8
Thearubigin merupakan kelompok senyawa berpigmen coklat atau hitam yang berperan dalam kekentalan dan rasa sepat dari teh hitam. Kelompok senyawa thearubigin antara lain polimer
proanthocyanidin tanin terkondensasi, theafulvin, dan oolongtheanin. Total theaflavin dan thearubigin pada teh hitam sebesar 3-6 dan 12-18 basis kering Wong et al., 2009.
Gambar 2 Struktur theaflavin dan thearubigin sumber: Shahidi dan Naczk, 2004 Senyawa polifenol pada teh sering juga dikenal sebagai zat antinutrisi. Zat ini dapat
menurunkan nilai gizi suatu bahan pangan Daniel dan Antony, 2011; Peng et al., 2005 antara lain menurunkan daya cerna protein dan pati sehingga respon glikemiknya menurun Griffith dan
Moseley, 1980. Polifenol dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan polisakarida tertentu. Polifenol mengandung gugus hidroksi dan gugus lain seperti karboksilat sehingga dapat
membentuk kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul lain. Senyawa ini mudah teroksidasi dengan adanya oksigen dalam suasana alkali atau adanya enzim polifenolase,
membentuk senyawa radikal orto-kuinon. Senyawa orto-kuinon tersebut sangat reaktif dan apabila bereaksi dengan protein dapat membentuk senyawa kompleks yang melibatkan asam amino lisin
sehingga ketersediaannya akan menurun. Selain itu senyawa kompleks protein polifenol tersebut sulit ditembus oleh enzim protease sehingga daya cerna proteinnya rendah. Secara keseluruhan
dapat dikatakan bahwa nilai gi
zi proteinnya juga akan turun. Enzim α-amilase adalah protein dalam tubuh yang bertugas memecah karbohidrat mejadi gugus gula sederhana. Oleh karena itu,
pembentukan kompleks antara α-amilase dan senyawa polifenol secara tidak langsung akan menganggu daya cerna pati. Diasumsikan hal tersebut dapat menurunkan nilai indeks glikemik
bahan pangan.
Menurut Venables et al. 2008 ekstrak teh hijau dapat meningkatkan kontrol glikemik setelah mengkonsumsi glukosa dan sangat potensial untuk menurunkan resiko DM tipe 2. Diduga bahwa
teh hitam memiliki kemampuan yang sama dengan teh hijau dalam meningkatkan kapasitas insulin Khomsan, 2009 hal ini dikarenakan teh hitam memiliki kandungan theaflavin dan thearubigin
yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang sama potensialnya dengan katekin pada teh hijau.
2.4 INDEKS GLIKEMIK
Indeks glikemik IG merupakan tingkatan pangan menurut efeknya immediate effect terhadap kadar gula darah. Indeks glikemik suatu bahan pangan berbeda-beda tergantung pada
fisiologis, bukan pada kandungan bahan pangan tersebut Sarwono et al., 2003. Menurut Powell et al. 2002 berdasarkan respon glikemiknya, pangan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu pangan
IG rendah IG55, IG sedang 55IG70, dan IG tinggi IG70.
Indeks glikemik merupakan sifat bahan pangan yang sangat unik. IG tidak hanya ditentukan oleh satu faktor tetapi beberapa faktor yang saling mempengaruhi. Masing-masing komponen
bahan pangan memberikan kontribusi dan saling berpengaruh sinergis antar sifat bahan hingga menghasilkan respon glikemik tertentu Widowati, 2007. Faktor yang umum mempengaruhi IG
Thearubigin Theaflavin
9
pangan antara lain: proses ukuran partikel, keberadaan gula, kadar serat, pengolahan, serta zat antigizi pangan Rimbawan dan Siagian, 2004.
Karbohidrat yang diserap secara lambat akan menghasilkan puncak kadar glukosa darah yang rendah. Hal ini berpotensi dalam mengendalikan daya cerna pati beras Willet et al., 2002.
Diasumsikan bahwa daya cerna pati memiliki korelasi positif terhadap IG produk. Respon glikemik dan daya cerna pati tidak berhubungan dengan panjangnya rantai sakarida, melainkan
oleh ukuran partikel Ludwig, 2000. Semakin kecil ukuran ukuran partikel, semakin mudah pati terdegradasi oleh enzim. Sehingga semakin cepat pencernaan karbohidrat pati yang dapat
menyebabkan IG pangan tersebut semakin tinggi Rimbawan dan Siagian, 2004. Selain itu, karbohidrat sederhana tidak semuanya memiliki IG lebih tinggi daripada karbohidrat kompleks.
