Perancangan Penutup Lampu Pola Sebaran Organisma

17 Intensitas cahaya pada  = 0 o -135 o tidak dapat terekam dengan sensor luxmeter, karena cahaya terhalang oleh dinding reflektor. Peningkatan intensitas cahaya mulai terjadi pada  = 150 o -180 o dengan nilai intensitas 657 lux 150 o , 1.118 lux 165 o , dan 1.561 lux 180 o . Intensitas yang sama terdapat pada  = 180 o -210 o . Dengan demikian sebaran cahaya lampu bereflektor membentuk sudut 60 o . Hasil pengukuran intensitas cahaya Lampran 4 dan sebaran cahaya lampu bereflektor α r 23,3 o ditunjukkan pada Gambar 10.

3.3.3 Lampu bereflektor α

r 32,6 o Digambar oleh: Supriono Ahmad Gambar 10 Pola sebaran dan intensitas cahaya lampu bereflektor α23,3 o Gambar 11 Pola sebaran dan intensitas cahaya lampu bereflektor α r 32,6 o Digambar oleh: Supriono Ahmad 18 Gambar 11 menunjukkan intensitas dan pola sebaran cahaya lampu bereflektor α r 32,6 o . Pola sebaran lampu bereflektor α r 32,6 o berada pada  = 120 o - 240 o membentuk sudut 120 o . Intensitas cahaya lampu dengan reflektor α r 32,6 o pada  = 0 o -105 o dan 225 o -345 o tidak dapat diukur karena cahaya lampu terhalang oleh dinding reflektor. Pengukuran intensitas baru dapat dimulai dari  = 120 o dengan nilai 534 lux. Hasil pengukuran intensitas cahaya lampu bereflektor α r 32,6 o disajikan pada Lampiran 4. Peningkatan intensitas cahaya secara signifikan terjadi pada  = 135 o dan terus meningkat hingga  = 180 o . Adapun nilai intensitas yang diperoleh adalah 135 o 691 lux, 150 o 841 lux, 165 o 1.154 lux dan 180 o 1.278 lux. 3.3.4 Perbandingan Intensitas dan Pola Sebaran Cahaya antara Lampu Bertudung dan Bereflektor Lampu bereflektor α r 23,3 o menghasilkan intensitas cahaya tertinggi, yaitu1.561 lux. Urutan berikutnya adalah lampu bereflektor α r 32,6 o dengan intensitas cahaya 1.278 lux. Adapun intensitas lampu bertudung hanya 961 lux. Intensitas cahaya lampu bereflektor α r 23,3 o dan α r 32,6 o yang tinggi diakibatkan oleh konstruksi reflektor yang berbeda dengan tudung lampu. Permukaan dinding dalam reflektor dilapisis dengan kertas perak, sehingga intensitas cahaya pantulnya semakin tinggi. Adapun tudung lampu hanya terbuat dari tabung plastik tanpa kertas perak. Sebagian besar cahaya lampu dibiaskan oleh dinding tabung. Intensitas cahaya yang dipantulkan juga cenderung lemah, karena bagian dalam dinding memiliki daya pantul yang rendah. Perbedaan intensitas cahaya pada lampu bereflektor α r 32,6 o dan α r 23,3 o lebih disebabkan oleh perbedaan sudut bukaan reflektor. Konstruksi reflektor α r 32,6 o lebih besar dan lebih pendek, sedangkan konstruksi reflektor α r 23,3 o lebih mengerucut dan lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan nilai intensitas cahaya lampu bereflektor α r 32,6 o lebih rendah dibandingkan dengan reflektor α r 23,3 o . Konstruksi yang sempit pada reflektor α r 23,3 berdampak pada penetrasi cahaya lampu ke dalam air yang dihasilkannya juga lebih tinggi. Konstruksi tudung dan reflektor yang berbeda mempengaruhi pola sebaran cahaya yang dihasilkan. Semakin kecil bukaan mulut reflektor atau tudung akan diikuti dengan pola sebaran cahaya yang semakin sempit. Hal sebaliknya terjadi jika bukaan mulut reflektor atau tudung semakin besar, maka pola sebaran cahaya juga semakin meluas. Pola sebaran cahaya paling kecil diperoleh lampu bertudung dan bereflektor α r 23,3 o . Keduanya menjadikan lampu memiliki pola sebaran cahaya membentuk sudut 60 o . Perbedaan konstruksi tudung dan reflektor menyebabkan pola sebaran cahayanya juga berbeda. Konstruksi tudung berbentuk silinder menghasilkan sebaran cahaya membentuk kolom selinder secara vertikal. Penambahan atau pengurangan jarak penyinaran tidak mempengaruhi pola sebaran cahayanya. Ini berbeda dengan reflektor α r 23,3 o . Konstruksi reflektor yang berbentuk kerucut menyebabkan setiap penambahan jarak penyinaran akan memperluas sebaran cahaya. Perbedaan pola sebaran cahaya juga terjadi pada lampu bereflektor α r 23,3 o dan α r 32,6 o . Kedua reflektor ini memiliki konstruksi berbentuk kerucut dengan sudut bukaan yang berbeda. Akibatnya, pola sebaran cahaya yang dihasilkan lampu bereflektor α r 32,6 o membentuk sudut 120 atau lebih luas jika 19 dibandingkan dengan α r 23,3 o . Ilustrasi arah penyinaran cahaya di perairan bawah bagan dari lampu bertudung dan bereflektor disajikan pada Gambar 12.

