Reflector Utilization with Different Angles: An Effort to Increase Fish Catch on Lift Net in Kao Bay, North Halmahera

(1)

SUPRIONO AHMAD

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

PENGGUNAAN REFLEKTOR DENGAN SUDUT BERBEDA:

UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN BAGAN


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penggunaan Reflektor dengan Sudut Berbeda Upaya Meningkatkan Hasil Tangkapan Bagan di Teluk Kao, Halmahera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Supriono Ahmad


(4)

RINGKASAN

SUPRIONO AHMAD, Penggunaan Reflektor dengan Sudut Berbeda: Upaya Meningkatkan Hasil Tangkapan Bagan di Teluk Kao, Halmahera Utara. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO, M FEDI A SONDITA dan ROZA YUSFIANDAYANI.

Perkembangan teknologi pencahayaan menggunakan lampu pijar pada bagan perahu di Teluk Kao diharapkan dapat membantu meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Namun pada kenyataannya, penggunaan cahaya pada pengoperasian bagan di Teluk Kao masih belum memberikan hasil tangkapan yang maksimal. Ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan nelayan dalam memanfaatkan cahaya lampu dan hubungannya dengan tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapannya.

Salah satu upaya yang dilakukan nelayan Teluk Kao untuk memaksimalkan pemanfaatan cahaya lampu adalah dengan menutupi bagian atas lampu dengan bakul, baskom atau panci. Tujuannya untuk memfokuskan pencahayaan ke arah jaring bagan. Cara ini dilakukan nelayan tanpa melalui kajian ilmiah. Pemusatan cahaya seharusnya dikerjakan melalui perhitungan teoritis dan pembuktian secara ilmiah. Penggunaan penutup lampu ini sama pada setiap pengoperasian, baik penangkapan saat terang bulan maupun gelap bulan.

Penelitian mencoba memperbaiki tudung dan melengkapinya dengan lapisan pemantul atau disebut juga sebagai reflektor. Pancaran cahaya lampu diarahkan ke jaring bagan pada jarak dua meter dan lima meter. Hasilnya, masing-masing reflektor memiliki sudut bukaan αr23,3° dan αr32,6°. Tujuannya adalah menentukan kecepatan berkumpul organisma di bawah cahaya lampu bertudung dan bereflektor saat penangkapan periode bulan gelap dan terang, mendapatkan reflektor lampu yang memberikan hasil tangkapan terbanyak pada penangkapan cumi-cumi dan jenis-jenis ikan dan menentukan waktu penangkapan yang efektif dalam kegiatan penangkapan cumi-cumi dan jenis-jenis ikan.

Tahapan penelitian dibagi atas dua tahap yaitu penelitian skala laboratorium dan lapang. Penelitian laboratorium dilakukan perancangan dan pembuatan reflektor. Selanjutnya, pengukuran intensitas cahaya dikenakan terhadap lampu yang ditutupi dengan penutup -- disebut sebagai tudung standar -- dan reflektor. Penelitian dilanjutkan dengan menguji ketiga penutup langsung di lapang menggunakan tiga bagan milik nelayan. Bagan yang menggunakan tudung lampu standar dijadikan sebagai kontrol, sedangkan kedua reflektor sebagai perlakuan. Pengujian ketiga penutup lampu menggunakan metode percobaan.

Pengoperasian bagan dilakukan sebanyak 24 malam yang dibagi atas dua periode bulan. Selama 14 malam pertama atau periode bulan terang, bagan difokuskan untuk menangkap cumi-cumi. Waktu hauling dilakukan dua kali, yaitu antara pukul 20.00-01.00 WIT dan 01.00-05.00 WIT. Pengoperasian bagan ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pada 10 malam berikutnya saat bulan gelap. Dua waktu hauling ditetapkan antara pukul 20.00-00.00 WIT dan 00.00-05.00 WIT.

Tingkah laku ikan di bawah bagan diamati secara visual dan akustik. Pengamatan secara visual dilakukan terhadap organisma yang berada di permukaan air sampai ke kadalaman dua meter dan pengamatan akustik dilakukan


(5)

terhadap aktivitas organisma di kedalaman lebih dari dua meter. Hasilnya dianalisis secara deskriptif komparatif berdasarkan jenis penutup lampu,

Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh bagan dipaparkan dalam bentuk angka-angka dan grafik, kemudian dianalisis secara deskriptif komparatif untuk melihat efektifitas penggunaan penutup lampu terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Analisis statistika digunakan untuk melihat pengaruh penggunaan penutup lampu berbeda terhadap hasil tangkapan, pengaruh interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan, dan interaksi antara penggunaan penutup lampu yang berbeda dengan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cahaya lampu pijar 300 watt menyebar tidak seragam. Intensitas cahaya tertingginya sebesar 676 lux dan terendah 60 lux. Lampu bertudung standar memiliki pola sebaran membentuk sudut 60o dengan intensitas tertinggi 961 lux dan terendah 60 lux. Intensitas cahaya tertinggi lampu bereflektor αr23,3o sebesar 1.561 lux dan terendah 0 lux dengan pola sebaran membentuk sudut 60o. Adapun intensitas cahaya tertinggi lampu bereflektor αr 32,6o mencapai 1.278 lux dan terendah 0 lux dengan pola sebaran cahaya membentuk sudut 120o. Penggunaan penutup lampu berbeda ternyata dapat meningkatkan intensitas cahayanya.

Rekaman fishfindertransducer menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan cumi-cumi untuk berkumpul di bawah bagan pada kedalaman lebih dari dua meter sekitar 20 menit, sedangkan jenis-jenis ikan adalah 10 menit. Kelimpahan organisma yang tinggi, baik cumi-cumi maupun jenis-jenis ikan, terdapat pada perairan bawah bagan yang menggunakan reflektor αr23,3o dan αr32,6o.

Secara deskriptif bobot hasil tangkapan cumi-cumi tertinggi didapatkan oleh bagan yang menggunakan lampu bereflektor αr23,3o seberat 5.774 kg. Bagan dengan reflektor αr32,6o berada pada urutan berikutnya, yaitu seberat 4.977 kg. Adapun bagan dengan lampu bertudung standar hanya 3.180 kg. Hasil yang berbeda terjadi pada jenis ikan. Bobot tangkapan terberat diperoleh bagan yang menggunakan lampu bereflektor αr32,6o sebesar 2.010,8 kg dan diikuti oleh reflektor αr23,3o (1.692 kg) dan lampu bertudung (1.257 kg).

Bobot total hasil tangkapan menunjukkan bahwa penggunaan penutup lampu mempengaruhi bobot hasil tangkapan cumi-cumi dan jenis-jenis ikan. Namun hasil uji statistik menunjukkan hal yang berbeda, dimana penggunaan penutup lampu lebih berpengaruh terhadap hasil tangkapan jenis-jenis ikan dengan nilai Pvalue <0.05 atau 0.00. Sementara untuk hasil tangkapan cumi-cumi, penggunaan penutup lampu tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (Pvalue >0.05/0.49).

Interval waktu operasi penangkapan yang memberikan bobot tangkapan terbesar pada kedua jenis organisma adalah setelah tengah malam, yaitu 12.661 kg untuk cumi-cumi dan 3.019 kg untuk jenis-jenis ikan. Waktu operasi penangkapan sebelum tengah malam hanya mendapatkan 1.270 kg cumi-cumi dan 1.940,5 kg ikan. Hasil uji statistik juga menunjukkan jika interval waktu mempengaruhi jumlah bobot hasil tangkapan yang diperoleh bagan, dimana nilai Pvalue<0.05.

Kata Kunci : Cahaya, cumi-cumi, jenis-jenis ikan, reflektor.


(6)

SUMMARY

SUPRIONO AHMAD, Reflector Utilization with Different Angles: An Effort to Increase Fish Catch on Lift Net in Kao Bay, North Halmahera. Supervised by GONDO PUSPITO, M FEDI A SONDITA and ROZA YUSFIANDAYANI.

Technology development of light fishing using incandesent light bulb on a lift net boat in Kao Bay was expected to increase the fish catch. But in fact, when light fishing was operated on the lift net, it remain not have the maximum catch. This problem was caused due to the limited fishing knowledge of the fishermen in utilizing the light towards the targeted fish behaviour.

Fishing effort that has been done by the fishermen in Kao Bay in order to maximize the light utilization was by covering the upper part of the bulb with various types of bowl or pan. The goal was to focus the illumination to the lift net. This was done by them without scientific study whereas centralizing scattered light must be done with theoretical calculation and scientific evidence. This bulb cover utilization usually applied in every fishing operation either in bright or dark moon condition.

This research objective was to fix the bulb cover by equipping it with a layer of reflector. The illumination was directed to the lift net at two and five meter distance. As a result, each reflector here the opening angle αr23,3° and αr32,6°. The objective of this research was to determine the organism gathering speed below the covered and reflectored light bulb during the hauling in the full and dark moon period, to find out the light bulb reflector which might give the most catch result during the squids and fish kinds hauling and to determine the effective hauling time during the squids and fish kinds hauling operation.

Research phases were conducted in two kinds i.e. the laboratory and field scale. At the laboratory research, the reflector was designed and fabricated. Furthermore, the light intensity measurement towards the covered bulbs -- referred as standard cover-- and reflector. Research continued by testing all three kinds of cover on the field by utilizing three lift net boat from local fishermen. Lift net boat that equipped with standard bulb cover was served as control, while the other two reflectors was utilized as treatment. In the third test the bulb cover was used as experimental method.

The operation of lift net was conducted in 24 nights which was divided into two moon periods. During the first 14 nights or bright moon period, lift net was focused to catch squids. Hauling time was done twice between 20.00-01.00 WIT and 01.00-05.00 WIT. The lift net operation that was used for catching fish kinds performed on the following 10 nights in dark moon period. Two hauling times were set between 20.00-00.00 WIT and 00.00-05.00 WIT.

The fish behaviour below the lift net was observed with visually and acoustically in every lift net operation. Visual observation was done towards existing organisms on the water surface to a depth of two meter. Meanwhile the acoustic observation was conducted to observe the organism activity at the depth of more than two meter. Result was analyzed in descriptive comparative way based on the light bulb cover type.

The catch result that was hauled by the lift net was displayed in the form of numbers and graphs which as next being analyzed in descriptive comparative to


(7)

see the effectiveness of the bulb cover utilization towards the obtained catch result. Statistical analysis was used to see the influence of the various light bulb cover towards the catch, and the interaction between various light bulb cover to the catch time interval towards the catch result.

From this research, result showed that the 300 watt incandesent light bulb spread the light unevenly. The highest light intensity reached 676 lux and the lowest 60 lux. Furthermore, light distribution pattern that came from the standard cover forming a 60o angle and resulted light intensity as much as 961 lux high and 60 lux low. The highest light intensity of the αr23,3° reflectored light resulted 1.561 lux and the lowest is zero lux resulting distribution pattern that formed a 60o angle. As for the highest light intensity the αr32,6o reflectored light resulted 1.278 lux and the lowest is zero lux resulting distribution pattern that formed an 120o angle. With these various light bulb cover utilization it was evident that light intensity has increased.

