Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

(1)

KARAKTERISTIK DAN POLA ASUH KELUARGA YANG MEMILIKI BALITA DENGAN BERAT BADAN BGM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CENGKEH TURI KECAMATAN BINJAI UTARA, BINJAI

TAHUN 2014.

SKRIPSI

Oleh :

ANGGREINI SYAH PUTRI SITEPU NIM. 101000133

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KARAKTERISTIK DAN POLA ASUH KELUARGA YANG MEMILIKI BALITA DENGAN BERAT BADAN BGM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CENGKEH TURI KECAMATAN BINJAI UTARA, BINJAI

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

ANGGREINI SYAH PUTRI SITEPU NIM. 101000133

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “ KARAKTERISTIK DAN POLA ASUH KELUARGA YANG MEMILIKI BALITA DENGAN BERAT BADAN BGM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CENGKEH TURI KECAMATAN BINJAI UTARA, BINJAI TAHUN 2014”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah saya Junaidi Sitepu SE, MM dan Ibu saya Siti Sarmila yang tiada henti memberikan kasih sayang, mendoakan penulis tiada henti, serta selalu memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam menuliskan skripsi ini.

Selanjutnya tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU dan sebagai dosen pembimbing I dan ketua penguji yang selalu sabar dalam memberikan pengarahan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.


(4)

3. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II sekaligus dosen penguji I yang telah banyak memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan skripsi ini

4. Bapak dr. M. Arifin Siregar, M.Sc selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 5. Ibu Dr.Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku dosen penguji III yang telah

banyak memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di lingkungan FKM USU khususnya dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU dan Bapak Marihot Samosir S.T. yang telah sabar memberi masukan serta membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

7. Ibu Kepala Puskesmas Cengkeh Turi beserta staff nya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya, secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Saudara saya adik Gusti Kardianta Sitepu dan Muhammad Teddy Widodo Sitepu yang telah mendukung dalam menulis dan menyelesaikan skripsi ini. 2. Teman- Temanku yang tersayang Salwa S.Ap, Ayu Erfiana Asmy S.Ap ,

Nurdiana sari Pohan S.Ap, Mutiara Nimarta Amd, dr. Deswina Putri Alwi, yang Telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

3. Kakak tersayang Nia Rahmadaniati Panjaitan SKM dan Adik terkasih Putri Rahayu Syah Umar Nasution SKM, yang telah banyak membantu dan


(5)

menggangu penulis serta memberikan semangat dan kasih sayangnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Teman - Temanku Dari Toples Bening Nurhasanah Lubis SKM, Tia Ayudhia Galyani SKM, Fitri hayani SKM yang telah membantu memberikan saran dan kritik serta memberikan dukungan kepada penulis.

5. Teman-temanku dari peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Hardianty, Kak Bethesda, Ade, Rosalyn, Martha, Elsa, Henrika, Karin, Kak Eli, Kak Lila, Kak Anggi dan teman gizi lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun sehingga menambah inspirasi penulis untuk penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2015 Penulis


(6)

ABSTRAK

Pola pengasuhan turut berkontribusi terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan status gizi anak adalah pola asuh makan. Pola asuh makan adalah sebuah praktik pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak berkaitan dengan cara dan situasi makan. Selain pola asuh makan, pola asuh kesehatan yang dimiliki ibu turut mempengaruhi status gizi balita. Dalam tumbuh kembang anak, peran ibu sangat dominan untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas. Pola asuh makan pada balita berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik dan pola asuh keluarga yang memiliki balita dengan berat badan BGM di wilayah kerja puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif, menggunakan desain penelitian Cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai langsung responden. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita BGM.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 31 keluarga (53,4%) yang pendapatan keluarganya dibawah UMR ( < 1.540.000), jumlah anggota keluarga (37,9%), pekerjaan responden ( 72,4%) yaitu ibu rumah tangga. Pendidikan ibu SMK/SMA ( 41,4%), pengetahuan ibu kurang (44,8%). Pola asuh makan dengan pendidikan berada pada kategori sedang (46,6%), pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan berada pada kategori sedang (57,2%). Budaya tidak adanya pantangan dalam pemberian makanan (79,3%).

Diharapkan kepada ibu- ibu yang memiliki balita agar lebih sadar akan pentingnya untuk menerapkan dan memperhatikan pola asuh makan dan pola asuh kesehatan bagi anaknya. Untuk pihak petugas- petugas kesehatan yang berada di wilayah kerja puskesmas diharapkan juga kesadaran untuk melaksanakan kegiatan posyandu secara aktif dan memberikan penyuluhan- penyuluhan kesehatan kepada ibu- ibu.


(7)

ABSTRACT

Parenting contribute to the nutritional status of children, one of which is related to parenting a child's nutritional status is parenting eat. Parenting eating is a parenting practices applied by the mother to the child and the situation with regard how to eat. Besides eating parenting, parenting owned maternal health also influence the nutritional status of children. In the development of the child, the mother is very dominant role to nurture and educate children to grow and develop into a quality child. Parenting eat in infants associated with eating habits that have been invested since the beginning of growth.

The purpose of this study is to describe the characteristics and parenting families who have children with weight BGM health centers in the region of Cengkeh Turi District of North Binjai, 2014. This study is a descriptive, cross-sectional research design. Data collected by direct interview respondents. Respondents in this study were mothers who have under five children BGM.

The results showed that there were 31 families (53.4%) whose family income below the regional minimum wage (<1,540,000), the number of family members as many 22 members (37.9%), employment of respondentsare housewivesas many 42 people (72.4%). Maternal education vocational / high school as many 24 people (41.4%), knowledge of mothers about malnutrition as many 26 people (44.8%). Parenting eat in the middle category as many 27 people (46.6%), parenting health and health services in the middle category as many 39 people (57.2%). Culture absence of restrictions on the provision of food as many 46 people (79.3%).

Expected to mothers who have a children to be more aware of the importance to apply and pay attention to eating parenting and parenting for their children's health. For the health officers who are in the working area health centers are also expected to carry out awareness active growth monitoring sessions and give a learning about health education to mothers.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Balita Bawah Garis Merah ... 8

2.2. Pola Asuh ... 8

2.2.1. Pengertian ... 8

2.2.2. Pola Asuh Makan ... 12

2.2.3. Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan ... 13

2.3. Karakteristik Keluarga ... 16

2.3.1. Tingkat Pengetahuan Ibu... 16

2.3.2. Tingkat Pendidikan Ibu ... 18

2.3.3. Tingkat Pendapatan Keluarga ... 19

2.3.4. Jumlah Anggota Keluarga ... 22

2.3.5. Budaya/ Tradisi ... 24

2.4. Kerangka Konsep ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian ... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3. Populasi dan Sampel ... 28

3.3.1. Populasi ... 28

3.3.2. Sampel ... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.3.1. Data Primer ... 29


(9)

3.5. Defenisi Operasional ... 29

3.6. Aspek Pengukuran ... 30

3.7. Analisis dan Pengolahan Data ... 32

3.7.1. Analisis Data ... 32

3.7.2. Pengolahan Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas ... 33

4.2. Karakteristik Responden ... 35

4.3. Karakteristik Balita ... 35

4.3.1. Distribusi Balita Berdasarkan Kelompok umur ... 37

4.3.2. Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37

4.4. Pola Asuh Makan ... 38

4.5. Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan ... 40

4.6. Budaya/ Tradisi ... 42

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Keluarga dan Pola Pengasuhan Anak ... 43

5.1.1. Pengetahuan Gizi Ibu dan Pola Asuh anak ... 48

5.1.2. Pengetahuan Gizi Ibu dan Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan ... 45

5.1.3. Pendidikan Ibu dan Pola Asuh Makan ... 45

5.1.4. Pendidikan Ibu dan Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan ... 46

5.1.5. Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh Makan ... 47

5.1.6. Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan ... 48

5.1.7. Jumlah Anggota Keluarga ... 48

5.1.8. Budaya/ Tradisi... 49

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 50

6.2. Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Distribusi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi

Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 ... 35 Tabel 4.2. Distribusi Balita Berdasarkan kelompok Umur di Wilayah Kerja

Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 ... 37 Tabel 4.3. Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja

Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 ... 38 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh Makan di Wilayah Kerja

Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 ... 38 Tabel 4.5. Tabulasi Silang Antara Pendidikan Responden Dengan Pola Asuh

Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 ... 39 Tabel 4.6. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Responden Dengan Pola Asuh

Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 ... 39 Tabel 4.7. Tabulasi Silang Antara Pendapatan Keluarga Dengan Pola Asuh Makan

di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 ... 40 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan

Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 ... 40 Tabel 4.9. Tabulasi Silang Antara Pendidikan Responden Dengan Pola Asuh

Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 .... 41 Tabel 4.10. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Responden Dengan Pola Asuh

Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 .... 41


(11)

Tabel 4.11. Tabulasi Silang Antara Pendapatan Keluarga Dengan Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014 .... 42 Tabel 4.12. Distribusi Budaya/Tradisi di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 26


(13)

ABSTRAK

Pola pengasuhan turut berkontribusi terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan status gizi anak adalah pola asuh makan. Pola asuh makan adalah sebuah praktik pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak berkaitan dengan cara dan situasi makan. Selain pola asuh makan, pola asuh kesehatan yang dimiliki ibu turut mempengaruhi status gizi balita. Dalam tumbuh kembang anak, peran ibu sangat dominan untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas. Pola asuh makan pada balita berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik dan pola asuh keluarga yang memiliki balita dengan berat badan BGM di wilayah kerja puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif, menggunakan desain penelitian Cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai langsung responden. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita BGM.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 31 keluarga (53,4%) yang pendapatan keluarganya dibawah UMR ( < 1.540.000), jumlah anggota keluarga (37,9%), pekerjaan responden ( 72,4%) yaitu ibu rumah tangga. Pendidikan ibu SMK/SMA ( 41,4%), pengetahuan ibu kurang (44,8%). Pola asuh makan dengan pendidikan berada pada kategori sedang (46,6%), pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan berada pada kategori sedang (57,2%). Budaya tidak adanya pantangan dalam pemberian makanan (79,3%).

Diharapkan kepada ibu- ibu yang memiliki balita agar lebih sadar akan pentingnya untuk menerapkan dan memperhatikan pola asuh makan dan pola asuh kesehatan bagi anaknya. Untuk pihak petugas- petugas kesehatan yang berada di wilayah kerja puskesmas diharapkan juga kesadaran untuk melaksanakan kegiatan posyandu secara aktif dan memberikan penyuluhan- penyuluhan kesehatan kepada ibu- ibu.


(14)

ABSTRACT

Parenting contribute to the nutritional status of children, one of which is related to parenting a child's nutritional status is parenting eat. Parenting eating is a parenting practices applied by the mother to the child and the situation with regard how to eat. Besides eating parenting, parenting owned maternal health also influence the nutritional status of children. In the development of the child, the mother is very dominant role to nurture and educate children to grow and develop into a quality child. Parenting eat in infants associated with eating habits that have been invested since the beginning of growth.

The purpose of this study is to describe the characteristics and parenting families who have children with weight BGM health centers in the region of Cengkeh Turi District of North Binjai, 2014. This study is a descriptive, cross-sectional research design. Data collected by direct interview respondents. Respondents in this study were mothers who have under five children BGM.

The results showed that there were 31 families (53.4%) whose family income below the regional minimum wage (<1,540,000), the number of family members as many 22 members (37.9%), employment of respondentsare housewivesas many 42 people (72.4%). Maternal education vocational / high school as many 24 people (41.4%), knowledge of mothers about malnutrition as many 26 people (44.8%). Parenting eat in the middle category as many 27 people (46.6%), parenting health and health services in the middle category as many 39 people (57.2%). Culture absence of restrictions on the provision of food as many 46 people (79.3%).

Expected to mothers who have a children to be more aware of the importance to apply and pay attention to eating parenting and parenting for their children's health. For the health officers who are in the working area health centers are also expected to carry out awareness active growth monitoring sessions and give a learning about health education to mothers.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Balita dengan berat badan BGM menjadi indikator awal bahwa balita tersebut mengalami masalah gizi. Balita merupakan kelompok umur usia 0-5 tahun yang ditandai dengan masa proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, disertai dengan perubahan yang memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

Masa pertumbuhan balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi (Soetjiningsih, 1995). Pada masa ini anak mulai melakukan aktivitas dengan intensitas yang tinggi dan biasanya anak mulai susah makan akan tetapi hanya suka pada makanan jajanan yang gizinya tidak baik.

Masa balita merupakan masa keemasan kedua bagi anak. Di masa ini pertumbuhan balita tidak bertumbuh sepesat saat masa bayi, tetapi kebutuhan nutrisi mereka tetap merupakan prioritas utama. Di masa balita ini nutrisi memegang peranan penting dalam perkembangan seorang anak. Masa balita adalah masa transisi, terutama di usia 1-2 tahun, dimana seorang anak akan mulai makan makanan padat dan menerima rasa dan tekstur makanan yang baru. Selain itu usia balita adalah usia kritis dimana seorang anak akan bertumbuh dengan pesat baik secara fisik maupun mental (Sutani, 2008).

Untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, maka ibu harus mengetahui dan memahami tentang kebutuhan asupan nutrisi yang dibutuhkan balita


(16)

dan status gizi balita (Sediaoetama, 2010). Balita yang kurang terpenuhi kebutuhan nutrisinya dapat mengakibatkan banyak hal seperti kejadian gizi kurang dan gizi buruk. Bagi sebagian besar masyarakat kebutuhan nutrisi pada balita bukanlah suatu hal utama. Bagi sebagian besar masyarakat indonesia terutama dari kalangan ekonomi bawah, lebih memprioritaskan kebutuhan pangan atau makanan tanpa memperdulikan angka kecukupan gizi dari makanan mereka sendiri ataupun anak-anaknya. Satu permasalahan yang sering terlupakan adalah kasus balita dengan kejadian BGM. Seorang balita dengan pertumbuhannya dicurigai BGM menimbulkan banyak pertanyaan. Hal ini dikarenakan BGM tidak dapat disebut dengan gizi kurang ataupun gizi buruk. BGM lebih identik diantara kedua kondisi tersebut (Sutani, 2008).

Status gizi balita merupakan hal yang penting yang harus diketahui oleh setiap orangtua. Status gizi balita dapat menggambarkan kondisi balita baik atau tidak dinilai dari umur, berat badan, lingkar kepala. Status gizi dapat mengajarkan ibu untuk melihat apakah tinggi badan balita bertambah, berat badan anak balita berkurang dan lingkar kepala balita yang tidak nampak besar (Proverwati,2010).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, secara nasional prevalensi kekurangan gizi pada anak balita adalah sebesar 18,4% terdiri dari gizi kurang 13,0% dan gizi buruk 5,4%. Sementara itu Riskesdas 2010, gizi kurang tidak mengalami perubahan dan gizi buruk mengalami peningkatan dengan prevalensi gizi kurang sebesar 13,0% dan gizi buruk 5,9%.

Prevalensi gizi kurang di Sumatera Utara sebesar 7,8%, sedangkan gizi kurang 13,5% (Riskesdas, 2010). Di kecamatan Binjai Utara terdapat 367 balita BGM dari keseluruhan puskesmas yang ada, yaitu 8 puskesmas (Dinas Kesehatan


(17)

Kotamadya Binjai, 2010). Di lokasi penelitian yaitu Puskesmas Cengkeh Turi terdapat 58 balita BGM.

Status gizi yang buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat mengahambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berfikir. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk maupun gizi kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Balita BGM dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya anak balita. BGM akan menyebabkan anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan dengan teman-teman sebayanya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah balita tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu akibat kekurangan gizi yang mengakibatkan anak BGM (Waryana, 2010).

Masalah gizi kurang pada balita umumnya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan. Faktor- faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga (Depkes, 2000).

Tiga faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: kemiskinan, ketidaktahuan orangtua atas pemberian gizi yang baik bagi anak,dan faktor penyakit bawaan pada anak (Astaqauliyah, 2006). Pola asuh berperan penting dalam menentukan status gizi balita. Apabila pola asuh anak kurang, dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Begitu juga terhadap balita BGM. Bila balita BGM tidak mendapatakan perhatian


(18)

khusus dari keluarga, dapat mengakibatkan status gizi balita tersebut semakin menurun (Soekirman, 2005).

