Karakteristik subjek relawan uji indeks glikemik Karakteristik sampel uji indeks glikemik

32 terlalu terbentuk dengan kuat dan langsung melalui proses pemanasan dan gelatinisasi saat ekstrusi sehingga menyebabkan daya hambat terhadap enzim alfa amilase pada pati masih rendah. Tabel 19 Total fenol dan daya cerna pati in vitro beras analog Sampel beras analog Total fenol mg GAEg Daya Cerna Pati Menir 0.0000 ± 0.00 a 70.41 ± 0.00 a Beras analog Kontrol K 0.0000 ± 0.00 a 75.52 ± 0.38 a Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi 0.1946 ± 0.00 b 0.1745 ± 0.00 c 0.2204 ± 0.00 d 61.81 ± 0.00 a 68.53 ± 0.38 a 58.32 ± 0.38 b Nilai yang diikuti dengan huruf superskrip yang bebeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata p0.05 Keterangan: nilai daya cerna pati terendah Sedangkan pada beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan ekstrusi, rendahnya nilai daya cerna pati dikarenakan pada perlakuan tersebut terdapat dua proses penambahan ekstrak teh, yaitu perendaman sebelum milling dan penambahan sebelum ekstrusi. Sehingga ikatan antara senyawa fenol dan komponen beras terbentuk lebih kuat dibanding kedua perlakuan penambahan ekstrak teh lainnya. Hal inilah yang dapat mempengaruhi daya cerna pati. Semakin tinggi kadar fenol yang berikatan dengan komponen beras maka semakin kuat penghambatan enzim alfa amilase pemecah pati, sehingga semakin menurunkan daya cerna pati. Senyawa polifenolik sering disebut sebagai tanin. Zat antigizi ini dapat menurunkan daya cerna protein maupun pati sehingga respon glikemiknya menurun Griffiths dan Moseley, 1980. Hasil analisis daya cerna pati memperlihatkan produk terpilih dari keempat perlakuan metode penambahan ekstrak teh hitam pada proses pembuatan beras analog. Produk terpilih adalah produk yang memiliki nilai daya cerna pati terendah. Produk terpilih adalah produk beras analog perlakuan ketiga, yaitu penambahan ekstrak teh hitam dilakukan sebelum milling dan ekstrusi.

4.3 NILAI INDEKS DAN BEBAN GLIKEMIK PRODUK TERPILIH BERAS ANALOG

Dari hasil analisis daya cerna pati sebelumnya didapatkan produk terpilih yaitu perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair sebelum milling dan sebelum ekstrusi. Produk beras analog terpilih kemudian diuji nilai indeks glikemik IG. Produk terpilih akan dibandingkan dengan nilai IG menir untuk melihat seberapa besar perbedaan nilai IG dengan adanya penambahan ekstrak teh hitam. Dari perbandingan tersebut akan terlihat apakah ekstrak teh hitam mampu menurunkan secara signifikan nilai IG dari beras analog yang dihasilkan.

4.3.1 Karakteristik subjek relawan uji indeks glikemik

Jumlah relawan yang memenuhi syarat sebagai subjek pengukuran indeks glikemik sebanyak 20 orang yang terdiri atas 7 orang laki-laki dan 13 orang wanita. Tidak dilakukan perbandingan yang seimbang antara jumlah relawan laki-laki dan perempuan. Hal tersebut dikarenakan relawan laki-laki banyak yang merasa tidak sanggup memenuhi persyaratan yang diwajibkan antara lain berpuasa dan diambil darahnya. Menurut Rimbawan dan Siagian 2004 perbedaan antara jumlah laki-laki dan wanita tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap hasil pengujian nilai indeks glikemik produk. Sehingga memungkinkan adanya ketidaksamaan jumlah subjek laki-laki dan perempuan. Dari data 20 orang tersebut kemudian diseleksi dan didapatkan 10 data yang ditampilkan pada penelitian ini. Penggunaan data 10 orang dikarenakan adanya beberapa data yang bias. Data bias antara lain dikarenakan nilai kurva melebihi kurva standar maupun hasil perhitungan data sampel yang terlalu rendah dibandingkan dengan data standar. 33