Fishfinder transducer recording proofed that the time for squids to gather below the lift net boat at the depth of more than two meter took about 20 minutes, meanwhile the other types of fish was about 10 minutes. The high abundance of organisms, either squid or fishes were found below the lift net that equipped with αr23,3° and αr32,6o reflector.

Descriptively the squids that were hauled by αr23,3° reflectored light bulb lift net weighing 5.774 kg. In comparison the αr32,6o reflectored light bulb lift net resulted 4.977 kg, as for the standard covered light bulb only resulted 3.180 kg of squids. As a contrast the catch result of the fish types that were hauled by αr32,6°

reflectored light resulted 2.010,8 kg, followed by αr23,3° reflectored light (1.692 kg) and covered light (1.257 kg).

The weight of the total catch showed that the use of a covered lamp influenced the weight of the caught squids and fish kinds. However, statistic test showed difference where the covered light bulb has more influenced on the fish kinds with Pvalue <0.05 or 0.00. Meanwhile the squid catch result that was operated with the covered light bulb did not show real difference (Pvalue >0.05/0.49).

Furthermore, the interval time of the catch operation resulted the largest catch on both organism types happened after the midnight, resulted 12.661 kg of squids and 3.019 of fishes. The catch operation that was conducted before midnight only resulted 1.270 kg of squids and 1.940,5 of fishes. Statistic result showed that time interval influencing the catch result that was hauled by lift net Pvalue<0.05.


(8)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undanga-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(9)

SUPRIONO AHMAD

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

PENGGUNAAN REFLEKTOR DENGAN SUDUT BERBEDA:

UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN BAGAN


(10)

(11)

Judul Tesis : Penggunaan Reflektor dengan Sudut Berbeda: Upaya Meningkatkan Hasil Tangkapan Bagan di Teluk Kao, Halmahera Utara

Nama : Supriono Ahmad

NIM : C451110111

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr Ir Gondo Puspito, MSc Ketua

Dr Ir M Fedi A Sondita, MSc Dr Roza Yusfiandayani, SPi

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Perikanan Tangkap

Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr


(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuni-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Mei 2013 ini berjudul “Penggunaan Reflektor dengan Sudut Berbeda: Upaya Meningkatkan Hasil Tangkapan Bagan di Teluk Kao, Halmahera Utara”.

Penulis menyadari penyelesaian penelitian melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan motivasi dan do’a yang ikhlas;

2. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf, Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut beserta staf atas segala fasilitas dan kebijaksanaan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana IPB.

3. Dr Ir Gondo Puspito, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan sabar dan bijak selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi di IPB;

4. Dr Ir M Fedi A Sondita, MSc dan Dr Roza Yusfiandayani, SPi selaku Anggota Komisi Pembimbing satu dan dua yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan motivasi pada penulis selama penelitian hingga selesai;

5. Rektor Universitas Khairun Ternate yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor;

6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh Beasiswa Unggulan DIKTI tahun 2011;

7. Pemerintah Daerah Halmahera Utara yang telah membantu penulis dalam melakukan kegiatan penelitian lapang;

8. Dr Irham Koda, SPi MSi, Darmiyati Muksin, SPi MSi, dan Bahar Kaidati, SPi MSi yang telah memberikan rekomendasi pada penulis untuk melanjutkan studi pada Program Pasca Sarjana IPB;

9. Civitas Akademik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun

Ternate yang selalu memberi motivasi dan do’a pada penulis;

10. Teman-teman dari Maluku Utara yang sedang menempuh pendidikan di

Program Pascasarjana IPB yang selalu memberi masukan, nasehat dan do’a; 11. Teman-teman seperjuangan mayor TPT dan SPT yang selalu memberi motivasi

dan do’a yang tulus selama penulis menimbah ilmu di program Pascasarja IPB; 12. Pemerintah Desa Bobaneigo dan nelayan yang sudah menerima penulis dengan

ramah saat melakukan penelitian di Teluk Kao; dan

13. Sahabat dan sanak saudara serta pihak lain yang tidak dapat penulis ucapkan satu demi satu.


(13)

Penulis sangat mengharapkan masukan dan kritik yang membangun dari pembaca untuk perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca khususnya dan dunia perikanan umumnya.

Bogor, April 2014


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR ISTILAH xiv

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Hipotesis 4

Kerangka Teori 4

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat 7

Alat dan Bahan 7

Prosedur Penelitian 8

Analisis Data 12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Sebaran Cahaya Lampu 14

Perancangan Penutup Lampu 15

Pola Sebaran dan Intensitas Cahaya Lampu Berpenutup 15

Pola Sebaran Organisma 19

Hasil Tangkapan Bagan 28

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 40

Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 44


(15)

DAFTAR TABEL

1 2 3 45 5 56 6 67 7 77 7

Spesifikasi 1 unit bagan

Spesifikasi konstruksi reflektor Selisih bobot hasil tangkapan

Interaksi penggunaan penutup lampu berbeda dengan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan cumi-cumi

Interaksi penggunaan penutup lampu berbeda dengan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan jenis-jenis ikan

Interaksi penggunaan penutup lampu berbeda dengan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan jenis-jenis ikan fototaksis positif

Interaksi penggunaan penutup lampu berbeda dengan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan jenis-jenis ikan predator

7 15 29 32 37 38 39

DAFTAR GAMBAR

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 3 13 13 13 14 15 15 15 Kerangka teori

Posisi luxmeter terhadap lampu pada pengukuran intensitas cahaya dengan sudut 90o

Sudut pengukuran  intensitas cahaya lampu Ilustrasi bentuk reflektor: 2 m (A) dan 5 m (B) Rancangan reflektor

Ilustrasi posisi penempatan fishfinder transducer di bawah bagan Ilustrasi pola sebaran dan intensitas cahaya lampu pijar 300 watt

Konstruksi dan dimensi reflektor αr23,3o (a) dan αr32,6o (b) Pola sebaran dan intensitas cahaya lampu bertudung

Ilustrasi pola sebaran cahaya lampu dengan reflektor αr23,3o Pola sebaran dan intensitas cahaya lampu bereflektor αr32,6o

Ilustrasi pola sebaran cahaya lampu kearah jaring bagan: Lampu brtudung (a), lampu bereflektorαr23,3o (b) dan αr32,6o (c)

Jenis-jenis organisma yang mendekati perairan bawah bagan saat menangkap cumi-cumi; Jenis ikan kecil yang tidak dapat diidentifikasi (A), teri (B) dan cumi-cumi (C)

Gerombolan organisma di bawah lampu; gerombolan awal (A), ikan-ikan yang menghindar dari predator (B) dan kembali membentuk

schooling (C)

Rekaman display fishfinder 40 menit setelah lampu dinyalakan saat

6 8 8 9 9 12 14 15 16 17 17 19 20 21


(16)

15 15 16 16 16 17 17 17 17 18 18 18 19 19 19 20 21 20 22 21 23 24 25 26 27 27 28 29

menangkap cumi-cumi; lampu bertudung (A), lampu bereflektor α23,3o (B) dan α32,6o (C)

Kelimpahan organisma berdasarkan interval waktu penangkapan cumi-cumi; lampu bertudung (A), lampu bereflektor α23,3o (B) dan α32,6o (C)

Gerombolan organisma di perairan bawah lampu saat penangkapan organisma ikan; Tembang yang mengejar organisma kecil (A), gerombolan teri (B), gerombolan organisma kecil yang tidak dapat diidentifikasi (C) dan gerombolan kuwe (D)

Rekaman display fishfinder 40 menit setelah lampu dinyalakan saat menangkap organisma ikan; Lampu bertudung (A), lampu bereflektor αr23,3o (B), danαr32,6o (C)

Kelimpahan organisma berdasarkan interval waktu penangkapan jenis organisma ikan; Lampu bertudung (A), lampu bereflektor αr23,3o (B), danαr32,6o (C)

Bobot total hasil tangkapan cumi-cumi dengan bagan

Bobot total hasil tangkapan cumi-cumi berdasarkan interval waktu penanngkapan

Interaksi faktor penutup lampu dengan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan cumi-cumi

Komposisi berat per jenis ikan hasil tangkapan bagan

Total bobot hasil tangkapan ikan berdasarkan penggunaan penutup lampu

Komposisi berat ikan per jenis berdasarkan penutup lampu Komposisi berat hasil tangkapan berdasarkan interval waktu

Interaksi faktor penutup lampu dengan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan jenis-jenis ikan

Interaksi faktor penutup lampu dengan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan jenis-jenis ikan fototaksis positif

Interaksi faktor penutup lampu dengan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan jenis-jenis ikan predator

22 23 25 26 28 28 28 29 31 33 33 34 35 36 38 39 40

DAFTAR LAMPIRAN

1 2 3 4 5 6 Lokasi penelitian

Konstruksi tudung milik nelayan Hasil perhitungan rancangan reflektor Data intensitas cahaya lampu

Data hasil tangkapan Dokumentasi 44 44 45 49 51 60


(17)

DAFTAR ISTILAH

αr23,3° and αr32,6°

Akumulasi Bagan apung

Cahaya

Intensitas cahaya

Interval waktu penangkapan Konfigurasi Lampu pijar Organisma Penutup lampu Reflektor Tudung standar : : : : : : : : : : : :

Besar sudut bukaan reflektor hasil rancangan Kecepatan berkumpulnya organisma di perairan bawah bagan

Alat penangkapan ikan yang tergolong dalam jaring angkat, menggunakan dua buah perahu sebagai pengapung

Bentuk radiasi elektromagnetik yang dapat dideteksi mata

Kemampuan, kekuatan yang dipancarkan dari sumber cahaya pada arah tertentu

Pembagian waktu penangkapan bagan Bentuk, wujud gerombolan ikan

Sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui penyaluran arus listrik melalui filamen yang kemudian memanas dan menghasilkan cahaya Spesies yang berkumpul di perairan bawah bagan

Wadah yang digunakan untuk menutup lampu bagan sebagai pemantul cahaya

Penutup lampu hasil rancangan yang dilapisi kertas perak di bagian dalam penutup, sebagai penguat pantulan cahaya

Penutup lampu yang digunakan oleh nelayan Teluk Kao


(18)

(19)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alat tangkap bagan dikelompokkan kedalam liftnet (Subani dan Barus 1989). Von Brandt (2005) menyebut bagan sebagai light fishing, karena menggunakan alat bantu berupa cahaya dalam pengoperasiannya. Fungsi cahaya sebagai penarik jenis-jenis ikan pelagis kecil yang memiliki sifat fototaksis positif agar bergerak mendekati bagan.