Praktek pola asuh gizi dalam keluarga biasanya berhubungan erat dengan faktor pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu dan tingkat pengetahuan ibu sert sosial budayanya. Anak- anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadapa gizi kurang diantara seluruh anggota keluarga lainnya dan anak yang kecil biasanya paling terpengaruh oleh kurang pangan. Sebab dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua yang tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda perlu zat gizi yang relatif lebih banyak dari pada anak-anak yang lebih tua. Keadaan diatas akan lebih buruk jika ibu balita memiliki perilaku pola asuh gizi yang kurang baik dalam hal menyusi, pemeberian makananan pendamping ASI serta pembagian makanan dalam keluarga (Suhardjo, 2002).

Pola pengasuhan turut berkontribusi terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan status gizi anak adalah pola asuh makan. Pola asuh makan adalah sebuah praktik pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak berkaitan dengan cara dan situasi makan. Selain pola asuh makan, pola asuh kesehatan yang dimiliki ibu turut mempengaruhi status gizi balita. Dalam tumbuh kembang anak, peran ibu sangat dominan untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas. Pola asuh makan pada balita berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi, keadaan balita BGM berdasarkan pola asuh makan.


(19)

Banyak ibu yang tidak memberikan ASI kepada anaknya dikarenakan tidak mengetahui manfaat ASI. Sebagian besar ibu memberikan Air gula, air campuran madu dan susu kental manis sebagai pengganti ASI.

Kebiasaan memberikan mie instan kepada balita juga banyak terjadi, mie instan diberikan sebagai pengganti nasi bagi balita dikarenakan agar lebih irit dan murah dan sianak lebih mudah kenyang dan tidak rewel. Sebagian besar ibu balita BGM mempunyai kebiasaan memberikan makanan seadanya dan tidak memperhatikan asupan gizi yang dibutuhkan tubuh balia,dikarenakan rendahnya tingkat pengetahuan ibu dan pendapatan keluarga. Jika keadaan ini berlangsung terus-menerus maka balita akan kekurangan zat gizi, sehingga dapat menghambat pertumbuhan balita dan akhirnya menjadi sangat pendek dan kurus.

Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Bagaimana Karakteristik dan Pola Asuh Keluarga yang memiliki Balita dengan berat badan BGM di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu Bagaimanakah Karakteristik dan Pola Asuh keluarga yang memiliki balita dengan berat badan BGM di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum


(20)

Untuk mengetahui bagaimana Karakteristik dan Pola Asuh keluarga yang memiliki balita berat badan BGM di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik keluarga balita dengan berat badan BGM berdasarkan tingkat pengetahuan ibu.

2. Untuk mengetahui karakteristik keluarga balita dengan berat badan BGM berdasarkan tingkat pendidikan ibu.

3. Untuk mengetahui karakteristik keluarga balita dengan berat badan BGM berdasarkan pendapatan keluarga.

4. Untuk mengetahui karakteristik keluarga balita dengan berat badan BGM berdasarkan pola asuh.

5. Untuk mengetahui karakteristik keluarga balita dengan berat badan BGM berdasarkan jumlah anggota keluarga.

6. Untuk mengetahui karakteristik keluarga balita dengan berat badan BGM berdasarkan budaya atau tradisi kebiasaan.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat untuk instansi terkait

a. Sebagai bahan informasi dan masukan untuk petugas kesehatan di Puskesmas Cengkeh Turi, Binjai. Sehingga dapat diketahui mengenai hubungan pola asuh dan sosial ekonomi dengan balita BGM.


(21)

a. Sebagai informasi kepada masyarakat setempat mengenai gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita BGM

b. Sebagai informasi kepada masyarakat setempat mengenai pentingnya memperhatikan pola asuh anak.

c. Sebagai referensi untuk dapat memberikan informasi, tentang program pendidikan gizi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu untuk memperhatikan status gizi balitanya

d. Sebagai informasi kepada masyarakat setempat khususnya ibu-ibu mengenai betapa pentingnya mengetahui cara memberikan makanan, serta perawatan kesehatan balita.

3. Manfaat untuk peneliti

a. Dari hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan wawasan peneliti tentang karakteristik keluarga balita BGM, dan dapat menambah wawasan pengetahuan tentang ilmu gizi.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Balita Bawah Garis Merah (BGM)

Balita merupakan individu yang berumur 0-5 tahun, dengan tingkat plastisitas otak yang masih sangat tinggi sehingga akan lebih terbuka untuk proses pembelajaran dan pengayaan (Departemen Kesehatan RI, 2009). Balita terbagi menjadi dua golongan yaitu balita dengan usia satu sampai tiga tahun dan balita dengan usia tiga sampai lima tahun (Soekirman, 2006).

Balita BGM adalah balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada di bawah garis merah pada KMS. Balita BGM tidak selalu berarti menderita gizi kurang atau gizi buruk. Akan tetapi, itu dapat menjadi indikator awal bahwa balita tersebut mengalami masalah gizi.

2.2. Pola asuh 2.2.1. Pengertian

Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan ( fisik dan mental), pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak (Sunarti, 1998).

Konsep pola asuh sebagi faktor penentu status gizi anak masih baru bagi banyak orang diluar bidang gizi. Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi


(23)

kebutuhan fisik, mental, dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dan anggota keluarga lainnya (Engle, et al, 1997).

Secara sederhana pengasuhan dapat diartikan sebagi implementasi serangkaian keputusan yang dilakukan orang tua kepada anak, sehingga memungkinnya anak menjadi bertanggung jawab, menjadi anggota masyarakat yang baik. Seperti: apa yang dilakukan orang tua ketika anak sakit, ketika anak tidak mau makan, ketika sedih, ketika menangis, ketika bertindak agresif atau ketika anak berbohong, itulah pengasuhan.

Dalam berbagai penelitian menunjukan bahwa kepribadian orang tua angat menentukan pola interaksi ibu dan anak. Pengaruh struktur watak ibu yang mengasuh anak balita mempunyai efek yang sangat besar dalam hubungan ibu dan anak.

Pola pengasuhan yang baik terhadap anak balita adalah: a. Diberikan dalam satu rumah.

b. Dengan satu orang tua yang berperan sebagai ibu.

c. Dalam satu keluarga yang utuh yaitu terdiri dari ayah dan ibu.

d. Adanya keseimbangan pendidikan anak dalam suasana damai, dilandasi kasih sayang dan penerimaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hafrida (2004) dikelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan, menunjukan bahwa ada kecenderungan dengan semakin baiknya pola asuh anak, maka proporsi gizi baik pada anak juga akan semakin besar. Tetapi sebaliknya di negara timur seperti Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali dipegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek, keluarga dekat lainnya dan bukan pembantu. Tetapi tenyata anak yang dididik dalam


(24)

keluarga besar tersebut dapat tumbuh dengan kepribadian yang baik. Jadi lebih penting nilanya adalah suasana damai dan kasih sayang dalam keluarga (Nadesul, 1995).

Pola asuh anak merupakan praktek pengasuhan yang di terapkan kepada anak balita dan pemeliharaan kesehatan, fungsi pokok ibu adalah sebagai ibu rumah tangga serta sebagai pelaku penting dalam kehidupan rumah tangga. Di samping ayah ibu juga sebagai penentu kesejahteraan keluarga melalui kegiatan sehari- hari didalam rumah tangga dan kegiatan diluar rumah baik mencari nafkah ataupun kegiatan sosial (Sulystyorini, 2007).

Masalah gizi dipengaruhi oleh salah satunya adalah pola asuh ibu terhadap anaknya. Lemahnya kemampuan ibu dan keluarga untuk memberikan pola asuh akan berakibat pada kejadian gizi kurang bahkan gizi buruk pada anak balita. Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Peranginangin, 2006).

Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik- baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai pada masa ini


(25)

juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya. Oleh karena itu, pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak (Sarah, 2008).