3.4 Pola Sebaran Organisma

Pengamatan terhadap proses berkumpul dan bentuk gerombolan organisma di bawah bagan dilakukan dari atas bagan. Pengamatan secara visual hanya dapat dilakukan hingga kedalaman satu sampai dua meter, karena keterbatasan penglihatan. Pengamatan pada kedalaman lebih dari dua meter memakai fishfinder . 3.4.1 Penangkapan Cumi-cumi 3.4.1.1 Pengamatan visual Hasil pengamatan secara visual di lapang pada interval waktu penangkapan 20.00-01.00 WIT menunjukkan organisma kecil fototaksis positif pertama kali mendekati bagan sekitar 15-20 menit setelah lampu dinyalakan. Jenis organisma yang pertama mendekati bagan adalah jenis-jenis ikan kecil yang tidak dapat diidentifikasi Gambar 13. Organisma berikutnya adalah teri, kuwe dan cumi- cumi. Teri cenderung berada di permukaan air sehingga mudah diamati secara visual. Hal berbeda terjadi pada jenis kuwe dan cumi-cumi yang cenderung berada pada kedalaman 2 m sehingga sulit diamati secara visual. Kedua organisma ini baru tampak saat mengejar ikan-ikan kecil yang menjadi makanannya. Jenis organisma lain yang terindikasi berkumpul di bawah bagan adalah layang. Gambar 13 diperlihatkan gerombolan ikan dan cumi-cumi di bawah bagan. Gambar 12 Ilustrasi pola sebaran cahaya lampu ke arah jaring bagan: Lampu bertudung a, lampu bereflektor α r 23,3° b dan α r 32,6° c. a b c D : jaring, E : jarak penyinaran yang diinginkan 2 m dan 5 m, F : Tinggi penggantungan lampu dengan permukaan perairan 2 m Digambar oleh: Supriono Ahmad Keterangan: A : tudung dan reflektor, B : kedalaman jaring 15 m, C : lebar kerangka jaring 10 m, 20 Kedatangan ikan di bawah bagan berasal dari segala sisi, baik dari depan, belakang, kiri, maupun kanan bagan. Ikan membentuk gerombolan kecil saat mendekati bagan. Gerombolan berubah menjadi besar ketika ikan telah terkonsentrasi di bawah bagan. Pola renang ikan cenderung tidak beraturan dan sering membubarkan diri, selanjutnya ikan kembali membentuk gerombolan. Tingkah laku ikan fototaksis positif yang tidak beraturan lebih disebabkan oleh kedatangan organisma predator, seperti cumi-cumi dan layur. Radakov 1972 dalam Baskoro et al 2011 menjelaskan salah satu faktor penyebab gerombolan ikan bubar atau berubah dikarenakan adanya pemangsaan oleh organisma predator. Pada Gambar 14 ditunjukkan gerombolan ikan fototaksis positif di bawah lampu yang tersebar karena menghindari predator. Kehadiran cumi-cumi mengganggu pola renang ikan yang biasanya berputar-putar membentuk lingkaran di bawah pusat pencahayaan. Keterangan: Ο menunjukan schooling organisma di perairan bawah bagan Gambar 13 Jenis-jenis organisma yang mendekati perairan bawah bagan saat menangkap cumi-cumi; Jenis ikan kecil yang tidak dapat diidentifikasi a, teri b dan cumi-cumi c. a b c 15 menit setelah lampu dinyalakan 35 menit setelah lampu dinyalakan 60 menit setelah lampu dinyalakan 21 Pengamatan kedatangan organisma pada interval waktu penangkapan 01.00-05.00 