Syarat dan Prosedur dalam Permohonan Paten

45 4. Terhadap proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau , hewan, kecuali proses non biologis atau proses mikrobiologis, yang diatur secara jelas pada Pasal 7 UU Paten 59 . Adapun sumber peraturan lain yang mengatur mengenai paten yang tidak bisa dimohonkan adalah menurut TRIPS-GATT yaitu termasuk metode untuk diagnosis, mengobati atau pembedaan untuk merawat manusia atau hewan, juga dapat dikecualikan pada tanaman dan binatang, selain mikroorganisme, proses biologis yangpenting untuk memproses produksi dari tumbuhan atau binatang, selain proses non-biologis atau mikrobiologis. 60

D. Syarat dan Prosedur dalam Permohonan Paten

Proses permohonan pendaftaran paten ini dimulai dengan mengajukan permohonan paten. Pasal 20 UU Paten menyatakan bahwa paten diberikan atas dasar permohonan dan Pasal 21 UU Paten menyatakan bahwa setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan Invensi. Dari ketentuan Pasal 20 dan 21 UU Paten ini, jelas ditentukan bahwa pemberian paten didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh inventor atau kuasanya. Artinya, tanpa adanya permohonan seseorang paten tidak akan diberikan. Permohonan paten dimaksud hanya dapat diajukan baik untuk satu 59 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 60 Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama, Hak Milik Intelektual Indonesia dan Perjanjian Internasional:TRIPS, GATT, PUTARAN URUGUAY, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti 1994. Hal 35 Universitas Sumatera Utara 46 Invensi atau beberapa Invensi yang merupakan satu kesatuan dan saling berkaitan erat. 61 Pada dasarnya, permohonan paten harus diajukan oleh inventor dan disertai dengan membayar biaya permohonan kepada Ditjend HKI. Dalam hal permohonan tidak diajukan oleh Inventor atau diajukan oleh pemohon yang bukan Inventor, menurut Pasal 23 UU Paten permohonan tersebut harus disertai pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup bahwa ia berhak atas Invensi yang bersangkutan dan inventor dapat meneliti surat permohonan dimaksud dan atas biayanya sendiri dapat meminta salinan dokumen permohonan tersebut. 62 Ada dua sistem permohonan pendaftaran paten yang dikenal di dunia, yaitu sistem registrasi dan sistem ujian. Menurut sistem registrasi setiap permohonan permohonan pendaftaran paten diberi paten oleh kantor paten secara otomis. Spesifikasi dari permohonan tersebut hanya memuat uraian dan monopoli yang diminta dan tidak diberi penjelasan secara rinci. Karenanya batas-batas monopoli tidak dapat diketahui sampai pada saat timbul sengketa yang dikemukakan di sidang pengadilan yang untuk pertama kali akan menetapkan luasnya monopoli yang diperbolehkan. Itu pula sebabnya paten- paten yang terdaftar menurut sistem registrasi tanpa penyelidikan dan pemeriksaan lebih dahulu dianggap bernilai rendah atau paten-paten yang memiliki status lemah. Menurut O. K. Saidin dalam bukunya, jumlah negara yang menganut sistem registrasi sedikit sekali, antara lain Belgia, Afrika Selatan, dan Prancis. 61 Pasal 21 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 62 Pasal 23 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. Universitas Sumatera Utara 47 Pada awalnya, sistem permohonan pendaftaran paten yang banyak dipakai adalah sistem registrasi. Namun karena jumlah permohonan makin lama semakin bertambah, beberapa sistem registrasi lambat laun diubah menjadi sistem ujian dengan pertimbangan bahwa paten seharusnya lebih jelas menyatakan monopoli yang dituntut dan selayaknya sejauh mungkin monopoli- monopoli yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tidak akan diberi paten. Sebuah syarat telah ditetapkan bahwa semua spesifikasi paten harus meliputi klaim-klaim yang dengan jelas menerayatn monopoli yang akan dipertahankan sehingga pihak lain secara mudah dapat mengetahui yang mana yang dilarang oleh monopoli dan yang mana yang tidak dilarang. 63 Dengan sistem ujian, seluruh instansi terkait diwajibkan untuk menguji setiap permohonan permohonan pendaftaran dan bila perlu mendesak pemohon agar mengadakan perubahan amandement sebelum hak atas paten tersebut diberikan. Pada umumnya ada tiga unsur kriteria pokok yang diuji : 1. Invensi harus memenuhi syarat-syarat untuk diberi hak atas paten menurut undang-undang yang mengatur paten. 