Bagan merupakan alat penangkap ikan yang dioperasikan secara pasif di atas permukaan air. Keberhasilan pengoperasiannya sangat tergantung pada kemampuan cahaya dalam mengumpulkan ikan. Laevastu (1970) dan Ben Yami (1987) diacu dalam Nadir (2000) menyatakan bahwa adanya sumber cahaya di laut membuat organisma laut yang bersifat fototaksis positif akan mendekati sumber cahaya. Jenis-jenis organisma fototaksis positif yang umum tertangkap oleh bagan diantarnya adalah teri (Stolephorus sp.), japuh (Dussumieria sp.), tembang (Sardinella fimbriata) dan pepetek (Leiognathus sp.). Adapun jenis-jenis organisma predator yang tertangkap oleh bagan diantaranya adalah cumi-cumi (Loligo sp.), (Caranx sp.), layur (Trichiurus sp.) dan kembung (Rastrelliger sp.) (Sudirman 2003).

Jenis alat tangkap bagan sudah lama dikenal oleh nelayan Indonesia. Sulaiman (2006) menjelaskan bahwa bagan pertama kali dikenalkan sekitar tahun 1950-an oleh nelayan Bugis Makassar. Pemakaiannya semakin meluas dan berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan pengalaman nelayan. Hal ini dibuktikan dengan bervariasinya alat tangkap bagan yang ada di Indonesia, baik yang dioperasikan secara menetap, seperti bagan tancap maupun berpindah-pindah, seperti bagan rakit dan bagan perahu. Kemajuan lain pada bagan adalah jenis alat bantu cahaya yang digunakan. Jika sebelumnya nelayan menggunakan lampu petromaks, maka saat ini nelayan memakai lampu berteknologi tinggi, mulai dari lampu pijar, lampu neon hingga lampu tabung dengan sumber energi listrik. Menurut Sudirman dan Malawa (2012), seiring dengan perkembangan teknologi, nelayan mulai menggunakan lampu petromaks, gas karbit dan listrik dalam penangkapan light fishing. Pemakaian lampu juga sudah tidak selalu digantung di bawah bagan, tetapi beberapa nelayan mencelupkannya ke dalam air. Umumnya konstruksi bagan sangat sederhana, karena hanya tersusun atas bambu atau balok yang dirangkai menjadi suatu bangunan berbentuk bidang persegi di atas permukaan air. Berbeda dengan bagan tancap, bangunan bagan ditopang oleh beberapa bambu yang ditancapkan ke dasar perairan. Adapun untuk bagan apung, bangunan bagan diapungkan oleh perahu, rakit atau drum. Bagian bawah bagan digantungkan jaring yang dapat dinaik-turunkan dengan menggunakan penggulung. Jaring selalu diposisikan di bawah sumber cahaya.

Salah satu basis perikanan bagan di Indonesia adalah perairan Teluk Kao, Maluku Utara (Hatim 2010). Menurut BKPM (2012), potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di Provinsi Maluku Utara mencapai 169.834,33 ton per tahun. Nelayan Teluk Kao menggunakan bagan perahu untuk menangkap teri pada saat kondisi gelap bulan, adapun saat kondisi terang bulan nelayan menggunakan bagan untuk menangkap cumi-cumi.


(20)

Seiring dengan semakin meningkatnya kompetisi di antara nelayan untuk memperoleh hasil tangkapan yang maksimal, maka pengoperasian alat tangkap bagan di Teluk Kao juga ikut mengalami kemajuan. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan lampu pada kegiatan penangkapannya. Mayoritas nelayan sudah menggunakan lampu pijar dengan bantuan tenaga listrik. Hanya sebagian kecil nelayan saja yang masih menggunakan lampu petromaks sebagai alat bantu penangkapan.

Perkembangan teknologi pencahayaan pada bagan di Teluk Kao diharapkan dapat membantu meningkatkan jumlah hasil tangkapan bagan. Namun pada kenyataannya, pengoperasian bagan di Teluk Kao masih belum maksimal dalam memperoleh hasil tangkapan. Kegiatan penangkapan dengan bagan tidak efektif dan efisien. Ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan nelayan dalam memanfaatkan cahaya lampu pijar dan pemahamannya pada tingkah laku ikan terhadap cahaya.

Upaya yang dilakukan oleh nelayan Teluk Kao untuk memaksimalkan cahaya lampu pijar adalah dengan menggunakan tudung berupa bakul, baskom atau panci. Tujuannya untuk memfokuskan sebaran cahaya ke arah jaring bagan. Cara ini dilakukan tanpa melalui kajian ilmiah, padahal pemusatan cahaya harus dikerjakan melalui perhitungan teoritis dan pembuktiannya harus melalui kajian ilmiah. Selain itu, nelayan Teluk Kao menggunakan tudung yang sama pada pengoperasian bagan di periode bulan gelap maupun bulan terang.

Beberapa penelitian tentang pemanfaatan cahaya pada bagan telah dilakukan

oleh beberapa peneliti, misalnya sebaran iluminasi cahaya petromaks (Puspito 2006a), kajian teoritis dalam merancang tudung petromaks (Puspito

2006b), persamaan matematika untuk menentukan sudut kemiringan tudung petromaks (Puspito 2008a), uji coba tudung petromaks berbentuk kerucut pada bagan apung (Puspito 2008b), pengaruh pemusatan cahaya terhadap efektivitas bagan (Puspito 2012), analisis sebaran iluminasi cahaya petromaks dengan perlakuan bertudung dan tanpa tudung (Patty 2010), perbedaan penggunaan intensitas cahaya lampu (Notanubun dan Patty 2010) dan profil pencahayaan dan distribusi ikan (Sudirman et al. 2003). Seluruh penelitian tersebut hanya difokuskan pada peningkatan hasil tangkapan bagan, tanpa memperhatikan tingkah laku dari organisma target tangkap.

Penelitian ini menggunakan dua model penutup lampu dengan sudut berbeda sebagai alat bantu penangkapan. Konstruksinya berbentuk kerucut dan dibuat berdasarkan perhitungan matematis. Bagian dalam penutup diberi lapisan perak sebagai pemantul. Unep (2006), warna perak memiliki kemampuan memantulkan cahaya sebesar 91-95 %. Selain itu, reflektor perak juga akan menyuplai iluminasi cahaya yang tinggi. Pengoperasian bagan yang dilengkapi penutup lampu berbeda dilakukan pengamatan terhadap tingkah laku ikan, yaitu berupa proses berkumpulnya ikan dan bentuk gerombolan ikan akibat pemusatan cahaya. Ini dimaksudkan agar pengoperasian bagan menjadi lebih efektif, karena nelayan dapat mengetahui kecepatan waktu berkumpul dan bentuk gerombolan organisma di perairan bawah bagan. Selain itu nelayan juga mengetahui waktu yang tepat untuk mengangkat jaring bagan.


(21)

1.2 Rumusan Masalah

Pemanfaatan cahaya dalam perikanan bagan di Teluk Kao merupakan hal penting yang perlu dikembangkan, karena cahaya menjadi indikator utama dalam menunjang keberhasilan penangkapan ikan dengan bagan. Keterbatasan pengetahuan nelayan dalam memanfaatan sumber cahaya lampu dalam penangkapan ikan, mengakibatkan hasil tangkapan yang diperoleh bagan menjadi kurang maksimal. Nelayan Teluk Kao memanfaatkan cahaya di bagan masih menggunakan cara-cara tradisional, sehingga cahaya yang dihasilakan untuk menyinari perairan cenderung memiliki intensitas yang rendah dan pola sebaran cahaya juga terlalu sempit.

Fungsi cahaya sebagai atraktor untuk mengumpulkan jenis-jenis organisma fototaksis positif. Berdasarkan fungsi ini, maka penggunaan cahaya di bagan harus disesuaikan dengan tingkahlaku organisma target tangkap dan luas kerangka jaring bagan yang digunakan. Sebaran cahaya yang terlalu meluas akan berdampak pada tersebarnya jenis-jenis organisma fototaksis positif diluar area kerangka jaring baik di bawah maupun di sekeliling bagan. Ini akan mempengaruhi jumlah organisma yang dapat terjangkau oleh jaring bagan, sehingga jumlah tangkapan menjadi berkurang.

Memaksimalkan penggunaan cahaya di bagan adalah dengan melakukan pemusatan cahaya, sehingga cahaya yang menyinari perairan tetap berada dalam kerangka jaring. Pemusatan cahaya juga harus disesuaikan dengan tingkahlaku oraganisma yang menjadi target tangkap. Hal ini karena, pemusatan cahaya dengan pola sebaran cahaya yang terlalu sempit, dapat memberikan dampak yang kurang baik terhadap interaksi organisma yang berkumpul di perairan bawah bagan dan akan berdampak pada perolehan hasil tangkapan yang kurang maksimal.

Pemusatan cahaya di bagan oleh nelayan Teluk Kao masih menggunakan bahan yang sederhana. Nelayan menggunakan tudung lampu berupa bakul, ember atau panci. Penggunaan tudung ini tidak melalui proses kajian dan perhitungan ilmiah. Fungsinya hanya sebagai peredam agar sebaran cahaya tidak melebar ke sekeliling bagan. Iluminasi cahaya yang masuk ke dalam air tidak terlalu tinggi dan arah pancaran cahayanya tidak dapat diprediksi. Oleh karena itu, tudung yang juga difungsikan sebagai penutup lampu perlu dibuat. Arah pancaran cahayanya diupayakan hanya menyinari areal di bawah bagan. Iluminasi cahayanya yang tinggi diharapkan dapat merangsang ikan-ikan kecil untuk datang ke bawah bagan dan dapat mengumpulkan jenis-jenis ikan yang berada di kedalaman tertentu untuk berkumpul pada area yang mudah dijangkau jaring.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. 2.

Menentukan kecepatan berkumpul organisma di bawah cahaya lampu bertudung dan bereflektor saat penangkapan diperiode bulan gelap dan terang; Mendapatkan reflektor lampu yang memberikan hasil tangkapan terbanyak pada penangkapan cumi-cumi dan jenis-jenis ikan;


(22)

3. Menentukan waktu penangkapan yang efektif dalam kegiatan penangkapan cumi-cumi dan jenis-jenis ikan.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai:

1. Rekomendasi bagi nelayan bagan untuk menggunakan model penutup lampu yang efektif dalam meningkatkan hasil tangkapan; dan

2. Rekomendasi bagi Pemerintah Daerah terkait dalam pengembangan perikanan bagan untuk meningkatkan produksi perikanan bagan.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka bentuk hipotesis yang di susun adalah:

1. Penggunaan penutup lampu yang berbeda mempengaruhi kecepatan akumulasi ikan di bawah bagan;

2. Penggunaan penutup lampu berbeda berpengaruh terhadap hasil tangkapan bagan;

3. Penggunaan penutup lampu yang berbeda akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan bagan.

1.6 Kerangka Teori

Teori dasar penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya adalah menjadikan cahaya sebagai atractor untuk organisma fototaksis positif. Hal ini yang menyebabkan penggunaan cahaya lebih efektif bila dioperasikan pada kondisi gelap bulan. Kondisi gelap bulan, perairan akan lebih gelap sehingga cahaya yang menyinari perairan lebih maksimal untuk merangsang organisma fototaksis positif untuk berkumpul di area penangkapan. Hal yang berbeda terjadi jika pengoperasian alat tangkap dengan bantuan cahaya dilakukan pada saat terang bulan. Perairan yang tersinari oleh cahaya bulan menjadi terang, sehingga organisma fototaksis positif juga ikut menyebar secara merata di perairan. Kondisi ini yang menyebabkan penangkapan dengan alat bantu cahaya umumnya dilakukan pada kondisi bulan gelap. Berdasarkan teori dasar ini, maka cahaya merupakan indikator utama yang harus diperhatikan dalam kegiatan penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya.