WIT menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan organisma berakumulasi di perairan bawah bagan adalah 5-10 menit. Organisma terakumulasi lebih cepat dari pada interval waktu penangkapan 20.00-01.00 WIT. Ini dikarenakan organisma yang mendekati bagan adalah organisma yang berhasil meloloskan diri saat hauling pertama. Saat meloloskan diri, organisma ini menyebar di perairan sekitar bagan dan kembali mendatangi bagan ketika lampu dinyalakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulaiman 2006 yang menjelaskan bahwa ikan yang meloloskan diri saat seting pertama tidak lari meninggalkan perairan bawah bagan, sehingga ikan lebih cepat berkumpul di perairan bawah bagan saat seting selanjutnya. Proses akumulasi organisma pada interval waktu penangkapan 01.00-05.00 WIT pada masing-masing bagan yang menggunakan ketiga jenis penutup relatif sama . 3.4.1.2 Pengamatan akustik 1. Kecepatan waktu berkumpul organisma Hasil rekaman fishfinder transducer menggambarkan waktu yang dibutuhkan cumi-cumi untuk berkumpul di bawah bagan pada kedalaman lebih dari dua meter sekitar 20 menit. Waktu ini dapat berubah tergantung pada keberadaan organisma kecil yang menjadi makanannya. 40 menit setelah lampu dinyalakan 60 menit setelah lampu dinyalakan 70 menit setelah lampu dinyalakan a b c Gambar 14 Gerombolan organisma di bawah lampu; gerombolan awal a, ikan- ikan yang menghindar dari predator b dan kembali membentuk schooling c. Keterangan: 1. Ο gerombolan organisma yang menghindar dari predator 2 . □ gerombolan organisma yang terkonsentrasi di perairan bawah bagan 40 menit setelah lampu dinyalakan 60 menit setelah lampu dinyalakan 70 menit setelah lampu dinyalakan a b c 22 Hasil pengamatan pada fishfinder display menunjukkan bahwa waktu terakumulasinya cumi-cumi di bawah setiap bagan berbeda. Berdasarkan Gambar 15, cumi-cumi mulai mendekati bagan setelah lampu bertudung dan bereflektor dinyalakan selama 10 menit. Awalnya, jumlah cumi-cumi yang berkumpul di bawah bagan sangat sedikit. Jumlahnya semakin banyak seiring dengan bertambahnya waktu penyinaran. 1 2 3 a b c 10 menit 20 menit 30 menit 40 menit Gambar 15 Rekaman display fishfinder 40 menit setelah lampu dinyalakan saat menangkap cumi-cumi; lampu bertudung a, lampu bereflektor α r 23,3 o b dan α r 32,6 o c. Keterangan: 1. Kedalaman perairan 2. suhu perairan 3. dasar perairan. 23 Kelimpahan cumi-cumi yang tinggi pada bagan yang memakai lampu bertudung terjadi setelah lampu dinyalakan selama 40 menit. Berbeda pada lampu bereflektor α r 23,3° dan α r 32,6°, kelimpahan tertingginya terjadi setelah lampu dinyalakan selama 30 menit. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya lampu bereflektor lebih tinggi dibandingkan dengan lampu bertudung. Cahaya yang dipancarkan lampu bereflektor lebih cepat merangsang organisma kecil yang berada di sekitar bagan. Adapun organisma kecil yang berkumpul merupakan sumber makanan bagi cumi-cumi.

