Kerangka Konsepsional Kebijakan Hukum Pidana Penal Policy

hukum itu. Secara konteks hukum tidak bisa hanya dipandang sebagai pasal-pasal yang bersifat imperatif, melainkan harus dipandang sebagai subsitem yang dalam kenyataannya bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materinya pasal-pasal, maupun dalam penegakannya. 18 A. Mulder mengemukakan secara rinci tentang ruang lingkup politik hukum pidana yang menurutnya bahwa politik hukum pidana adalah garis kebijakan untuk menentukan: 19 a Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu dilakukan perubahan atau diperbaharui; b Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya kejahatan; c Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan.

2. Kerangka Konsepsional

Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dubius dari suatu istilah yang dipakai, oleh karena itu, dalam penelitian ini di defenisikan beberapa konsep dasar supaya secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu: penanggulangan, perlindungan hukum, anak, eksploitasi, eksploitasi seksual, eksploitasi seksual komersial anak. 1. Penanggulangan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah menghadapi, atau mengatasi suatu keadaan. 20 18 Mahfud M.D, Politik hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES,1998 hal. 1-2. 19 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996 hal. 28. 20 Pius Partanto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya:Arkola, 1994, hal. 332. Universitas Sumatera Utara 2. Perlindungan hukum anak adalah perlindungan atas semua hak serta kepentingan yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak dengan wajar, baik secara alami, jasmani maupun sosial. 21 3. Anak menurut Pasal 1 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 4. Eksploitasi menurut Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ danatau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immateriil. 5. Mengacu pada UU No. 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Anak Pasal 1 ayat 8, Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.

G. Metode Penelitian