Bagan merupakan salah satu alat penangkap ikan yang menggunakan bantuan cahaya untuk mengumpulkan organisma fototaksis positif. Nelayan Teluk Kao mengoperasikan bagan sepanjang tahun dengan target penangkapan adalah cumi-cumi dan jenis-jenis ikan. Penangkapan dibagi dalam dua periode, yaitu periode terang bulan dan gelap bulan. Nelayan memfokuskan penangkapan cumi-cumi pada periode bulan terang, sementara penangkapan jenis-jenis ikan, seperti teri dan tembang dilakukan pada waktu gelap bulan.


(23)

Permasalahan utama pada perikanan bagan Teluk Kao adalah pemanfaatan sumber cahaya yang dilakukan oleh nelayan. Perlakuan yang diterapkan oleh nelayan untuk memaksimalkan pencahayaan hanya dengan menggunakan penutup lampu berupa bakul, panci atau ember plastik. Hal ini mengakibatkan intensitas cahaya yang dihasilkan cenderung rendah dan pola sebaran cahaya yang terlalu sempit.

Konstruksi penutup lampu yang sesuai perlu dirancang, sehingga dapat meningkatkan intensitas dan memiliki pola sebaran cahaya yang sesuai dengan tingkahlaku organisma target tangkap. Ini dikarenakan kondisi perairan saat terang bulan dan gelap bulan memiliki karakter berbeda. Penggunaan cahaya lebih efektif untuk mengumpulkan jenis-jenis organisma fototaksis positif saat penangkapan di periode bulan gelap. Hal berbeda terjadi pada kondisi terang bulan, dimana penggunaan cahaya kurang efektif karena perairan tersinari oleh cahaya bulan.

Penutup lampu hasil rancangan diujicobakan pada pengoperasian bagan di Teluk Kao. Tiga unit bagan digunakan dalam pengoperasian penangkapan. Masing-masing bagan dilengkapi dengan penutup lampu berbeda. Kerangka teori penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(24)

Teknologi pencahayaan (petromaks ke lampu

listrik)

Penggunaan tudung sederhana pada lampu

Sebaran cahaya tidak terfokus pada kerangka

jaring Perikanan bagan Teluk Kao

Akumulasi dan konfigurasi organisma di perairan bawah bagan

Hasil tangkapan periode bulan gelap dan bulan terang

Kajian teoritis tingkah laku ikan terhadap cahaya dan penggunaan penutup lampu

Penelitian membuat konstruksi reflektor yang efektif untuk bagan

Luas sebaran cahaya pada perairan bagan Sudut kemiringan

reflektor

Intensitas cahaya lampu dengan penutup

lampu

Membandingkan hasil tangkapan

bagan dengan penutup lampu

berbeda Analisis pola akumulasi dan

konfigurasi organisma di perairan bawah bagan

Uji coba penangkapan bagan dengan penutup lampu berbeda

Hasil Tangkapan

Konstruksi tudung yang efektif untuk digunakan pada bagan

Permasalahan

Input

Proses

Output

Tujuan

Latar belakang


(25)

2 METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa penelitian laboratorium dan tahap kedua penelitian lapang. Penelitian laboratorium dilaksanakan pada bulan Januari 2013 di laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian lapang berlangsung antara bulan Maret sampai Mei 2013 di perairan Teluk Kao, Desa Bobaneigo, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. Lokasi penelitian lapang ditunjukkan pada Lampiran 1.

2.2 Alat dan Bahan

Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian laboratorium meliputi satu unit luxmeter model LX-1010B, kamera digital merek canon, busur derajat, kertas perak. Adapun bahan yang digunakan berupa satu lampu pijar 300 watt

merek greet dan satu lembar seng ukuran 300 × 150 × 0,02 (cm). Tabel 1 Spesifikasi satu unit bagan

No Nama Bagian Fungsi Spesifikasi

1 Perahu Dua perahu untuk

mengapungkan bagan.

P = 13,50 m, L = 90 cm, T = 1,20 m 2 Kerangka bagan Menghubungkan dua

perahu

Balok kayu P = 12,5 m,

T = 20 cm, L = 25 cm

3 Jaring Kurungan ikan Waring P = 10 m, L =

10 m, mesh size= 0,5 mm

4 Kerangka jaring Kerangka untuk penggantungan waring

Kayu mangrove P = 10 m dan L = 10 m

5 Pemberat karangka Menenggelamkan jaring 4 batu @ 1,5 kg 6 Pemberat bagan Jangkar bagan Besi 30 kg

7 Tali 1. Tali untuk jaring

2. Jangkar bagan

PA Ø 3 cm, p = 100 m PA Ø 5 cm, p = 100 m 8 Penggulung Menurunkan dan

mengangkat jaring

P =1,80 m, p = 80 cm, Ø 0,45 cm

9 Mesin 1. Mesin lampu

2. Mesin penggerak

1. Genset 5.000 watt

2. Mesin tempel 40 PK

10 Lampu 1. Lampu pemanggil

2. Lampu konsentrasi

Lampu tabung 125 watt Lampu pijar 300 watt Peralatan yang digunakan pada penelitian lapang adalah tiga unit bagan perahu, satu tudung milik nelayan, dua konstruksi reflektor, GPS (global positioning system) tipe 62s, fishfinder tipe 178C Sounder, kamera digital merek


(26)

canon, keranjang penampung hasil tangkapan, timbangan. Spesifikasi bagan perahu dijelaskan pada Tabel 1. Bahan yang dipakai berupa tiga lampu pijar 300

watt. Spesifikasi unit bagan dijelaskan dalam Tabel 1.

2.3 Prosedur Penelitian 2.3.1 Penentuan Pola Sebaran Cahaya Lampu Pijar

Penentuan pola sebaran cahaya lampu pijar pada medium udara dilakukan di dalam ruang gelap. Lampu dinyalakan dan digantung. Sensor luxmeter

ditempatkan tepat di atas lampu dan intensitasnya diukur. Pengukuran dilanjutkan pada bagian sisi lampu secara vertikal dengan selang 15o yang dimulai dari  = 0

o

-360o. Posisi luxmeter terhadap lampu ditunjukkan pada Gambar 2. Jarak antara sensor luxmeter dan pusat lampu ditetapkan satu meter. Data intensitas cahaya dan pola sebaran cahaya lampu dijadikan acuan dalam merancang konstruksi reflektor. Gambar 3 menunjukkan sudut pengukuran  intensitas cahaya.

1 m

Gambar 2 Posisi luxmeter terhadap lampu pada pengukuran intensitas cahaya dengan sudut 90 o.

Gambar 3 Sudut pengukuran  intensitas cahaya lampu Digambar oleh: Supriono Ahmad


(27)

2.3.2 Perancangan Konstruksi Reflektor

Reflektor dirancang sebanyak dua unit yang difungsikan untuk mengarahkan cahaya pada kerangka jaring bagan pada ketingian dua meter dan lima meter di bawah lampu. Perkiraan rancangan dua reflektor kerucut ditunjukkan pada Gambar 4. Pembiasan cahaya antara medium udara dengan air dianggap tidak ada.

Perancangan konstruksi reflektor lampu diawali dengan menentukan sudut kemiringan reflektor yang didasarkan atas jarak penyinaran yang diinginkan (Tla), yaitu jarak antara titik pusat sumber cahaya dengan area yang disinari (Gambar 5). Beberapa input dijadikan sebagai nilai awal dalam perhitungan matematis untuk mendapatkan sudut bukaan reflektor. Input yang dibutuhkan adalah jari-jari badan lampu (Øbl = 8 cm), jarak penyinaran yang diinginkan (Tla = 2 m dan 5 m), jari-jari bukaan reflektor (Rr = 20 cm), sisi kerangka jaring (½ Kjr = 5 m)dan tinggi

Gambar 4 Ilustrasi bentuk reflektor: 2 m (a) dan 5 m (b).

T

R Rr

αr

Qbl

R T

Rr αr

Qbl

(b)

(a)

Digambar oleh: Supriono Ahmad Gambar 5 Rancangan reflektor


(28)

pusat cahaya dengan badan lampu (Tl = 17 cm). Nilai - nilai ini diperlukan agar konstruksi reflektor memiliki dimensi tidak terlalu besar atau terlalu sempit. Ini dimaksudkan agar lampu yang diletakkan didalam reflektor memilki ruang untuk sirkulasi udara, sehingga tabung lampu tidak terlalu panas. Selain itu, jenis dan bentuk lampu yang digunakan juga memiliki ukuran yang cukup besar, sehingga dimensi penutup lampu harus bisa ditempati oleh lampu.

Puspito (2008a) menjelaskan bahwa perhitungan sudut bukaan reflektor dapat menggunakan rumus trigonometri sederhana dengan terlebih dahulu melakukan perhitungan terhadap tinggi pemantul dengan arah penyinaran Tn dan tinggi badan lampu dengan reflektor Tp. Tinggi pemantul dengan arah penyinaran dihitung dengan rumus:

Selanjutnya Tp dihitung dengan rumus:

Sudut bukaan reflektor (αr) dapat dicari menggunakan rumus:

.

Panjang sisi miring reflektor R dan tinggi reflektor T diketahui dengan cara:

Diameter bagian luar reflektor Øb dan diameter mulut reflektor Øk dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

2.3.3 Pengukuran Intensitas Cahaya Lampu Bertudung dan Bereflektor pada Medium Udara

Lampu bertudung dan bereflektordiukur intensitas cahayanya pada medium udara. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti pengukuran intensitas cahaya lampu di medium udara, seperti ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3.

2.3.4 Pengujian Tudung dan Reflektor

Pengujian penutup lampu dilakukan langsung di lapang dengan mengoperasikan tiga unit bagan perahu. Masing-masing bagan menggunakan

�=� +� − � .

��= � 1

2��− � 1

2��

.

�� = �

+� − �

�− .

� = ��−1

�+� +� − �� .

= �+� +� − � 2+ 2 .

Ø = 2 ×


(29)

penutup lampu yang berbeda, yaitu tudung milik nelayan dan dua reflektor hasil rancangan.

