Oktafiani, membebani biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp 5.000,- lima ribu rupiah
c. Analisis Putusan
Berdasarkan adanya putusan yang diberikan hakim terkait dengan permasalahan di atas, penulis berpendapat bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa sudah
cukup tepat sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemeberantasan Tindak Perdangangan Orang yang di dalam pasal tersebut dinyatakan
bahwa setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen Negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen Negara atau dokumen lain, untuk
mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp40.000.000,- empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp280.000.000,- dua ratus delapan puluh juta rupiah. Pada kasus ini hakim memberi hukuman penjara selam 6
tahun dan menurut saya hukuman tersebut sudah cukup berat dan sesuai.
B. Penerapan Di Luar Hukum Pidana Non Penal Policy
Menurut Rencana Aksi Nasional Menentang ESKA penanggulangan terhadap anak yang dieksploitasi secara seksual, dapat dilakukan sebagai berikut:
84
1. Peranan advokasi dan kampanye
Peranan advokasi sangat penting dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah dan meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengaruhnya dalam melindungi
anak-anak. Agar berdampak maksimal, usah-usaha seperti itu dapat dilakukan baik sebelum maupun sesudah terjadinya sebuah bencana.
2. Menciptakan organisasi-organisasi yang aman bagi anak
84
Lokakarya Nasional, Rencana Aksi Nasional Menentang ESKA di Indonesia. Jakarta:Kementrian Pemberdayaan Perempuan, 2002, hal. 1-4.
Universitas Sumatera Utara
Sangat berperan apabila semua organisasi kesejahteraan anak bekerja dengan memiliki kebijakan tentang perlindungan anak internal walaupun dengan
berbagai keterbatasannya. Sebuah kebijakan perlindungan yang jelas dapat menjamin bahwa orang tahu apa yang harus mereka lakukan dalam situasi-situasi
kekerasan dan menjamin bahwa ada konsistensi terhadap tanggapan yang diberikan dan keputusan yang diambil. Kebijakan perlindungan tersebut
seharusnya juga menjamin bahwa terdapat cara yang sesuai dan layak untuk memonitor peristiwa-peristiwa tersebut dan untuk menjamin bahwa tindakan
yang diperlukan sudah dilakukan. 3. Usaha lain dapat juga dilakukan pada saat terjadinya situasi gawat darurat atau
bencana alam, dengan situasi yang mendesak dan kondisi tempat evakuasi yang seadanya dapat memberi peluang terjadinya eksploitasi seksual terhadap anak,
untuk itu diperlukan manajemen yang baik dalam menghadapi bencana dan situasi gawat darurat
a. Desain dan tata letak kamp yaitu: tata letak kamp dan hunian sementara dapat
mempengaruhi terjadinya tindak kekerasan. Kondisi tempat tidur yang padat, kurangnya privasi dan pembatas, kurangnya WC yang terpisah dan fasilitas-
fasilitas mencuci bagi laki-laki dan perempuan dan fasilitas-fasilitas dasar yang berada terlalu jauh terpisah dari kamp utama dapat menimbulkan resiko
kekerasan seksual dan memungkinkan terjadinya kekerasan. b.
Distribusi bantuan dan pemberian layanan Pengaturan pendistribusian bantuan dan pemberian layanan bagi anak-anak
yang dapat menciptakan situasi-situasi dimana anak-anak menjadi terpisah atau menghadapi resiko kekerasan seksual dan eksploitasi. Misalnya, anak-
anak dapat kehilangan para pengasuh mereka diantara kerumunan orang-
Universitas Sumatera Utara
orang di tempat pembagian bantuan. Disamping itu, jenis bantuan yang diberikan juga dapat membuat anak-anak lebih beresiko. Penting untuk
menjamin bahwa kebutuhan-kebutuhan khusus anak perempuan dan remaja putri harus dipertimbangkan dalam merencanakan layanan yang akan
diberikan. Dalam beberapa norma budaya, cara berpakaian bisa menjadi sangat penting dan ketika ana-anak dianggap melanggar norma-norma
“kesopanan” yang berlaku maka hal ini dapat membuat mereka menjadi satu- satunya sasaran kekerasan.
