Lampu Bertudung Lampu bereflektor α

18 Gambar 11 menunjukkan intensitas dan pola sebaran cahaya lampu bereflektor α r 32,6 o . Pola sebaran lampu bereflektor α r 32,6 o berada pada  = 120 o - 240 o membentuk sudut 120 o . Intensitas cahaya lampu dengan reflektor α r 32,6 o pada  = 0 o -105 o dan 225 o -345 o tidak dapat diukur karena cahaya lampu terhalang oleh dinding reflektor. Pengukuran intensitas baru dapat dimulai dari  = 120 o dengan nilai 534 lux. Hasil pengukuran intensitas cahaya lampu bereflektor α r 32,6 o disajikan pada Lampiran 4. Peningkatan intensitas cahaya secara signifikan terjadi pada  = 135 o dan terus meningkat hingga  = 180 o . Adapun nilai intensitas yang diperoleh adalah 135 o 691 lux, 150 o 841 lux, 165 o 1.154 lux dan 180 o 1.278 lux. 3.3.4 Perbandingan Intensitas dan Pola Sebaran Cahaya antara Lampu Bertudung dan Bereflektor Lampu bereflektor α r 23,3 o menghasilkan intensitas cahaya tertinggi, yaitu1.561 lux. Urutan berikutnya adalah lampu bereflektor α r 32,6 o dengan intensitas cahaya 1.278 lux. Adapun intensitas lampu bertudung hanya 961 lux. Intensitas cahaya lampu bereflektor α r 23,3 o dan α r 32,6 o yang tinggi diakibatkan oleh konstruksi reflektor yang berbeda dengan tudung lampu. Permukaan dinding dalam reflektor dilapisis dengan kertas perak, sehingga intensitas cahaya pantulnya semakin tinggi. Adapun tudung lampu hanya terbuat dari tabung plastik tanpa kertas perak. Sebagian besar cahaya lampu dibiaskan oleh dinding tabung. Intensitas cahaya yang dipantulkan juga cenderung lemah, karena bagian dalam dinding memiliki daya pantul yang rendah. Perbedaan intensitas cahaya pada lampu bereflektor α r 32,6 o dan α r 23,3 o lebih disebabkan oleh perbedaan sudut bukaan reflektor. Konstruksi reflektor α r 32,6 o lebih besar dan lebih pendek, sedangkan konstruksi reflektor α r 23,3 o lebih mengerucut dan lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan nilai intensitas cahaya lampu bereflektor α r 32,6 o lebih rendah dibandingkan dengan reflektor α r 23,3 o . Konstruksi yang sempit pada reflektor α r 23,3 berdampak pada penetrasi cahaya lampu ke dalam air yang dihasilkannya juga lebih tinggi. Konstruksi tudung dan reflektor yang berbeda mempengaruhi pola sebaran cahaya yang dihasilkan. Semakin kecil bukaan mulut reflektor atau tudung akan diikuti dengan pola sebaran cahaya yang semakin sempit. Hal sebaliknya terjadi jika bukaan mulut reflektor atau tudung semakin besar, maka pola sebaran cahaya juga semakin meluas. Pola sebaran cahaya paling kecil diperoleh lampu bertudung dan bereflektor α r 23,3 o . Keduanya menjadikan lampu memiliki pola sebaran cahaya membentuk sudut 60 o . Perbedaan konstruksi tudung dan reflektor menyebabkan pola sebaran cahayanya juga berbeda. Konstruksi tudung berbentuk silinder menghasilkan sebaran cahaya membentuk kolom selinder secara vertikal. Penambahan atau pengurangan jarak penyinaran tidak mempengaruhi pola sebaran cahayanya. Ini berbeda dengan reflektor α r 23,3 o . Konstruksi reflektor yang berbentuk kerucut menyebabkan setiap penambahan jarak penyinaran akan memperluas sebaran cahaya. Perbedaan pola sebaran cahaya juga terjadi pada lampu bereflektor α r 23,3 o dan α r 32,6 o . Kedua reflektor ini memiliki konstruksi berbentuk kerucut dengan sudut bukaan yang berbeda. Akibatnya, pola sebaran cahaya yang dihasilkan lampu bereflektor α r 32,6 o membentuk sudut 120 atau lebih luas jika 19 dibandingkan dengan α r 23,3 o . Ilustrasi arah penyinaran cahaya di perairan bawah bagan dari lampu bertudung dan bereflektor disajikan pada Gambar 12.

3.4 Pola Sebaran Organisma

Pengamatan terhadap proses berkumpul dan bentuk gerombolan organisma di bawah bagan dilakukan dari atas bagan. Pengamatan secara visual hanya dapat dilakukan hingga kedalaman satu sampai dua meter, karena keterbatasan penglihatan. Pengamatan pada kedalaman lebih dari dua meter memakai fishfinder . 3.4.1 Penangkapan Cumi-cumi 3.4.1.1 Pengamatan visual Hasil pengamatan secara visual di lapang pada interval waktu penangkapan 20.00-01.00 WIT menunjukkan organisma kecil fototaksis positif pertama kali mendekati bagan sekitar 15-20 menit setelah lampu dinyalakan. Jenis organisma yang pertama mendekati bagan adalah jenis-jenis ikan kecil yang tidak dapat diidentifikasi Gambar 13. Organisma berikutnya adalah teri, kuwe dan cumi- cumi. Teri cenderung berada di permukaan air sehingga mudah diamati secara visual. Hal berbeda terjadi pada jenis kuwe dan cumi-cumi yang cenderung berada pada kedalaman 2 m sehingga sulit diamati secara visual. Kedua organisma ini baru tampak saat mengejar ikan-ikan kecil yang menjadi makanannya. Jenis organisma lain yang terindikasi berkumpul di bawah bagan adalah layang. Gambar 13 diperlihatkan gerombolan ikan dan cumi-cumi di bawah bagan. Gambar 12 Ilustrasi pola sebaran cahaya lampu ke arah jaring bagan: Lampu bertudung a, lampu bereflektor α r 23,3° b dan α r 32,6° c. a b c D : jaring, E : jarak penyinaran yang diinginkan 2 m dan 5 m, F : Tinggi penggantungan lampu dengan permukaan perairan 2 m Digambar oleh: Supriono Ahmad Keterangan: A : tudung dan reflektor, B : kedalaman jaring 15 m, C : lebar kerangka jaring 10 m,