Karakteristik fisik produk akhir

24 air tepung beras dengan penambahan ekstrak teh hitam masih sesuai standar SNI. Pengeringan yang kurang optimum dapat menyebabkan kadar air tepung masih cukup tinggi. Tabel 11 Kadar air tepung beras Sampel tepung Ka bb Ka bk Tepung beras perendaman dengan air kontrol 14.09 ± 0.13 16.40 ± 0.17 Tepung beras perendaman dengan ekstrak teh hitam 11.16 ± 0.07 12.56 ± 0.09 Kadar air tepung menir sangat berpengaruh terhadap proses pembuatan beras ekstrusi. Kadar air tepung menentukan jumlah air yang ditambahkan pada adonan sebelum diekstrusi. Kadar air merupakan hal yang kritis selama proses ekstrusi dalam hal gelatinisasi pati. Kadar air normal yang biasa digunakan dalam proses ekstrusi berada pada kisaran 10-40 basis basah Guy, 2001. Menurut Riaz 2001, pada ekstruder ulir ganda biasanya menggunakan kadar air 10-45, sedang ekstruder ulir tunggal menggunakan kadar air 15-35. Pada penelitian yang dilakukan Muslikatin 2011, besarnya kadar air adonan terbaik yang digunakan dalam proses ekstrusi menggunakan ekstruder ulir tunggal adalah 45. Penelitian menunjukkan kadar air adonan optimum pada pembuatan beras analog dengan penambahan ekstrak teh hitam sebesar 45. Kadar air adonan dibawah 45 menyebabkan adonan belum menyatu dan pati belum tergelatinisasi. Hal tersebut berpengaruh pada tampilan beras ekstrusi menjadi kusam opaque tidak seperti beras pada umumnya. Penggunaan adonan dengan kadar air di bawah 30 akan membuat alat ekstruder menjadi tersumbat karena adonan sulit untuk dicetak. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan adonan beras analog lebih basah sehingga proses gelatinisasi di dalam ekstruder kurang sempurna. Alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan mengeringkan kembali tepung beras sebelum digunakan untuk diekstrusi atau dengan mengekstrusi kembali adonan tersebut sehingga tergelatinisasi sempurna. Namun, hal tersebut dapat mengakibatkan daya cerna pati yang dihasilkan produk tidak sesuai dengan yang diharapkan karena adanya pengulangan proses. Selain kadar air, dilakukan juga analisis total fenol pada tepung beras kontrol maupun yang direndam ekstrak teh 4 bv. Hal ini bertujuan mengetahui kadar polifenol yang ada pada tepung akibat perendaman selama 1 jam yang dibandingkan dengan tepung beras kontrol hanya direndam air tanpa ekstrak teh. Tabel 12 Kadar total fenol tepung beras Sampel Kadar total fenol g GAE100g sampel bk Tepung beras perendaman dengan air kontrol 0.0000 ± 0.00 Tepung beras perendaman dengan ekstrak teh hitam 0.2354 ± 0.00 Tabel 12 memperlihatkan bahwa terjadi penambahan kadar total fenol sebesar 0.2354±0.00 g GAE100 g sampel bk setelah direndam dengan ekstrak teh hitam cair, sedang tepung beras menir tidak mengandung fenol. Dari hasil tersebut terlihat bahwa adanya penambahan ekstrak teh dapat meningkatkan komponen polifenol di dalam beras.