4.3.2 Karakteristik sampel uji indeks glikemik

Tabel 20 Komposisi kimia nasi analog Menir Beras analog terpilih Kadar air bb 64.82 ± 2.70 60.14 ± 1.68 Kadar air bk 84.28 ± 3.35 76.05 ± 2.16 Kadar abu bb 0.13 ± 0.01 0.06 ± 0.01 Kadar abu bk 0.15 ± 0.01 0.07 ± 0.02 Kadar protein bb 2.66 ± 0.06 2.37 ± 0.06 Kadar protein bk 2.93 ±0.06 2.61 ± 0.07 Kadar lemak bb 0.13 ± 0.00 0.11 ± 0.00 Kadar lemak bk 0.36 ± 0.00 0.27 ± 0.01 Kadar karbohidrat by diff 32.27 ± 2.75 37.33 ± 1.60 Komposisi kimia nasi analog digunakan untuk perhitungan kesetaraan karbohidrat berdasarkan karbohidrat by difference pada analisis indeks glikemik. Tabel 20 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat by different dari menir dan beras perlakuan penambahan ekstrak teh memiliki nilai yang berbeda. Kadar karbohidrat beras analog lebih tinggi daripada menir. Hal ini dikarenakan karbohidrat by different berdasar perhitungan dari pengurangan terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak basis basah. Menir maupun beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam menggunakan perbandingan air dan beras sebesar 1.8:1. Perbandingan beras dan air diperoleh dari terlihatnya nasi yang sudah matang tidak memiliki butiran tepung lagi. Jika perbandingan air kurang dari yang ditentukan, maka nasi yang dihasilkan akan memiliki tekstur bertepung dan menimbulkan sensori tidak enak saat dimakan karena terasa belum matang dan keras. Jumlah sampel nasi yang akan dikonsumsi oleh relawan, baik nasi dari menir maupun dari beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam, masing-masing sebanyak 77.47 g dan 66.97 g. Jumlah tersebut didapat dari kesetaraan 25 g karbohidrat pangan acuan dan karbohidrat sampel masing-masing nasi. Penggunaan kesetaraan 25 g karbohidrat bertujuan untuk mengurangi bias yang terjadi saat pengonsumsian sampel. Hal ini dikarenakan faktor sensori nasi beras analog yang kurang manis seperti nasi pada umumnya saat dikunyah. Sehingga dapat menyebabkan relawan merasa mual. Jumlah pangan uji yang tidak setara 50 g karbohidrat menurut Mendosa 2006 tidak akan mempengaruhi respon indeks glikemik pangan karena pada dasarnya pangan yang sama dengan kuantitas berbeda akan menunjukkan respon indeks glikemik yang sama apabila kontrol yang digunakan mengandung karbohidrat yang berjumlah setara dengan kandungan karbohidrat pangan uji. Penelitian ini menggunakan pangan acuan berupa glukosa murni. Alasan penggunaan glukosa murni adalah kemampuannya diserap tubuh mencapai 100 sehingga nilai IGnya dapat disetarakan dengan angka 100. Menurut Miller et al. 1996 pangan acuan lain yang dapat digunakan adalah roti tawar. Alasannya roti tawar lebih mencerminkan mekanisme fisiologis dan metabolik daripada glukosa murni. Namun menurut penelitian Riany 2006 menunjukkan bahwa respon glikemik roti tawar sebesar 1.408 kali lebih rendah dibandingkan glukosa murni. Dengan menganggap indeks glikemik glukosa adalah 100, maka diketahui besar indeks glikemik roti tawar dengan kontrol glukosa murni sebesar 71. Hal ini selaras dengan pendapat Fernandes et al. 2005 dan Mendosa 2005 bahwa untuk mendapatkan repson indeks glikemik pangan uji dengan kontrol glukosa dari kontrol roti tawar yaitu dengan mengalikan respon indeks glikemik kontrol roti tawar terhadap nilai 1,4. Hal ini disebabkan karena respon indeks glikemik roti tawar 29 lebih rendah daripada glukosa murni.

4.3.3 Karakteristik nilai energi beras dan nasi analog terpilih