Jenis gula yang terdapat pada bahan pangan mempengaruhi IG pangan tersebut.
Suatu studi intervensi tinjauan sistematik menunjukkan bahwa makanan dengan IG rendah dapat membantu menormalkan kadar glukosa darah, meningkatkan kadar protein, serta sensitivitas
insulin Livesey dan Tagami, 2002. Pangan dengan IG rendah dapat memperbaiki pengendalian metabolik penderita diabetes melitus tipe 2 dewasa.
Selain IG, dapat digunakan pula pendekatan beban glikemik BG. BG adalah penjabaran praktis dari IG dalam kehidupan sehari-hari. BG memberikan informasi lebih lengkap mengenai
pengaruh konsumsi aktual karbohidrat per saji terhadap peningkatan kadar gula darah yang ditunjukkan oleh indeks glikemik Powell et al., 2002. Namun untuk mengetahui besar BG, masih
diperlukan analisis IG terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan, BG yang ditetapkan sama dengan IG dikalikan dengan kandungan riil karbohidrat pada setiap sajian tertentu dalam ukuran standar. BG
bahan pangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu BG rendah BG10, BG sedang 11BG19, dan BG tinggi BG20.
Indeks glikemik pangan tinggi tidak langsung menunjukkan kecepatan peningkatan gula darah, tetapi juga ditentukan oleh kandungan karbohidrat yang disajikan. Bahan pangan dengan
BG tinggi lebih mencerminkan peningkatan kadar glukosa darah dibandingkan dengan IG tinggi. Konsumsi dalam jangka panjang terhadap bahan pangan yang memiliki BG tinggi dapat dikaitkan
dengan resiko penyakit DM tipe 2 Powell et al., 2002.
Tabel 6 Indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia Varietas
IG Glukosa = 100
Varietas IG
Glukosa = 100 Begawan solo
98 Cigeulis
64 Gilirang
97 Batang lembang
63 Sintanur
91 Logawa
59 Sarinah
90 Cande
59 Ciliwung
87 Cibogo
58 Celebes
86 Ciherang
54 Batang piaman
80 Aek sibundong
53 Mekongga
79 Martapura
50 Ketonggo
79 Air tenggulang
50 Setail
74 IR 74
49 Widas
71 Ciujung
48 IR 64
70 IR 36
45 IR 42
69 Margosari
39 Cisadane
68 Cisokan
34 Memberamo
67 sumber: Widowati 2007, Argasasmita 2008, Nugraha 2008, Indrasari et.al. 2008,
Akhyar 2009 Pada beras, secara umum IG dipengaruhi oleh varietas atau jenis padi dan gabahnya Miller et
al., 1996. Ada jenis padi yang dapat menghasilkan beras dengan IG rendah, sedang, maupun tinggi secara natural. Namun beras di pasaran umumnya tidak diketahui jenisnya secara pasti
10
beras campuran sehingga IGnya tidak dapat diketahui pula. Selain itu, IG beras dapat dipengaruhi oleh proses pengolahannya. Proses pengolahan yang dapat mempengaruhi IG beras
salah satunya adalah proses parboiling pratanak. Proses parboiling adalah proses perebusan pada suhu 60°C selama 8 jam, kemudian dilanjut dengan pengukusan suhu 100°C selama 30 menit pada
beras yang masih dalam bentuk gabah. Contoh beras parboiling antara lain beras Taj Mahal atau beras Batang Pariaman Nugraha, 2008. Beras Taj Mahal memiliki nilai IG sebesar 66 Widowati,
2007. Beras Taj Mahal diklaim sebagai beras yang aman bagi konsumen yang konsen terhadap asupan karbohidratnya seperti penderita diabetes melitus. Pada Tabel 6 dapat dilihat daftar IG
beberapa varietas beras yang tersebar di Indonesia. IG ditentukan berdasar perbandingan respon gula darah beras dengan glukosa murni sebagai standar IG 100.
11
III. METODOLOGI PENELITIAN