkan situasi suatu peristiwa. Dengan kata konkret, pembaca diajak untuk empati dengan apa yang dilukiskan dalam puisi. d. Majas. Majas dalam hal ini dikenal juga sebagai bahasa figuratif, yaitu bahasa yang digunakan untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak lazim. Maksudnya, bahwa bahasa yang dipakai itu tidak langsung menunjuk pada makna aslinya. Hal ini bertujuan agar puisi yang terbentuk menjadi lebih indah, lebih ambigu, yang berarti kaya akan makna. Majas yang biasanya dipakai untuk memperindah puisi itu ialah metafora, personifikasi, metonimi, sinekdoke, simile, hiperbola, metonimia, dan ironi. e. Versifikasi. Rima, ritme, dan metrum biasa disebut sebagai versifikasi. “Rima merupakan pengulangan bunyi untuk membentuk unsur musik musikalitas dalam puisi. Ritme berhubungan pula dengan pengulangan bunyi, tapi ia lebih luas, karena mencakup kata, frasa, dan kalimat. Ritme dikenal juga dengan irama, yaitu pergantian naik-turun, panjang-pendek, dan keras-lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Sementara itu, metrum atau matra ialah irama yang tetap pada puisi. Maksudnya, pergantian iramanya sudah ditentukan menurut pola tertentu. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah suku kata yang tetap, tekanan yang tetap, serta alunan suara menaik-menurun yang tetap pula. Dengan demikian, sifat metrum itu statis. ” 10 f. Tipografi. Pada puisi tertentu, sering dijumpai puisi itu memiliki bentuk yang unik. Bentuk unik puisi itu bukan tidak disengaja, karena dalam dunia perpuisian dikenal tipografi. Tipografi atau ukiran bentuk itu ialah tatanan larik, bait, kalimat, frase, kata, dan bunyi sehingga menghasilkan bentuk fisik puisi tertentu yang 10 Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, Jakarta: Erlangga, 1995, h. 94. mampu mendukung isi, rasa, dan suasana. Dengan begitu, jelas bahwa fungsi tipografi ialah untuk keindahan indrawi serta pendukung makna. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa unsur pembentuk puisi secara sederhana dibentuk oleh lima unsur pokok, yaitu kata, larik, bait, bunyi, dan makna. Di samping itu, puisi dibangun pula atas fondasi lain, diksi, imaji, kata konkret, majas, versifikasi, dan tipografi.