4.1.3 Karakteristik fisik produk akhir

Produk akhir pada penelitian ini adalah empat perlakuan beras analog yaitu: 1 beras analog kontrol tanpa penambahan ekstrak teh; 2 beras analog penambahan ekstrak teh sebelum milling P1; 3 beras analog penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi P2; dan 4 beras analog penambahan ekstrak teh sebelum milling dan ekstrusi P3. Beras analog dibuat menggunakan ekstruder ulir tunggal. Suhu ekstruder yang digunakan adalah ±80 o C. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan adonan tergelatinisasi sempurna sehingga menghasilkan produk yang transparan namun memiliki tekstur yang lengket saat dimasak. Penggunaan suhu dibawah 70 o C menyebabkan produk menjadi kusam dan mudah hancur saat dimasak maupun dicuci. Penggunaan suhu ± 80 o C menyebabkan beras tergelatinisasi sebagian sehingga dapat mempertahankan tekstur yang tidak 25 terlalu lengket dan tidak kusam. Proses ekstrusi membentuk beras dari tepung menir menghasilkan produk yang bentuknya menyerupai beras. Secara visual beras analog kontrol tanpa penambahan teh memiliki penampakan warna visual putih yang sama dengan warna produk beras giling umumnya Gambar 10a. Sedangkan ketiga produk dengan perlakuan penambahan teh hitam memiliki warna merah yang agak gelap sehingga tampak jelas berbeda dengan beras umumnya Gambar 10b. Warna produk beras analog cenderung mendekati warna beras merah. Secara visual keempatnya memiliki penampakan beras silinder yang kurus, masih cukup berbeda dari beras umumnya. Hal ini dikarenakan ekstruder ulir tunggal yang digunakan belum memiliki pemotong otomatis masih menggunakan pemotong manual yaitu gunting. Produk masih memiliki panjang produk yang berbeda satu sama lain dan cenderung berbentuk silinder kurus, bukan bulat melonjong seperti beras. Proses pemotongan beras dibuat sedikit melintang sehingga beras analog yang dihasilkan tidak utuh berbentuk silinder. Dari segi aroma, beras analog kontrol tidak memiliki aroma sama seperti aroma beras biasa, sedangkan ketiga beras analog penambahan teh memiliki aroma teh yang agak samar. a b Gambar 10 Beras analog kontrol a dan beras analog perlakuan b Rendemen pembuatan beras analog sebesar 81.55 ± 0.76 Lampiran 1. Perhitungan rendemen bertujuan untuk mengetahui produktivitas beras analog yang dihasilkan. Keragaman nilai rendemen ini dikarenakan faktor-faktor dalam proses pembuatan beras analog, antara lain: proses pemasukan adonan ke alat ekstruder yang masih manual, kecilnya ukuran lubang pemasukan feeder sehingga agak sulit memasukkan adonan dalam jumlah besar sekaligus, dan pemotongan produk keluaran yang masih dilakukan secara manual menggunakan gunting. Karateristik fisik yang dilakukan pada produk akhir beras analog ini adalah karakteristik warna dan waktu tanak. 1 Warna Warna adalah atribut penentu sisi penerimaan produk pangan oleh konsumen. Penentu mutu bahan makanan umumnya bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Namun, sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan terkadang sangat menentukan. Secara visualisasi subjektif, menir berwarna putih. Beras analog kontrol memiliki warna cenderung mirip dengan menir yaitu putih, namun agak lebih kusam opaque. Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam memiliki warna merah dengan tingkat kegelapan yang berbeda satu sama lain Gambar 11. Urutan kegelapan warna merah beras analog secara visual, berturut-turut dari yang tercerah ke tergelap adalah perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum ekstrusi P2, perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling P1, dan perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan ekstrusi P3. Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk memaparkan warna makanan adalah sistem Hunter HunterLab, 2008. Hasil pengukuran warna menir, beras analog kontrol, dan ketiga perlakuan penambahan ekstrak teh hitam pada beras analog dapat dilihat pada Tabel 13. Data menunjukkan bahwa produk beras analog kontrol memiliki nilai L sebesar 67.59±0.03, nilai a 26 sebesar +1.09±0.03, nilai b sebesar +13.59±0.01, dengan nilai hue sebesar 85.41±0.13. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan penelitian beras analog berbahan menir yang dilakukan Muslikatin 2011 yaitu L sebesar 71.32±1.87, a +1.50±0.26, b +14.05±0.50, dan hue 83.91±0.56. Pada menir dan beras analog kontrol nilai L-nya mendekati nilai 100. Nilai ini menyebabkan yang tampak dominan adalah warna putih meskipun berdasarkan nilai h warna yang ditunjukkan adalah merah kekuningan. Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam, nilai h hue berkisar pada 54-61. Nilai tersebut berada pada rentang warna merah kekuningan. Namun dikarenakan nilai L yang rendah kurang dari 50 menyebabkan warna visualisasi yang terlihat adalah merah agak gelapkusam. Gambar 11 Visualisasi warna produk beras analog empat perlakuan Keterangan: K = beras analog kontrol tanpa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam P1 = beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling P2 = beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum ekstrusi P3 = beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum sebelum milling dan ekstrusi Tabel 13 Karakteristik warna beras analog Nilai yang diikuti dengan huruf superskrip yang bebeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata p0.05 Hasil analisis sidik ragam nilai h hue ketiga produk beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam berpengaruh Sampel Beras L A b Hue Warna visual h° Warna Menir 71.45 ± 0.04 +1.22 ± 0.02 +14.54 ± 0.02 85.29 ± 0.08 Merah kekuningan Putih Beras analog kontrol tanpa penambahan ekstrak teh 67.59 ± 0.03 +1.09 ± 0.03 +13.59 ± 0.01 85.41 ± 0.13 Merah kekuningan Putih Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling 43.40 ± 0.01 +11.77 ± 0.00 +19.85 ± 0.00 59.33 ± 0.00 a Merah kekuningan Merah agak gelap Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi 47.73 ± 0.02 +11.23 ± 0.05 +20.40 ± 0.01 61.41 ± 0.43 b Merah kekuningan Merah agak cerah Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan ekstrusi 39.76 ± 0.02 +11.40 ± 0.03 +15.92 ± 0.03 54.39 ± 0.03 c Merah kekuningan Merah gelap 27 nyata p0.05 terhadap warna produk pada taraf siginifikansi 5. Dari analisis uji lanjut Tuckey HSD diketahui bahwa ketiga perlakuan beras analog dengan penambahan ekstrak teh hitam berada pada subset berbeda Lampiran 5b. Meskipun berada pada kisaran warna yang sama yaitu merah kekuningan, namun adanya perbedaan nilai L mempengaruhi penampakan gelapkekusaman warna produk. Sehingga secara visual warnanya berbeda satu sama lain atau dapat dibedakan antar perlakuan. 2 Waktu tanak Waktu tanak adalah salah satu parameter mutu fisik yang penting dalam pemasakan beras analog. Walaupun di Indonesia waktu tanak belum dijadikan syarat dalam penetapan mutu beras, namun di dunia internasional merupakan salah satu persyaratan dalam pengolahan beras Haryadi, 2008. Waktu tanak didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk memasak beras analog hingga keseluruhan bagian tengahnya yang berwarna putih berubah menjadi bening. Tabel 14 Waktu tanak beras analog Sampel Beras Rata-rata waktu tanak menit Menir 21.00 ± 0.00 Beras analog kontrol tanpa penambahan ekstrak teh 9.00 ± 0.00 Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi 8.00 ± 0.00 8.00 ± 0.00 8.00 ± 0.00 Pengukuran waktu tanak untuk beras analog menggunakan modifikasi metode parallel plates Bhattacharya dan Sowbaghya 1971 serta Nugraha 2008. Modifikasi dilakukan pada perhitungan waktu tanak yang dimulai sejak 5 menit setelah perebusan. Hal tersebut dikarenakan pada pengujian perebusan menit ke-10 lebih dari 90 bagian beras sudah matang tidak lagi berupa tepung. Oleh karena itu, waktu analisis dimulai dari 5 menit pertama untuk dapat mengetahui secara pasti waktu tanak beras analog. Waktu tanak beras analog berkisar 8 menit untuk beras dengan penambahan ekstrak teh hitam dan 9 menit untuk beras kontrol. Waktu tanak ini jauh berbeda dengan menir biasa yang mencapai waktu tanak lebih dari 20 menit. Penelitian yang dilakukan Danbaba et. al. 2011 menunjukkan waktu tanak 12 varietas beras berkisar sebesar 20.8 menit. Perbedaan waktu tanak antar menir dan beras analog dapat disebabkan perlakuan awal perendaman dan proses ekstrusi pada suhu 80 C. Ekstrusi pada suhu tersebut membuat pati mengalami gelatinisasi sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menanak nasi pun menjadi lebih singkat. Mutu tanak nasi ditentukan oleh sifat fisikokimia beras seperti suhu gelatinisasi pati, pengembangan volume, penyerapan air, dan konsistensi gel pati Damarjati dan Purwani, 2001. Suhu gelatinisasi berbeda-beda tergantung jenis pati dan berpengaruh terhadap lama pemasakan. Beras dengan suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama Winarno, 2008. Semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk menanak nasi semakin diminati oleh konsumen karena akan menghemat penggunaan energi dan bahan bakar.

4.1.4 Karakteristik kimia produk akhir