2. Kelimpahan organisma berdasarkan interval waktu penangkapan

Fishfinder display menunjukkan kelimpahan cumi-cumi lebih tinggi pada interval waktu 01.00-05.00 WIT. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas makan organisma kecil yang memburu plankton. Keberadaan organisma kecil di bawah bagan yang melimpah akan mengundang cumi-cumi untuk mendekati bagan. Gambar 16 terlihat kelimpahan cumi-cumi setiap interval waktu penangkapan pada bagan yang berbeda. 1 2 3 a b c 20.00 – 01.00 WIT 01.00 – 05.00 WIT Keterangan: 1. Kedalaman perairan; 2. suhu perairan; 3. dasar perairan. Gambar 16 Kelimpahan organisma berdasarkan interval waktu penangkapan cumi-cumi; lampu bertudung a, lampu bereflektor α r 23,3 o b dan α r 32,6 o c 24 Perairan yang tersinari cahaya mengindikasikan tersedianya sumber makanan. Keadaan ini akan merangsang cumi-cumi untuk berkumpul dalam jumlah yang besar. Ini sejalan dengan pendapat Gunarso 1985 yang menyebutkan kedatangan cumi-cumi ke bagan lebih disebabkan oleh ketersediaan makanan di perairan bawah bagan. Alasan ini menjadi dasar mengapa cumi-cumi berkumpul dalam jumlah yang banyak saat penangkapan dilakukan pada interval waktu 01.00-05.00 WIT. 3.4.2 Penangkapan Ikan 3.4.2.1 Pengamatan visual Hasil pengamatan lapang secara visual menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan ikan untuk bergerak mendekati bagan sekitar 10 menit setelah lampu dinyalakan. Jenis organisma yang pertama mendekati bagan adalah jenis-jenis organisma kecil yang tidak dapat diidentifikasi. Selanjutnya jenis organisma yang mendekati bagan adalah teri, tembang dan kuwe. Ketiga jenis ikan ini bisa dipastikan jenis dan waktu terakumulasinya karena terlihat sangat jelas. Jenis organisma lain yang berkumpul di bawah bagan adalah layur, layang dan selar. Teri aktif berenang di perairan bawah bagan yang tersinari lampu dan membentuk gerombolan besar. Gerombolan teri kemudian bergerak memutar secara beraturan dan sesekali terpencar menghindari predator. Teri kemudian akan membentuk gerombolan kembali dan melakukan aktifitas berenang memutar. Tembang membentuk gerombolan besar pada perairan yang lebih dalam dari teri. Pergerakannya cenderung tidak beraturan karena dipengaruhi oleh aktivitas perburuan makanan dan menghindar dari predator. Sementara itu, kuwe bergerak tidak beraturan dan cenderung berada di daerah yang minim cahaya. Kuwe membentuk gerombolan kecil yang terdiri atas 5-10 ekor dan seringkali muncul di permukaan air untuk mengejar mangsanya yang berenang mendekati sumber cahaya. Pola berkumpulnya ikan di bawah lampu ditunjukkan pada Gambar 17. 25