2. Invensi baru harus mengandung sifat kebaruan. 3. Invensi harus mengandung unsur menemukan sesuatu yang bersifat kemajuan invention step dari apa yang telah diketahui. 64 Di Indonesia sendiri ketentuan tentang sistem permohonan pendaftaran paten semula merujuk pada Pengumuman Menteri Kehakiman tanggal 12 Agustus 1953 Nomor J. S. 5414 Berita Negara Nomor 53-69 tentang 63 H. OK. Saidin, S. H. , M. Hum, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. 64 ibid Universitas Sumatera Utara 48 Permohonan paten. 65 Adapun syarat-syarat permohonan permohonan pendaftaran menurut Pengumuman Menteri Kehakiman tersebut adalah : 1. Permohonan permohonan pendaftaran paten harus disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa si pemohon dengan disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Surat permohonan harus ditandatangani oleh si pemohon sendiri dan harus disebut dalam surat itu nama, alamat dan kebangsaan pemohon. Syarat demikian harus dipenuhi pula apabila permohonan diajukan oleh seseorang yang bertindak bagi dan atas nama pemohon selaku kuasanya; 2. Surat permohonan harus disertai : a. Sebuah uraian dari ciptaan baru maksudnya temuan baru dari pemohon yang dimintakan rangkap tiga 3; b. Jika perlu sebuah gambar atau lebih dan setiap gambar harus dibuat rangkap dua 2 c. Surat kuasa, apabila permohonan diajukan oleh seorang kuasa; d. Surat pernyataan seorang kuasa yang bertempat tinggal di Indonesia; 3. Biaya-biaya yang ditentukan; 4. Keterangan tentang belum atau sudah dimintakannya hak paten di luar negeri atas permohonan yang diajukan itu dan kalau sudah dimintakannya, apakah sudah diberi hak paten di luar negeri negeri tersebut. 66 65 Pengumuman Menteri Kehakiman tanggal 12 Agustus 1953 Nomor J. S. 5414 Berita Negara Nomor 53-69 tentang Permohonan Sementara Permohonan Pendaftaran Paten 66 Ibid. Universitas Sumatera Utara 49 Namun kemudian setelah keluar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989, yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997, ketentuan ini disempurnakan lagi melalui UU Paten, prosedur permohonan paten sudah disebut secara rinci dan menyamai prosedur permohonan paten di negara-negara lain di seluruh dunia. Pemeriksaan paten adalah tahapan yang menentukan keputusan dapat atau tidaknya diberikan paten oleh Ditjend. Hal- hal dan langkah-langkah pemeriksaan telah ditetapkan dalam peraturan- peraturan paten, sedayatn pelaksanaannya dilakukan oleh Ditjend. Dalam berbagai literatur ditemukan istilah-istilah yang digunakan mengenai sistem permohonan pendaftaran paten antara lain adalah sistem konstitutif yang disebut juga sistem ujian examination system. Dalam sistem konstitutif ini dikenal dua jenis sistem pemeriksaan, yaitu pemeriksaan langsung prompt examination system dan pemeriksaan yang ditunda defered examination system. 67 Kemudian sistem deklaratif yang dalam permohonan pendaftaran hanya memberi dugaan saja menurut undang-undang bahwa orang yang mendaftarkan patennya itu adalah orang yang berhak dari paten yang didaftarkan. Undang-Undang Paten menggunakan sistem konstitutif dengan sistem pemeriksaan berupa pemeriksaan yang ditunda. Hal ini dapat dilihat dari tahap- tahap pemeriksaan, yaitu pemeriksaan substansi dilakukan setelah dipenuhi syarat-syarat administratif. Adapun syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan paten adalah: 67 Adisumarto Harsono, Hak Milik Intelektual Khususnya Paten dan Merek, Hak Milik Perindustrian Industrial Property, Jakarta, Akademika Pressindo, 1985, hal. 32. Universitas Sumatera Utara 50 1. Dalam pengajuan permohonan, diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Ditjend; 2. Format permohonan harus memuat : a. Tanggal, bulan, dan tahun permohonan; b. Alamat lengkap dan alamat jelas pemohon; c. Nama lengkap dan kewarganegaraan inventor; d. Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; e. Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan oleh kuasa; f. Pernyataan permohonan untuk dapat diberi paten; g. Judul invensi; h. Klaim yang terkandung dalam invensi; i. Deskripsi tentang invensi yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan invensi; j. Gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas invensi; dan k. Abstraksi invensi. 