Adapun tipe- tipe pola asuh anak: a. Pola asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap anak. Jadi apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat, pergaulan bebas negatif, matrialistis, dan sebagainya. Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa. Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa.

b. Pola asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak


(26)

dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang-tua yang telah membesarkannya. Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid / selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua, dan lain-lain. Namun di balik itu biasanya anak hasil didikan ortu otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggung jawab dalam menjalani hidup.

c. Pola asuh Otoritatif

Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orang tua kepada anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain. (Anonim, 2008).

2.2.2. Pola asuh makan

Pola makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu (Lie, 1985). Penanaman pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi, saat bayi masih makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus tahu dan mampu menerapkan pola makan sehat (Widjaja, 2007). Pola asuh makan


(27)

balita berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan (Karyadi, 2000).

Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita karena rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, pada masa tersebut merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang. Pada masa ini proses tumbuh kembang berlangsung sangat cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana pada masa ini otak berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang sedang mengalami proses pertumbuhan dengan pesat, memerlukan asupan zat makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik dan bergizi (Sutomo, 2010).

Engle, Menon dan Haddad (1996) menambahkan faktor ketersediaan sumber daya keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, pola pengasuhan, sanitasi dan penyehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah, sebagai faktor yang memengaruhi status gizi. Pola pengasuhan turut berkontribusi terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan status gizi anak adalah pola asuh makan.

2.2.3. Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan

Setiap orang tua berkewajiban untuk memberikan perawatan dan perlindungan bagi anaknya. Masa lima tahun pertama merupakan masa yang akan datang menentukan bentuk, fisik, psikis, maupun intelegensinya sehingga masa ini


(28)

akan mendapatkan perawatan yang intensif (Sulistijani dan Herlianty, 2005). Bentuk perawatan bagi anak dimulai sejak bayi lahir sampai dewasa misalnya sejak bayi lahir yaitu memotong pusar bayi, pemberian makanan dan sebagainya.

Perawatan adalah kasih sayang yang diberikan ibu kepada anak untuk membantu pertumbuhan, menggendong, memeluk dan berbicara kepada anak akan merangsang pertumbuhan dan meningkatkan perkembangan perasaan anak. Rasa aman pada anak akan tumbuh apabila ia selalu berada dengan ibunya dan memperoleh air susu ibu sesuai dengan kebutuhan dan apabila sakit ibu selalu menyimpan obat dan membawa ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan. Perawatan yang baik pada anak ibu memberikan penjelasan yang jernih tentang apa yang harus dilakukan anak, ketentuan yang kokoh tentang apa yang tidak boleh dilakukan dan memberikan penghargaan, ini merupakan prilaku yang baik dan cara yang efektif untuk mendorong anak menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang produktif, orangtua dan anggota keluarga yang lain perlu melibatkan dalam perawatan anak. Peran seorang ayah dapat memenuhi kebutuhan anak terhadap cinta kasih sayang dan dorongan serta menjamin anak untuk memperoleh gizi yang baik dan perawatan kesehatan (Depkes RI, 2002).

Masa bayi dan balita sangat renta terhadap penyakit, seperti flu, diare, atau penyakit lainnya. Jika anak sering menderita penyakit dapat menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembangnya. Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari pada orangtua, yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ke tempat pelayanan kesehatan yang terdekat (Soetjningsih, 1995).


(29)

Ada beberapa penyebab seorang anak mudah terkena penyakit, yaitu:

1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan atau nafsu makan menurun. Akibatnya, daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan terhadap penyakit.

2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan perilaku yang sehat.

Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah salah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak, membaik praktek pengasuhan kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk menjaga status kesehatan anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Praktek perawatan kesehatan meliputi pengobatan penyakit pada anak apabila si anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit (Zeitlin dkk, 1990).

Praktek perawatan kesehatan anak yang baik dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasi, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila sakit ibu membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, polindes (Zeitlin, 1990).

Pelayanan gizi dan kesehatan untuk anak balita dapat dilaksanakan dengan pemantauan pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan balita melalui sarana kesehatan yang baik meliputi posyandu, puskesmas, program kesehatan keluarga dan


(30)

program lainnya. Berbagai lembaga pelayanan dasar harus terjangkau baik secara fisik maupun ekonomi (sesuai daya beli) oleh setiap 30 keluarga termasuk mereka yang miskin dan hidup di daerah terpencil (Soekirman, 2000).

Balita perlu diperiksakan kesehatannya dibidan atau dokter bila sakit sebab mereka masih mempunyai resiko yang tinggi untuk terserang penyakit. Adapun praktik kesehatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan pemantaun kesehatannya adalah:

1. Imunisasi

Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada anak untuk melindunginya dari pada beberapa penyakit tertentu seperti Hepatitis B, Tuberkolusis, Tetanus, Polio, Campak. Pemberian harus sedini mungkin dan lengkap (Marimbi, 2010).

2. Pemantauan Pertumbuhan Anak

Pemantauan pertumbuhan anak dapat dilakukan dengan aktif melakukan pemeliharaan gizi misalkan dengan datang ke Posyandu. Dengan aktif datang ke posyandu maka orang tua dapat mengetahui pertumbuhan anaknya (Marimbi, 2010). 2.3. Karakteristik Keluarga

2.3.1. Tingkat Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mungkin akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik. Membesarkan anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu perlu keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan kemampuan


(31)

untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan penyebab kejadian gangguan kurang gizi (Notoadmojo, 2007).

Ibu yang mempunyai pengetahuan tentang makanan yang bergizi, cenderung mempunyai anak dengan status gizi yang baik. Tingkat pengetahuan gizi ibu akan berpengaruh terhadap sikap perawatan anak serta dalam perawatan memilih makanan. Menurut Suharjo (1996) suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada:

1. Tingkat pengetahuan sangat penting dalam meningkatkan status gizi yang optimal. Status gizi yang cukup merupakan syarat penting untuk kesehatan.

2. Pengetahuan gizi seseorang akan mempengaruhi status gizinya jika makanan yang dimakan dapat menyediakan zat-zat gizi yang nantinya diperlukan untuk pertumbuhan tubuh.

3. Dengan adanya ilmu gizi masyarakat dapat belajar menggunakan pangan untuk perbaikan gizi.

Pengetahuan ibu tentang gizi seimbang sangatlah penting. Mengingat peran ibu dalam keluarga sebagai pengelola makanan. Ibu yang tidak tau gizi makanan, akan menghidangkan makanan yang tidak seimbang gizinya. Berbagai faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita adalah ketidaktahuan akan hubungan makananan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makananan tertentu, adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan, kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat (Marimbi, 2010).


(32)

Ketidaktahuan ibu balita akan kebutuhan gizi balita bisa mengakibatkan asupan gizi pada anak tidak terpenuhi dengan baik maka proses tumbuh kembang anak akan terhambat, anak bisa mengalami penyakit kurang gizi. Anak yang mengalami defesiensi gizi pada umur semakin muda, kemungkinan besar akan mengalami hambatan pada pertumbuhan dan kapasitas intelektualnya rendah (Sediaoetama, 2008).

Gizi balita tergantung penuh oleh ibunya, jika ibu tahu dan memperhatikan gizi balitanya, ibu akan mencari info tentang gizi yang baik untuk balita dan berusaha memberi yang terbaik untuk balitanya. Karena pengetahuan ibu berpengaruh pada perilaku ibu dalam memenuhi gizi balitanya. Semakin baik pengetahuan ibu tentang gizi maka status gizi balitanya juga akan baik.

2.3.2. Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan gizi yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakatuntuk menyerap informasi dan menerapkan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam kesehatan dan gizi (LIPI, 2000).

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orangtua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala


(33)

informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya, dan sebagainya (Soetjiningsih, 1998).

Pendidikan ibu merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk mengembangkan diri. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam merespon sesuatu yang datang dari luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran atau nasehat. Orang berpendidikan tidak akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingakn orang yang berpendidikan rendah maupun yang tidak berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah mengembangkan pengetahuan dan tekhnologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan keluarga (Hapsari dkk, 2001).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Imam Hadi (2005), menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi balita, dalam prevalensi berat badan rendah adalah 13% lebih tinggi daripada anak yang ibunya tidak berpendidikan SD (36%) dibandingkan dengan anak yang ibunya berpendidikan setingkat SMP atau lebih (23%). Menurut Adisasmito (2007), mengatakan unsur pendidikan ibu berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak, apabila ibu berpendidikan lebih baik maka mengerti cara pemberian makan, menggunakan pelayanan kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan bebas dari penyakit. Ibu yang berpendidikan lebih baik kemungkinan menggunakan perawatan kesehatan dan fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan yang ada dari ibu yang tidak memiliki pendidikan (Joshi, 1994).


