informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga
kesehatan anaknya, pendidikannya, dan sebagainya Soetjiningsih, 1998.
Pendidikan ibu merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk mengembangkan diri. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam merespon
sesuatu yang datang dari luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran atau nasehat. Orang berpendidikan tidak akan memberikan respon yang lebih rasional
dibandingakn orang yang berpendidikan rendah maupun yang tidak berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah mengembangkan pengetahuan dan
tekhnologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan keluarga
Hapsari dkk, 2001.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Imam Hadi 2005, menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi balita, dalam
prevalensi berat badan rendah adalah 13 lebih tinggi daripada anak yang ibunya tidak berpendidikan SD 36 dibandingkan dengan anak yang ibunya berpendidikan
setingkat SMP atau lebih 23. Menurut Adisasmito 2007, mengatakan unsur
pendidikan ibu berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak, apabila ibu berpendidikan lebih baik maka mengerti cara pemberian makan, menggunakan
pelayanan kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan bebas dari penyakit. Ibu yang berpendidikan lebih baik kemungkinan menggunakan perawatan kesehatan dan
fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan yang ada dari ibu yang tidak memiliki pendidikan Joshi, 1994.
2.3.3. Tingkat Pendapatan Keluarga
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan adalah tingkat kemampuan masyarakat dalam membelanjakan pendapatannya dinilai berdasarkan kebutuhan hidupnya. Menurut Adisasmito 2007,
mengatakan di Indonesia dan Negara lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab
pokok akar masalah gizi buruk, proporsi anak gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Semakin kecil pendapatan penduduk, semakin tinggi
persentase anak yang kekurangan gizi sebaliknya semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase gizi buruk.
Kecenderungan penurunan
pengeluaran sesuai
dengan kenaikan
pendapatannya, namun pengeluaran untuk pangan masih merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga Indonesia, disamping itu Winarno juga menambahkan
salah satu penyebab malnutrisi kurang gizi disebabkan oleh faktor ekonomi dan sosial budaya yang secara nyata telah memberikan gambaran menyeluruh mengenai
masalah gizi di daerah masyarakat miskin. Hubungan pendapatan dan gizi dalam keluarga didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari peningkatan pendapatan
untuk perbaikan kesehatan dan gizi. Sebaliknya jika rendahnya pendapatan seseorang maka daya beli berkurang sehingga kemungkinan kebiasaan makan dan cara-cara lain
menghalangi perbaikan gizi sehingga kurang efektif untuk anak-anak. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan
kuantitas pada makanan. Pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan
mengakibatkan lemahnya daya beli sehingga tidak memungkinkan untuk mengatasi
Universitas Sumatera Utara
kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu secara efektif terutama untuk anak mereka. Notoatmodjo, 2007.
Indikator dari masalah gizi dapat diketahui dari taraf ekonomi keluarga dan ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan. Stabilitas keluarga dengan ukuran
frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang, dan kurangnya
pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan di bidang memasak, konsumsi anak keragaman jenis makanan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan
Soegeng, 2005. Keadaan yang umum ini dikarenakan rendahnya pendapatan yang mereka
peroleh dan banyaknya anggota keluarga yang harus diberi makan dengan jumlah pendapatan yang rendah. Kebanyakan keluarga telah merasa lega kalau mereka telah
dapat mengkonsumsi makanan pokok nasi, jagung dua kali sehari dengan lauk pauknya kerupuk dan ikan asin, bahkan tidak jarang mereka telah lega kalau mereka
telah dapat mengkonsumsi nasi atau jagung cukup dengan sambal dan garam Kartasapoetra, 2005.
Kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena
kemiskinan berpengaruh besar terhadap konsumsi makanan. Warga masyarakat yang tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai keterbatasan kemampuan dan
akses pada sumber daya dan dalam memperoleh pelayanan serta prasarana untuk memenuhi kebutuhan dasarnya masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka
membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga
Universitas Sumatera Utara
anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan
yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi Sediaoetama, 2000.
Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di bawah garis merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak mencukupi
kebutuhan badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan pesat yaitu kelompok balita bawah lima tahun dimana
prevalensinya pada anak balita masih tinggi Wirawan, 2007. Keluarga yang mempunyai pendapatan rendah relatif sulit memenuhi
kebutuhan makanan apalagi untuk berbagai jenis makanan yang beraneka ragam. Kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan makanan juga tergantung dari
harga bahan makanan.
2.3.4. Jumlah Anggota Keluarga