Penelitian memakai metode percobaan dengan cara mengoperasikan bagan perahu langsung di laut yang dilakukan selama 24 malam. Kegiatan penangkapan dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan 14 malam penangkapan dengan target tangkapan cumi-cumi saat kondisi bulan terang dan tahap kedua selama 10 malam dengan target tangkapan jenis-jenis ikan saat kondisi bulan gelap. Operasi penangkapan ikan dalam satu malam dilakukan dalam dua kali hauling yang berlangsung antara pukul 20.00-01.00 WIT dan 01.00-05.00 WIT untuk tahap pertama dan 20.00–00.00 WIT dan 00.00–05.00 WIT (tahap kedua). Tahapan pengoperasian bagan mengikuti urutan berikut:

1. Persiapan di darat yang meliputi pemeriksaan kelengkapan peralatan penelitian, perbekalan, bahan bakar bensin, minyak tanah, motor tempel dan lampu;

2. Berangkat menuju daerah penangkapan ikan di dalam Teluk Kao dengan

posisi geografis 0°53’21,42” LU dan 127°40'4,94” BT;

3. Persiapan peralatan penelitian yang terdiri atas pemasangan lampu bertudung dan bereflektor, fishfinder transducer, fishfinder display dan penentuan posisi bagan dengan bantuan GPS (global positioning system);

4. Pengoperasian bagan dimulai dengan menyalakan lampu dan mengamati gerombolan ikan secara visual dan melalui fishfinder monitor. Jaring segera diturunkan jika gerombolan ikan berada tepat di bawah bagan;

5. Jaring didiamkan selama 25-30 menit dan pergerakan gerombolan ikan diamati, selanjutnya jaring diangkat ketika gerombolan ikan telah terkonsentrasi di bawah bagan;

6. Hasil tangkapan yang diperoleh disortir berdasarkan jenisnya di atas bagan untuk mempermudah proses pendataan. Seluruh hasil tangkapan selanjutnya dimasukkan ke dalam keranjang; dan

7. Pengoperasian berikutnya mengikuti urutan yang sama dimulai dari nomor empat.

2.3.5 Pengamatan Pola Sebaran Ikan

Pola sebaran ikan di bawah bagan diamati dengan dua cara, yaitu secara visual dan akustik. Uraiannya sebagai berikut:

1. Pengamatan secara visual

Pengamatan pola sebaran organisma secara visual dilakukan dari atas bagan. Hasilnya dianalisis secara deskriptif-komparatif. Pengamatan difokuskan pada: a. Waktu kedatangan kawanan organisma di bawah lampu yang dicirikan

dengan kehadiran kawanan organisma pada kolom dekat permukaan air di bawah lampu;

b. Jenis ikan yang terlihat pertama kali; dan c. Lintasan renang ikan di bawah lampu.

Seluruh aktivitas kawanan organisma di bawah bagan direkam dengan video camera.


(30)

2. Pengamatan secara akustik

Pengamatan secara akustik dilakukan dengan menggunakan bantuan alat

fishfinder. Penggunaan alat ini membantu peneliti untuk mengetahui waktu kedatangan organisma di bawah bagan pada kedalaman tertentu yang tidak dapat terlihat oleh mata. Fishfinder transducer dipasang di bawah. Pengamatan difokuskan pada:

a. Waktu kedatangan kawanan organisma di bawah lampu; dan

b. Waktu kedatangan kawanan organisma yang berada di perairan bawah bagan pada interval waktu penangkapan berbeda.

Tampilan data akustik pada fishfinder display direkam dengan menggunakan digital camera. Gambar hasil rekaman ini kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menghubungkan proses akumulasi organisma yang dilakukan secara visual, sehingga waktu terakumulasinya organisma pada kedalaman tertentu dapat diprediksi. Ilustrasi posisi penempatan fishfinder transducer di bawah bagan disajikan pada Gambar 6.

Waktu berkumpulnya organisma diartikan sebagai kecepatan berkumpulnya kawanan organisma pada areal penyinaran lampu. Ini dimaksudkan untuk menghitung waktu yang dibutuhkan kawanan organisma berkumpul di bawah lampu. Adapun konfigurasi kawanan organisma adalah bentuk gerombolan organisma di perairan bawah bagan.

2.4 Analisis Data

2.4.1 Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Akumulasi dan Konfigurasi Ikan Analisis pengaruh intensitas cahaya terhadap berkumpulnya organisma dan gerombolan organisma menggunakan analisis deskriptif komparatif. Caranya dengan mendeskripsikan view dari fishfinder display dan membandingkan kecepatan berkumpul dan bentuk gerombolan organisma dari masing-masing lampu dengan penutup yang berbeda.

Gambar 6 Ilustrasi posisi penempatan fishfinder transducer di bawah bagan.

Transducer

1 m


(31)

2.4.2 Komposisi Hasil Tangkapan

Analisis data terhadap komposisi hasil tangkapan menggunakan analisis kuantitatif secara deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan komposisi hasil tangkapan yang diperoleh dari hasil kegiatan penangkapan selama penelitian. Hasil pengolahan tersebut selanjutnya dipaparkan dalam bentuk angka-angka dan digambarkan dalam bentuk grafik.

2.4.3 Pengaruh Penggunaan Penutup Lampu, Waktu Penangkapan dan Interaksi Antar Penutup Lampu dengan Waktu Penangkapan terhadap Hasil Tangkapan

Analisis pengaruh penggunaan penutup lampu berbeda, interval waktu penangkapan dan interaksi antara penutup lampu berbeda dengan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan menggunakan rancangan acak faktorial (RAF). RAF digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan penutup lampu berbeda dan interval waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan serta mengetahui interaksi antara penutup lampu dengan waktu penangkapan. Menurut Matjik dan Sumertajaya (2000), rumus perhitungan RAF adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Yijk µ αi βj (αβ)ij εijk : : : : : :

Nilai pengamatan pada faktor A (penutup lampu) taraf ke-i, faktor B (interval waktu penangkapan) taraf ke-j dan ulangan ke-k;

Rataan umum;

Pengaruh utama faktor A; Pengaruh utama faktor B;

Interaksi faktor A dan faktor B; dan Pengaruh acak yang menyebar normal;

Asumsi yang digunakan αi ~ N (0,σ2α); βj ~ N (0,σ2β); (αβ)ij ~ N (0,σ2αβ). Adapun

hipotesisnya adalah:

- Pengaruh utama faktor A (penutup lampu) :

H0 : α1 = α2 = α3 = 0 (penutup lampu tidak berpengaruh terhadap hasil

tangkapan);

H1 : αi ≠ 0 (minimal ada satu penutup lampu yang berpengaruh terhadap hasil

tangkapan);

- Pengaruh utama faktor B (waktu):

H0 : β1 = β 2 = 0 (interval waktu tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan);

H1 : β i ≠ 0 (minimal ada satu interval waktu berpengaruh terhadap hasil

tangkapan);

- Interaksi faktor A dan faktor B (penutup lampu dengan waktu)

H0 : (αβ) 11 = (αβ) 12 =…= (βα)ab = 0 (tidak ada interaksi antara penutup lampu

dengan interval waktu penangkapan);

H1 : (αβ)ij≠ 0 (minimal ada sepasang interaksi terhadap hasil tangkapan).


(32)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pola Sebaran Cahaya Lampu

Pemahaman terhadap pola sebaran cahaya lampu yang digunakan akan mempermudah dalam merancang penutup lampu. Hal ini karena arah pancaran cahaya lampu harus diketahui terlebih dahulu, sehingga bentuk reflektor dapat ditentukan. Pola sebaran cahaya dari lampu menjadi dasar dalam perancangan sebuah reflektor (Puspito 2012).

Hasil pengukuran intensitas cahaya lampu pijar 300 watt tanpa penutup lampu pada medium udara dengan luxmeter menunjukkan bahwa cahaya tidak menyebar secara merata di sekeliling lampu (Gambar 7). Pola sebaran cahaya terpancar ke sekeliling ruang dengan intensitas tertinggi terdapat pada  = 180o (673 lux) dan terendah  = 0o (60 lux). Peningkatan intensitas yang sangat signifikan terjadi pada  = 0o (60 lux) - 15o (435 lux). Perubahan drastis ini diakibatkan cahaya dari wolfram terhalang oleh kepala lampu pada  = 00. Perubahan intensitas cahaya lampu yang berbeda terdapat pada  = 150-105o. Cahaya lampu terhalangi oleh bagian sisi wolfram, kepala lampu dan tiang

wolfram.

Intensitas cahaya meningkat secara dinamis dimulai dari sudut β 120o – 180o. Hal ini karena posisi luxmeter terus bergeser sampai pada titik sempurna. Posisi luxmeter pada sudut 180o berada tepat di bawah lingkaran wolfram. Penetrasi cahaya yang terjadi pada posisi ini sangat tinggi, karena cahaya tidak terhalang oleh apapun. Hasil pengukuran intensitas cahaya disajikan pada Lampiran 4.

Digambar oleh: Supriono Ahmad


(33)

3.2 Perancangan Penutup Lampu

Penutup lampu merupakan alat bantu yang dipasangkan pada lampu untuk mengarahkan dan memantulkan cahaya ke arah tertentu. Bentuk dan model bukaan mulut penutup lampu sangat penting diperhitungkan dalam kegiatan penangkapan ikan. Puspito (2006b) menjelaskan pola sebaran dan iluminasi cahaya sangat dipengaruhi oleh penggunaan penutup lampu.

Reflektor yang didapatkan pada penelitian ini memiliki sudut bukaan αr = 23,3ountuk jarak penyinaran lima meter dan αr = 32,6o (dua meter).

Masing-masing reflektor diberi nama reflektor αr23,3o dan αr32,6o. Spesifikasi setiap reflektor disajikan pada Gambar 8 dan Tabel 2, sementara hasil perhitungan rancangan dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.3 Pola Sebaran dan Intensitas Cahaya Lampu Berpenutup

Fungsi cahaya dalam perikanan tangkap adalah sebagai alat bantu penangkapan ikan. Cahaya merupakan penarik bagi jenis organisma yang memiliki sifat fototaksis positif. Ayodhyoa (1981) menjelaskan bahwa ikan-ikan fototaksis positif akan memberikan respon terhadap rangsang cahaya. Penggunaan

Tabel 2 Spesifikasi konstruksi reflector

No Bagian Reflektor

αr 23,3°

Reflektor αr 32,6°

1 Tinggi pemantul dengan arah penyinaran (Tn) 480 cm 192 cm 2 Tinggi badan lampu dengan reflektor (Tp) 9,25 cm 6,2 cm

3 Sudut bukaan reflektor (αr) 23,3o 32,6o

4 Panjang sisi miring reflektor (R) 50,39 cm 37,1 cm

5 Tinggi reflektor (T) 37 cm 25 cm

6 Diameter bagian luar reflektor (Øb) 74,2 cm 74,2 cm

7 Diameter mulut reflektor (Øk) 40 cm 40 cm

Gambar 8 Konstruksi dan dimensi reflektor αr 23,3o (a) danαr 32,6o (b) (b) αrα32,6°

(a) αr23,3° Digambar oleh: Supriono Ahmad


(34)

cahaya pada penangkapan ikan dengan bagan akan mengundang ikan-ikan kecil untuk mendekat ke area penangkapan di bawah bagan, sehingga nelayan lebih mudah untuk menangkapnya.