c. Pembentukan komite perlindungan
Komite-komite ini harus dibentuk di kamp-kamp dan desa-desa yang terdiri dari banyak anggota masyarakat seperti tokoh-tokoh masyarakat, kelompok
perempuan, guru, anak-anak, para medis dan pekerja remaja. Khusus dalam situasi kamp, penting bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab di kamp
tersebut untuk mengakui adanya komite-komite perlindungan ini dan memiliki mekanisme dialog dengan orang-orang yang bertanggung jawab
tersebut sehingga rekomendasi-rekomendasi dan aksi-aksi mereka menjadi efektif.
d. Pembuatan “Ruang Aman”
Salah satu cara untuk menjamin bahwa anak-anak mendapatkan pelayanan dan kebutuhan-kebutuhan mereka dapat terpenuhi adalah dengan
menciptakan sejumlah “ruang aman” yang disebut dengan Ruang Yang Ramah Anak. Ruang Yang Ramah Anak tidak harus sebuah tempat yang
rumit, tetapi cukup sebuah tenda danatau tempat yang tertutup, disamping itu, Ruang Yang Ramah Anak tersebut juga dapat berfungsi sebagai sebuah
jaringanpusat komunikasi bagi LSM terkait dan institusi-institusi lain dengan
Universitas Sumatera Utara
menempatkan seseorang yang telah dewasa yang dapat memonitor, memberi rekomendasi dan melakukan tindakan yang layak dalam situasi gawat darurat
bagi anak-anak yang memanfaatkan Ruang Yang Ramah Anak tersebut, jika memang diperlukan, termasuk melakukan upaya tindak lanjut dengan
lembaga-lembaga lain misalnya jika dibutuhkan layanan-layanan atau dukungan tambahan, khususnya bagi anak-anak yang telah menjadi korban
eksploitasi dan kekerasan seksual yang mungkin membuuhkan bantun khusus.
e. Pentingnya Konsultasi
Melakukan konsultasi dengan para korban bencana, khususnya perempuan dan anak-anak, tentang bantuan dan pelayanan yang akan diberikan dapat
membantu memperkecil bebagai kemungkinan yang terjadinya kekersan dan eksploitasi seksual. Anak-anak dapat dimobilisasi untuk memimpin upaya-
upaya perlindungan bagi diri anak-anak itu sendiri. Melakukan konsultasi dengan anak-anak tersebut tentang resiko-resiko yang dihadapi anak-anak
seperti hal-hal apa yang membuat mereka merasa khawatir dan tempat- tempat yang paling berbahaya menurut mereka dan bagaimana pendapat
anak-anak untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ini dapat berguna dalam mengidentifikasi resiko-resiko potensial dan membantu anak-anak
untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan agar diri anak-anak lebih aman.
f. Bantuan Psikososial dan Pendidikan
Bantuan psikososial untuk masyarakat yang menjadi korban bencana dapat memainkan sebuah peranan penting dalam mencegah disintegrasi sosial
selanjutnya dan menghindari terciptanya sebuah lingkungan yang
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan terjadinya kekerasan. Menciptakan rasa “normal” dengan cara mengembalikan aktifitas-aktifitas yang terstruktur dan rutin yang
melibatkan dan mendengarkan anak-anak bisa sangat bermanfaat bagi anak- anak. Sekolah dan pendidikan non formal yang dilibatkan, bersama-sama
dengan kelompok-kelompok pemberi bantuan dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan dan kesempatan rekreasional, memungkinkan dilakukannya
promosi terhadap pemberian bantuan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh sebagian besar anak-anak.
Pihak LSM juga berperan penting dalam penanggulangan terhadap anak yang dieksploitasi secara seksual, salah satunya yang dilakukan oleh Pusat Kajian
Perlindungan Anak PKPA melalui:
85
a. Penanganan Litigatif, yaitu dalam upaya pemecahan kasus perdagangan anak
perempuan. Oleh karena masalah perdagangan anak perempuan masuk dalam wilayah hukum pidana, maka LSM tidak dapat terlibat langsung dalam
penanganan hokum sebagaimana telah diatur dalam KUHAP, oleh sebab itu, penanganan litigatif yang dilakukan oleh LSM pada dasarnya memiliki misi
untuk melakukan pendampinan terhadap korban agar korban merasa didukung dan dikuatkan ketika kasusnya harus diselesaikan melalui jalur
hukum, misalnya, dengan cara mendampingi korban ketika melaporkan kasusnya kepada pihak kepolisian, ataupun mendampingi korban secara tidak
langsung ketika persidangan berlangsung. b.