(34)

Pendapatan adalah tingkat kemampuan masyarakat dalam membelanjakan pendapatannya dinilai berdasarkan kebutuhan hidupnya. Menurut Adisasmito (2007), mengatakan di Indonesia dan Negara lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok akar masalah gizi buruk, proporsi anak gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Semakin kecil pendapatan penduduk, semakin tinggi persentase anak yang kekurangan gizi sebaliknya semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase gizi buruk.

Kecenderungan penurunan pengeluaran sesuai dengan kenaikan pendapatannya, namun pengeluaran untuk pangan masih merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga Indonesia, disamping itu Winarno juga menambahkan salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) disebabkan oleh faktor ekonomi dan sosial budaya yang secara nyata telah memberikan gambaran menyeluruh mengenai masalah gizi di daerah masyarakat miskin. Hubungan pendapatan dan gizi dalam keluarga didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari peningkatan pendapatan untuk perbaikan kesehatan dan gizi. Sebaliknya jika rendahnya pendapatan seseorang maka daya beli berkurang sehingga kemungkinan kebiasaan makan dan cara-cara lain menghalangi perbaikan gizi sehingga kurang efektif untuk anak-anak.

Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan kuantitas pada makanan. Pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan mengakibatkan lemahnya daya beli sehingga tidak memungkinkan untuk mengatasi


(35)

kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu secara efektif terutama untuk anak mereka. (Notoatmodjo, 2007).

Indikator dari masalah gizi dapat diketahui dari taraf ekonomi keluarga dan ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan. Stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang, dan kurangnya pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan di bidang memasak, konsumsi anak keragaman jenis makanan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan (Soegeng, 2005).

Keadaan yang umum ini dikarenakan rendahnya pendapatan yang mereka peroleh dan banyaknya anggota keluarga yang harus diberi makan dengan jumlah pendapatan yang rendah. Kebanyakan keluarga telah merasa lega kalau mereka telah dapat mengkonsumsi makanan pokok (nasi, jagung) dua kali sehari dengan lauk pauknya kerupuk dan ikan asin, bahkan tidak jarang mereka telah lega kalau mereka telah dapat mengkonsumsi nasi atau jagung cukup dengan sambal dan garam (Kartasapoetra, 2005).

Kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena kemiskinan berpengaruh besar terhadap konsumsi makanan. Warga masyarakat yang tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai keterbatasan kemampuan dan akses pada sumber daya dan dalam memperoleh pelayanan serta prasarana untuk memenuhi kebutuhan dasarnya masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga


(36)

anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama, 2000).

Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di bawah garis merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan pesat yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana prevalensinya pada anak balita masih tinggi (Wirawan, 2007).

Keluarga yang mempunyai pendapatan rendah relatif sulit memenuhi kebutuhan makanan apalagi untuk berbagai jenis makanan yang beraneka ragam. Kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan makanan juga tergantung dari harga bahan makanan.

2.3.4. Jumlah Anggota Keluarga

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi terlihat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus dilayani jumlahnya sedikit. Besar keluarga mungkin berpengaruh terhadap distribusi makanan dalam keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu terhadap perawatan anak menjadi berkurang, karena perhatian ibu dalam merawat dan membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang dimiliki. Bila besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap anak berkurang (Notoatmodjo, 2007).


(37)

Jumlah anggota keluarga dan banyaknya anak dalam keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pangan, jumlah anggota keluarga yang besar dibarengi dengan distribusi pangan yang tidak merata sehingga menyebabkan anak dalam keluarga mengalami kekurangan gizi. Berdasarkan pendapat di atas bahwa besarnya tanggungan keluarga akan semakin kecil tingkat konsumsi pangan untuk masing-masing anggota keluarga atau dapat dikatakan semakin besar tanggungan keluarga semakin besar pula pangan yang harus tersedia (Suharni, 1995).

Dalam keluarga besar dengan keadaan ekonomi lemah, anak-anak dapat menderita oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, tentunya akan semakin bervariasi aktivitas, pekerjaan dan seleranya, sehingga jumlah anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Dalam hal ini faktor selera dari masing-masing anggota keluarga sangat berpengaruh, karena tidak semua anggota keluarga menyukai jenis makanan yang sama (Suhardjo, 2003).

Diantara semua anggota keluarga, anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh jika terdapat kekurangan pangan. Dan situasi seperti ini terjadi jika besar keluarga bertambah. Menurut penelitia terdahulu yang dilakukan oleh Mia Sarah, (2008) menemukan bahwa jumlah anggota keluarga yang banyak dapat mengakibatkan status gizi anggota keluarga terutama anak menjadi buruk. Jumlah anggota keluarga yang banyak mengakibatkan kebutuhan makanan meningkat sementara pendapatan keluarga tidak meningkat. Jika pendapatan keluarga rendah sementara jumlah anak banyak, maka diperlukan pembagian makan yang merata didalam keluarga tersebut. Dalam acara makan misalnya anak- anak yang lebih kecil


(38)

akan mendapatkan jatah makanan yang kurang mencukupi karena kalah dengan kakaknya yang makannya lebih cepat dan dengan porsi tiap suapan yang lebih besar. 2.3.5. Budaya / Tradisi

Masyarakat sebagai satu kelompok yang secara relatif terpisah dari kelompok sekelilingnya serta mempunyai budaya yang tersendiri. Peraturan yang menunggangi organisasi suatu masyarakat dan cara peraturan ini menjadi suatu simbol yang disebarkan yang merupakan bagian yang menjadi isi kandungan budaya sebuah masyarakat. Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kesanggupan serta serta kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota sebuah masyarakat. Atau dengan kata lain konsep dari suatu sistem serta peraturan dan makna, yang pernyataannya tergambar melalui cara manusia menjalani kehidupan. Latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang penting terhadap bermacam aspek kehidupan manusia yaitu kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa, agama, bentuk keluarga, diet, pakaian, bahasa tubuh. Konsep tentang kehidupan, dan sikap terhadap kehidupan, sakit dan bentuk kemalangan lain, yang mempunyai implikasi yang penting terhadap kesehatan dan pemeliharaan kesehatan (Taylor, 1991).

Konsep budaya kadang kala disalah artikan atau penggunaannya disalah gunakan oleh masyarakat. Misalnya, budaya tidak pernah homogen, dan dengan itu pula seseorang selalu mengelak dari pada menggunakan kenyataan umum untuk memilah-milah kepercayaan dan kelakuan seseorang. Peranan budaya merupakan peranan yang senantiasa dilihat berdasarkan konteksnya. Konteks itu terdiri dari beberapa unsur-unsur sejarah, ekonomi, sosial, politik, geografi. Ini berarti budaya


(39)

merupakan suatu kumpulan manusia, pada masa tertentu, senantiasa dipengaruhi faktor-faktor lain. Maka kepercayaan budaya dan perilaku budaya yang asli dapat dipisahkan dari kontek ekonomi. Misalnya seseorang bertindak seperti makan hanya separoh dari makanan, tinggal di rumah yang sempit, dan tidak berobat ke dokter pada pada saat sakit. Kegiatan budaya suatu keluarga pada kelompok masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat dan lestari terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk makan. Kebanyakan tidak hanya menentukan jenis pangan saja, tetapi untuk siapa dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan (Sunarti, 1990).

Di Indonesia pola makan terhadap anak sangat dipengaruhi oleh budaya, unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan dalam masyarakat yang diajarkan secara turun temurun kepada seluruh anggota keluarganya padahal kadang-kadang unsur budaya tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Aspek budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan,agama, adat dan kebiasaan masyarakat. Sampai saat ini aspek budaya sangat memengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia (Suhardjo, 2003).