3.4.2.2 Pengamatan akustik

1. Kecepatan ikan berkumpul

Hasil tampilan fishfinder display menunjukkan bahwa ikan mulai bergerak mendekati bagan setelah 10 menit lampu dinyalakan. Jenis ikan yang kemungkinan mendekati bagan di kedalaman lebih dari dua meter adalah layur, layang dan selar. Layur, layang dan selar di golongkan kedalam jenis ikan predator. Ketiga jenis ikan ini melakukan perburuan makanan berupa ikan-ikan berukuran kecil di perairan bawah bagan. Kehadiran ketiga jenis ikan ini sering mengganggu gerombolan teri dan tembang. Hasil rekaman fishfinder display saat penangkapan ikan disajikan pada Gambar 18. a c d a b 30 menit setelah lampu dinyalakan 40 menit setelah lampu dinyalakan 50 menit setelah lampu dinyalakan Tembang yang mengejar organisma kecil Gerombolan organisma kecil yang tidak teridentifikasi 10 menit setelah lampu dinyalakan Beberapa ekor kuwe yang muncul ke permukaan untuk memburu makanan Gerombolan teri di bawah lampu Gambar 17 Gerombolan organisma di perairan bawah lampu saat operasi penangkapan; gerombolan organisma kecil yang tidak dapat diidentifikasi a, gerombolan teri b, Tembang yang mengejar organisma kecil c dan gerombolan kuwe d Keterangan: O menunjukan schooling organisma di perairan bawah bagan 26 Kelimpahan ikan tertinggi terdapat di perairan bawah bagan yang memakai lampu bereflektor α r 32,6°. Waktu yang dibutuhkan ikan mendekati bagan adalah 10 menit. Jumlah ikan yang berkumpul semakin bertambah sejalan dengan meningkatnya waktu penyinaran. Ini dikarenakan intensitas cahaya lampu bereflektor α r 32,6° sangat tinggi. Sebaran cahayanya mengarah ke areal jaring, sehingga kemampuannya untuk mengumpulkan jenis-jenis ikan yang bersifat fototaksis positif sangat besar. Selain itu, keberadaan ikan fototaksis positif yang terkonsentrasi di bawah lampu bagan kurang mendapat gangguan dari predator. Gambar 18 Rekaman display fishfinder 40 menit setelah lampu dinyalakan saat menangkap organisma ikan; Lampu bertudung a, lampu bereflektor α r 23,3 o b, dan α r 32,6 o c a b c Keterangan: 1. Kedalaman perairan 2. suhu perairan 3. dasar perairan 1 2 3 10 menit 20 menit 30 menit 40 menit 27 Ini disebabkan oleh tingkah laku makan organisma predator yang cenderung memburu mangsanya yang berada di luar area cahaya terang. Kelimpahan organisma tertinggi kedua terdapat di perairan bawah bagan yang menggunakan lampu bereflektor α r 23,3°. Waktu yang dibutuhkan ikan berkumpul lebih lama dari lampu bereflektor α r 32,6°. Kelimpahan organisma terjadi setelah lampu dinyalakan selama 30 menit. Lampu bereflektor α r 23,3° memiliki intensitas cahaya yang tinggi, namun pola sebaran cahayanya lebih sempit. Kehadiran ikan fototaksis positif di perairan bawah bagan sering mendapat gangguan dari predator. Akibatnya, gerombolan ikan sering terpecah untuk menghindari sergapan predator. Bagan yang memakai lampu bertudung menghasilkan kelimpahan organisma paling rendah. Pola sebaran cahaya yang terkonsentrasi dengan intensitas cahaya yang rendah menyebabkan kemampuannya mengumpulkan ikan fototaksis positif sangat lemah. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan ikan fototaksis positif di bawah bagan sekitar 20 menit setelah lampu dinyalakan, Waktu ini lebih cepat jika dibandingkan dengan lampu α r 23,3°. Namun demikian, kemampuan lampu bertudung dalam mengumpulkan organisma fototaksis positif sangat lemah. Ini dapat dilihat pada Gambar 18. Lampu bereflektor α r 23,3° memiliki kemampuan untuk meningkatkan kelimpahan ikan setelah 40 menit lampu dinyalakan.