Sebaran cahaya yang tidak terfokus pada area penangkapan ikan akan berdampak pada hasil tangkapan yang tidak maksimal. Hal ini karena sebaran cahaya yang semakin luas akan membuat keberadaan ikan fototaksis positif juga tersebar luas di perairan. Akibatnya, jenis-jenis ikan yang menjadi target tangkapan hanya sedikit yang terjangkau oleh jaring.

Pancaran cahaya pada lampu yang tidak diberi penutup tersebar ke sekeliling lampu. Oleh karena itu, lampu perlu diberi perlakuan agar cahaya yang menyebar dapat diarahkan ke area yang di inginkan. Perlakuannya berupa pemasangan penutup yang juga difungsikan sebagai reflektor. Pancaran cahaya lampu dan pantulan dinding penutup akan mengarah pada suatu area penangkapan ikan yang telah ditentukan dengan intensitas cahaya yang relatif lebih tinggi. 3.3.1 Lampu Bertudung

Intensitas cahaya dan pola sebaran cahaya lampu bertudung pada medium udara disajikan pada Gambar 9. Intensitas cahaya pada = 0°-135° dan 225°-345° terdeteksi dengan nilai yang sangat rendah, yaitu 1 lux. Ini diakibatkan oleh pembiasan cahaya yang menembus dinding tudung yang terbuat dari plastik putih. Intesitas cahaya mulai meningkat pada  = 135o–180o, yaitu antara 135-258 lux. Hal yang sama juga terjadi pada  =195o, 210o dan 225o. Adanya penutup menyebabkan sebaran cahaya lampu bertudung membentuk sudut 60o ( =150o -210o). Hasil pengukuran intensitas cahaya lampu dan konstruksi tudung standar disajikan pada Lampiran 2 dan 4.

3.3.2 Lampu bereflektor αr23,3o

Intensitas cahaya lampu bereflektor αr23,3o tertinggi terdapat pada  = 180o sebesar 1.561 lux. Adapun intensitas terendahnya pada  = 150o (657 lux).

Gambar 9 Pola sebaran dan intensitas cahaya lampu bertudung Digambar oleh: Supriono Ahmad


(35)

Intensitas cahaya pada  = 0o-135o tidak dapat terekam dengan sensor luxmeter, karena cahaya terhalang oleh dinding reflektor.

Peningkatan intensitas cahaya mulai terjadi pada = 150o-180o dengan nilai intensitas 657 lux (150o), 1.118 lux (165o), dan 1.561 lux (180o). Intensitas yang sama terdapat pada  = 180o-210o. Dengan demikian sebaran cahaya lampu bereflektor membentuk sudut 60o. Hasil pengukuran intensitas cahaya (Lampran 4) dan sebaran cahaya lampu bereflektor αr23,3o ditunjukkan pada Gambar 10.

3.3.3 Lampu bereflektor αr32,6o

Digambar oleh: Supriono Ahmad

Gambar 10 Pola sebaran dan intensitas cahaya lampu bereflektor α23,3o

Gambar 11 Pola sebaran dan intensitas cahaya lampu bereflektor αr32,6o Digambar oleh: Supriono Ahmad


(36)

Gambar 11 menunjukkan intensitas dan pola sebaran cahaya lampu bereflektor αr32,6o. Pola sebaran lampu bereflektor αr32,6o berada pada = 120o -240o membentuk sudut 120o. Intensitas cahaya lampu dengan reflektor αr32,6o pada  = 0o-105o dan 225o-345o tidak dapat diukur karena cahaya lampu terhalang oleh dinding reflektor. Pengukuran intensitas baru dapat dimulai dari 

= 120o dengan nilai 534 lux. Hasil pengukuran intensitas cahaya lampu bereflektor αr32,6o disajikan pada Lampiran 4.

Peningkatan intensitas cahaya secara signifikan terjadi pada  = 135o dan terus meningkat hingga  = 180o. Adapun nilai intensitas yang diperoleh adalah 135o (691 lux), 150o (841 lux), 165o (1.154 lux) dan 180o (1.278 lux).

3.3.4 Perbandingan Intensitas dan Pola Sebaran Cahaya antara Lampu Bertudung dan Bereflektor

Lampu bereflektor αr23,3o menghasilkan intensitas cahaya tertinggi, yaitu1.561 lux. Urutan berikutnya adalah lampu bereflektor αr32,6o dengan intensitas cahaya 1.278 lux. Adapun intensitas lampu bertudung hanya 961 lux. Intensitas cahaya lampu bereflektor αr23,3o dan αr32,6o yang tinggi diakibatkan oleh konstruksi reflektor yang berbeda dengan tudung lampu. Permukaan dinding dalam reflektor dilapisis dengan kertas perak, sehingga intensitas cahaya pantulnya semakin tinggi. Adapun tudung lampu hanya terbuat dari tabung plastik tanpa kertas perak. Sebagian besar cahaya lampu dibiaskan oleh dinding tabung. Intensitas cahaya yang dipantulkan juga cenderung lemah, karena bagian dalam dinding memiliki daya pantul yang rendah.

Perbedaan intensitas cahaya pada lampu bereflektor αr32,6o dan αr23,3o lebih disebabkan oleh perbedaan sudut bukaan reflektor. Konstruksi reflektor αr32,6o lebih besar dan lebih pendek, sedangkan konstruksi reflektor αr23,3o lebih mengerucut dan lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan nilai intensitas cahaya lampu bereflektor αr32,6o lebih rendah dibandingkan dengan reflektor αr23,3o. Konstruksi yang sempit pada reflektor αr23,3 berdampak pada penetrasi cahaya lampu ke dalam air yang dihasilkannya juga lebih tinggi.

Konstruksi tudung dan reflektor yang berbeda mempengaruhi pola sebaran cahaya yang dihasilkan. Semakin kecil bukaan mulut reflektor atau tudung akan diikuti dengan pola sebaran cahaya yang semakin sempit. Hal sebaliknya terjadi jika bukaan mulut reflektor atau tudung semakin besar, maka pola sebaran cahaya juga semakin meluas.

Pola sebaran cahaya paling kecil diperoleh lampu bertudung dan bereflektor αr23,3o. Keduanya menjadikan lampu memiliki pola sebaran cahaya membentuk sudut 60o. Perbedaan konstruksi tudung dan reflektor menyebabkan pola sebaran cahayanya juga berbeda. Konstruksi tudung berbentuk silinder menghasilkan sebaran cahaya membentuk kolom selinder secara vertikal. Penambahan atau pengurangan jarak penyinaran tidak mempengaruhi pola sebaran cahayanya. Ini berbeda dengan reflektor αr23,3o. Konstruksi reflektor yang berbentuk kerucut menyebabkan setiap penambahan jarak penyinaran akan memperluas sebaran cahaya.

Perbedaan pola sebaran cahaya juga terjadi pada lampu bereflektor αr23,3o dan αr32,6o. Kedua reflektor ini memiliki konstruksi berbentuk kerucut dengan sudut bukaan yang berbeda. Akibatnya, pola sebaran cahaya yang dihasilkan lampu bereflektor αr32,6o membentuk sudut 1200 atau lebih luas jika


(37)

dibandingkan dengan αr23,3o. Ilustrasi arah penyinaran cahaya di perairan bawah bagan dari lampu bertudung dan bereflektor disajikan pada Gambar 12.

3.4 Pola Sebaran Organisma

Pengamatan terhadap proses berkumpul dan bentuk gerombolan organisma di bawah bagan dilakukan dari atas bagan. Pengamatan secara visual hanya dapat dilakukan hingga kedalaman satu sampai dua meter, karena keterbatasan penglihatan. Pengamatan pada kedalaman lebih dari dua meter memakai

fishfinder.

3.4.1 Penangkapan Cumi-cumi 3.4.1.1Pengamatan visual

Hasil pengamatan secara visual di lapang pada interval waktu penangkapan 20.00-01.00 WIT menunjukkan organisma kecil fototaksis positif pertama kali mendekati bagan sekitar 15-20 menit setelah lampu dinyalakan. Jenis organisma yang pertama mendekati bagan adalah jenis-jenis ikan kecil yang tidak dapat diidentifikasi (Gambar 13). Organisma berikutnya adalah teri, kuwe dan cumi-cumi.

Teri cenderung berada di permukaan air sehingga mudah diamati secara visual. Hal berbeda terjadi pada jenis kuwe dan cumi-cumi yang cenderung berada pada kedalaman >2 m sehingga sulit diamati secara visual. Kedua organisma ini baru tampak saat mengejar ikan-ikan kecil yang menjadi makanannya. Jenis organisma lain yang terindikasi berkumpul di bawah bagan adalah layang. Gambar 13 diperlihatkan gerombolan ikan dan cumi-cumi di bawah bagan.

Gambar 12 Ilustrasi pola sebaran cahaya lampu ke arah jaring bagan: Lampu bertudung (a), lampu bereflektor αr23,3° (b) dan αr32,6° (c).

(a) (b) (c)

D : jaring,

E : jarak penyinaran yang diinginkan (2 m dan 5 m),

F : Tinggi penggantungan lampu dengan permukaan perairan (2 m) Digambar oleh: Supriono Ahmad

Keterangan: A : tudung dan reflektor, B : kedalaman jaring (15 m), C : lebar kerangka jaring


(38)

Kedatangan ikan di bawah bagan berasal dari segala sisi, baik dari depan, belakang, kiri, maupun kanan bagan. Ikan membentuk gerombolan kecil saat mendekati bagan. Gerombolan berubah menjadi besar ketika ikan telah terkonsentrasi di bawah bagan. Pola renang ikan cenderung tidak beraturan dan sering membubarkan diri, selanjutnya ikan kembali membentuk gerombolan.

Tingkah laku ikan fototaksis positif yang tidak beraturan lebih disebabkan oleh kedatangan organisma predator, seperti cumi-cumi dan layur. Radakov (1972) dalam Baskoro et al (2011) menjelaskan salah satu faktor penyebab gerombolan ikan bubar atau berubah dikarenakan adanya pemangsaan oleh organisma predator. Pada Gambar 14 ditunjukkan gerombolan ikan fototaksis positif di bawah lampu yang tersebar karena menghindari predator. Kehadiran cumi-cumi mengganggu pola renang ikan yang biasanya berputar-putar membentuk lingkaran di bawah pusat pencahayaan.

Keterangan: (Ο) menunjukan schooling organisma di perairan bawah bagan

Gambar 13 Jenis-jenis organisma yang mendekati perairan bawah bagan saat menangkap cumi-cumi; Jenis ikan kecil yang tidak dapat diidentifikasi (a), teri (b) dan cumi-cumi (c).