Setiap budaya mempunyai nilai-nilai tertentu terhadap pangan yang ada. Misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu untuk dikonsumsi karena alasan-alasan tertentu, sementara itu ada pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi sosial karena mempunyai peranan yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan yang berkaitan dengan agama atau kepercayaan. Banyak budaya yang kadang kala merugikan kesehatan masyarakat, contohnya pada beberapa kasus yang terjadi yang pernah dijumpai.


(40)

Sebagai salah satu akibat serius dari kepercayaan yaitu penyakit mata karena defisiensi vitamin A yang prevalensinya cukup tinggi, keadaan ini timbul akibat larangan anak-anak untuk mengkonsumsi papaya dan sayuran hijau karena pangan tersebut dianggap bersifat dingin, padahal bahan makanan tersebut tersedia cukup banyak dan murah harganya (Noerkhan, 1993).

Kepercayaan seseorang terhadap hal tersebut tergantung dari kuatnya kepercayaan yang diturunkan oleh nenek moyangnya dan pengalaman yang dimiliki. Berbagai aspek budaya yang berlaku pada kelompok masyarakat sebagaimana dijelaskan diatas, ada yang memberikan dampak positif dan ada juga yang negatif. Dampak negatif berupa masukan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh serta kualitas konsumsi yang juga masih tergolong rendah (Suhardjo, 1998).

2.4. Kerangka konsep

Karakteristik keluarga balita  Pengetahuan Ibu  Pendidikan Ibu  Pendapatan Keluarga  Jumlah anggota keluarga  Budaya/ tradisi

Pola asuh

 Pola asuh makan  Pola asuh kesehatan

dan pelayanan kesehatan


(41)

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

Karakteristik keluarga yang terdiri dari tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga dan budaya akan mempengaruhi pola asuh. Pola asuh yang meliputi pola asuh makan, pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan akan mempengaruhi status gizi balita. Status gizi balita dapat mempengaruhi status kesehatan balita, demikian sebaliknya. Jika karakteristik keluarga baik dan pola asuh balita BGM baik, maka status gizi balita. Namun, apabila pola asuh balita BGM dan karakteristiknya rendah, maka status gizi balita BGM akan semakin menurun dan tetap menjadi BGM.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode survei dengan desain cross sectional, yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan pola asuh keluarga yang memiliki Balita dengan Berat Badan BGM di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014.

3.2. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskemas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai. Alasan pemilihan lokasi ini adalah tingginya jumlah balita sebanyak 58 Balita yang berat badannya BGM. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai November 2014.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga balita yang berat badannya BGM yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua keluarga balita dengan berat BGM yang ada di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi sebanyak 58 balita BGM. Metode pengambilan sampel dilakukan secara total sampling sebagai responden adalah ibu.


(43)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara langsung kepada keluarga balita BGM yang terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi. Data primer tersebut terdiri dari pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, faktor budaya serta jumlah anggota keluarga.

3.4.2. Data sekunder

Data yang meliputi letak geografi, demografi, dan data- data lainnya yang mendukung penelitian ini.

3.5.Defnisi operasional

1. BGM adalah balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada di bawah garis merah pada KMS.

2. Pola asuh makan adalah gambaran mengenai jenis makanan, frekuensi pemberian makan dan waktu pemberian makanan pada anak.

3. Pola asuh kesehatan adalah gambaran mengenai apa yang dilakukan ibu untuk menjaga kesehatan anaknya, meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila sianak sakit, memperhatikan keadaan gizi dan imunisasinya.

4. Pola asuh pelayanan kesehatan adalah gambaran mengenai kemana ibu membawa anaknya jika anaknya sakit.

5. Tingkat pengetahuan ibu adalah pemhaman ibu mengenai gizi dalam memberikan makanan pada anak balitanya baik ASI, makanan tambahan.


(44)

6. Tingkat pendidikan ibu adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan ditamatkan oleh ibu.

7. Tingkat pendapatan adalah jumlah pendapatan yang diperoleh tiap bulannya. 8. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya jumlah anak dalam satu keluarga dan

berapa jumlah anggota keluarga inti yang tinggal dirumah.

9. Budaya atau tradisi adalah gambaran mengenai kepercayaan terhadap ada tidak makanan pantangan pada balita.

3.6. Aspek pengukuran

Adapun variabel yang akan diukur adalah pola asuh, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, budaya serta jumlah anggota keluarga.

1. Pola asuh makan

Data berdasarkan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari 32 pertanyaan yang dikategorikan berdasarkan umur balita.

Apabila jawaban benar di beri skor 1, jawaban salah skor 0. Dikategorikan berdasarkan pendapat Pratomo (1990) yaitu :

 Baik bila skor >75% dari skor jawaban yang tertinggi  Sedang bila skor 40-75 % dari skor jawaban yang tertinggi  Kurang bila skor <40% dari skor jawaban yang tertinggi. 2. Pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan

Data berdasarkan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari 8 pertanyaan. Apabila jawaban benar di beri skor 1, jawaban salah skor 0. Dikategorikan berdasarkan pendapat Pratomo (1990) yaitu :


(45)

 Baik bila skor >75% dari skor jawaban yang tertinggi  Sedang bila skor 40-75 % dari skor jawaban yang tertinggi  Kurang bila skor <40% dari skor jawaban yang tertinggi. 3. Tingkat Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu dapat diukur melalui 10 pertanyaan dengan memilih jawaban benar atau salah. Untuk petanyaan yang benar, apabila dijawab benar diberi nilai 1 dan jika dijawab salah akan diberi nilai 0. Dengan demikian, total skor terendah 0 dan tertinggi 10. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval dengan mengacu pada total skor.

Cara menentukan kategori tingkat pengetahuan ibu mengacu pada presentase berikut ( Pratomo,1990):

 Baik bila skor >75% dari skor jawaban yang tertinggi  Sedang bila skor 40-75 % dari skor jawaban yang tertinggi  Kurang bila skor <40% dari skor jawaban yang tertinggi. 4. Tingkat pendidikan ibu

Data tentang karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan keluarga diolah dengan tabulasi dan disajikan dengan cara deksriptif berdasarkan tingkat pendidikan yaitu:

Tidak sekolah Sekolah dasar (SD)

Sekolah menengah Pertama (SMP) Sekolah menengah Atas (SMA)


(46)

Perguruan tinggi

5. Tingkat pendapatan keluarga

Data tentang karakteristik keluarga berdasarkan pendapatan keluarga diolah dengan tabulasi dan disajikan secara deksriptif berdasarkan UMR kota Binjai tahun 2014 yaitu Rp.1.540.000 dengan Klasifikasi > UMR dan < UMR.

6. Jumlah Anggota Keluarga

Data tentang karakteristik keluarga berdasarkan besar anggota keluarga diolah secara tabulasi dan disajikan secara dekstriftif yang diperoleh melalui wawancara (NKKBS).

7. Budaya atau Tradisi.

Data tentang ada atau tidaknya pantangan dalam memberikan makanan pada balita. Dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ada pantangan dan tidak ada pantangan.

3.7. Analisis dan Pengolahan Data 3.7.1. Analisis Data

Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.7.2. Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul diolah secara komputerisasi untuk mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah- langkah dalam pengolahan Data dimulai dari Editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan. Coding, yaitu memberikan kode numerik atau angka kepada masing- masing kategori. Data entry, yaitu memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskemas

Wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi berada pada Kelurahan Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai yang mempunyai luas wilayah kerja puskesmas ini 1.000,89 Ha. Kelurahan Cengkeh Turi merupakan salah satu kelurahan yang tempatnya jauh dari Puskesmas. Kelurahan ini juga merupakan kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak dari Kelurahan yang lainnya. Masyarakat di kelurahan ini mayoritas suku Jawa dan Melayu, sebagian besar masyarakat memeluk agama Islam. Mayoritas mata pencaharian penduduk adalah petani, buruh tani, dan Pedagang. Hal ini disebabkan karena menjadi petani sudah menjadi mata pencaharian turun temurun sejak dulu bahwa masyarakat adalah petani dan juga minimnya tingkat pendidikan menyebabkan masyarakat tidak punya keahlian lain dan pada akhirnya menjadi buruh tani.

