30
yang memiliki kadar air tinggi akan mudah rusak dan mengalami penurunan mutu Haryadi, 2008. Kadar air menir maupun beras analog hasil penelitian ini adalah sebesar 15.12 bk dan
10.32 bk. Kadar air basis kering menir sedikit lebih tinggi daripada standar mutu beras. Kadar abu merupakan pengukuran jumlah mineral yang terkandung pada suatu pangan
sebagai zat anorganik. Semakin tinggi kadar abu suatu bahan maka semakin tinggi pula kadar mineralnya. Hasil pengukuran kadar abu menir maupun beras analog hasil penelitian ini adalah
sebesar 0.43 bk dan 0.51 bk. Protein merupakan salah satu makronutrien yang amat penting bagi tubuh karena selain
berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh. Protein juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N. Molekul
protein juga mengandung beberapa mineral, seperti fosfor dan belerang Cu serta unsur logam, seperti besi dan tembaga Winarno, 2008. Kandungan protein dapat menentukan nilai gizi beras
dan mutu tanak nasi. Kandungan protein yang tinggi akan membuat beras memerlukan lebih banyak air dan lebih lama ditanaknya. Hal ini berkaitan dengan struktur granula pati yang
diselubungi oleh lapisan protein sehingga penyerapan air terhalangi Haryadi, 2008. Kadar protein dari menir maupun beras analog hasil penelitian ini adalah sebesar 9.82 bk dan 9.85 bk.
Lemak merupakan zat makanan yang menyumbangkan energi lebih besar dibandingkan protein dan karbohidrat. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan
karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkalgram. Kadar lemak dari menir maupun beras analog hasil penelitian ini adalah sebesar 0.37 bk dan 0.34 bk.
Karbohidrat adalah sumber kalori utama yang mudah didapatkan. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, seperti rasa, warna, dan tekstur
Winarno, 2008. Kadar karbohidrat dari dari menir maupun beras analog hasil penelitian ini adalah sebesar 77.27 dan 80.94. Terlihat kadar karbohidrat by different dari menir dan beras
analog dengan perlakuan penambahan ekstrak teh tidak terlihat terlalu jauh perbedaannya. Jika nilai kadar air beras dengan penambahan ekstrak teh memiliki nilai kadar air mendekati menir,
maka kadar karbohidrat by differentnya akan sama dan tidak ada perbedaan. Hal ini dikarenakan kadar karbohidrat by different hanya didasarkan pada pengurangan nilai 100 dengan nilai
penjumlahan kadar air, kadar abu, protein, dan lemak. Dari data proksimat dapat diperkirakan bahwa masa simpan produk beras analog dengan penambahan ekstrak teh akan sama dengan beras
biasa dikarenakan kadar airnya yang lebih rendah dan kadar lemaknya yang tidak terlalu tinggi sehingga produk tidak mudah berkapang maupun tengik.
4.2 NILAI DAYA CERNA PATI PRODUK AKHIR BERAS ANALOG
Pati merupakan substansi cadangan utama pada tanaman dan menyumbang 70-80 energi bagi kebutuhan energi manusia. Pati tersusun atas polimer amilosa dan amilopektin. Baik pati
maupun produk hasil hidrolisis pati mengandung sebagian besar karbohidrat yang dapat dicerna oleh manusia BeMiller dan Whistler, 1996.
Daya cerna pati merupakan parameter mutu gizi yang penting. Daya cerna pati menunjukkan kemampuan pati untuk dicerna oleh enzim penghidrolisis pati dan diserap oleh tubuh. Daya cerna
pati dipengauhi oleh beberapa antara lain ukuran granula pati, rasio amilosaamilopektin, derajat kristralinitas pati, dan adanya zat antinutrisi Shandu dan Lim, 2008. Pada Tabel 18 ditampilkan
hasil analisis dan perhitungan daya cerna pati pada menir tanpa perlakuan serta keempat produk beras analog.
Data menunjukkan bahwa terdapat penurunan daya cerna pati dari keseluruhan perlakuan dibandingkan dengan menir dan beras analog kontrol. Hasil analisis ragam serta uji lanjut Tukey
HSD Lampiran 12b menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam berpengaruh nyata p0.05 terhadap daya cerna pati. Dari analisis juga diketahui bahwa hanya perlakuan beras
31
analog dengan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan ekstrusi yang berbeda nyata diantara keseluruhan perlakuan dan berada pada subset berbeda.
Tabel 18 Daya cerna pati in vitro beras analog Sampel beras analog
Daya Cerna Pati Menir
70.41 ± 0.00
a
Beras analog kontrol tanpa penambahan ekstrak teh 75.52 ± 0.38
a
Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi
Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi
61.81 ± 0.00
a
68.53 ± 0.38
a
58.32 ± 0.38
b
Nilai yang diikuti dengan huruf superskrip yang bebeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata p0.05
Terlihat bahwa menir utuh tanpa perlakuan memiliki nilai daya cerna pati lebih rendah dibandingkan dengan beras analog kontrol. Proses ekstrusi diketahui dapat mempengaruhi struktur
fisik granula pati mentah melalui proses gelatinisasi. Semakin besar derajat gelatinisasi suatu produk maka akan semakin tinggi pula daya cerna patinya. Pada penelitian ini dilakukan dengan
suhu ekstruder selama proses sebesar 80 C. Pemilihan suhu 80 C digunakan dengan mempertimbangkan suhu gelatinisasi beras yaitu kurang dari 80 C Winarno, 2008. Widowati
2007 menyebutkan bahwa beras yang mengalami gelatinasi lebih mudah dicerna sehingga nilai daya cernanya mengalami peningkatan.