(a

) (b)

(c)

15 menit setelah lampu dinyalakan 35 menit setelah lampu dinyalakan


(39)

Pengamatan kedatangan organisma pada interval waktu penangkapan 01.00-05.00 WIT menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan organisma berakumulasi di perairan bawah bagan adalah 5-10 menit. Organisma terakumulasi lebih cepat dari pada interval waktu penangkapan 20.00-01.00 WIT. Ini dikarenakan organisma yang mendekati bagan adalah organisma yang berhasil meloloskan diri saat hauling pertama. Saat meloloskan diri, organisma ini menyebar di perairan sekitar bagan dan kembali mendatangi bagan ketika lampu dinyalakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulaiman (2006) yang menjelaskan bahwa ikan yang meloloskan diri saat seting pertama tidak lari meninggalkan perairan bawah bagan, sehingga ikan lebih cepat berkumpul di perairan bawah bagan saat seting selanjutnya. Proses akumulasi organisma pada interval waktu penangkapan 01.00-05.00 WIT pada masing-masing bagan yang menggunakan ketiga jenis penutup relatif sama

.

3.4.1.2Pengamatan akustik

1. Kecepatan waktu berkumpul organisma

Hasil rekaman fishfinder transducer menggambarkan waktu yang dibutuhkan cumi-cumi untuk berkumpul di bawah bagan pada kedalaman lebih dari dua meter sekitar 20 menit. Waktu ini dapat berubah tergantung pada keberadaan organisma kecil yang menjadi makanannya.

40 menit setelah lampu dinyalakan

60 menit setelah lampu dinyalakan

70 menit setelah lampu dinyalakan

(a) (b)

(c)

Gambar 14 Gerombolan organisma di bawah lampu; gerombolan awal (a), ikan-ikan yang menghindar dari predator (b) dan kembali membentuk

schooling (c).

Keterangan: 1. (Ο) gerombolan organisma yang menghindar dari predator

2. (□)gerombolan organisma yang terkonsentrasi di perairan bawah bagan

40 menit setelah lampu dinyalakan

60 menit setelah lampu dinyalakan

70 menit setelah lampu dinyalakan

(a) (b)


(40)

Hasil pengamatan pada fishfinder display menunjukkan bahwa waktu terakumulasinya cumi-cumi di bawah setiap bagan berbeda. Berdasarkan Gambar 15, cumi-cumi mulai mendekati bagan setelah lampu bertudung dan bereflektor dinyalakan selama 10 menit. Awalnya, jumlah cumi-cumi yang berkumpul di bawah bagan sangat sedikit. Jumlahnya semakin banyak seiring dengan bertambahnya waktu penyinaran.

(1) (2)

(3)

(a) (b) (c)

10 menit

20 menit

30 menit

40 menit

Gambar 15 Rekaman display fishfinder 40 menit setelah lampu dinyalakan saat menangkap cumi-cumi; lampu bertudung (a), lampu bereflektor αr23,3o (b) dan αr32,6o (c).

Keterangan: 1. Kedalaman perairan 2. suhu perairan 3. dasar perairan.


(41)

Kelimpahan cumi-cumi yang tinggi pada bagan yang memakai lampu bertudung terjadi setelah lampu dinyalakan selama 40 menit. Berbeda pada lampu bereflektor αr23,3° dan αr32,6°, kelimpahan tertingginya terjadi setelah lampu dinyalakan selama 30 menit. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya lampu bereflektor lebih tinggi dibandingkan dengan lampu bertudung. Cahaya yang dipancarkan lampu bereflektor lebih cepat merangsang organisma kecil yang berada di sekitar bagan. Adapun organisma kecil yang berkumpul merupakan sumber makanan bagi cumi-cumi.

2. Kelimpahan organisma berdasarkan interval waktu penangkapan

Fishfinder display menunjukkan kelimpahan cumi-cumi lebih tinggi pada interval waktu 01.00-05.00 WIT. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas makan organisma kecil yang memburu plankton. Keberadaan organisma kecil di bawah bagan yang melimpah akan mengundang cumi-cumi untuk mendekati bagan. Gambar 16 terlihat kelimpahan cumi-cumi setiap interval waktu penangkapan pada bagan yang berbeda.

(1) (2)

(3) (a)

(b)

(c)

20.00 – 01.00 WIT 01.00 – 05.00 WIT Keterangan: 1. Kedalaman perairan; 2. suhu perairan; 3. dasar perairan.

Gambar 16 Kelimpahan organisma berdasarkan interval waktu penangkapan cumi-cumi; lampu bertudung (a), lampu bereflektor αr23,3o (b) dan αr32,6o (c)


(42)

Perairan yang tersinari cahaya mengindikasikan tersedianya sumber makanan. Keadaan ini akan merangsang cumi-cumi untuk berkumpul dalam jumlah yang besar. Ini sejalan dengan pendapat Gunarso (1985) yang menyebutkan kedatangan cumi-cumi ke bagan lebih disebabkan oleh ketersediaan makanan di perairan bawah bagan. Alasan ini menjadi dasar mengapa cumi-cumi berkumpul dalam jumlah yang banyak saat penangkapan dilakukan pada interval waktu 01.00-05.00 WIT.

3.4.2 Penangkapan Ikan 3.4.2.1Pengamatan visual

Hasil pengamatan lapang secara visual menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan ikan untuk bergerak mendekati bagan sekitar 10 menit setelah lampu dinyalakan. Jenis organisma yang pertama mendekati bagan adalah jenis-jenis organisma kecil yang tidak dapat diidentifikasi. Selanjutnya jenis organisma yang mendekati bagan adalah teri, tembang dan kuwe. Ketiga jenis ikan ini bisa dipastikan jenis dan waktu terakumulasinya karena terlihat sangat jelas. Jenis organisma lain yang berkumpul di bawah bagan adalah layur, layang dan selar.

Teri aktif berenang di perairan bawah bagan yang tersinari lampu dan membentuk gerombolan besar. Gerombolan teri kemudian bergerak memutar secara beraturan dan sesekali terpencar menghindari predator. Teri kemudian akan membentuk gerombolan kembali dan melakukan aktifitas berenang memutar.

Tembang membentuk gerombolan besar pada perairan yang lebih dalam dari teri. Pergerakannya cenderung tidak beraturan karena dipengaruhi oleh aktivitas perburuan makanan dan menghindar dari predator. Sementara itu, kuwe bergerak tidak beraturan dan cenderung berada di daerah yang minim cahaya. Kuwe membentuk gerombolan kecil yang terdiri atas 5-10 ekor dan seringkali muncul di permukaan air untuk mengejar mangsanya yang berenang mendekati sumber cahaya. Pola berkumpulnya ikan di bawah lampu ditunjukkan pada Gambar 17.


(43)

3.4.2.2Pengamatan akustik 1. Kecepatan ikan berkumpul

Hasil tampilan fishfinder display menunjukkan bahwa ikan mulai bergerak mendekati bagan setelah 10 menit lampu dinyalakan. Jenis ikan yang kemungkinan mendekati bagan di kedalaman lebih dari dua meter adalah layur, layang dan selar.

Layur, layang dan selar di golongkan kedalam jenis ikan predator. Ketiga jenis ikan ini melakukan perburuan makanan berupa ikan-ikan berukuran kecil di perairan bawah bagan. Kehadiran ketiga jenis ikan ini sering mengganggu gerombolan teri dan tembang. Hasil rekaman fishfinder display saat penangkapan ikan disajikan pada Gambar 18.

a

(c) (d)

(a) (b) 30 menit setelah lampu dinyalakan

40 menit setelah lampu dinyalakan 50 menit setelah lampu dinyalakan

Tembang yang mengejar organisma kecil Gerombolan organisma kecil yang tidak teridentifikasi

10 menit setelah lampu dinyalakan

Beberapa ekor kuwe yang muncul ke permukaan untuk memburu makanan

Gerombolan teri di bawah lampu

Gambar 17 Gerombolan organisma di perairan bawah lampu saat operasi penangkapan; gerombolan organisma kecil yang tidak dapat diidentifikasi (a), gerombolan teri (b), Tembang yang mengejar organisma kecil (c) dan gerombolan kuwe (d)


(44)

Kelimpahan ikan tertinggi terdapat di perairan bawah bagan yang memakai lampu bereflektor αr32,6°. Waktu yang dibutuhkan ikan mendekati bagan adalah 10 menit. Jumlah ikan yang berkumpul semakin bertambah sejalan dengan meningkatnya waktu penyinaran. Ini dikarenakan intensitas cahaya lampu bereflektor αr32,6° sangat tinggi. Sebaran cahayanya mengarah ke areal jaring, sehingga kemampuannya untuk mengumpulkan jenis-jenis ikan yang bersifat fototaksis positif sangat besar. Selain itu, keberadaan ikan fototaksis positif yang terkonsentrasi di bawah lampu bagan kurang mendapat gangguan dari predator. Gambar 18 Rekaman display fishfinder 40 menit setelah lampu dinyalakan saat menangkap organisma ikan; Lampu bertudung (a), lampu bereflektor αr23,3o (b), dan αr32,6o (c)

(a) (b) (c)

Keterangan: 1. Kedalaman perairan 2. suhu perairan 3. dasar perairan (1)

(2)

(3) 10 menit

20 menit

30 menit


(45)

Ini disebabkan oleh tingkah laku makan organisma predator yang cenderung memburu mangsanya yang berada di luar area cahaya terang.

Kelimpahan organisma tertinggi kedua terdapat di perairan bawah bagan yang menggunakan lampu bereflektor αr23,3°. Waktu yang dibutuhkan ikan berkumpul lebih lama dari lampu bereflektor αr32,6°. Kelimpahan organisma terjadi setelah lampu dinyalakan selama 30 menit. Lampu bereflektor αr23,3° memiliki intensitas cahaya yang tinggi, namun pola sebaran cahayanya lebih sempit. Kehadiran ikan fototaksis positif di perairan bawah bagan sering mendapat gangguan dari predator. Akibatnya, gerombolan ikan sering terpecah untuk menghindari sergapan predator.

Bagan yang memakai lampu bertudung menghasilkan kelimpahan organisma paling rendah. Pola sebaran cahaya yang terkonsentrasi dengan intensitas cahaya yang rendah menyebabkan kemampuannya mengumpulkan ikan fototaksis positif sangat lemah. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan ikan fototaksis positif di bawah bagan sekitar 20 menit setelah lampu dinyalakan, Waktu ini lebih cepat jika dibandingkan dengan lampu αr23,3°. Namun demikian, kemampuan lampu bertudung dalam mengumpulkan organisma fototaksis positif sangat lemah. Ini dapat dilihat pada Gambar 18. Lampu bereflektor αr23,3° memiliki kemampuan untuk meningkatkan kelimpahan ikan setelah 40 menit lampu dinyalakan.