2. Kelimpahan ikan berdasarkan interval waktu penangkapan

Ikan berkumpul di perairan bawah bagan dengan jumlah besar terjadi pada interval waktu penangkapan 00.00-05.00 WIT. Gambar 19 memperlihatkan kelimpahan ikan di perairan bawah bagan pada interval waktu penangkapan 20.00-00.00 WIT dan 00.00-05.00 WIT. Hal ini berhubungan erat dengan kebiasaan makan teri dan tembang. Aktivitas makannya terjadi pada saat setelah tengah malam. Peningkatan kelimpahan teri dan tembang di bawah bagan akan mengundang layur, layang dan selar untuk mendekat dan melakukan perburuan makanan. 28

3.5 Hasil Tangkapan Bagan

3.5.1 Hasil tangkapan cumi-cumi

Bobot total hasil tangkapan cumi-cumi Loligo sp. dengan bagan yang dioperasikan sebanyak 14 trip saat bulan terang adalah 13.931 kg. Rinciannya, bagan yang dioperasikan memakai lampu bertudung mendapatkan cumi-cumi seberat 3.180 kg 22,83, bagan dengan lampu bereflektor α r 32,6 o seberat 4.977 kg 35,72, dan bagan dengan lampu bereflektor α r 23,3 o seberat 5.774 kg 41,45. Gambar 20 disajikan berat total hasil tangkapan cumi-cumi berdasarkan penggunaan penutup lampu. Keterangan: 1. Kedalaman perairan 2. suhu perairan 3. dasar perairan. b 1 2 3 a c 20.00 – 00.00 WIT 00.00 – 05.00 WIT Gambar 19 Kelimpahan organisma berdasarkan interval waktu penangkapan; Lampu bertudung a, lampu bereflektor α r 23,3 o b, dan α r 32,6 o c. 29