Penambahan ekstrak teh terlihat dapat menyebabkan penurunan nilai daya cerna pati dikarenakan ekstrak teh memiliki komponen aktif, yaitu polifenol. Penurunan daya cerna pati
akibat adanya polifenol dari teh dapat melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah polifenol menghambat kerja enzim pencernaan, sedang mekanisme kedua adalah polifenol
membentuk ikatan kompleks dengan karbohidrat.
Menurut Thompson et al. 1984, polifenol atau tanin menghambat aktivitas enzim pencernaan, terutama tripsin dan amilase. Adanya polifenol menyebabkan karbohidrat dicerna
lebih lambat sehingga daya cerna pati menurun. Selain itu, dampak adanya polifenol adalah terbentuknya senyawa kompleks dengan protein yang bersifat tidak larut juga cenderung
menurunkan daya cerna protein maupun pati. Menurut Bear et al. 1985 dalam Mueller et al. 1986 disebut bahwa kemungkinan ikatan antara polifenol dan karbohidrat adalah ikatan kovalen
melalui jembatan eter pada C4 karbohidrat. Kemungkinan lain adalah melalui jembatan H
+
pada karbohidrat. Ukuran molekul dan fleksibilitas konfirmasi berperan dalam pembentukan ikatan
polifenol-karbohidrat serta dipengaruhi ole pH. Adanya ikatan polifenol-karbohidrat menyebabkan sisi bagian pati yang normal dihidrolisis oleh enzim pencernaan tidak dikenali sehingga
kemampuan hidrolisis pati daya cerna menurun.
Nilai daya cerna pati terendah pada perlakuan penambahan ekstrak teh hitam yaitu sebesar 58.32±0.38 untuk beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan ekstrusi,
61.81±0.00 untuk beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling, dan 68.53±0.38 untuk beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi. Penurunan
nilai daya cerna pati tersebut sebanding dengan besarnya total fenol yang terkandung pada produk beras Tabel 19. Semakin besar total fenol yang dikandung maka akan semakin besar penurunan
nilai daya cerna pati. Hal ini dikarenakan semakin banyak fenol yang terkandung pada produk menyebabkan penghambatan enzim pencernaan oleh fenol semakin tinggi, sehingga pati semakin
tidak mudah dicerna.
Pada perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling terdapat proses perendaman ekstrak teh ke dalam menir sehingga struktur ikatan kompleks antara senyawa fenol dan komponen pada
beras terjadi lebih lama dan kuat. Sedangkan pada perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi, penambahan ekstrak teh dilakukan tepat sebelum ekstrusi untuk menaikkan kadar air
menjadi sekitar 45 sehingga ikatan antara senyawa fenol dan komponen pada beras belum
32
terlalu terbentuk dengan kuat dan langsung melalui proses pemanasan dan gelatinisasi saat ekstrusi sehingga menyebabkan daya hambat terhadap enzim alfa amilase pada pati masih rendah.
Tabel 19 Total fenol dan daya cerna pati in vitro beras analog Sampel beras analog
Total fenol mg GAEg
Daya Cerna Pati
Menir 0.0000 ± 0.00
a
70.41 ± 0.00
a
Beras analog Kontrol K 0.0000 ± 0.00
a
75.52 ± 0.38
a
Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling
Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi
Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi
0.1946 ± 0.00
b
0.1745 ± 0.00
c
0.2204 ± 0.00
d
61.81 ± 0.00
a
68.53 ± 0.38
a
58.32 ± 0.38
b
Nilai yang diikuti dengan huruf superskrip yang bebeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata p0.05
Keterangan: nilai daya cerna pati terendah Sedangkan pada beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan ekstrusi,
rendahnya nilai daya cerna pati dikarenakan pada perlakuan tersebut terdapat dua proses penambahan ekstrak teh, yaitu perendaman sebelum milling dan penambahan sebelum ekstrusi.
Sehingga ikatan antara senyawa fenol dan komponen beras terbentuk lebih kuat dibanding kedua perlakuan penambahan ekstrak teh lainnya. Hal inilah yang dapat mempengaruhi daya cerna pati.
Semakin tinggi kadar fenol yang berikatan dengan komponen beras maka semakin kuat penghambatan enzim alfa amilase pemecah pati, sehingga semakin menurunkan daya cerna pati.
Senyawa polifenolik sering disebut sebagai tanin. Zat antigizi ini dapat menurunkan daya cerna protein maupun pati sehingga respon glikemiknya menurun Griffiths dan Moseley, 1980.
Hasil analisis daya cerna pati memperlihatkan produk terpilih dari keempat perlakuan metode penambahan ekstrak teh hitam pada proses pembuatan beras analog. Produk terpilih adalah produk
yang memiliki nilai daya cerna pati terendah. Produk terpilih adalah produk beras analog perlakuan ketiga, yaitu penambahan ekstrak teh hitam dilakukan sebelum milling dan ekstrusi.
4.3 NILAI INDEKS DAN BEBAN GLIKEMIK PRODUK TERPILIH BERAS ANALOG