Manfaat Penginderaan Jauh RADAR Radio Detecting and Ranging

1.2 Tujuan

Menganalisis perubahan tutupan lahan dan mengidentifikasi dinamika perubahan dalam kurun waktu satu tahun dan dua tahun menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu tahun 2007, 2008 dan tahun 2009 dengan resolusi spasial 50 m di Provinsi Lampung.

1.3 Manfaat

1. Memberikan informasi tentang perubahan tutupan lahan di Provinsi Lampung 2. Sebagai data pelengkap untuk perubahan tutupan lahan yang tidak dapat teridentifikasi pada citra optik yang tertutup awan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh dari alat, tanpa menyentuhkontak langsung dengan objek, wilayah atau fenomena yang dikaji Lillesand Kiefer 1990. Berdasarkan sumber energi elektromagnetik yang digunakan, penginderaan jauh dibedakan menjadi dua yaitu penginderaan jauh pasif dan pengideraan jauh aktif. Penginderaan jauh pasif merupakan suatu sistem yang menggunakan sumber energi yang telah ada reflektansi energi matahari danatau radiasi dari objek secara langsung, sedangkan penginderaan jauh aktif merupakan suatu sistem yang menggunakan sumber energi buatan microwave. Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Beberapa sensor yang menggunakan sistem penginderaan jauh pasif diantaranya MESSR, IRS, JERS-1, OPS dan potret udara, sedangkan sensor yang menggunakan sistem penginderaan jauh aktif adalah radar, seperti RADARSAT, ERS-1, JERS-1, ALOS PALSAR.

