Strategi peningkatan kualitas lembaga pendidikan perikanan

62 disediakan karena mahalnya biaya sarana tersebut. Sesuai dengan ketentuan dalam STCW – F disebutkan bahwa selain komponen sarana pembelajaran yang dipersiapkan selama pendidikan, juga harus disediakan sarana khusus yang diperlukan untuk melengkapi kemampuan siswa misalnya yang berkaitan dengan keselamatan di kapal, pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan dan lingkungan perairan daerah penangkapan. Agar pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah dalam menghasilkan tenaga kerja yang memilki kemampuan sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan diperlukan suatu kebijakan yang bersifat nasional. Hal tersebut sangatlah berkaitan dengan kemampuan pemerintah dalam mengelola lembaga pendidikan kejuruan yang telah eksis pada saat ini diantaranya dengan : 1. Melakukan seleksi prioritas pengembangan terhadap lembaga-lembaga pendidikan yang ada 2. Menetapkan batas waktu kepada lembaga pendidkan untuk memenuhi ketentuan pengembangan yang dipersyaratkan 3. Melaksanakan pengawasan pengembangan terhadap lembaga pendidkan 4. Menetapkan ketentuan yang menyangkut persyaratan pendirian lembaga pendidikan kejuruan secara ketat

5.4.2.2 Strategi peningkatan kualitas lembaga pendidikan perikanan

Kebutuhan akan tenaga kerja kepelautan berpendidikan menengah perikanan masih sangatlah diperlukan untuk memenuhi tenaga kerja pada armada kapal penangkapan ikan mengingat masih tersedianya potensi pengembangan pada usaha penangkapan ikan dalam memanfaatkan sumber daya perairan. Banyak lulusan berpendidikan kepelautan perikanan diharapkan dapat mengganti tenaga kerja asing yang masih dipekerjakan oleh para pemilik kapal Selain kebutuhan awak kapal perikanan di dalam negeri, permintaan tenaga kerja berpendidikan kepelautan perikanan diluar negeri seperti di Korea, Jepang dan Taiwan semakin terbuka, mengingat semakin menurunnya minat para pemuda dinegara tersebut untuk bekerja di laut. Di luar negeri, pelaut perikanan banyak bekerja pada kapal penangkap ikan tuna long liner, kapal pukat cincin purse-seiner dan kapal pukat harimau trawler dan kapal pengangkut ikan. Pemegang sertifikat pelaut perikanan Indonesia, seperti 63 MPLAMKPL atau ANKAPINATKAPIN sebelum diberlakukannya konvensi STCW masih diperbolehkan mengawaki kapal pengangkut ikan. Namun, dengan adanya penggolongan bahwa kapal pengangkut ikan sebagai kapal niaga maka pengawakan kapal pengangkut ikan oleh pemegang sertifikat MPLAMKPL atau ANKAPINATKAPIN tidak diperkenankan lagi. Untuk menghasilkan SDM pelaut perikanan yang memenuhi standar internasional tahan bekerja di laut diperlukan lembaga pendidikan dan pelatihan yang didukung dengan kurikulum berdasarkan kompetensi kerja competency based training, tenaga pengajar yang berpengalaman lapangan, sesuai standar kurikulum yang digunakan, serta memiliki sarana prasarana pendidikan sesuai dengan standard STCW-F 1995 dari IMO. Secara umum isu yang berkembang tentang tenaga pelaut perikanan Indonesia, adalah sebagai berikut: a. Pelaut belum memenuhi persyaratan internasional IMO sehingga rentan untuk dipulangkan ke Indonesia; b. Kesempatan untuk menduduki jabatan Perwira kapal perikanan asing di luar negeri masih kecil; c. Pelaut perikanan diberi upah lebih rendah dibanding dengan pelaut dari negara lain pada jabatan yang setingkat; d. Pelaut perikanan Indonesia yang dikirim ke luar negeri kurang profesional; e. Pelaut perikanan disukai pengusaha karena loyal, patuh, dan tidak mabuk- mabukan; f. Pelaut perikanan sering homesick. g. Generasi muda negara maju seperti Jepang , Korea kurang berminat bekerja menjadi pelaut perikanan. h. Belum dipatuhinya hukum dan peraturan pengawakan kapal perikanan, khususnya kapal penangkap ikan berbendera asing; i. Masih banyak pelaut perikanan belum memiliki sertifikat kepelautan. j. Upah yang diterima pelaut perikanan di dalam negeri cenderung di bawah upah minimum di darat. k. Kemampuan penguasaan bahasa Inggris dan bahasa negara tempat bekerja masih sangat lemah. Diperlukan penyesuaian pengetahuan dan ketrampilan bagi para pelaut perikanan Indonesia melalui lembaga pendidikan dan pelatihan perikanan yang berstandar konvensi IMO-STCW-F 1995 sehingga para pelaut perikanan memiliki daya saing tinggi, memiliki knowledge and skills tentang penyelamatan jiwa, 64 harta di laut, menjaga lingkungan laut, serta mampu melaksanakan penangkapan ikan secara bertanggung jawab responsible fishing. Hal ini perlu didukung sistem ujian pada lembaga uji yang independent, pengawakan yang sesuai dengan tingkat dan jenis sertifikatnya.

5.4.2.3 Strategi kebijakan sertifikasi