2. Kelimpahan ikan berdasarkan interval waktu penangkapan

Ikan berkumpul di perairan bawah bagan dengan jumlah besar terjadi pada interval waktu penangkapan 00.00-05.00 WIT. Gambar 19 memperlihatkan kelimpahan ikan di perairan bawah bagan pada interval waktu penangkapan 20.00-00.00 WIT dan 00.00-05.00 WIT. Hal ini berhubungan erat dengan kebiasaan makan teri dan tembang. Aktivitas makannya terjadi pada saat setelah tengah malam. Peningkatan kelimpahan teri dan tembang di bawah bagan akan mengundang layur, layang dan selar untuk mendekat dan melakukan perburuan makanan.


(46)

3.5 Hasil Tangkapan Bagan 3.5.1 Hasil tangkapan cumi-cumi

Bobot total hasil tangkapan cumi-cumi (Loligo sp.) dengan bagan yang dioperasikan sebanyak 14 trip saat bulan terang adalah 13.931 kg. Rinciannya, bagan yang dioperasikan memakai lampu bertudung mendapatkan cumi-cumi seberat 3.180 kg (22,83%), bagan dengan lampu bereflektorαr32,6o seberat 4.977 kg (35,72%), dan bagan dengan lampu bereflektor αr23,3o seberat 5.774 kg (41,45%). Gambar 20 disajikan berat total hasil tangkapan cumi-cumi berdasarkan penggunaan penutup lampu.

Keterangan: 1. Kedalaman perairan 2. suhu perairan 3. dasar perairan.

(b) (1) (2)

(3) (a)

(c)

20.00 – 00.00 WIT 00.00 – 05.00 WIT

Gambar 19 Kelimpahan organisma berdasarkan interval waktu penangkapan; Lampu bertudung (a), lampu bereflektor αr23,3o (b), danαr32,6o (c).


(47)

3.5.1.1Pengaruh penutup lampu terhadap bobot hasil tangkapan cumi-cumi Fungsi penggunaan tudung dan reflektor pada lampu adalah mengarahkan cahaya pada suatu area perairan yang ditentukan dan meningkatkan intensitas cahayanya agar efektifitasnya dalam mengumpulkan organisma fototaksis positif semakin meningkat. Ini yang mengakibatkan penggunaan penutup lampu yang berbeda akan mempengaruhi bobot tangkapan yang diperoleh.

Secara deskriptif penggunaan penutup lampu berbeda pada bagan, mempengaruhi bobot total hasil tangkapan cumi-cumi. Dimana jumlah total dan rata-rata hasil tangkapan per trip berbeda secara signifikan, ini dapat dilihat dari selisih berat hasil tangkapan bagan yang dilengkapi lampu berpenutup berbeda (Tabel 3).

Tabel 3 Selisih bobot toal hasil tangkapan cumi-cumi Bobot HT

Penutup Lampu Selisih (kg)

Tudung (A)

αr23,3° (B)

αr32,6°

(C) B dan A B dan C C dan A Bobot total (kg) 3.180 5.774 4.977 2.597 797 1.797 Bobot rata-rata/trip 227,14 412,43 355,50 185.29 56.93 128.36

Total bobot hasil tangkapan cumi-cumi di dominasi bagan yang dilengkapi dengan lampu bereflektor αr23,3°. Selisih bobot total hasil tangkapan bagan terdiri dari 2.594 kg antara bagan dengan lampu bereflektor αr23,3° dan tudung standar, serta bagan dengan lampu bereflektor αr23,3° dan αr32,6° seberat 797 kg. Bobot hasil tangkapan cumi-cumi rata-rata per trip yang diperoleh masing-masing bagan berbeda berdasarkan jenis penutup lampunya (Tabel 3). Bagan dengan lampu bereflektor αr23,3° memperoleh bobot hasil tangkapan rata-rata 412,43 kg atau lebih tinggi dibandingkan dengan dua penutup lampu lainnya. Lampu bereflektor αr32,6° menghasilkan 355,50 kg dan lampu bertudung 227,14 kg.

Tudung yang berbentuk silinder dengan bukaan mulut yang kecil menghasilkan sebaran cahaya lebih terfokus pada kerangka jaring, namun sebaran cahayanya hanya membentuk kolom selinder kecil secara vertikal ke dalam perairan. Intensitas cahayanya yang rendah menyebabkan penetrasi cahayanya Gambar 20 Bobot hasil tangkapan cumi-cumi dengan bagan yang memakai lampu bertudung (a), lampu bereflektor αr23,3o (b) dan αr32,6o (c) yang tertangkap oleh bagan

(a) (b)


(1)

Lampiran 5 (lanjutan)

5. Hasil tangkapan ikan pada interval waktu penangkapan 20.00-00.00 WIT a. Lampu bertudung

Ulangan Waktu (WIT)

Jenis hasil tangkapan (kg)

Teri Tembang Selar Layang Kuwe Layur

1 22.00 30 9 1 0 0 2

2 21.00 11 15 1 0 0 1

3 21.30 34 21 0 0 0 6

4 22.45 20 11 0 0 0 9

5 21.15 60 27 0 0 0 2

6 21.00 28 18 0 0 1 2

7 20.50 7 3 0 0 0 1

8 22.00 25 12 0 0 0 3

9 22.20 15 7 0 0 0 2

10 21.00 36 11 0 0 0 15

Total 266 134 2 0 1 43

Rata-rata 26,6 13,4 0,2 0 0,1 4,3

b. Lampu bereflektor αr23,3°

Ulangan Waktu (WIT)

jenis hasil tangkapan (kg)

Teri Tembang Selar Layang Kuwe Layur

1 23.15 15 21 0 0 2 21

2 21.00 6 20 2 0 1 18

3 21.00 27 25 2 0 0 25

4 23.00 39 21 0 1 2 19

5 23.00 12 51 1 0 1 19

6 21.30 23 28 0 0 3 26

7 11.30 30 62 0 1 3 21

8 22.15 7 27 1 0 1 11

9 21.00 18 41 0 0 0 9

10 20.30 12 28 1 0 0 22

Total 189 324 7 2 13 191


(2)

6. Hasil tangkapan ikan pada interval waktu penangkapan 00.00-05.00 WIT a. Lampu bertudung

Ulangan Waktu (WIT)

Jenis hasil tangkapan (kg)

Teri Tembang Selar Layang Kuwe Layur

1 04.00 15 37 0 0 0 7

2 04.50 31 29 0 0 0 2

3 05.00 28 31 0 0 0 5

4 04.30 64 28 1 0 0 11

5 04.35 11 35 0 0 1 1

6 04.50 81 21 0 0 0 1

7 04.14 65 30 0 0 0 11

8 05.00 61 35 0 0 0 2

9 04.00 51 42 0 0 0 2

10 04.30 50 22 0 0 0 0

Total 457 310 1 0 1 42

Rata-rata 45,7 31 0,1 0 0,1 4,2

Lampiran 5 (lanjutan)

c. Lampu bereflektor αr32,6° Ulangan Waktu

(WIT)

Jenis hasil tangkapan (kg)

Teri Tembang Selar Layang Kuwe Layur

1 20.45 27 11 0.5 0 0 12

2 20.30 10 21 1 0 0 16

3 21.00 9 21 0 0 0 6

4 11.20 40 30 0.5 0 0 20

5 23.00 30 62 0 0.5 0 11

6 21.00 80 20 0 0 0.5 7

7 11.00 17 65 0 0 0 0

8 22.00 31 35 0 0 0.5 13

9 20.30 23 11 0 0 0 5

10 11.00 41 59 0 0 0 32

Total 308 335 2 0.5 1 122


(3)

Lampiran 5 (lanjutan) b. Lampu bereflektor αr23,3°

Ulangan Waktu (WIT)

Jenis hasil tangkapan (kg)

Teri Tembang Selar Layang Kuwe Layur

1 04.51 23 40 5 0 1 37

2 04.12 17 15 2 0 1 36

3 04.30 19 22 1 1 0 31

4 03.57 16 37 1 0 0 13

5 05.15 41 47 1 1 0 31

6 04.53 18 12 0 1 0 30

7 05.00 47 11 0 0 2 37

8 04.00 41 30 1 1 0 18

9 05.00 53 60 1 0 2 41

10 04.30 62 25 1 1 0 32

Total 337 299 13 5 6 306

Rata-rata 33,7 29,9 1,3 0,5 0,6 30,6

c. Lampu bereflektor αr32,6°

Ulangan Waktu (WIT)

Jenis hasil tangkapan (kg)

Teri Tembang Selar Layang Kuwe Layur

1 04.00 42 69 2 2 1 30

2 05.00 17 76 0 0 0 41

3 04.50 60 44 1 1 0 30

4 04.50 10 18 0 0 0 27

5 04.00 52 47 0 1 0 38

6 03.50 42 12 0 0 0 12

7 05.00 57 98 0 0 2 30

8 03.30 40 62 1 0 0 38

9 04.00 40 40 0 0 1 20

10 04.30 60 66 0 0 0.3 12

Total 420 532 4 4 4.3 278


(4)

7. Bobot total hasil tangkapan ikan

Lampiran 6 Dokumentasi Hasil tangkapan

Perlakuan Komposisi hasil tangkapan (kg)

Teri Tembang Selar Layang Kuwe Layur Total

Tudung 723 444 3 0 2 85 1.257

Reflektor α32,6° 728 867 6 4.5 5.3 400 2.010.8

Reflektor α23,3° 526 623 20 7 19 497 1.692

Total 1.977 1.934 29 11.5 26.3 982 4.959.8

Hasil tangkapan cumi-cumi

Hasil tangkapan jenis-jenis ikan


(5)

Lampiran 6 (lanjutan)

Alat dan bahan

GPS tipe 62s Keranjang penampung

hasil tangkapan Lampu greet

300 Watt

Fishfinder tipe 178C Sounder Bagan apung 2 perahu

Pembuatan reflektor Pengamatan


(6)

Penulis dilahirkan di Daruba Kabupaten Pulau Morotai pada 22 Februari 1986 sebagai anak ke lima dari tujuh bersaudara oleh pasangan Bapak Safar Ahmad dan Ibu Ratna Salim.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate pada tahun 2005 dan lulus tahun 2011. Tahun yang bersamaan, penulis diterima pada program magister Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis memperoleh bantuan beasiswa pendidikan untuk calon dosen oleh Dirjen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Selama penempuh pendidikan Program Pascasarja IPB, penulis aktif mengikuti seminar-seminar dan lokakaryadi lingkup internal maupun eksternal IPB. Adapun seminar dan lokakarya yang penulis ikuti diantaranya Seminar Nasional Perikanan Tangkap IV 2011, Seminar Nasional yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) UGM dan MITI Indonesia tahun 2012, Workshop Nasional S-23 “ Klinik Strategi Menulis dan Menembus Jurnal Internasional”yang diselenggarakan oleh Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB tahun 2013, dan Seminar Nasional dalam acara Temu Nasional Mahsiswa Kawasan Timur Indonesia yang diselenggarakan oleh PB HIPMMU tahun 2012.