2.2 RADAR Radio Detecting and Ranging

Radar merupakan metode penginderaan jauh gelombang mikro aktif yang meliputi pencitraan pulsa energi gelombang mikro dari sensor ke target dan kemudian mengukur pulsa balik atau sinyal pantulan backscatter. Radar mempunyai sumber energi sendiri, sehingga dapat beroperasi siang dan malam serta mempunyai kemampuan menembus awan. Radar dikembangkan sebagai suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan jarak posisi-nya Lillesand Kiefer 1990. Penginderaan jauh radar menggunakan spectrum elektromagnetik pada bagian microwave yaitu antara frekuensi 0,3 Ghz – 300 Ghz atau dalam bentuk panjang gelombang dari 1 mm – 1 m. Citra radar secara visual juga tampak mirip dengan foto udara dan karakteristik citra umumnya seperti rona, tekstur, pola, bentuk, ukuran, site dan asosiasi sehingga dapat diterapkan pada interpretasi citra radar. Rona atau warna merupakan rekaman pantulan energi atau emisi yang memiliki arti yang berbeda berdasarkan kepekaan spektral detektor atau film yang digunakan. Tekstur dikaitkan dengan frekuensi perubahan rona, yang menghasilkan satu kesimpulan mengenai derajat kekasaran atau kehalusan dari kenampakan citra. Bentuk mencerminkan bentuk umum atau kerangka mengenai objek. Ukuran atau dimensi suatu objek merupakan kunci penting untuk identifikasi objek yang bentuknya sama dan dapat digunakan sebagai standar perbandingan. Asosiasi atau lokasi objek dalam hubungannya dengan objek lain yang berguna dalam memberikan informasi atau petunjuk tentang objek tersebut apabila karakteristik lainnya tidak dapat mengidentifikai objek tersebut LO 1996. Menurut JICA dan Fakultas Kehutanan IPB 2010, sebuah sistem radar mempunyai tiga fungsi sebagai berikut: 1. Sensor memancarkan gelombang microwave radio ke bidang permukaan tertentu, 2. Sensor tersebut menerima beberapa bagian dari energi yang dipancarkan balik backscatter oleh permukaan, 3. Sensor ini dapat menangkap kekuatan detection, amplitude dan perbedaan waktu ranging, phase dari pancar balik gelombang energi. SAR Synthetic Aperture Radar merupakan sebuah sistem radar yang mengindera secara menyamping dan dapat menghasilkan citra resolusi tinggi. SAR mengindera sepanjang jalurnya dan dapat mengakumulasi data dan melalui cara ini, sebuah jalur permukaan bumi di iluminasi baik secara parallel maupun searah dengan jalur terbangnya. Dari data sinyal yang terekam, selanjutnya diproses untuk menghasilkan citra radar. Jarak yang menyamping tersebut disebut dengan “range”, sehingga dikenal near range sapuan dekat yaitu yang terdekat dengan nadir titik di bawah sensor radar dan far range sapuan jauh yaitu jarak terjauh dari sensor radar. Jarak yang searah jalur disebut dengan azimuth. SAR menggunakan proses sinyal dijital untuk memfokuskan sinar dan membuat resolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dapat diperoleh oleh radar konvensional Fakultas Kehutanan IPB 2011. Panjang gelombang dan polarisasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi sifat khas transmisi sinyal sistem radar. Panjang gelombang sinyal radar menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Daya tembus pulsa radar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan daya tembus terhadap permukaan Salman 2011. Polarisasi merupakan arah rambat dari gelombang mikro aktif yang dipancarkan dan ditangkap oleh sensor radar. Sinyal radar dapat ditransmisikan dan diterima dalam bentuk polarisasi yang berbeda. Satu sinyal radar dapat ditransmisikan pada bidang datar H ataupun tegak lurus V, sinyal tersebut dapat pula diterima pada bidang datar atau tegak lurus. Ada empat kemungkinan kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu HH, HV, VH, dan VV. Polarisasi paralel atau searah merupakan kombinasi HH dan VV. Kekasaran atau bentuk umum objek-objek yang ada di permukaan bumi akan mempengaruhi bentuk pantulan pulsa radar. Secara umum Lillesand Kiefer 1990 membagi bentuk pantulan pulsa radar menjadi tiga, yaitu pantulan baur, pantulan sempurna dan pantulan sudut. Gambar 1 Bentuk pantulan radar dari berbagai macam permukaan menurut Lillesand Kiefer 1990 Baur a; Sempurna b; Sudut c. Pantulan baur dihasilkan oleh benda atau objek yang permukaannya kasar Gambar 1a. Hal ini terjadi karena arah pantulan pulsa yang menyebar acak ke segala arah, sehingga pantulan gelombang ada yang kembali ke sensor dan ada pula yang menjauhi sensor. Objek yang termasuk pemantul baur antara lain adalah lahan bervegetasi. Pantulan sempurna dihasilkan dari permukaan objek yang halus Gambar 1b. Permukaan objek tersebut akan menjadi seperti cermin, sehingga membuat pantulan sempurna dengan sudut datang sama besar dengan sudut pantul. Arah gelombang pantulan akan menjauhi sensor sehingga tenaga gelombang yang diterima sensor sangat sedikit. Objek-objek yang memantul secara sempurna antara lain permukaan air dan permukaan tanah yang diperkeras Lillesand Kiefer 1990, sedangkan pantulan sudut dihasilkan dari permukaan halus yang bersudut siku-siku Gambar 1c. Permukaan bumi yang dikenai pancaran radar akan memberikan pancar balik backscatter yang antara lain bergantung pada sudut dari objek dengan arah pancarnya, atau biasa disebut sudut pandang lokal local incident angle. Sudut ini bergantung pada slope bentang alam yang ada dalam wilayah yang sedang diindera, sehingga besaran sudut ini akan menentukan besaran kecerahan tone dari pikselnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR dapat dikelompokan kedalam dua kelompok besar, yaitu sistem sensor dan target objeknya. Dari sistem sensor terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR Fakultas Kehutanan IPB 2011, yaitu: 1. Panjang gelombang microwave yang digunakan band X, C, S, L dan P 2. Polarisasi HH, HV, VV, VH 3. Sudut pandang dan orientasi 4. Resolusinya Faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR dari sistem target adalah : 1. Kekasaran, ukuran dan orientasi objek termasuk didalamnya biomassa 2. Konstanta dielektrik antara lain dapat berupa kelembaban atau kandungan air 3. Sudut kemiringan atau slope dan orientasinya sudut pandang lokal, local incident angle.

2.3 ALOS PALSAR

Dokumen yang terkait

Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Studi Kasus Di Pulau Kalimantan

0 22 94

Evaluasi penafsiran citra alos palsar resolusi 12,5 m slope corrected dan 50 meter dengan menggunakan metode manual dan digital dalam identifikasi penutupan lahan (studi kasus di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi)

3 16 93

Aplikasi dan evaluasi citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m untuk identifikasi tutupan lahan: studi kasus di Kabupaten Brebes, Cilacap, Banyumas dan Ciamis

2 15 87

Perbandingan penafsiran visual antara Citra Alos Palsar Resolusi 50 m dengan Citra Landsat Resolusi 30 m dalam mengidentifikasi penutupan lahan (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur)

0 5 180

Evaluasi manual penafsiran visual citra alos palsar dalam mengidentifikasi penutupan lahan menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M

3 12 72

Pendugaan Distribusi Spasial Biomassa di Atas Permukaan Tanah Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 M di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Studi Kasus Areal Reklamasi Bekas Tambang)

0 7 115

Aplikasi dan Evaluasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m, Resolusi 12,5 m, dan Resolusi 6 m untuk Identifikasi Tutupan Lahan (studi kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir)

0 3 145

Identifikasi Hutan Lahan Basah Menggunakan Citra ALOS PALSAR di Kalimantan Selatan

1 5 55

Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi.

0 9 70

Model Penduga Biomassa Hutan Alam Lahan Kering Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 M di Areal Kerja PT. Trisetia Intiga

0 5 165