Penanganan non-litigatif, yaitu pemberian pendidikan dan sosialisasi nilai- nilai kesetaraan dan keadilan gender, advokasi dan pendampingan korban di
luar jalur hukum, penanggulangan dampak fisik dan psikis korban, penguatan
85
Basilica Dyah Putrianti., Respons LSM Terhadap Perdagangan Anak Perempuan, Yogyakarta: UGM, 2004, hal. 53-54.
Universitas Sumatera Utara
hak-hak anak perempuan secara kelembagaan, serta perbaikan kebijakan- kebijakan publik agar lebih sensitive gender.
Pemerintah daerah provinsi SUMUT juga berperan dalam hal penanggulangan ESKA di luar hukum pidana yaitu dengan berdasarkan adanya gugus tugas tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak RAN-P3A yaitu melaksanakan sosialisasi dan atau kampanye tentang penegahan,
penanggulangan dan penghapusan praktek-praktek perdagangan perempuan dan anak, penampungan sementara di daerah transit dan tujuan, memberikan layanan dan
fasilitas rehabilitasi meliputi layanankonseling psikologis, medis, pendampingan hukum dan pendidikan ketrampilan keahlian atau pendidikan alternative. Pelaksanaan
penanggulangan ini dominant dilaksanakan oleh Biro Pemberdaaan Perempuan Setdapropsu, Biro Hukum Setdapropsu, dan Biro Hukum Setdapropsu.
86
Menurut Laporan Konferensi Upaya Memerangi Perdagangan Orang Untuk Tujuan Eksploitasi Seks Komersial Anak pada tahun 2004 penanggulangan tindak
pidana ESKA dapat dilakukan melalui 2 tingkat yaitu:
87
1. Tingkat LokalNasional
a. Segera memperkuat strategi dan tindakan komprehensif, lintas sektoral,dan
integrasi, sehingga pada tahun 2000 ada agenda aksi nasional dan indikator kemajuannya, dengan tujuan dan jangka waktu implementasi yang pasti, yang
ditargetkan untuk mengurangi jumlah anak yang rentan terhadap eksploitasi seksual komersial, dan untuk mengembangkan lingkungan, sikap dan
praktek-praktek yang tanggap terhadap hak anak.
86
PERDA PROPINSI SUMATERA UTARA No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak
87
Laporan Konferensi upaya Memerangi Perdagangan Orang Untuk Tujuan Eksploitasi Seksual Komersial Anak , Batam:2004, hal. 2-8.
Universitas Sumatera Utara
b. Segera mengembangkan mekanisme implementasi dan monitoring atau
koordinator di tingkat nasional dan lokal, melalui kerjasama dengan masyarakat warga, sehingga pada tahun 200o telah tersedia pangkalan-
pangkalan data tentang anak-anak yang rentan terhadap eksploitasi seksual komersial, dan tentang para pelaku eksploitasi, dengan penelitian dan
perhatian khusus terhadap data yangb dipisahkan menurut usia , jender, etnik, status penduduk asli, situasi yang mempengaruhi terjadinya eksploitasi
seksual komersial dan penghargaan terhadap kerahasiaan anak yang menjadi korban, terutama yang menyangkut penyingkapan pada masyarakat umum.
c. Mempercepat interaksi dan kerjasama yang erat antara sektor pemerintah dan
non-pemerintah, untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan-tindakan menentang eksploitasi seksual komersial anak-anak, yang
dipadu dengan kampanye mobilisasi keluarga dan masyarakat untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual komersial, dan dengan alokasi
sumberdaya yang memadai. 2.
Tingkat RegionalInternasional a.
Meningkatkan kerjasama antar negara dan organisasi-organisasi internasional, termasuk organisasi-organisasi regional, dan pihak-pihak lain
yang mempunyai peran kunci dalam menghapuskan eksploitasi seksual komersial anak-anak, termasuk Komite Hak Anak
b. Memberikan dan memobilisasi dukungan terhadap hak-hak anak, dan
menjamin ketersediaan sumber daya yang memadai untuk melindungi anak- anak dari eksploitasi seksual komersial
Universitas Sumatera Utara
c. Mendesak implementasi seutuhnya Konvensi Hak Anak oleh negara-negara,
termasuk persyaratan untuk memberi laporan kepada Komite Hak anak dalam batas waktu yang ditentukan.