Puskesmas Cengkeh turi memiliki wilayah kerja yang jauh dari lokasi puskesmas itu sendiri, letak Puskesmas ini berada tepat di jalan masuk ke Kelurahan Cengkeh turi yang berada di jalan... kecamatan Binjai utara. Wilayah kerja puskesmas ini sebelah utara dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Binjai Barat, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan kelurahan kebun lada, kelurahan damai dan kelurahan jati utomo. Mengingat bahwa jauhnya jarak dari tempat tinggal mereka ke Puskesmas serta minimnya alat transportasi membuat warga jarang sekali mendatangi puskesmas, terkhusus ibu- ibu yang memiliki bayi yang baru lahir dan yang memiliki balita yang


(48)

dalam hal ini menjadi responden saya jarang sekali mendatangi puskesmas untuk memberikan imunisasi serta memeriksakan keadaan bayi atau balitanya. Mereka hanya dapat menggunakan ojek/ RBT yang hanya beberapa beroperasi jika ingin ke pekan atau ke Puskesmas, tidak ada angkutan umum yang lewat di desa mereka. Jika menggunakan ojek atau RBT dari tempat tinggal warga ke puskesmas memakan waktu 30 menit kurang lebih sedangkan kalau jalan kaki jarak dan waktu yang ditempuh cukup jauh Kurangnya pendapatan keluarga di desa ini menyebabkan mereka tidak mempunyai alat transportasi sendiri, sebagian besar penduduk desa ini lebih sering jalan kaki. Karena kebanyakan dari warga yang bekerja petani dan sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga membuat kurangnya pendapatan mereka sehingga kesulitan memiliki kendaraan pribadi.

Mengingat jarak yang cukup jauh ke desa ini membuat kader kader posyandu jarang sekali datang, oleh karena itu ibu- ibu banyak yang tidak melengkapi imunisasi bayi dan balitanya, sehingga banyak terdapat bayi dan balita BGM di desa i

4.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden diperoleh dari pengisian kuesioner yang di bagikan dan di isi langsung oleh ibu- ibu yang memiliki bayi atau balita BGM di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai tahun 2014 seperti terlihat pada tabel 4.1 berikut:


(49)

Tabel 4.1 Distribusi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Karakteristik Responden n %

Umur Responden

1 20-24 tahun 11 19,0

2 25-29 tahun 26 44,8

3 30-34 tahun 16 27,6

4 35-39 tahun 5 8,6

Pendapatan Keluarga

1 < UMR 31 53,4

2 > UMR 27 46,6

Jumlah Anggota Keluarga

1 3 orang 11 19,0

2 4 orang 22 37,9

3 5 orang 19 32,8

4 6 orang 4 6,9

5 7 orang 2 3,4

Pekerjaan Responden

1 PNS/BUMN/TNI/POLRI 2 3,4

2 Petani/ Berkebun 3 5,2

3 Pedagang/ Wiraswasta 9 15,5

4 Buruh 2 3,4

5 Ibu Rumah Tangga 42 72,4

Pendidikan Responden

1 Tidak Sekolah 2 3,4

2 SD/MI 7 12,1

3 SMP/MTs 19 32,8

4 SMA/SMK/MA 24 41,4

5 Diploma/PT 6 10,3

Pengetahuan Responden

1 Baik 13 22,4

2 Cukup 19 32,8

3 Kurang 26 44,8

Total 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 tentang distribusi responden berdasarkan kelompok umur diperoleh hasil bahwa kelompok umur responden yang paling banyak yaitu umur antara 30-34 tahun sebanyak 26 orang (44,8%) dan yang paling sedikit yaitu umur antara 35-39 tahun sebanyak 5 orang (8,6%).


(50)

distribusi responden berdasarkan pendapatan keluarga diperoleh hasil bahwa pendapatan keluarga yang paling banyak adalah pendapatan dibawah UMR (< Rp. 1.540.000) yaitu sebanyak 31 keluarga (53,4%) dan yang paling sedikit adalah pendapatan diatas UMR (> Rp.1.540.000) yaitu sebanyak 27 keluarga (46,6%), dan dari hasi wawancara yang dilakukan diperoleh bahwa rata- rata keluarga memiliki pendapatan Rp. 1.200.000 perbulannya. Rata- rata penghasilan suatu keluarga didominasi oleh pengahasilan kepala keluarga.

Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga diperoleh hasil bahwa jumlah anggota keluarga yang paling banyak adalah anggota keluarga dengan jumlah 4 orang yaitu sebanyak 22 keluarga (37,9%) dan yang paling sedikit adalah anggota keluarga dengan jumlah 7 orang yaitu sebanyak 2 keluarga (3,4%). Distribusi responden berdasarkan pekerjaan diperoleh hasil bahwa pekerjaan responden yang paling banyak adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 42 orang (72,4%) dan yang paling sedikit adalah sebagai PNS/BUMN/TNI/POLRI dan buruh yaitu sebanyak 2 orang (3,4%). Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan diperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SMA/SMK/MA yaitu sebanyak 24 orang (41,4%) dan yang paling sedikit adalah tidak sekolah yaitu sebanyak 2 orang (3,4%). Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan diperoleh hasil bahwa tingkat pengetahuan responden yang paling banyak adalah kurang yaitu sebanyak 26 orang (44,8%) dan yang paling sedikit adalah dengan tingkat pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 13 orang (22,4%).


(51)

4.3Karakteristik Balita

4.3.1 Distribusi Balita Berdasarkan Kelompok Umur

Berdasarkan hasil Penelitian, maka diketahui distribusi balita berdasarkan kelompok umur di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai tahun 2014 seperti terlihat pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Balita Berdasarkan Kelompok Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Umur Balita n %

1 0-6 bulan 6 10,3

2 7-11 bulan 7 12,1

3 12-23 bulan 17 29,3

4 23-59 bulan 28 48,3

Total 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 tentang distribusi balita berdasarkan kelompok umur diketahui bahwa kelompok umur balita yang paling banyak adalah balita dengan kelompok umur 23-59 bulan yaitu sebanyak 28 orang (48,3%) dan yang paling sedikit adalah balita dengan kelompok umur 0-6 bulan yaitu sebanyak 6 orang (10,3%).

4.3.2 Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian, maka diketahui distribusi balita berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai tahun 2014 seperti terlihat pada tabel 4.3 berikut :


(52)

Tabel 4.3 Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Jenis Kelamin n %

1 Laki-laki 28 48,3

2 Perempuan 30 51,7

Total 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 tentang distribusi balita berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa balita dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 30 balita (51,7%) dan balita dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 28 balita (51,7%).

4.4Pola Asuh Makan

Berdasarkan hasil penelitian, maka diketahui distribusi responden berdasarkan pola asuh dalam pemberian makan di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai tahun 2014 seperti terlihat pada tabel 4.4 berikut Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Pola Asuh Pemberian Makan n %

1 Baik 7 12,1

2 Sedang 27 46,6

3 Kurang 24 41,4


(53)

Berdasarkan tabel 4.4 tentang distribusi responden berdasarkan pola asuh dalam pemberian makan diperoleh hasil bahwa pola asuh pemberian makan yang paling banyak adalah dalam tingkat sedang yaitu sebanyak 27 orang (46,6%) dan yang paling sedikit adalah dalam tingkat baik yaitu sebanyak 7 orang (12,1%).

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Responden dengan Pola Asuh Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Pendidikan Responden

Pola Asuh Makan Jumlah

Baik Sedang Kurang

n %

N % n % n %

1 Tidak Sekolah 0 0,0 0 0,0 2 100,0 2 100,0

2 SD/MI 0 0,0 2 28,6 5 71,4 7 100,0

3 SMP/MTs 1 5,3 11 57,9 7 36,8 19 100,0

4 SMA/SMK/MA 4 16,7 11 45,8 9 37,5 24 100,0

5 Diploma/PT 2 33,3 3 50,0 1 16,7 6 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah (Tidak Sekolah, SD/MI dan SMP/MTs) memiliki pola asuh dalam pemberian makan yang kurang baik jika dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi (SMA/SMK/MA dan Diploma/PT).