68 Yang diatur secara menyeluruh pada UU Paten yaitu pada pasal yang ke 24. Selain syarat administrasi yang harus dipenuhi, terdapat juga beberapa syarat yang diatur dalam Pasal 2, 3 dan 5 UU Paten. Setelah syarat-syarat dalam Pasal 2, 3 dan 5 tersebut terpenuhi, kantor paten memberikan secara 68 Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. Universitas Sumatera Utara 51 resmi surat paten untuk invensi yang bersangkutan kepada orang yang mengajukan permintaan paten Pasal 55 ayat 1 UU Paten. 69 Setelah melalui tahapan pemeriksaan, Ditjend berkewajiban memberikan keputusan untuk menyetujui permintaan paten dan dengan demikian memberi paten atau menolaknya. Apabila berdasarkan pemeriksaan dihasilkan kesimpulan bahwa penemuan yang dimintakan paten dapat diberi paten, Ditjend memberikan Surat Paten kepada orang yang mengajukan permintaan paten. Begitu pula sebaliknya bila kesimpulannya tidak memenuhi syarat, maka permintaan ditolak dan penolakan harus dilakukan secara tertulis. 70 Surat pemberitahuan yang berisikan penolakan permintaan paten harus dengan jelas mencantumkan pula alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar penolakan. Ditjend memberikan secara resmi Surat Paten untuk penemuan yang permintaannya diterima kepada orang yang mengajukan permintaan paten atau kuasanya. 71 Paten yang telah diberikan dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Begitu pula surat yang berisikan penolakan permintaan paten, dicatat dalam Buku Resmi Paten yang mencatat paten yang bersangkutan. Atas keputusan penolakan dapat dilakukan banding, yang diajukan kepada Komisi Banding Paten dengan tembusan kepada Ditjend. Adapun peraturan lain yang mengaturnya adalah pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1999 yang selanjutnya disingkat dengan PP 34 tahun 1999 yaitu mengatur mulai dari syarat serta prosedur permohonan 69 Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 70 Pasal 55 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. 71 Pasal 55 ayat 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. Universitas Sumatera Utara 52 pendaftaran patennya yaitu mengatur mualai dari pegajuan, pemecahan serta, syarat perolehan paten. Adapun pengaturannya adalah sebagai berikut: 1. Cara pengajuan paten. Adapun cara pengajuan paten adalah sebagai berikut: a. Pengajuan paten diajukan ke kantor paten, secara tertulis dan menggunakan bahasa Indonesia. b. Apabila menggunakan kuasa maka wajib dilengkapi ndengan surat kuasa. c. Apabila diajukan bukan oleh penemu, harus dilenghkapi bukti yang cukup bahwa ia berhak atas invensi tersebut. d. Disampaikan langsung ke kantor e. Terdapat pengecualian terhadap permintaan paten yang diatur pada pasal 28 UU Paten. 2. Permintaan paten yang terdiri dari: a. Surat permintaan untuk mendapatkan paten. b. Deskripsi tentang penemuan. c. Satu atau lebih klaim yang terkandung dalam penemuan. d. Satu atau lebih gambar yang disebut dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas. e. Abstraksi tentang penemuan. 3. Format permohonan memuat: a. Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan. b. Nama lengkap, alamat pemohon. Universitas Sumatera Utara 53 c. Nama lengkap dan kewarganegaraan. d. Nama lengkap, alamat kuasa apabila permintaan dengan kuasa. e. Judul penemuan f. Jenis paten yang diminta 4. Pemecahan permohonan: a. Dalam permohonan paten hanya belaku dengan ketentuan satu permohonan untuk satu invensi, oleh karenanya apabila permohonan tersebuyt memuat dua invensi, maka dapat dipecah menjadi dua permohonan. b. Pengajuan mengenai pemecahan tersebut dapat diajukan secara terpisah satu sama lainnya. 72 73 Pengaturan diatas secara jelas diatur pada Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8 PP 34 Tahun 1999. 72 PP Nomor 34 Tahun 1999, hal 23 73 Pasal 2, 4, 5 dan, Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1999. Universitas Sumatera Utara 1

BAB III KETERKAITAN ANTAR INVENTOR DALAM SUATU TEMUAN

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Dibawah Umur pada WNI Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2161 K/PDT/2011)

2 91 130

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

SENGKETA PATEN BERKENAAN DENGAN SYARAT KEBARUAN DAN LANGKAH INVENTIF PADA INVENSI TEKNOLOGI MESIN SEPEDA MOTOR (Studi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor :802k/Pdt.Sus/2011)

1 17 69