Selanjutnya sebelum melekukan penanggulangan adalah lebih baik melakukan pencegahan agar anak-anak tidak menjadi korban ESKA dengan berbagai
cara yaitu:
88
1. Menyediakan bagi anak-anak akses ke pendidikan sebagai sarana untuk
memperbaiki status mereka, dan menjadikan pendidikan dasar suatu keharusan dan gratis bagi semua
2. Memperbaiki akses dan menyediakan pelayanan kesehatan, pendidikan,
pelatihan, rekreasi dan lingkungan yang mendukung, untuk keluarga dan anak- anak yang rentan terhadap eksploitasi seksual komersial, termasuk mereka yang
tergusur, tak punya rumah, pengungsi, tidak berkewarganegaraan, tidak terdaftar, yang ada dalam tahanan danatau institusi negara lainnya
3. Memaksimalkan pendidikan formal dan non-formal untuk semua komunitas,
keluarga dan anak-anak 4.
Memprakarsai komunikasi yang sensitive jender, kampanye media dan informasi, untuk meningkatkan kesadaran dan mendidik pegawai pemerintah dan anggota
masyarakat lainnya, tentang hak-hak anak dan pelanggaran hokum dan dampak merusak dari eksploitasi seksual komersial anak-anak, dan meningkatkan
perilaku dan sikap seksual komersial anak-anak, dan meningkatkan perilaku dan sikap seksual yang bertanggung awab dalam masyarakat, sesuai dengan
perkembangan, martabat dan kepercayaan diri anak
88
Laporan Konferensi upaya Memerangi Perdagangan Orang Untuk Tujuan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit., Hal 12-13.
Universitas Sumatera Utara
5. Mempromosi hak-hak anak dalam pendidikan keluarga dan bantuan
pengembangan keluarga, termasuk pemahaman bahwa kedua orangtua mempunyai tanggung jawab yang sama atas anak-anak mereka, dengan intervensi
khusus untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak 6.
Mengidentifikisi atau membuat program-program pendidikan sebaya dan jaringan monitoring untuk memerang eksploitasi seksual komersial anak-anak
7. Merumuskan atau memperkuat dan melaksanakan kebijakan dan program-
program ekonomi dan sosial yang bersifat nasional dan sensitive jender,untuk membantu anak-anak yang rentan terhadap seksual eksploitasi, keluarga dan
masyarakat, dalam menentang tindakan-tindakan yang mengakibatkan eksploitasi seksual komersial anak-anak, dengan perhatian khusus pada kekerasan dalam
keluarga, praktek-praktek budaya yang merusak, dan dampaknya pada anak-anak perempuan, dan untuk meningkatkan nilai anak sebagai manusia dan bukan
sebagai barang dagangan, dan mengurangi kemskinan dengan meningkatkan lapangan pekerjaan, pendapatan dan dukungan-dukungan lainnya
8. Mengembangkan atau memperkuat, melaksanakan dan mempublikasi undang-
undang kebijakan-kebijakan dan program-program yang relevan untuk mencegah eksploitasi seksual komersial anak-anak, dengan memperhatikan Konvensi Hak
Anak 9.
Mengkaji perundang-undangan , kebijakan, progam-program dan praktek-praktek yang menyebabkan atau memudahkan terjadinya eksploitasi seksual komersial
anak-anak, dan melakukan perbaikan yang efektif 10.
Memobilisasi sektor usaha, termasuk industri pariwisata, untuk mencegah penggunaan jaringan dan usahanya tersebut untuk eksploitasi seksual komersial
anak-anak
Universitas Sumatera Utara
11. Mendorong profesional-profesional media untuk mengembangkan strategi yang
memperkuat peranan media dalam menyediakan informasi yang paling bermutu, dapat dipercaya dan sesuai dengan standar etis, mengenai semua aspek
eksploitasi seksual komersial anak-anak 12.