3.5.1.1 Pengaruh penutup lampu terhadap bobot hasil tangkapan cumi-cumi

Fungsi penggunaan tudung dan reflektor pada lampu adalah mengarahkan cahaya pada suatu area perairan yang ditentukan dan meningkatkan intensitas cahayanya agar efektifitasnya dalam mengumpulkan organisma fototaksis positif semakin meningkat. Ini yang mengakibatkan penggunaan penutup lampu yang berbeda akan mempengaruhi bobot tangkapan yang diperoleh. Secara deskriptif penggunaan penutup lampu berbeda pada bagan, mempengaruhi bobot total hasil tangkapan cumi-cumi. Dimana jumlah total dan rata-rata hasil tangkapan per trip berbeda secara signifikan, ini dapat dilihat dari selisih berat hasil tangkapan bagan yang dilengkapi lampu berpenutup berbeda Tabel 3. Tabel 3 Selisih bobot toal hasil tangkapan cumi-cumi Bobot HT Penutup Lampu Selisih kg Tudung A α r 23,3° B α r 32,6° C B dan A B dan C C dan A Bobot total kg 3.180 5.774 4.977 2.597 797 1.797 Bobot rata-ratatrip 227,14 412,43 355,50 185.29 56.93 128.36 Total bobot hasil tangkapan cumi-cumi di dominasi bagan yang dilengkapi dengan lampu bereflektor α r 23,3°. Selisih bobot total hasil tangkapan bagan terdiri dari 2.594 kg antara bagan dengan lampu bereflektor α r 23,3° dan tudung standar, serta bagan dengan lampu bereflektor α r 23,3° dan α r 32,6° seberat 797 kg. Bobot hasil tangkapan cumi-cumi rata-rata per trip yang diperoleh masing-masing bagan berbeda berdasarkan jenis penutup lampunya Tabel 3 . Bagan dengan lampu bereflektor α r 23,3° memperoleh bobot hasil tangkapan rata-rata 412,43 kg atau lebih tinggi dibandingkan dengan dua penutup lampu lainnya. Lampu bereflektor α r 32,6° menghasilkan 355,50 kg dan lampu bertudung 227,14 kg. Tudung yang berbentuk silinder dengan bukaan mulut yang kecil menghasilkan sebaran cahaya lebih terfokus pada kerangka jaring, namun sebaran cahayanya hanya membentuk kolom selinder kecil secara vertikal ke dalam perairan. Intensitas cahayanya yang rendah menyebabkan penetrasi cahayanya Gambar 20 Bobot hasil tangkapan cumi-cumi dengan bagan yang memakai lampu bertudung a, lampu bereflektor α r 23,3 o b dan α r 32,6 o c yang tertangkap oleh bagan a b c 30 yang masuk ke dalam perairan juga lemah. Dengan demikian, tudung lampu tidak dapat dipakai secara maksimal pada saat bulan terang. Kelemahan lampu bertudung dalam mengumpulkan jenis-jenis ikan yang bersifat fototaksis positif berdampak pada rendahnya akumulasi cumi-cumi yang menjadi target penangkapan. Cumi-cumi lebih sedikit berkumpul di bawah bagan, karena sumber makanan yang tersedia sangat sedikit. Kondisi ini menyebabkan perolehan bobot hasil tangkapan cumi-cumi dengan bagan yang dilengkapi lampu bertudung paling rendah. Penggunaan lampu bereflektor α r 32,6 o pada bagan ternyata dapat menghasilkan bobot hasil tangkapan cumi-cumi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lampu bertudung. Intensitas cahaya lampu bereflektor α r 32,6 o cukup dan sebaran cahayanya mengarah tepat ke jaring bagan. Kelemahannya adalah sebaran cahaya lampu akan semakin melebar sejalan dengan bertambahnya jarak penyinaran. Hasil pengamatan langsung didapatkan bahwa cumi-cumi lebih banyak berada pada area perairan yang tidak begitu terang. Adapun cumi-cumi yang tertangkap adalah cumi-cumi terperangkap oleh jaring bagan ketika sedang melakukan perburuan terhadap ikan fototaksis positif yang berada di atas jaring bagan. Bobot hasil tangkapan paling tinggi diperoleh bagan dengan lampu bereflektor α r 23,3 o . Intensitasnya sangat tinggi dibandingkan dengan lampu bertudung dan lampu bereflektor α r 32,6 o . Penggunaan reflektor α r 23,3 o menghasilkan sebaran cahaya lampu yang semakin meluas dengan bertambahnya kedalaman perairan, tetapi penyinarannya masih tetap terfokus pada jaring. Hal ini mengakibatkan lampu bereflektor α r 23,3 o memiliki kemampuan tinggi dalam mengumpulkan organisma fototaksis positif di perairan bawah bagan yang menjadi makanan cumi-cumi. Peningkatan jumlah organisma fototaksis positif yang berkumpul di bawah bagan akan diikuti oleh frekuensi kedatangan cumi- cumi yang semakin besar di bawah bagan. Lampu bertudung dan bereflektor mengonsentrasikan cahaya lampu tepat di bawah bagan, sehingga perairan bawah bagan menjadi lebih terang. Semakin tinggi intensitas cahaya, maka perairan bawah bagan juga semakin terang. Intensitas yang tinggi dimaksudkan untuk menyaingi cahaya bulan yang menyinari perairan secara merata di sekitar bagan. Hal ini merupakan indikator sehingga bobot hasil tangkapan bagan dengan lampu bereflektor α r 23,3 o menjadi sangat tinggi. Sudirman et al 2003 menjelaskan intensitas cahaya yang tinggi dapat meningkatkan hasil tangkapan bagan.

3.5.1.2 Pengaruh interval waktu penangkapan terhadap bobot hasil

tangkapan cumi-cumi Waktu pengoperasian berpengaruh terhadap bobot hasil tangkapan cumi- cumi. Pengoperasian bagan pada interval waktu penangkapan 01.00-05.00 WIT mendapatkan berat tangkapan cumi-cumi tertinggi, yaitu 12.661 kg cumi-cumi atau 90,88 dari berat total tangkapan. Adapun bobot hasil tangkapan cumi-cumi pada interval waktu penangkapan 20.00-01.00 WIT seberat 1.270 kg 9,12. Bobot hasil tangkapan cumi-cumi berdasarkan interval waktu disajikan pada Gambar 21 dan rincian datanya dituliskan pada Lampiran 5. Artinya, keberhasilan penangkapan cumi-cumi sangat tergantung pada waktu penangkapan.