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Responden dengan Pola Asuh Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Pengetahuan Ibu

Pola Asuh Makan Jumlah

Baik Sedang Kurang

n %

N % n % n %

1 Baik 4 30,8 8 61,5 1 7,7 13 100,0

2 Cukup 3 15,8 8 42,1 8 42,1 19 100,0


(54)

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa responden dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki pola asuh dalam pemberian makan yang lebih baik jika dibandingkan dengan responden dengan tingkat pengetahuan yang kurang.

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Antara Pendapatan Keluarga dengan Pola Asuh Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Pendapatan Keluarga

Pola Asuh Makan Jumlah

Baik Sedang Kurang

n %

N % n % n %

1 < UMR 3 9,7 15 48,4 13 41,9 31 100,0

2 > UMR 4 14,8 12 44,4 11 40,7 27 100,0

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa pola asuh makan pada keluarga dengan pendapatan < UMR dan keluarga > UMR yang terbanyak adalah pola asuh dalam kategori sedang yaitu 15 keluarga (48,4%) dan 12 keluarga (44,4%).

4.5 Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, maka diketahui distribusi responden berdasarkan pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai tahun 2014 seperti terlihat pada tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan

Kesehatan n %

1 Baik 16 27,6

2 Sedang 39 57,2


(55)

Total 58 100,0 Berdasarkan tabel 4.8 tentang distribusi responden berdasarkan pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan diperoleh hasil bahwa pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan dalam kategori sedang merupakan pola asuh yang paling banyak yaitu sebanyak 39 orang (57,2%).

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Responden dengan Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Pendidikan Ibu

Pola Asuh Kesehatan dan

Pelayanan Kesehatan Jumlah

Baik Sedang Kurang

n %

N % n % n %

1 Tidak Sekolah 0 0,0 2 100,0 0 0,0 2 100,0

2 SD/MI 0 0,0 6 85,7 1 14,3 7 100,0

3 SMP/MTs 4 21,1 15 78,9 0 0,0 19 100,0

4 SMA/SMK/MA 9 37,5 13 54,2 2 8,3 24 100,0

5 Diploma/PT 3 50,0 3 50,0 0 0,0 6 100,0

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan pada responden yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi (SMA/SMK/MA dan Diploma/PT) lebih baik jika dibandingkan dengan responden yang memiliki pendidikan yang lebih rendah (Tidak Sekolah, SD/MI dan SMP/MTs). Tabel 4.10 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Responden dengan Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Pengetahuan Ibu

Pola Asuh Kesehatan dan

Pelayanan Kesehatan Jumlah

Baik Sedang Kurang

n %

N % n % n %


(56)

2 Cukup 7 36,8 12 63,2 0 0,0 19 100,0

3 Kurang 2 7,7 22 84,6 2 7,7 26 100,0

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa responden dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki pola asuh dalam pemberian asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan responden dengan tingkat pengetahuan yang kurang.

Tabel 4.11 Tabulasi Silang Antara Pendapatan Keluarga dengan Pola Asuh Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014

No Pendapatan Keluarga

Pola Asuh Kesehatan dan

Pelayanan Kesehatan Jumlah

Baik Sedang Kurang

n %

N % n % n %

1 < UMR 7 22,6 23 74,2 1 3,2 31 100,0

2 > UMR 9 33,3 16 59,3 2 7,4 27 100,0

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan pada keluarga dengan pendapatan < UMR dan keluarga > UMR yang terbanyak adalah pola asuh dalam kategori sedang yaitu 23 keluarga (74,2%) dan 16 keluarga (59,3%).

4.6Budaya/Tradisi

Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, maka diketahui ada atau tidaknya pantangan makanan yang diberikan oleh ibu kepada anak di wilayah kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai tahun 2014 seperti terlihat pada tabel 4.12 berikut :

Tabel 4.12 Distribusi Budaya/Tradisi di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2014


(57)

1 Ada pantangan 12 20,7

2 Tidak ada pantangan 46 79,3

Total 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.12 diketahui bahwa sebagian besar ibu tidak ada pantangan untuk memberikan makan kepada anaknya yaitu sebanyak 46 orang (79,3%) dan ibu yang ada pantangan dalam memberi makan kepada anaknya yitu sebanyak 12 orang (20,7%).


(58)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Keluarga dan Pola Pengasuhan Anak 5.1.1. Pengetahuan Gizi Ibu dan Pola Asuh makan

Hasil penelitian menunjukan bahwa semua keluarga mempunyai pengetahuan gizi ibu dengan kategori kurang (41,4 %). Semakin baik pengetahuan gizi ibu maka pola asuh makan dan pola asuh kesehatannya akan semakin dimana hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu.

Dari tabulasi silang antara pengetahuan ibu dengan pola asuh makan diperoleh hasil bahwa pola asuh makan berada pada kategori baik (12,1%), sedang (46,6%), kurang (41,4%).

Dari sebagian besar ditemukan bahwa tingkat pendidikan ibu adalah tamatan SMA. Akan tetapi sebagian besar ibu tidak memperhatikan cara mempersiapkan makanan, cara pemberian makan serta penyimpanan makanan. Sebagian besar ibu- ibu bukan sekedar tidak memperhatikan bagaimana cara pemberian serta pola asuh makan yang baik tetapi karena ketidaktahuan ibu- ibu bagaimana cara pola asuh makan yang baik. Banyak dari ibu- ibu ini yang tidak tahu manfaat pemberian ASI pada bayi dan balita, sehingga banyak anak yang tidak mendapatkan ASI ekslusif dan ibu menggantinya dengan susu formula, air yang dicampur dengan madu, air yang dicampur dengan gula, serta pisang yang dikerok atau dilumatkan. ASI pada umumnya diberikan hanya sehari sampai seminggu setelah bayi lahir. Kebiasaan ini mengakibatkan anak kekurangan asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak.


(59)

Ibu mempunyai kebiasaan memberikan air gula dan air madu pada saat bayi baru lahir. Selain bayi berusia 0 bulan sampai usia 6 (enam) bulan, juga mendapat makanan tambahan lain berupa biskuit, telur, dan lain- lain. Keadaan ini menyebabkan ibu tidak dapat memberikan inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif pada bayi. Konsumsi makanan balita, sebagian besar tidak sesuai dengan aturan pola makan balita sesuai usia, Selain ASI, jenis makanan yang diberikan pada anak usia 0-6 bulan meliputi, air tajin, susu formula, biskuit bayi, pisang yang dilembutkan, bubur susu, makanan lunak/lembik, nasi, sayur, ikan, telur, dan lain- lain. Makanan ringan juga diberikan seperti jajanan dan camilan, dengan alasan agar anak mau makan sehingga tidak menangis.

Tingkat pendidikan ibu sejalan dengan tingkat pengetahuan gizi ibu. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan normal ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan si ibu, semakin tinggi tingkat pendidikan si ibu maka akan semakin tinggi pula kemampuan ibu untuk menyerap pengetahuan dalam pendidikan formal maupun non formal, begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan si ibu, maka semakin rendah pula kemampuan ibu untuk menyerap pengetahuan (Berg, 1986).

5.1.2. Pengetahuan Gizi Ibu dan Pola Asuh Kesehatan & Pelayanan Kesehatan. Praktik pada kesehatan anak adalah hal- hal yang dilakukan untuk menunjang peningkatan dan menjaga status gizi anak. Dalam hal ini praktik terhadap kesehatan yang dilakukan untuk menjauhkan dan menghindarkan penyakit yang menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Gambaran Pola Asuh Dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah (BGM) Di Puskesmas Buhit Dan Puskesmas Harian Di Kabupaten Samosir Tahun 2009

3 59 120

PERKEMBANGAN HARGA LAHAN DI KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI TAHUN 2009 DAN 2014.

0 1 42

ANALISIS PERTANIAN PADI SAWAH DI KELURAHAN CENGKEH TURI KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI.

0 4 20

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 0 12

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 0 2

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 0 7

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 0 20

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 2 4

Karakteristik Dan Pola Asuh Keluarga Yang Memiliki Balita Dengan Berat Badan Bgm Di Wilayah Kerja Puskesmas Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara, Binjai Tahun 2014

0 0 26

GAMBARAN PERILAKU SADAR GIZI PADA KELUARGA YANG MEMILIKI BALITA GIZI KURANG DAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LALANG TAHUN 2014

0 1 14