Menjadikan mereka yang terlibat dalam eksploitasi seksual komersial anak sebagai sasaran kampanye dan program-program informasi, edukasi dan
penjangkauan, untuk meningkatkan perubahan perilaku untuk memerangi praktek-praktek tersebut.
Tindakan setelah penanggulangan dan perlindungan hukum akan lebih maksimal lagi apabila dilakukan penyembuhan dan penyatuan kembali yaitu, sebagai
berikut: 1.
Melakukan pendekatan yang tidak menghukum terhadap anakkorban eksploitasi seksual komersial sesuai dengan hak-hak anak, dengan menjaga agar prosedur
hukum yang ditempuh tidak memperburuk trauma yang telah dialami oleh anak, dan bahwa prosedur ini disertai dengan pemberian bantuan hukum, jika
diperlukan, dan penyediaan remedi hukum bagi anak yang menjadi korban 2.
Memberikan konseling psikologis, medis dan sosial, serta dukungan lain bagi anak yang menjadi korban eksploitasi seksual komersial, dan keluarga dengan
memberikan perhatian khusus pada mereka yang terjangkit penyakit menular seksual, termasuk HIVAIDS, dan dengan tujuan untuk mengembalikan harga
diri, martabat dan hak anak tersebut 3.
Melakukan pelatiahan yang sensitive jender tentang perkembangan dan hak-hak anak, bagi para petugas kesehatan, guru-guru, pekerja sosial, organisasi non
pemerintah dan pihak lainnya, yang bekerja untuk menolong anak korban
Universitas Sumatera Utara
eksploitasi seksual komersial, dengan memperhatikan Konvensi Hak Anak dan standar HAM lainnya yang relevan
4. Mengambil tindakan efektif untuk mencegah dan menghapuskan stigmatisasi
sosial pada anak-anak yang menjadi korban dan anak-anak mereka, memfasilitasi penyembuhan dan penyatuan kembali anak-anak yang menjadi korban ke dalam
komunitas dan keluarga, dan jika perlu untuk menempatkan anak tersebut dalam situasi institusi, menjamin agar hal itu dilakukan sesingkat mungkin sesuai
dengan kepentingan terbaik si anak 5.
Meningkatkan sarana mata pencaharian alternatif dengan pelayanan pendukung yang memadai bagi anak-anak yang menjadi korban dan keluarganya, supaya
tidak terjadi lagi eksploitasi seks komersial 6.
Melaksanakan tidak hanya sanksi hukum terhadap pelaku kejahatan seks pada anak-anak, tetapi juga tindakan-tindakan sosio medis dan psikologis untuk
merubah perilau para pelaku tersebut
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Faktor penyebab eksploitasi seks komersial anak adalah karena adanya faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal pelaku yang meliputi perasaan ingin bebas yaitu sikap yang timbul pada saat dihimpit oleh beban pemikiran maupun
perasaan sehingga menyalurkannya ke arah yang negatif, perasaan egois yaitu sikap yang melakukan apapun yang menjadi kehendaknya, dan keingintahuan terhadap
sesuatu yang positf maupun negative bahkan terhadap hal yang dianggap tabu untuk diketahui secara mendalam yaitu mengenai seks, selain faktor internal juga
karena faktor eksternal yang meliputi keadaan ekonomi, paksaan, dan adanya penurunan standar moral yang berlaku dalam masyarakat, pengaruh lingkungan,
pendidikan, dan faktor moral dan keluarga, dan penegakan hukum yang masih belum tegas, dan faktor tekhnologi.
2. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban eksploitasi seks komersial anak
dapat dilakukan berdasarkan hukum nasional dan hukum internasional. Perlindungan hukum berdasarkan hukum nasional dengan berdasarkan aturan
hukum yang sudah ditetapkan meliputi UU RI No. 21 Tahun 2007, UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU RI No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, sedangkan perlindungan hukum berdasarkan hukum internasional meliputi dengan adanya Protocol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak tentang
Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan Pornografi Anak tahun 2000, Protocol Palermo, dan Konvensi ILO pada tahun 1999 tentang Larangan dan Tindakan
Segera untuk Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak. 3.
Upaya penanggulangan terhadap tindak pidana eksploitasi seks komersial anak dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu: pendekatan melalui hukum pidana yaitu
Universitas Sumatera Utara