3. Jenis-jenis Puisi

Secara umum, puisi Indonesia terbagi ke dalam dua kategori, yaitu puisi lama dan puisi baru. Puisi lama atau puisi klasik yang termasyhur dengan aturan ketat dalam penulisannya seperti pantun, syair, dan gurindam. a. Pantun. Pantun dikenal sebagai karya sastra yang memiliki karakteristik dengan kriteria: 1 terdiri atas empat larik baris; 2 tiap larik terdiri dari delapan sampai sepuluh suku kata; 3 dua larik pertama disebut sampiran, dua larik berikutnya disebut isi; dan 4 bersajak akhir rima silang a-b-a-b. Persajakan akhir model ini, dalam pantun disebut abjad atau abab. Maksudnya bahwa bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga, dan bunyi baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keempat. Perhatikan contoh pantun berikut. Berakit-rakit ke hulu Berenang-renang ke tepian Bersakit-sakit dahulu Bersenang-senang kemudian b. Syair. Sebagai jenis puisi klasik, syair tentunya memiliki aturan yang ketat, yaitu setiap bait terdiri atas empat larik yang bersajak sama, isinya dapat berupa kisahan yang mengandung unsur mitos maupun sejarah, atau merupakan ajaran agama. Contohnya ialah sebagaimana di bawah ini. Rahman dan Rahim keduanya sifat Membawa suka menguraikan nikmat Melengkapi sekalian laut dan darat Besar dan kecil dunia akhirat c. Gurindam. Gurindam adalah puisi lama yang dalam setiap bait terdiri dari dua baris. Baris pertama menyatakan perbuatan, baris kedua menyatakan akibat. Isinya berkutat pada nasihat, yang tentu saja dialamatkan bagi pembacanya. Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji merupakan salah satu gurindam paling familier. Berikut di antara cuplikannya. ... Kalau terpelihara kuping Kabar yang jahat tiada damping Awal diingat akhir tidak Alamat badan akan rusak Apabila orang mudah mencacat Pekerjaan itu membuat sesat Barang siapa meninggalkan salat Tiadalah hartanya beroleh berkat Kurang pikir kurang siasat Tentu dirimu kelak tersesat ... Jenis kedua selain puisi lama ialah puisi baru. Puisi ini tidak terikat aturan ketat alias bebas. Puisi baru ini sering disebut sebagai puisi modern, dan ragamnya pun banyak, di antaranya ada puisi berpola, puisi dramatik, puisi gelap, puisi prismatis, puisi diaphan, puisi kanak-kanak, puisi bebas, puisi mbeling, dan puisi prosais. a. Puisi Berpola. Abdul Rozak Zaidin, dkk., dalam Kamus Istilah Sastra mendefinisikan puisi berpola sebagai “puisi yang pengaturan lariknya membentuk gambar tertentu sesuai dengan judul tema dan pesannya. Larik sajak dapat berupa sepatah kata atau beberapa kata yang mendukung gagasan tertentu. ” 11 Puisi berpola dikenal juga sebagai puisi konkret. Sesuai namanya, “berpola”, puisi ini memang memiliki pola-pola khusus dalam menyusun lariknya sehingga berbentuk geometris yang umum dikenal, yaitu belah ketupat, jajaran genjang, bulat telur, tanda tanya, tanda seru, atau bentuk lain yang geometris. Implikasinya, penggunaan bahasa sangat dibatasi, karena yang diperhatikan dalam pembuatan puisi ini ialah kedecakkaguman atau keutuhan visual yang bertujuan untuk mencuri perhatian pembaca. Dengan demikian, banyak puisi berpola yang secara konvensional sulit untuk dibaca. Hal ini disebabkan karena puisi tersebut dikonstruksi dari satu kata atau frasa yang urutan hurufnya diubah-ubah secara sistematis guna membentuk suatu pola tertentu. Bahkan ada juga yang hanya terdiri dari potongan kata, suku kata yang tak bermakna, huruf yang berdiri sendiri, angka, atau tanda baca. b. Puisi Dramatik. Dalam puisi ini, yang ditekankan ialah tikaian emosional atau situasi yang tegang, sehingga lahir suatu atmosfir yang dramatik. Lazimnya puisi dramatik, disertakan dialog, 11 Abdul Rozak Zaidin, dkk., Kamus Istilah Sastra, Jakarta: Balai Pustaka, 2004, Cetakan IV, h. 160. monolog, dengan menggunakan diksi yang kuat, atau awarima untuk memperoleh kualitas kedramatikan yang diharapkan. c. Puisi Gelap. Disebut “gelap” karena pada jenis puisi ini, penulis puisi penyair menggarap karyanya dengan sedemikian rupa, sehingga tercipta suatu karya yang memperlihatkan ketidakrelevanan antara satu kata dan kata lainnya, antara satu baris dan baris lainnya. Penciptaan yang demikian melahirkan kesukaran yang dalam bagi pembaca. Jangankan untuk menikmatinya dengan cara ingin mengetahui maksudnya apa, untuk sekedar pembacaannya saja, pembaca sudah dibuatkan pening, disebabkan tidak ada korelasi yang jelas antarkata, antarbaris dalam puisi tersebut. Maka sangat tepat bila kemudian predikat “puisi gelap” disematkan pada jenis puisi ini. d. Puisi Prismatis. Sama seperti puisi gelap, puisi prismatis juga sukar untuk dipahami oleh pembacanya. Jika puisi gelap sulit dimengerti karena tiadanya korelasi antarkata, antarbaris, maka dalam puisi prismatis, dominansi penggunaan kata-kata kias, lambang atau simbol, dan kata berkonotasilah yang menyebabkannya mumet untuk pembaca. Terangnya, puisi prismatis dibangun oleh pengarangnya dengan menggunakan kata-kata yang penuh dengan kias, lambang atau simbol tertentu, atau dari kata-kata konotatif yang tingkat penggunaannya relatif intens. e. Puisi Diaphan. Tidak seperti puisi prismatis yang mendayu-dayu dengan kata kias dan lain sebagainya, puisi diaphan justru memperlihatkan keluguan asli bahasanya. Ibarat ikan, prismatis itu arwana, sedangkan diaphan ialah mujair. Itu artinya, bahasa yang digunakan dalam puisi diaphan ialah bahasa sehari-hari yang sering dipergunakan dalam pergaulan sosial. Oleh sebab itu, puisi diaphan sering dikategorikan sebagai puisi dengan penggunaan bahasa yang terbuka, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya.

Dokumen yang terkait

Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan Metode Inquiry Siswa Kelas V SDN Ellak Daya I Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran 2014/2015.

1 4 25

Kemampuan Presentasi dalam Kegiatan Diskusi Siswa Kelas XI Madrasah Aliyah Nur As Sholihat Serpong Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2015/2016

1 16 98

Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan dengan Penerapan Metode Permainan Susun Gambar Dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang Tangerang Selatan

0 8 93

Perbandingan Kemampuan Menulis Puisi Antara Siswa Boarding School Dan Siswa Sekolah Umum (Studi Kasus Di Kelas Vii Smp Khadijah Islamic School Jakarta Selatan Dan Siswa Kelas Vii Mts Cendekia Muslim Bogor) Tahun Pelajaran 2013-2014

2 9 89

Hubungan Antara Kebiasaan Membaca dengan Kemampuan Pemahaman Bacaan Siswa Kelas XI SMA Insan Kamil Bogor Tahun Pelajaran 2013/2014

1 7 105

Pengaruh Media Film Dokumenter Terhadap Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas VII Smp Muhamadiyah 17 Ciputat Tahun Pelajaran 2012/2013

1 7 128

Analisis Kesalahan Penerapan Tanda Baca dalam Cerpen Siswa Kelas VIII SMP Dua Mei Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015

4 15 103

Analisis Kesalahan Penggunaan Preposisi pada Karangan Narasi Siswa Kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 8 Ciputat Tahun Pelajaran 2014/2015

1 5 85

Kemampuan Menulis Karangan Eksposisi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012

6 38 60

Pembelajaran Menulis Kreatif Puisi Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013

0 14 87